Haio semua, untuk novel ini, author punya hadiah yaitu berupa emas antam 0,1 gram untuk 3 top voter di akhir cerita novel nanti ya... dan ada dua lagi yang akan di berikan secara acak pada pembaca setia Qeqe Sunarya. Caranya ikutan jangan lupa ikuti i9 qeqe.sunarya lalu DM author dengan kata "ikut dapat emas" Author tunggu ya... semoga kalian beruntung...
“Sebenarnya, aku tahu, kalau hari ini pasti akan datang, hari di mana kau kembali pada cinta sejatimu. Celine. Semarah apa pun kamu, tapi cinta akan selalu kembali pada tempatnya kan." Raya mencengkeram sprei, merasa sakit hati dengan kalimatnya sendiri. Melihat ke arah Andro, dia tidak bergeming. Carilah pilihan kata yang tidak memprovokasi Raya. Begitu otaknya berputar. "Huh! Kau sedang membual tentang apa?" Amdro menjawab ketus. Apa? Membual? jelas-jelas kau memilih Taman Biru karena Celine kan. Kecemburuan kembali memberi energi pada Raya, walaupun dia muncul tidak tahu tempatnya. Karena suara Raya sudah agak meninggi daripada tadi. Dia bahkan jauh lebih lama menatap Andro. Yang pasti dengan sorot mata tidak bersahabat. "Aku tahu sepenting apa Taman Biru bagi kalian. Kau dan Celine bertemu di sana kan, kalian juga sepakat pacaran di sana. Dan aku tahu kau akan melamar dan mengajaknya menikah di sana juga. Untuk itu kau memilih Taman Biru, memilih untuk membangunnya seperti s
Masih di atas tempat tidur. Babak baru pertengkaran di atas tempat tidur masih akan berlanjut. Tidak tahu akan menjadi singkat atau semakin bertele-tele. Apa mereka akan kembali saling berteriak sampai urat saraf mereka menonjol. Raya membuka matanya ketika tangan Andro malah terasa menyentuh kepalanya. Alih-alih yang dia takuti akan dipukul. Dia menepuk kepala Raya, tapi bukan tepukan lembut seperti biasanya. Menyadarkan Raya bahwa dia sama sekali belum selamat. Dia masih dalam situasi genting. "Maafkan aku, aku pasti sudah gila bicara yang tidak-tidak." Sadar akan kesalahannya Raya kembali memohon. Andro masih terdiam, dia hanya menurunkan tangannya. Meraih dagu Raya menghadapkan wajah gadis itu ke hadapannya. Raya mengalihkan pandangannya ke arah lain. Kali ini dia kehilangan keberanian. "Jadi kau mencintaiku? Sudah jatuh cinta padaku." Apa! kenapa hanya itu yang kamu tangkap dari pembicaraanku. Bukan itu poinnya Tuan Muda. "Sejak kapan? Sejak kapan kau mulai mencintaiku?" Andr
Sudah lewat tengah malam. Mereka baru selesai dengan pergumulannya. Di sampingnya Raya langsung jatuh tertidur dan tidak berdaya. Andro mengacak-acak rambut istrinya yang memang sudah terburai ke mana-mana. Dia tergelak menyusuri bibir mungil dan tipis itu. Diketuk-ketukan jemarinya di pipi istrinya. Lalu menyelipkan kembali rambut Raya ke belakang telinganya. "Terimakasih sudah mencintaiku." Satu kecupan lembut di kepala Raya. Lalu Andro menarik selimut sampai leher. Melindungi istrinya dari udara yang yang akan menciumi tubuh polosnya. Setelah menyelesaikan pekerjaan yang menurutnya luar biasa itu, dia turun dari tempat tidur. Memakai lagi bajunya yang terserak di lantai. Terdengar suara pintu terbuka. Andro menoleh untuk kedua kalinya, melihat istrinya yang sudah terlelap kelelahan di tempat tidur. Dia tersenyum senang. Saat memutar kepalanya mau keluar dan terlonjak kaget saat keluar dari kamar setelah membuka pintu. "Kau di sini?" Hans bangun dari duduk tepat di depan pin
