Prabu menggeleng tidak percaya melihat Andro yang dulunya melangkah penuh percaya diri di setiap keadaan kini berubah drastis. Bahkan dulu mereka pernah menjelajahi gua sampai akhirnya harus menuruni tebing yang membahayakan nyawa. Saat itu ketika mereka menuruni tebing dan mendapatkan ada ular, Andro tanpa rada takut langsung menjepit tubuhnya dan membuangnya.Namun sekarang......."Kau masih takut pada pria botak?""Aku tidak takut," ucap Andro. "Aku hanya mual melihat orang botak.""Kenapa?""Kalau aku tau akan aku cari obatnya.""Bro, jangan buat istrimu hamil lagi."Andro diam, dia hanya fokus pada langkahnya. "Jangan lupa tinggalkan jejak," ucap Andro untuk yang kesekian kalinya.Hal itu membuat Prabu berhenti sesaat. "Kita bukan orang amatiran, ini kesekian kalinya kita ke hutan.""Ya, dan kita harus lebih hati hati.""Astaga, kau benar benar Emejing."Andro tetap fokus pada langkahnya saja. "Dimana sungai?""Kalau aku tau aku tidak akan mencari.""Berhentilah memarahiku.""M
Ketika satu penggalan memori itu masuk, Prabu menatap Andro dengan wajah takut takut."Kau ingat sesuatu bukan?" tanya Andro. "Beritahu aku."“Aku tidak akan mengatakan apapun padamu.""Aku bersumpah kau tidak akan pernah tau nikmatnya cinta jika kau tidak mengatakannya, Prabu.""Apa mengenyangkan?""Bisakah kau tidak berdebat denganku?" tanya Andro pada Prabu. "Katakan saja apa yang kau ingat.""Aku sedang memberimu kesempatan untuk menunjukan betapa kayanya dirimu, Kak, mobil itu bisa dibeli lagi.""Waaahhh...." Andro bertepuk tangan. "Haruskah aku bom kapal pesiarmu?""Tunggu!" Teriak Prabu sambil memegang kepalanya.Dan itu membuat Andro berfikir kalau adiknya itu kembali mengingat apa yang terjadi."Kau ingat sesuatu?" tanya Andro antusias."Aku ingin mandi."Dan pada akhirnya mereka kembali ke sungai yang memiliki air terjun di sana. Sepanjang langkah Andro melamun, kenapa belum ada yang datang mencarinya? Pikirannya bertanya tanya apakah Raya tidak mengkhawatirkannya? Atau d
Prabu tersenyum menyadari kekonyolannya yang membuat mereka terdampar si hutan itu. "Kenapa aku seburuk itu saat mabuk?"Dari kejauhan Andro melambaikan tangannya supaya Prabu mendekat padanya. Prabu pun berjalan mendekat. "Ada banyak hewan di sana." Andro mengamati sekitar."Kita berjalan saja," ucap Prabu. "Jalannya ada di bawah sana, tidak terlalu jauh ke gerbang utama jika aku melihat bekas jejak kaki.""Kaki manusia?""Tentu saja," ucap Prabu, dia harus bersikap lebih dewasa apalagi menggandeng kakaknya yang sekarang seolah lebih kekanakan darinya. "Ayo cepat.""Apa tidak sebaiknya pakai mobil saja?" tanya Andro. "Aku bukan takut, aku hanya tau apa yang ada di dalam hutan ini. Apa nanti kita tidak kewalahan jika bertemu mereka.""Ayo cepat," ucap Prabu. Tapi Prabu menghela napas dalam melihat apa yang masih di bawa Andro. "Setidaknya buang Tai Kuda itu," tunjuknya.Andro menggeleng. "Ini hadiah untukmu.""Kau dendam pada orang mabuk.""Kesalahan adalah kesalahan, terlepas apa y
Andro menarik napasnya tatkala dia sampai di rumah. Di perjalanan pulang, tak lupa, Andro juga menyempatkan untuk membeli beberapa barang kesukaan istrinya seperti cat kuku, lipstick dan bahkan bunga. Lalu untuk anak anaknya, Andro membelikan lilin mainan.Dia keluar lebih dulu, disusul oleh Prabu di belakang sana.Andro lihat, sepertinya ada Oma di sini, membuatnya semakin was was. Oma selalu memiliki rencana rencana mengerikan dalam pikirannya.Andro berdehem, dia membawa paperbag dan bunga itu ke dalam."Sayang.....," panggil Andro, tapi tidak ada yang menjawab.Saat melihat ada sepatu anak anak, kening Andro berkerut. Di sana ada Nana, membuatnya bertanya, "Nana, anak anak sudah pulang?""Ya, Tuan. Hari ini mereka pulang cepat karena guru mereka ada acara.""Dimana mereka sekarang?""Ada di kamar.""Tidur?""Ya, Tuan."Untuk memastikan, Andro masuk ke kamar anak anak. Tapi sepertinya anak anaknya memang terlelap, terlihat dari mainan berantakan yang sedang dibersihkan pengasuh. “S
