Jangan lupa vote dan komen
Raya mengusap tangan Andro yang memeluknya dari belakang, rasanya Raya enggan membiarkan Andro pergi. Dia tidak ingin berpisah, apalagi perutnya semakin berat. Berjalan saja Raya kesusahan, dan bayi bayi mereka semakin aktif dalam kandungan. Seperti saat ini, Andro yang mengusap perut Raya merasakan tendangan. "Astaga, Sayang, aku merasakan tendangan mereka." Raya tersenyum. Satu kali pergulatan saja kali ini, Andro mengurangi aktivitas berduaan bersama Raya dan memperbanyak berada di kamar mandi. Nafsu Andro pada istrinya tidak pernah berhenti mengalir, tapi kini dia mulai bisa menahan. Karena Andro lebih menyayangi istrinya daripada mementingkan nafsunya, meskipun sedikit sulit mengendalikan. "Sayang... apa kau tahu, hubungan suami istri membuatmu tampak awet muda?" "Benarkah? Apa karena itu kamu ingin sering melakukannya?" Tanya Raya dengan polosnya. "Astaga," gumam Andro, dia melanjutkannya dalam hati, 'Aku pikir setelah mengatakan itu dia ingin awet muda, tapi dia malah be
Indonesia dan Amerika memiliki perbedaan waktu yang sangat mencolok. Saat tiba di Amerika, Andro langsung ke hotel yang sudah dipesan oleh Hans. Dia merebahkan diri di sana merasa lelah. "Kopernya saya simpan di sini, Tuan." "Ya, simpan saja," ucap Andro yang sedang terlentang di atas ranjang. "Apakah ada hal lain yang anda perlukan, Tuan Muda?" Andro diam berpikir sebentar. "Berikan aku alkohol." "Saya akan meminta mereka membawakannya, Tuan." "Di mana kau tidur?" Kali ini Andro menatap Hans. "Di kamar sebelah." "Pergilah, suruh mereka kesini segera membawa alkohol." Hans mengangguk, dia keluar dari sana. Andro memejamkan matanya sebentar, dia ingin terlelap tapi butuh sesuatu yang mendorong. Biasanya, pendorong itu adalah Raya yang selalu mengusap kepalanya. Kenyataannya, kini tidak ada. Dan ketika mendengar ketukan pintu, Andro membukanya. Dia menerima alkohol yang dipesan. "Thank you," ucap Andro kembali ke dalam. Dia duduk di balkon sambil meminum itu, juga sambil mem
Satu bulan kemudian.Raya mengurung diri di kamar, dia menangis karena Andro kembali mengundur kepulangannya."Raya...., Sudah jangan menangis," ucap Oma dari luar. Tapi kenyataannya itu tidak membantu.Raya sesenggukan di sana sambil mengusap perutnya. Bukan hanya pulang terlambat, tapi Andro juga jarang menghubunginya. Jika menghubungi pun, itu hanya dua hari sekali, terkadang sekali sehari."Aku hanya ingin tidur sebentar, Oma.""Baiklah, panggil Oma jika butuh sesuatu," ucap Oma dari balik pintu.Di sana Oma terlihat sedih, dia kembali ke lantai bawah dan menuju dimana Jeta berada. "Apa yang sedang kau lakukan, Jeta?""Mencoba menghubungi Hans sesuai yang anda inginkan, Nyonya Besar. Namun tidak ada jawaban.""Mereka sibuk mengeluarkan wanita siluman itu dari penjara. Dan seharusnya Teresa sadar akan hal itu sekarang ini. Dia tidak bisa apa pun tanpa Andro."Oma duduk di sofa, dia membuka kacamatanya dan memejamkan mata sesaat sambil bersandar."Raya menangis saat tahu itu. Selama
Andro menatap keluar pintu kaca yang masih memperlihatkan badai. Dia membuang napas gusar, dirinya tidak bisa ke mana mana. Bahkan beberapa bandara ditutup karena badai. Ini adalah hal yang mana membuat Amerika disoroti beberapa media. Apalagi persidangan ibunya ditunda, membuat Andro harus lebih lama berada di sini. Ya, yang meninggal dalam kecelakaan beberapa tahun silam adalah ibu tirinya. Namun selama ini, Andro lebih menyayangi Ibu tirinya dibanding ibu kandungnya yang meninggalkan dirinya dan ayahnya sejak Andro masih bayi untuk meraih kesenangan dirinya sendiri. Suara ketukan pintu membuat Andro membukanya. Di sana ada Hans yang membawa alkohol. "Tuan Muda?" "Masuklah, dan minum bersamaku." Hans menurut, dia menyiapkan gelas untuk majikannya sembari duduk di sofa. Tapi dia tidak menuangkan untuk dirinya sendiri. "Kenapa kau tidak minum?" "Terima kasih, Tuan. Saya minum beberapa saat yang lalu." "Ayolah, Hans. Ini sopan karena aku mengizinkan," ucap Andro menuangkan minu
Andro menatap keluar pintu kaca yang masih memperlihatkan badai. Dia membuang napas gusar, dirinya tidak bisa ke mana mana. Bahkan beberapa bandara ditutup karena badai.Ini adalah hal yang mana membuat Amerika disoroti beberapa media. Apalagi persidangan ibunya ditunda, membuat Andro harus lebih lama berada di sini.Ya, yang meninggal dalam kecelakaan beberapa tahun silam adalah ibu tirinya. Namun selama ini, Andro lebih menyayangi Ibu tirinya dibanding ibu kandungnya yang meninggalkan dirinya dan ayahnya sejak Andro masih bayi untuk meraih kesenangan dirinya sendiri.Suara ketukan pintu membuat Andro membukanya. Di sana ada Hans yang membawa alkohol."Tuan Muda?""Masuklah, dan minum bersamaku."Hans menurut, dia menyiapkan gelas untuk majikannya sembari duduk di sofa. Tapi dia tidak menuangkan untuk dirinya sendiri."Kenapa kau tidak minum?""Terima kasih, Tuan. Saya minum beberapa saat yang lalu.""Ayolah, Hans. Ini sopan karena aku mengizinkan," ucap Andro menuangkan minuman itu.