Pagi ini, Raya sudah memeluk suaminya sedih, ada sesuatu mendadak yang membuat Andro harus pergi besok pagi ke Amerika. "Sayang....." Raya mengeratkan pelukannya pada dada Andro. Keduanya berbaring di atas ranjang. "Sayang... aku janji akan pulang secepat mungkin." Raya merasakan firasat aneh, dia tidak ingin Andro pergi jauh darinya. "Sayang...." "Hans bilang kalian akan disana selama beberapa minggu," ucap Raya dengan suara serak menahan tangis. "Apa yang sebenarnya terjadi?" Andro mencium puncak kepala istrinya. "Salah satu pimpinan cabang terjerat sebuah kasus, ada pengadilan yang menunggunya dan aku juga harus kesana sendiri, tidak bisa diwakilkan." Raya menengadah, menatap manik Andro. "Itu memakan banyak waktu." "Hei... aku akan pulang sebelum bayi bayi kita lahir. Aku janji." Raya merasa sangat berat. Membayangkannya saja, seperti saat dirinya kabur dari rumah, tidur tanpa Andro, tanpa disambut oleh gombalan dan kenarsisan suaminya yang begitu hangat. Berbulan bulan m
Raya mengusap tangan Andro yang memeluknya dari belakang, rasanya Raya enggan membiarkan Andro pergi. Dia tidak ingin berpisah, apalagi perutnya semakin berat. Berjalan saja Raya kesusahan, dan bayi bayi mereka semakin aktif dalam kandungan. Seperti saat ini, Andro yang mengusap perut Raya merasakan tendangan. "Astaga, Sayang, aku merasakan tendangan mereka." Raya tersenyum. Satu kali pergulatan saja kali ini, Andro mengurangi aktivitas berduaan bersama Raya dan memperbanyak berada di kamar mandi. Nafsu Andro pada istrinya tidak pernah berhenti mengalir, tapi kini dia mulai bisa menahan. Karena Andro lebih menyayangi istrinya daripada mementingkan nafsunya, meskipun sedikit sulit mengendalikan. "Sayang... apa kau tahu, hubungan suami istri membuatmu tampak awet muda?" "Benarkah? Apa karena itu kamu ingin sering melakukannya?" Tanya Raya dengan polosnya. "Astaga," gumam Andro, dia melanjutkannya dalam hati, 'Aku pikir setelah mengatakan itu dia ingin awet muda, tapi dia malah be
Indonesia dan Amerika memiliki perbedaan waktu yang sangat mencolok. Saat tiba di Amerika, Andro langsung ke hotel yang sudah dipesan oleh Hans. Dia merebahkan diri di sana merasa lelah. "Kopernya saya simpan di sini, Tuan." "Ya, simpan saja," ucap Andro yang sedang terlentang di atas ranjang. "Apakah ada hal lain yang anda perlukan, Tuan Muda?" Andro diam berpikir sebentar. "Berikan aku alkohol." "Saya akan meminta mereka membawakannya, Tuan." "Di mana kau tidur?" Kali ini Andro menatap Hans. "Di kamar sebelah." "Pergilah, suruh mereka kesini segera membawa alkohol." Hans mengangguk, dia keluar dari sana. Andro memejamkan matanya sebentar, dia ingin terlelap tapi butuh sesuatu yang mendorong. Biasanya, pendorong itu adalah Raya yang selalu mengusap kepalanya. Kenyataannya, kini tidak ada. Dan ketika mendengar ketukan pintu, Andro membukanya. Dia menerima alkohol yang dipesan. "Thank you," ucap Andro kembali ke dalam. Dia duduk di balkon sambil meminum itu, juga sambil mem
Satu bulan kemudian.Raya mengurung diri di kamar, dia menangis karena Andro kembali mengundur kepulangannya."Raya...., Sudah jangan menangis," ucap Oma dari luar. Tapi kenyataannya itu tidak membantu.Raya sesenggukan di sana sambil mengusap perutnya. Bukan hanya pulang terlambat, tapi Andro juga jarang menghubunginya. Jika menghubungi pun, itu hanya dua hari sekali, terkadang sekali sehari."Aku hanya ingin tidur sebentar, Oma.""Baiklah, panggil Oma jika butuh sesuatu," ucap Oma dari balik pintu.Di sana Oma terlihat sedih, dia kembali ke lantai bawah dan menuju dimana Jeta berada. "Apa yang sedang kau lakukan, Jeta?""Mencoba menghubungi Hans sesuai yang anda inginkan, Nyonya Besar. Namun tidak ada jawaban.""Mereka sibuk mengeluarkan wanita siluman itu dari penjara. Dan seharusnya Teresa sadar akan hal itu sekarang ini. Dia tidak bisa apa pun tanpa Andro."Oma duduk di sofa, dia membuka kacamatanya dan memejamkan mata sesaat sambil bersandar."Raya menangis saat tahu itu. Selama
