Membuat Winarti terdiam sesaat. Dan ia tengah bergelut dengan pikirannya.“Ibu. Ayolah, Bu. Aku juga tidak mau kalau ibu tinggal sendirian di rumah itu. Aku mau ibu ada di sini, bersama aku dan Rehan. Tolong tinggalah di rumah ini, Bu!” pinta Alana. Kedua manik matanya menatap pada Winarti dengan raut penuh harap.Winarti terenyuh mendapat tatapan seperti itu dari putrinya. Kemudian Winarti menarik napas pelan. “Tapi Ibu tidak mau merepotkan kalian. Ibu sudah tua. Nanti malah menyusahkan jika tinggal di sini,” ucap Winarti. “Nenek tidak akan menyusahkan, kok. Rehan juga mau nenek tinggal di sini. Sama Mama, Papa dan Nenek Nita. Mau ya Nek? Nenek mau tinggal di rumah ini ‘kan?” Rehan menyentuh lengan Winarti. Dan bocah kecil itu mengerjapkan matanya dengan wajahnya yang polos. Membuat hati Winarti bergetar dan sedih melihatnya.“Iya, Bu. Apa ibu tega dengan Rehan dan Alana? Mereka meminta ibu untuk tinggal bersama kita. Tapi ibu tidak memenuhi keinginan mereka untuk bisa selalu dekat
‘Bagaimana Andra bisa tahu kalau aku disuruh untuk mengenakan gaun ini? Aduh! Dan kenapa cara Andra menatapku seperti itu? Dia tidak berkedip sama sekali dan terus mengamati tubuhku. Apa jangan-jangan.. Andra tidak suka melihatku berpakaian seperti ini?’ gusar Alana dalam batinnya.“Alana! Tolong jawab aku! Saat ini aku sedang bertanya padamu,” pinta Andra.Alana menelan salivanya berat. Tapi ia mengangguk samar sebelum kemudian berkata. “Engghh, sebenarnya Mama Nita lah yang menyuruhku untuk mengenakan gaun ini. Katanya dia sengaja membelinya untukku.” “Oh iya? Dan kapan Mama memberikan gaun ini padamu? Kenapa aku tidak tahu?” tanya Andra lagi. Yang semakin membuat Alana harus menggigit bibir bawahnya. Ia merasa seperti sedang diinterogasi sekarang. “Setelah acara pernikahan kita selesai. Mama Nita datang ke kamar dan memberikan sebuah tas berlanjaan padaku. Aku terkejut saat membukanya yang ternyata isinya adalah gaun malam yang sangat minim seperti ini. Aku juga sudah menolak
“Selamat pagi pengantin baru kita!” seru Nita sambil menampilkan senyum lebarnya ke arah Andra dan Alana yang berjalan menuruni tangga.“Selamat pagi, Ma!” balas Andra dan Alana bersamaan.Nita sudah menyambut di meja makan. Sementara Rehan dan Winarti tampak telah duduk di kursi mereka. Sarapan juga sudah terhidang di atas meja. Membuat Alana menunduk malu dan menggigit bibirnya.‘Seharusnya aku membantu Mama dan Ibu untuk menyiapkan sarapan. Tapi aku malah turun ke bawah saat sudah siang. Aduh. Menantu macam apa aku ini?’ batin Alana merutuki dirinya.“Bagaimana dengan semalam? Apa semuanya berjalan dengan sukses? Bagaimana reaksi Andra saat melihat kamu memakai gaun yang Mama beli? Hmm? Dia suka, ‘kan?” Nita menahan tangan Alana dan berbisik pelan di telinga menantunya itu. Membuat gerakan Alana yang hendak duduk di kursi jadi terhenti.Alana mengulum senyumnya. Ia tidak menyangka jika Nita akan bertanya seperti itu. Apakah mama mertuanya itu memang selalu seterus terang ini? “Ekh
Alana masuk ke dalam kamarnya lebih dulu. Kini ia sedang berdiri di depan lemari yang terbuka. Sambil memasukan pakaian-pakaiannya yang ada di dalam koper ke dalam lemari itu. Alana menatanya dengan rapi.Kemarin Alana memang belum sempat merapikan semua pakaiannya. Jadi mumpung ia sedang tidak sibuk, Alana merapikannya sekarang.“Baju ini sepertinya sudah tidak aku pakai. Meskipun masih bagus tapi sudah tidak muat lagi di badanku,” gumam Alana sambil ia membentangkan sebuah baju atasan berwarna merah. Baju itu tampak masih sangat bagus. Tapi Alana sudah lama tidak pernah memakainya lagi.“Dulu aku membeli ini saat masih bekerja di toko roti. Aku membelinya karena suka dengan modelnya yang sangat cantik,” kenang Alana sambil tersenyum kecil. “Tapi sekarang badanku sudah bertambah besar. Aku tidak akan bisa memakainya lagi,” lanjut Alana kemudian ia menatap bajunya dengan bibir yang mengerut lucu.Saat itu tiba-tiba saja Alana merasakan dua tangan seseorang yang memeluk perutnya dari
