jangan lupa vote dan komen ya
Malam sudah semakin larut ketika mobil memasuki gerbang utama. Hanya ada beberapa penjaga yang bertugas malam yang terlihat masih bersiaga di posisi jaga mereka masing-masing. Sisanya sudah masuk ke dalam kamar mereka. Meluruskan kaki dan punggung setelah seharian bekerja keras. Mengumpulkan kembali ceceran tenaga untuk dipakai besok kembali. Perputaran rutinitas harian yang tiada habisnya.Sesampainya kendaraan di dekat pintu utama. Hans ikut masuk mengikuti Andro, dia ingin melihat dan memastikan sendiri. Bagaimana suasana hati Raya saat ini. Setelah acara pesta peringatan hari pernikahan mereka yang berjalan lancar meski denga Raya yang hanya diam seribu bahasa lalu memilih pulang lebih dulu bersama Oma dan Jeta."Apa semua sudah masuk ke kamar?" Andro duduk di sofa menyapu ruangan yang sepi. Bahkan Pak Sam sudah mematikan beberapa lampu di sudut ruangan yang sudah tidak mungkin dilewati orang lagi.Pak Sam bangun setelah meletakan sandal di samping kaki Andro. Mulai memberikan inf
Seharusnya adegan romantis itu selalu melibatkan dua pihak di dalamnya. Tapi sepertinya kali ini tidak. Raya yang diam seperti batu. Namun bagi Andro ini adalah reaksi paling romantis yang ditunjukan istrinya sepanjang perjalanannya menikah. Kali ini, dia mulai bisa meraba sedalam apa hati istrinya. Menemukan ruang kecil yang menyimpan namanya di sana. Setelah merasa senang sendiri dan puas dengan apa yang dia lakukan, Andro menyandarkan dagunya di bahu Raya. Menciumi bahu itu lembut. "Kata Pak Sam kamu tidak menonton sampai selesai acara peresmian tadi. Kenapa? Kau bahkan tidak melihatku naik podium kan?" Tidak! Untuk apa aku melihatmu dan Celine bersama. "Kenapa?" Andro menyusuri leher Raya dengan tangannya, saat istrinya masih menunjukan protes dengan membisu. "Lehermu kecil sekali ya. Kalau aku mencekikmu kau bisa mati tidak ya." Tergelak sendiri. Kurang ajar, dia sedang mengancamku sambil tertawa kan. "Tadi aku kurang enak badan, jadi aku naik ke kamar untuk istirahat." Me
Kejadian sore hari setelah peresmian Maran Biru, hari yang menyedihkan untuk seorang balerina cantik bernama Celine. Sebuah mobil berhenti jauh dari keramaian Maran Biru. Lalu lintas lancar, hanya karena kepulangan para pekerja yang tetap bekerja di akhir pekan atau orang- orang yang ingin menghabiskan waktu membuat jalanan cukup ramai tapi tetap terpantau lancar. Celine gemetar memegang kemudi. Pikirannya sedang sangat kacau. Saat ini hanya satu nama yang terlintas di pikirannya. "Sekretaris sialan! Apa kau sudah mencium semua yang kulakukan. Rencanaku semua gagal pasti karenamu." Setengah mati dia berusaha mendekati EO acara peresmian, tapi semuanya menguap dan tidak berbekas apa pun. "Wartawan itu juga." Celine masih berusaha menghubungi no telepon wartawan yang sudah menipunya. Tidak diangkat. Saat dia mau membanting hpnya bunyi pesan masuk. "Maaf Nona Celine saya tidak berani menulis artikel apapun tentang Anda, lawan yang Anda hadapi bukanlah lawan sepadan yang bisa saya tan
Raya masih mematung di depan tempat tidur. Dia tidak berani bergerakr, dia curiga dokter mengatakan pada ANdro kalau dia hanya pura-pura. Andro melepaskan sandal dengan kasar lalu naik ke atas tempat tidur. Meraih bantal dan memakainya untuk bersandar. Meluruskan kakinya sambil memberi sorot mata membunuh pada Raya. "Nyalimu besar sekali ya!" Raya semakin menciut di tempatnya berdiri. Tidak bergerak sedikitpun, dia bahkan menarik nafas pelan tanpa menimbulkan suara. Apa aku pura-pura mati saja ya, tidak, pura-pura pingsan saja. Tapi kalau dia menyiramku atau menginjak kakiku aku pasti menjerit. Saat ini gadis itu kembali menundukkan kepala, "Katakan, kenapa harus pura-pura sakit?” Tidak, kalau aku menjawab, dia akan semakin menggila. "Hei, kau anggap aku sedang main-main sekarang!" Andro sudah mulai berteriak dari tempatnya duduknya bersandar. Dia menekuk kakinya, merubah posisi. Raya terlonjak mendengar suara keras Andro. Dia mengatupkan tangannya di depan dada yang mulai gemet
