Tiga tahun kemudian.....Dimana Gala berusia tujuh tahun dan sekarang menginjak sekolah dasar bersama dengan Mentari.Keduanya tertawa bersama saat melihat film komedi yang sangat lucu. Membuat Raya tersenyum dan menyiapkan jus untuk keduanya."Tidak ada Pekerjaan Rumah?" tanya Raya sambil memberikan mereka jus sayuran."Tidak ada, kami sudah mengerjakannya.""Yaa, Ales menyontek padaku."Raya tersenyum mendengar kalimat Mentari yang masih kesulitan mengatakan huruf R. sebenarnya sudah mulaui bisa, hanya saja terkadang Mentari melupakannya."Gala, coba katakan dengan benar."Mentari mengerucutkan bibirnya mendengar kelimat yang dilontarkan saudaranya itu."Tidak apa, belajar perlahan ya. Nanti juga akan terbiasa."Mentari menganggukan kepalanya. "Teman teman di sekolah dasal tidak terlalu mengasyikan," ucap Raya mendengarkan, dia juga senang Mentari yang terkadang bisa mengatakan huruf R meski dilain waktu kesulitan."Tidak mengasyikan bagaimana?" tanya Raya. Dia mengusap rambut putri
"Maksudnya?" Tanya Raya ikut duduk di samping Oma.Tangan Raya otomatis ikut membantu mengupas sayuran di sana. "Aku tidak paham, Oma.""Bagaimana bisa? Bukankah kalian selalu memakai pengaman?""Ya, tapi saat mabuk Andro selalu melupakannya. Jadi....., kita tidak memakainya saat itu terjadi.""Kita harus melihat kemungkinan. Andro selalu berusaha keras melarang kau hamil lagi, dan kemungkinan.....," ucapan Oma menggantung."Kemungkinan?" Tanya Raya penasaran. "Dia tidak bahagia?""Dia pasti bahagia, hanya saja sedikit kecewa karena tujuannya tidak terpenuhi."Raya menghela napasnya dalam. Memang benar Andro selalu memintanya untuk tidak cepat cepat mendapatkan bayi lagi dan menikmati waktu berduaan saja."Apa yang harus aku lakukan, Oma?""Siapkan makan malam keluarga yang romantis, di tepi kolam renang misalnya.""Apa yang harus aku lakukan, Oma?""Siapkan makan malam keluarga yang romantis, di tepi kolam renang misalnya.""Bersama anak anak?"Oma menggeleng. "Jangan, berdua saja. E
"Gala, itu jelek."Gala menatap dirinya sendiri dari kaca lemari. "Gala masih tampan."Oma menatap Mentari dan Gala yang saling menautkan tangan mereka. Oma sengaja menyuruh mereka saling menggenggam satu sama lainnya supaya berbaikan.Namun, sampai saat ini belum juga ada yang membuka suara.Oma menghela napas dalam dan mengambil seutas pita. Dia mengikatkannya pada tangan Gala dan Mentari.“Apa yang Oma lakukan?” Tanya Keduanya.“Ini sudah malam. Kalian tidur bersama ya, apa kalian tidak saling merindukan?”“Dala jelek!”“Tari sering mendengkur!”Oma menghela napasnya, baru juga dua sudah membuatnya pening. Yang mana Oma memilih berdiri. “Sudah, sekarang tidur ya.”Oma tidak mengencangkan tali itu, lagipula itu akan sangat mudah dilepas jika mereka sudah malas.Oma meninggalkan kedua cicitnya di kamar dan memilih untuk menuju dapur, melihat makan malam yang masih banyak.Ditambah makan malam romantis itu dihiasi berbagai lampu dan lilin.“Jeta, duduklah,” ucap Oma pada Jeta.“Apa? S
Mentari sudah dibawa ke rumah, dengan kaki kiri yang memakai gips. Dia kini lebih banyak menghabiskan waktu di atas ranjang, memainkan boneka sambil belajar bersama dengan Raya.Oma melihat kebersamaan dua orang itu dari balik pintu, tersenyum melihat quality time ibu dan anak yang jarang sekali dilihatnya. “Oma akan ke toko.”Raya menengok, kaget melihat Oma yang ada di sana. “Ada pegawai yang mengambil alih, Oma. Tidak apa untuk tidak ke sana.”Oma menggeleng. “Oma juga bosan di rumah.”“Oma bosan jika ada Thali?” tanya Mentari yang merasa seperti itu.Oma seketika menggeleng, dia mendekat; merangkup wajah Mentari dan mencium pipinya dengan lembut. “Bukan seperti itu, Sayang. Oma hanya akan memeriksa beberapa bunga yang akan masuk, ingin dibelikan pudding cokelat di perjalanan Oma pulang nanti?”Mentari mengangguk. “Hati hati di jalan, Oma,” ucapnya memberikan pelukan.“Hati hati, Oma. Lekas pulang jika sudah selesai, Raya hanya berdua bersama Mentari, akan menyenangkan jika Oma ada