“Ah! Sebaiknya aku ke dapur saja. Mungkin aku bisa sedikit membantu pekerjaan Bik Sumi. Daripada hanya berdiam diri menunggu kepulangan Andra dan Rehan yang pastinya akan sangat lama,” putus Alana. Kemudian ia berbalik dan berjalan memasuki rumah. Kaki Alana yang ramping kini bergerak menuju dapur. Dan dilihatnya Bik Sumi yang sedang membersihkan kompor.Begitu melihat Alana memasuki dapur, Bik Sumi langsung menoleh dan tersenyum pada Alana.“Eh, Non Alana! Ada yang bisa saya bantu, Non?” tanya Bik Sumi dengan ramah. Ia menghentikan pekerjaannya sejenak dan kini menghadap Alana. Takut jika Alana mendatanginya karena butuh sesuatu.Namun Alana menggelengkan kepalanya.“Tidak, Bik. Aku ke sini cuma mau mencari sesuatu yang bisa aku kerjakan. Aku mau bantu Bik Sumi saja. Mungkin mencuci piring, atau membersihkan rak. Atau pekerjaan apa saja yang bisa aku lakukan? Aku sedang bosan, Bik. Dan aku mau membantu Bik Sumi saja,” ucap Alana. Kening Bik Sumi berkerut mendengarnya. Bik Sumi meng
Kini Andra dan Alana sudah ada di mobil. Alana mengerutkan keningnya menatap kearah jendela di sampingnya, benaknya berpikir kemana Andra akan menjalankan mobilnya ini?Andra bilang, mereka akan pergi jalan-jalan. Tapi Andra belum memberitahunya kemana tujuan mereka sebenarnya.Sementara Andra sendiri tampak fokus menyetir sembari tatapannya tajam ke depan sana.“Andra!”“Hmm?” Andra berdeham, melirik sekilas kearah Alana yang duduk di sampingnya. Sebelum kemudian kembali memusatkan pandangannya ke jalanan.“Sebenarnya kamu mau bawa aku ke mana?” Alana tak bisa menahan diri untuk tidak menanyakan hal itu. Ia sungguh penasaran.Tapi Andra hanya menahan senyumnya. Melihat Alana yang menatapnya dengan pandangan penuh tanya, membuat Andra merasa geli.“’Kan sudah ku bilang, kalau aku mau membawamu ke sebuah tempat yang akan membuatmu senang melihatnya. Karena it
Malam ini, Andra sedang duduk di kursi yang terletak di balkon kamarnya. Tampak kaki kanannya tertumpang di kaki kiri. Dengan kacamata yang bertengger di hidung mancungnya, Andra mengamati lamat-lamat buku-buku tebal yang ia pangku di atas—paha.Yang sedang Andra baca itu tentu saja sebuah buku bisnis.Ketika itu Rehan datang dengan membawa snack di tangannya. Bocah kecil itu melangkah mendekati Papanya yang langsung menoleh dan tersenyum begitu melihat Rehan.“Hei! Papa pikir kamu sudah tidur?” Andra tersenyum pada Rehan sembari melepas kacamatanya dan menaruhnya di atas meja.“Belum, Pa. Rehan tidak bisa tidur.” Rehan kini menghempaskan pantatnya di kursi yang ada di depan Andra.“Kenapa kamu tidak bisa tidur? Apa kamu sudah minum susu hangatnya dari Bik Sumi?” tanya Andra kemudian ia menaruh buku tebalnya juga di atas meja. Untuk bergabung dengan kacamatanya.Rehan mengangguk sebagai j
“Apa pensil warnanya sudah? Jangan sampai ada yang tertinggal, Rehan!” Alana sedang mengecek perlengkapan sekolah Rehan yang ada di tas anak itu.“Sudah Rehan masukan semuanya, Ma? Isi tasku sudah lengkap, ‘kan?” Rehan balas bertanya pada Alana yang duduk di tepi ranjang sambil meneliti isi tas anak lelakinya itu.Pagi ini Alana memang langsung mendatangi Rehan ke kamarnya. Hal yang selalu menjadi kebiasaan Alana. Ia selalu memeriksa PR Rehan dan isi tas bocah itu. Alana takut jika sampai ada yang tertinggal di rumah.Merasa semuanya sudah lengkap, Alana menganggukan kepalanya lalu ia memberikan tas itu kembali ke tangan Rehan.“Ternyata semuanya sudah lengkap. Kalau begitu kemarikan sisirnya. Biar Mama yang sisirkan rambut kamu!” pinta Alana menengadahkan tangannya pada Rehan.Namun Rehan menggelengkan kepalanya dengan cepat. “Tidak usah, Ma. Rehan sudah besar sekarang. Mama tidak perlu lagi menyisiri rambut R