“Sebenarnya, aku tahu, kalau hari ini pasti akan datang, hari di mana kau kembali pada cinta sejatimu. Celine. Semarah apa pun kamu, tapi cinta akan selalu kembali pada tempatnya kan." Raya mencengkeram sprei, merasa sakit hati dengan kalimatnya sendiri. Melihat ke arah Andro, dia tidak bergeming. Carilah pilihan kata yang tidak memprovokasi Raya. Begitu otaknya berputar. "Huh! Kau sedang membual tentang apa?" Amdro menjawab ketus. Apa? Membual? jelas-jelas kau memilih Taman Biru karena Celine kan. Kecemburuan kembali memberi energi pada Raya, walaupun dia muncul tidak tahu tempatnya. Karena suara Raya sudah agak meninggi daripada tadi. Dia bahkan jauh lebih lama menatap Andro. Yang pasti dengan sorot mata tidak bersahabat. "Aku tahu sepenting apa Taman Biru bagi kalian. Kau dan Celine bertemu di sana kan, kalian juga sepakat pacaran di sana. Dan aku tahu kau akan melamar dan mengajaknya menikah di sana juga. Untuk itu kau memilih Taman Biru, memilih untuk membangunnya seperti s
Masih di atas tempat tidur. Babak baru pertengkaran di atas tempat tidur masih akan berlanjut. Tidak tahu akan menjadi singkat atau semakin bertele-tele. Apa mereka akan kembali saling berteriak sampai urat saraf mereka menonjol. Raya membuka matanya ketika tangan Andro malah terasa menyentuh kepalanya. Alih-alih yang dia takuti akan dipukul. Dia menepuk kepala Raya, tapi bukan tepukan lembut seperti biasanya. Menyadarkan Raya bahwa dia sama sekali belum selamat. Dia masih dalam situasi genting. "Maafkan aku, aku pasti sudah gila bicara yang tidak-tidak." Sadar akan kesalahannya Raya kembali memohon. Andro masih terdiam, dia hanya menurunkan tangannya. Meraih dagu Raya menghadapkan wajah gadis itu ke hadapannya. Raya mengalihkan pandangannya ke arah lain. Kali ini dia kehilangan keberanian. "Jadi kau mencintaiku? Sudah jatuh cinta padaku." Apa! kenapa hanya itu yang kamu tangkap dari pembicaraanku. Bukan itu poinnya Tuan Muda. "Sejak kapan? Sejak kapan kau mulai mencintaiku?" Andr
Sudah lewat tengah malam. Mereka baru selesai dengan pergumulannya. Di sampingnya Raya langsung jatuh tertidur dan tidak berdaya. Andro mengacak-acak rambut istrinya yang memang sudah terburai ke mana-mana. Dia tergelak menyusuri bibir mungil dan tipis itu. Diketuk-ketukan jemarinya di pipi istrinya. Lalu menyelipkan kembali rambut Raya ke belakang telinganya. "Terimakasih sudah mencintaiku." Satu kecupan lembut di kepala Raya. Lalu Andro menarik selimut sampai leher. Melindungi istrinya dari udara yang yang akan menciumi tubuh polosnya. Setelah menyelesaikan pekerjaan yang menurutnya luar biasa itu, dia turun dari tempat tidur. Memakai lagi bajunya yang terserak di lantai. Terdengar suara pintu terbuka. Andro menoleh untuk kedua kalinya, melihat istrinya yang sudah terlelap kelelahan di tempat tidur. Dia tersenyum senang. Saat memutar kepalanya mau keluar dan terlonjak kaget saat keluar dari kamar setelah membuka pintu. "Kau di sini?" Hans bangun dari duduk tepat di depan pin
Pagi ini, Raya sudah memeluk suaminya sedih, ada sesuatu mendadak yang membuat Andro harus pergi besok pagi ke Amerika. "Sayang....." Raya mengeratkan pelukannya pada dada Andro. Keduanya berbaring di atas ranjang. "Sayang... aku janji akan pulang secepat mungkin." Raya merasakan firasat aneh, dia tidak ingin Andro pergi jauh darinya. "Sayang...." "Hans bilang kalian akan disana selama beberapa minggu," ucap Raya dengan suara serak menahan tangis. "Apa yang sebenarnya terjadi?" Andro mencium puncak kepala istrinya. "Salah satu pimpinan cabang terjerat sebuah kasus, ada pengadilan yang menunggunya dan aku juga harus kesana sendiri, tidak bisa diwakilkan." Raya menengadah, menatap manik Andro. "Itu memakan banyak waktu." "Hei... aku akan pulang sebelum bayi bayi kita lahir. Aku janji." Raya merasa sangat berat. Membayangkannya saja, seperti saat dirinya kabur dari rumah, tidur tanpa Andro, tanpa disambut oleh gombalan dan kenarsisan suaminya yang begitu hangat. Berbulan bulan m