Andro menatap keluar pintu kaca yang masih memperlihatkan badai. Dia membuang napas gusar, dirinya tidak bisa ke mana mana. Bahkan beberapa bandara ditutup karena badai. Ini adalah hal yang mana membuat Amerika disoroti beberapa media. Apalagi persidangan ibunya ditunda, membuat Andro harus lebih lama berada di sini. Ya, yang meninggal dalam kecelakaan beberapa tahun silam adalah ibu tirinya. Namun selama ini, Andro lebih menyayangi Ibu tirinya dibanding ibu kandungnya yang meninggalkan dirinya dan ayahnya sejak Andro masih bayi untuk meraih kesenangan dirinya sendiri. Suara ketukan pintu membuat Andro membukanya. Di sana ada Hans yang membawa alkohol. "Tuan Muda?" "Masuklah, dan minum bersamaku." Hans menurut, dia menyiapkan gelas untuk majikannya sembari duduk di sofa. Tapi dia tidak menuangkan untuk dirinya sendiri. "Kenapa kau tidak minum?" "Terima kasih, Tuan. Saya minum beberapa saat yang lalu." "Ayolah, Hans. Ini sopan karena aku mengizinkan," ucap Andro menuangkan minu
Arin dan juga Samuel bergegas menuju rumah Cantika begitu pulang sekolah. Suasananya jauh berbeda dari sebelumnya, semua orang di sana terlihat sangat berduka."Nek, Cantika mana ya?" tanya Arin sambil memberi salam."Ada di dalam, sana ke kamarnya ya."Arin langsung menarik tangan Samuel untuk mengikuti langkahnya, mereka memasuki kamar Cantika dimana sosok itu terlihat sedang bersiap. mereka akan pergi ke gereja untuk Misa Arwah."Cantika?"Sosok itu langsung menoleh seketika, air matanya langsung turun begitu dia melihat Arin. Sosok yang lebih kecil itu langsung menangis dengan kuat saat Arin memeluknya. Mengungkapkan perasaanya yang sebenarnya. Cantika benar benar merasa tersakiti, kehilangan sosok yang selalu bersamanya, membesarkannya, dia kehilangannya saat itu juga.Dunianya terasa runtuh, bahkan Cantika tidak yakin dirinya bisa bertahan tanpa sosok itu."Hei, udah.... Inget loh, Mama kamu ada di tempat terbaik bersama dengan Tuhan," ucap Arin mencoba untuk menenagkan sahabatn
Gala kembali ke rumah setelah mengantarkan sang Pujaan Hati. Dia terdiam sejenak di ambang pintu, rasanya sangat sepi tanpa kedua orang tua dan juga adik adiknya yang selalu ribut."Hiks... Aku merindukan kalian," ucapnya dengan Satu Tetes air mata yang tidak sempat jatuh; Gala lebih dulu menyukainya. "Tapi... Rasanya tenang sekali, hehehe."BUK!"Astaga naga!" teriak Gala dengan spontan saat sebuah sendal melayang dan mengenai kepalanya, akan membuatnya kini tengah tertunduk di atas lantai.Belum juga memarahi sosok yang membuatnya terjatuh dia terlebih dulu melihat dua orang yang sedang kejar-kejaran. "Kembali ke sini, Alden, kau harus mandi," teriak Mentari sambil membawa ember dan gayung yang berisi air.Di belakang sana ada pelayan yang berusaha mengeringkan lantai supaya tidak ada yang terjatuh. Gala mengerjapkan matanya. "Apa yang terjadi?" tanya Gala pada sang pelayan."Mari saya bantu Anda berdiri, Tuan muda.""Berapa lama mereka seperti itu?""Sejak Tuan Alden pulang ke ruma