"Kenapa kau mengira Daddy akan cepat tiada?""Karena Daddy anak nakal.""Tapi tidak apa, Daddy memang seharusnya menikmati sisa hidup. Apalagi sisa hidup Daddy tinggal beberapa langkah lagi.""Daddy bermain bersama para Uncle, itu membuat masa hilang Daddy lebih cepat. Jadi aku hanya siap siap saja."Kata kata itu terngiang ngiang di telinga Andro, kini dia sedang duduk di kamar sendirian. Begini respon keluarganya saat dia berbuat kekacauan, kenyataannya Andro lebih suka bentakan dan pukulan dari mereka bertiga.Sambil menunggu istrinya, Andro memilih duduk di sofa, melihat kedua ranjang yang terpisah saja membuatnya mual. Dia ingin menendang ranjang itu.Namun mengingat istrinya yang sedang mengandung, Andro tentu tidak ingin membuatnya kesal.Saat Raya masuk, baru Andro berdiri."Gala tidak ingin tidur denganku tadi.”"Jangan khawatir, sekarang dia sudah tidur," ucap Raya yang duduk di meja rias untuk melakukan ritual skincare malam.Andro mendekat, dia duduk di meja samping meja r
Andro tidak banyak bicara di kantor, dia lebih banyak termenung mengingat sikap istrinya. Anak anaknya juga mengabaikannya terus menerus. Andro bingung harus berbuat apa lagi supaya mereka berhenti bertingkah seolah olah dirinya akan segera mati.Dia mengusap rambutnya kasar, menarik napas dalam dan mencoba tetap tenang.Namun kegundahan itu semakin parah saat pintu luar ruangannya diketuk dengan sangat kencang. Dari suaranya saja Andro bisa menebak siapa yang datang. Dipastikan itu adalah Prabu.Sampai-sampai sebelum Prabu masuk, Andro berencana mengunci pintu. Tapi Prabu nyatanya lebih dulu masuk."SialIII," ucap Andro saat melihat Prabu sudah masuk."Hei, apa yang kau katakan, Kak? Kau pasti sangat frustasi dengan apa yang terjadi.""Jadi kau tau? Mulai sekarang berhenti datang dan mengajakku keluar. Dan… Ngomong-ngomong, Prabu. Kenapa kau masih di sini? Bukankah seharusnya kau sudah kembali ke Swiss dan memastikan calon istrimu baik baik saja."Prabu tertawa, dia duduk di sofa. "
"Sayang, waktunya kamu mandi. Kita akan makan malam," ucap Raya dari luar.Andro pun segera meninggalkan Gala, dia mencium puncak kepala anaknya lebih dulu sebelum pergi."Tari tertidur, apa kita tidak perlu membangunkannya?""Tidak, kasihan dia.""Apa yang terjadi?" tanya Andro menyempatkan diri mendatangi istrinya dan memeluknya dari belakang sambil menciumi puncak kepalanya. Tangan Andro mengusap perut istrinya yang buncit. "Apa dia dan Gala kembali bertengkar?""Bukan dengan Gala, tapi dengan teman sekelasnya.""Astaga, tidak biasanya anak kita melakukan itu."Raya memutar badan menatap suaminya. "Mandilah, nanti aku ceritakan."Andro mengerucutkan bibirnya. "Maukah kau mandi denganku, Sayang?"Sudah lama Raya mengabaikan Andro, dan dia rasa suaminya itu sudah cukup menanggung semua keaalahannya sendiri.Maka dari itu, Raya berkata pada pelayan, "Tolong bereskan makan malamnya.""Baik, Nyonya."Senyuman Andro seketika merebak. “Kita mandi bersama?""Bukankah ini yang kamu inginkan
Raya sampai di toko bunga miliknya. Tentu saja ada karyawan di lantai bawah, sementara dirinya duduk manis di lantai dua sambil mendiskusikan rencana apa yang akan dilakukannya ke depan untuk mengembangkan toko ini menjadi semakin baik."Selamat datang, Nyonya, Selamat pagi," sapa seorang petugas kebersihan wanita yang melihat Raya."Selamat pagi, apa kamu sudah sarapan?""Saya akan melakukannya saat pekerjaan ini selesai, Nyonya.""Aku membawa makanan di bawah, makanlah.""Terima kasih banyak, Nyonya."Raya mengangguk, dia menyimpan makanan yang dibawanya di atas meja di lantai satu. "Tolong bagikan juga jika yang lainnya datang.""Baik, Nyonya.""Apa bunga Lily sudah tiba?""Sudah tiba pagi tadi, karyawan lain yang menerima. Saat ini mereka sedang pergi membeli peralatan yang habis.""Baiklah, suruh mereka ke atas jika sudah sarapan.""Baik, Nyonya."Raya mulai membuka laptop. Dia sudah banyak belajar setelah menikah dengan Andro, mulai dari bahasa asing, mengoperasionalkan komputer