Beberapa bulan kemudian......Perut Raya semakin membesar, bayi di dalam sana mulai bergerak, yang mana menandakan kebahagiaan akan segera tiba. Raya memejamkan matanya merasakan tangan tangan kecil mengusap perut Raya dengan lembut.Anak anaknya yang sedang libur kini akan mengantar Raya melakukan USG bersama Andro pula. Sambil menunggu daddy mereka bersiap siap, keduanya memilih untuk merasakan pergerakan saudara mereka di dalam sana.Mulut mulut lucu Gala dan Mentari mengeluarkan kata kata seperti;“Woaahhh...., dia bergerak, Mommy.”“Mommy, apakah dia dapat mendengal kita?”“Mom, dia akan keluar beberapa bulan lagi? Bisa aku ajak main bola.”“Dia mungkin cantik sepelti Thali, bukan begitu Mommy?”Raya tersenyum dan mengusap pipi kedua anaknya dengan sangat lembut. “Kita akan mengetahuinya sekarang, ini bayi perempuan atau laki laki.”“Tapi....” Mentari menegakkan tubuhnya, menjauh dari perut sang Ibu sambil cemberut. Dia menghela napas dalam.“Kenapa?” tanya Raya.“Thali ingin men
Malam hari telah datang, Gala dan Mentari sudah terlelap di kamar anak yang masing masing memiliki ruang terpisah. Dan Oma, dia masih nongkrong di caffe bawah villa bersama dengan bule bule kenalannya yang baru.Andro? Jangan ditanya lagi, dia sedang berusaha mengajak istrinya keluar dari Villa karena kesal berada di sana seharian dengan diganggu anak anak.“Sayang....,” ucap Andro di ambang pintu, matanya menatap sang istri yang sedang mengelus kepala Mentari penuh kasih sayang. “Dia sudah tidur?”Raya mengangguk.“Ayo kita keluar, jalan jalan di pantai.”“Ini sudah malam, tidak dingin?”Hanya helaan napas yang menjawab, yang mana membuat Raya tersenyum simpul. Kasihan juga suaminya yang berniat berduaan dengannya kini terganggu oleh bocah bocah itu.Sampai akhirnya Raya mengangguk, dia menyanggupi untuk keluar bersama dengan Andro.“Yes,” ucap pria itu dengan penuh semangat.Andro berjalan mengambil jaket miliknya juga milik istrinya, dengan penuh kegembiraan Andro bahkan memakaikan
Raya menatap tidak percaya Andro kini memesan satu kamar hotel hanya untuk mereka mandi saja. membuat Raya menatap suaminya penuh tanya, apakah uangnya tidak habis habis? Dia tidak memesan sembarang kamar, melainkan hotel bintang lima kelas presiden suit yang memiliki ukuran kamar begitu luas. Ini cocok untuk orang orang yang sudah berkeluarga.“Sayang..., apa ini tidak terlalu....?” Ucapan Raya menggantung begitu mereka masuk.Setelah melihat matahari terbit dan makan bubur bersama, Raya merasa tubuhnya lengket dan meminta untuk kembali. Tapi bukan Andro namanya yang ingin kedekatannya bersama sang istri diganggu, membuat Andro malah memesan hotel yang lebih jauh dari villa dan itu membutuhkan waktu lebih dari setengah jam dari pantai.“Tidak, Sayang. Mandilah dan kita akan beristirahat di sini.”“Kapan kita akan kembali ke villa?”“Besok pagi saja, lihat kamar ini sudah aku bayar dan itu sangat mahal.”“Aku tidak memintanya.”“Ya, baiklah. Kita akan pulang setelah mandi.”Raya menel
“Punya Dala tidak ada yang bagus.”“Hei, namamu juga aneh aneh.”Oma memijat kepalanya yang terasa pening.“Tapi Oma janji bukan akan memakai salah satu dari milik kami?” tanya Gala.Oma terpaksa menggangguk, karena memang itu yang dia janjikan sebelumnya. Semoga saja nama yang mereka siapkan normal.“Bagaimana kalau kita membuat topeng dari tanah liat? Oma bosan menunggu kalian ayo.”“Tidak mau,” ucap Mentari.Membuat Gala berdiri. “Ayo Oma, bersama Gala saja. tinggalkan dia sendirian di sini.”“Aaaaa ikut,” rengek Mentari sambil berjalan mengikuti Oma dan Gala menuju ke balkon gazebo villa.Di sana Oma mengambil pengukur tali, dimana dia akan mengukur diameter wajah Gala dan Mentari.“Nah... mari dimulai dengan Mentari dulu supaya bisa tahu ukuran topengnya,” ucap Oma mengukur wajah Mentari.Kemudian berganti pada Gala, Oma mengukurnya dengan seksama. “Wah..., wajah Gala sangatlah kecil, sangat sangat kecil.”Gala tersenyum, kepala yang kecil menurutnya adalah yang terbaik.“Itu kal