Galuh berjalan begitu saja melewati Gala dan gerombolannya, membuat Mentari menghela napas kemudian mengikuti sosok itu."Heh, kau mau kemana?!" teriak Gala pada sang adik."Masuk kelas.""Kenapa bersama dengannya?!""Kami sekelas!""Iya juga," gumam Gala baru mengingat.Yang mana membuat Cantika speechless dengan. Gala, tapi hal itu tidak mengurangi kekaguman Cantika terhadap sosok di depannya itu."Kapten, bisa kami Kembali ke kelas sekarang?""Ya, kembalilah ke kelas kalian, dan belajarlah dengan giat. Sudah sana.”Mereka yang ikut menghadang Galuh adalah pasukan basket, dimana Samuel yang memanggil mereka semua lewat Group Chat atas perintah Gala. Saat semuanya mulai bubar, di sana mulai tertinggal Gala yang masih menggenggam tangan Cantika, bersama dengan Samuel yang masih menatap heran pada pasangan baru itu."Lu ngapain masih di sana?" tanya Gala menyadari keberadaan Samuel."Lu jangan lupa, Gal, ada PR yang belum kelar. Cantika, bilang sama Gala buat berhenti nyontek sama gue
"Mommy dan Daddy akan ke Amerika sebentar, untuk menemani Oma sambil mengurus beberapa hal. Jaga baik baik adikmu ya. Dan jika butuh sesuatu, minta saja pada Samuel.""What the....," ucapan Gala terhenti tatkala dia mendapatkan tatapan tajam dari sang Mommy. "Kenapa Samuel?""Dia temanmu 'kan? Daddy tau dia bisa diandalkan, jadi Daddy memberinya upah untuk menjagamu." Andro bicara sambil memakai jasnya."Eoohh, dia itu lelet, Dad. Lagipula aku bisa sendiri.""Jangan seperti itu," ucap Raya dengan lembut, yang sontak membuat Gala bungkam. Mana bisa dia melawan bidadari kesayangannya. Jadi dia merentangkan tangannya dan memeluk sang Mommy. "Apa ini? nanti parfume Mommy menempel.""Hati hati dijalan ya, Mom. Jangan khawatirkan yang lain, adik adik akan aman bersama denganku."PLETAK! Andro melayangkan jitakan di kepala anaknya, membuat Gala mengaduh sambil melepaskan pelukannya. "Daddy ini kenapa?!""Pamitannya nanti, jangan lebay. Kau ini habis nonton apa semalam?""Film India," gumam G
Kenyataannya, mereka berdua hanya makan saat pulang sekolah saja. Selebihnya Gala kembali mengantarkan Cantika karena dirinya tiba-tiba ditelpon oleh sang pelatih untuk ke sekolah dan melakukan persiapan untuk pertandingan."Maaf ya, aku akan mengajakmu main lagi lain kali.""Jangan khawatir, aku baik baik saja," ucap Cantika yang masih berada di bangku belakang kuda besi tersebut.Sementara Gala tidak bisa menahan kekecewaannya terhadap diri sendiri. "Nanti malam aku akan menghubungimu, mengirimimu pesan. Oke?""Oke," ucap Cantika yang masih sedikit kikuk karena status diantara mereka kini tengah berubah.Yang mana pria yang sedang dia peluk saat ini adalah pacarnya. Astaga, rasanya Cantika ingin mati saja ketika mengingat Gala adalah pacaranya."Dan masalah Laura, jangan biarkan dia menggertakmu oke? Aku akan meminta pengacaraku untuk membereskannya.""Apa yang akan kau lakukan, Gala?" tanya Cantika khawatir."Tidak banyak, hanya membuatnya jera.""Jangan keterlaluan ya, dia bersika
Sesuai perkataannya, Cantika tidak bisa berangkat bersama dengan Gala, dia berangkat bersama sang Kakek dimana dia diajak terlebih dahulu untuk makan bubur di tempat kesukaan kakeknya sebelum mereka pergi ke sekolah."Apa kau menyukai Gala?" tanya sang Kakek tiba tiba."Hmm? Ya, aku menyukainya, Kakek.""Jangan setengah-setengah jika suka, gas terus jika memang benar benar suka padanya," ucap sang Kakek saat Cantika sedang memakan bubur.Membuatnya tersedak dan batuk beberapa kali. Cantika menatap ponselnya, dimana Gala terakhir menghubunginya tadi malam, dimana dia mengatakan akan menagih jawaban sepulang sekolah. Dia juga berkata akan terlambat datang ke sekolah karena ada urusan dengan Daddy nya."Sudah makannya?""Sudah, Kek.""Ayo berangkat, anak cantik harus rajin," ucap sang Kakek membayar makanannya sebelum kembali menaiki motor bebek. "Kakek pulangnya nanti agak malam, sampaikan sama Nenek ya. Kakek harus memilah barang barang untuk di museum.""Iya, Kek.""Lumayan, Pak Praka