Andro tertawa saat istrinya dengan cepat menutup panggilan. Dia masih saja malu padahal sudah pernah melakukan lebih.Rindu dengan anak anaknya, Andro mendekati Hans. "Kita pulang minggu depan."Banyak sekali karangan bunga dengan ucapan selamat. Oma tersenyum melihat temannya datang dan memberi hadiah. Sementara pada kolega Andro, Oma menyuruh orang Andro agar tidak perlu datang karena akan mengadakan pesta saat Andro pulang.Alhasil, banyak hadiah berdatangan."Omaaa... yuhu."Oma yang hendak naik lift terkejut, dia berbalik. "Kau! Cucu gila ke dua! Kenapa di sini? Bukannya Amerika ada badai?""Astaga, Oma tidak tahu? Selama ini aku sembunyi di sebuah tempat misterius dan tidak kembali ke Amerika," ucap Prabu datang dengan paperbag di tangannya. Dia mendekat dan mencium pipi Oma."Jangan bilang di dalamnya ada sayuran.""Aku ingin melihat keponakanku.""Si penyihir gila," gumam Oma. "Ayo ikuti Oma."Prabu mengikuti, dia menaiki lift sebelum melangkah di lantai dua. Langkah Oma yang
Andro tertawa saat istrinya dengan cepat menutup panggilan. Dia masih saja malu padahal sudah pernah melakukan lebih. Rindu dengan anak anaknya, Andro mendekati Hans. "Kita pulang minggu depan." Banyak sekali karangan bunga dengan ucapan selamat. Oma tersenyum melihat temannya datang dan memberi hadiah. Sementara pada kolega Andro, Oma menyuruh orang Andro agar tidak perlu datang karena akan mengadakan pesta saat Andro pulang. Alhasil, banyak hadiah berdatangan. "Omaaa... yuhu." Oma yang hendak naik lift terkejut, dia berbalik. "Kau! Cucu gila ke dua! Kenapa di sini? Bukannya Amerika ada badai?" "Astaga, Oma tidak tahu? Selama ini aku sembunyi di sebuah tempat misterius dan tidak kembali ke Amerika," ucap Prabu datang dengan paperbag di tangannya. Dia mendekat dan mencium pipi Oma. "Jangan bilang di dalamnya ada sayuran." "Aku ingin melihat keponakanku." "Si penyihir gila," gumam Oma. "Ayo ikuti Oma." Prabu mengikuti, dia menaiki lift sebelum melangkah di lantai dua. Langkah
"Sampai kapan badai ini reda?" Gumam Andro menatap keluar, dia berdecak sambil merokok. Yang Andro hanya bisa lakukan adalah merokok di sana. Sampai terdengar suara ketukan, Andro membuka dan melihat Hans ada di sana. "Ada apa?" "Tuan....., landasan dibuka untuk dua jam ke depan." "Kau mendapatkan pilotnya?" "Ya." Andro menimang sebentar, sampai dia menanyakan, "Bagaimana rumah?" "Kami sudah siap sejak dua hari lalu." "Kita pulang sekarang." Kalimat Hans terputus karena Andro menutup pintu dan berbalik seketika. Andro tersenyum senang. Dia segera menghubungi Oma di sana. "Hallo? Disini malam, apa kau tidak punya pikiran?" "Astaga, Oma. Beritahu Raya aku akan pulang hari ini. Kemungkinan akan sampai besok pagi." "Yang benar?" Tanya Oma seolah dipermainkan. "Benar, Oma. Beritahu istriku, aku tidak ingin mengganggunya." "Lalu?" Tanya Oma malas. "Kau pikir Oma ke kamarnya jam malam begini tidak mengganggunya?" "Ayolah, Oma. Nanti aku pulang berikan jam tangan limited edition.