Cantika tidak bisa melupakan kejadian tadi pagi, dimana Gala menjadi diam mematung. Apakah sahabatnya itu sakit? Apakah dia masih marah padanya?Entahlah, Cantika bingung. Dia tidak ingin Gala sakit."Hei," panggil Laura pada Cantika.Membuat perempuan dengan rambut sebahu itu menoleh. "lya?""Nomor lima, bisakah aku melihat jawabanmu?""Um... bukankah ini pendapat masing-masing?""Anggap saja sebagai imbalan karena pacarku Gala telah mengantar jemputmu."Kalimat itu membuat Cantika tidak berdaya, akhirnya dia memberikan bukunya pada Laura saat guru sedang keluar dari kelas.Dia kembali melamun, memikirkan Gala.Sampai seseorang datang ke mejanya."Cantika, maaf aku lupa. Tadi Gala menitipkan ini untukmu," ucap salah satu anak perempuan memberikan bungkusan roti dan juga susu. "Dia memberikan bungkusan roti dan juga susu. "Dia bilang kau harus tumbuh dengan baik."Sontak, seluruh kelas yang mendengar mengatakan, "Ciiiiieeeeeee.... Cantika Cieeeee..."Kemudian disusul dengan kalimat kal
Dalam perjalanan, Laura berusaha menggoda Gala. Dia sesekali bergerak hingga bagian bawah gaunnya sedikit terangkat. Yang mana hal itu membuat Gala mengerutkan keningnya, dia heran Laura yang tidak bisa diam sejak tadi."Apa kau baik baik saja?" Tanya Gala dengan polosnya."Ah iya... aku hanya merasa tidak nyaman dengan pakaian yang aku pakai."Gala mengangguk. "Nah, aku juga akan memberitahumu tadi. Itu terlihat seperti alat memasak nasi milik Oma ku. Wahh..., apalagi suaranya kresek kresek," ungkap Gala mengatakan apa yang ada di dalam pikirannya. "Kau berubah pikiran? Ingin kembali?""Tidak, aku tidak mau kembali. Teman temanku sudah menungguku di sana," ucap Laura yang memilih untuk diam. Dia heran bagaimana bisa Gala berhenti tertarik padanya hanya sampai di titik ini. Pria itu tidak menanyakan sesuatu yang menjadi tanda kalau pria itu ingin memilikinya.Bagaimana Laura tau? Tentu saja dia memiliki banyak pengalaman dengan pria pria di luar sana. Dan pria lebih muda tidak sulit d
Cantika berusaha menahan tawanya ketika melihat Galayang menengadah dengan dokter yang mencoba mengambil mangga mungil itu dari lubang hidungnya. Untuk menahan tawanya, Cantika memalingkan wajahnya, sementara tangannya terus digenggam oleh Galayang sesekali merengek karena rasa pegal dan malu."Tutup tirainya!" teriak Galasaat melihat beberapa pasang mata yang melihat ke arahnya sambil menahan tawa. Yang mana membuat dokter itu memberikan isyarat pada perawat untuk segera menutup tirai.Mereka berada di ruang terbuka yang berada di dekat lobi, kepanikan Galamembuatnya lupa kalau dirinya adalah pemilik rumah sakit ini dan tidak datang ke lantai VVIP. Dia berlari dan langsung duduk di hospital bed yang ada di sana, sementara Cantika sibuk mencari bantuan.Dokter yang mengenali siapa Galalangsung menanganinya di sana, melihat Galayang panic juga membuat dokter itu lupa untuk membawanya ke lantai VVIP di paling atas."Apakah keluar?" tanya Galamasih menengadahkan kepala mengadahkan lubang