Yang seketika membuat Alana menelan ludahnya. Alana lalu menggigit bibir. Tentu saja ia mengerti dengan apa maksud dari perkataan Andra barusan. Andra mempertanyakan apakah ia sudah boleh menyentuh Alana lagi malam ini? Ya. Karena setelah kelahiran Alin, Andra sama sekali belum buka puasa. Ia berusaha menahannya hingga Alana siap.“Belum..” cicit Alana pelan. Membuat Andra menghela napasnya. “Jahitannya belum kering. Jadi kita belum bisa melakukannya malam ini,” dusta Alana pada Andra.Karena sebenarnya jahitanya sudah kering. Alana bahkan sudah siap jika Andra ingin menyentuhnya. Hanya saja, Alana sengaja mengerjai Andra.Alana sengaja membohongi Andra karena ia sudah mempersiapkan sebuah kejutan untuk suaminya itu.“Begitu ya? Ya sudah. Tidak apa-apa,” ucap Andra meskipun terdengar helaan pelan yang keluar dari mulutnya.Alana menangkup kedua tangan Andra yang masih memeluk perutnya.“Kamu ti
Waktu berlalu begitu cepat. Tanpa terasa kini usia Alin sudah memasuki bulan ketiga. Alin sudah pintar mengoceh dan mengemut tangannya sendiri. Kadang ia akan menjambak pelan rambut Andra dan Rehan saat Papa dan kakaknya itu menciumi wajahnya.“Alin! Sayang! Berapa kali Papa bilang, berhenti mengemuti tanganmu seperti ini. Tadi ‘kan sebelum berangkat ke taman, kamu sudah minum susu yang banyak dari Mama Alana. Perut kamu pasti sudah kenyang ‘kan? Jadi sekarang hentikan mengemut tangannya ya!” Andra menarik tangan Alin yang mengepal dan masuk ke dalam mulutnya.Andra tidak ingin Alin terbiasa melakukan itu. Tapi yang namanya bayi berusia tiga bulan. Tentu saja dia tidak akan mengerti dengan apa yang dikatakan oleh Papanya.Berulang kali Andra menarik tangan Alin dari mulut mungilnya, berulang kali pula Alin tetap memasukan tangannya itu ke dalam mulut lagi.Hingga akhirnya Andra menyerah. Ia menghembuskan napasnya pelan.“B
Kening Alana berkerut menatap pada suaminya."Alindra?" ulang Alana.Dan Andra langsung mengangguk mantap."Ya. Alindra. Alindra Wijaya. Dia akan menjadi seorang perempuan yang kuat dan berhati lembut. Dia akan pintar dan berwawasan luas. Dia juga akan tumbuh menjadi orang yang penuh kasih sayang. Semua orang akan memanggilnya dengan sebutan Alin!" ujar Andra menuturkan.Membuat Alana yang mendengarnya kini menarik kedua sudut bibirnya ke samping.Hingga membentuk sebuah senyuman."Alindra Wijaya? Aku setuju. Nama yang sangat indah," ucap Alana.Kemudian ia mengelus pipi mungil Alin yang masih sibuk menyusu--di dadanya."Hei, Alin! Ini Mama! Kata Papa, mulai sekarang nama kamu adalah Alin, ya. Nanti kamu akan bertemu dengan kakak Rehan. Juga dengan kedua nenek kamu. Kakak Rehan pasti akan senang saat melihat kamu yang secantik ini!" ujar Alana.Ya. Rehan adalah salah
“Emhh.. Maaf Pak Andra! Mr. Steve! Saya mau pamit ke kamar kecil dulu sebentar. Boleh?” tanya Vani dengan wajah sungkan.Yang kemudian langsung diangguki oleh Andra dan Mr. Steve.“Tentu saja boleh. Silakan Vani!”Vani mengangguk. Lalu ia bangkit berdiri sambil meraih ponselnya. Kaki Vani terus bergerak menjauhi meja itu. Lantas ia berhenti ketika berada di dekat kamar kecil.Vani segera saja mengangkat panggilan dari Nita.“Hallo Nyonya Nita! Mohon maaf saya baru mengangkat telpon Anda. Ada yang bisa saya bantu, Nyonya?” tanya Vani setelah menempelkan ponselnya di telinga kanan.‘Kenapa ponsel Andra tidak aktif? Sejak tadi saya menghubungi ponsel Andra sampai berpuluh-puluh kali. Tapi tidak satu pun yang tersambung. Jadi saya menghubungimu. Mana Andra?! Saya mau bicara dengannya?’ tanya Nita dari seberang telpon.Pertanyaan Nita itu seketika membuat Vani menggigit bibirnya. Ia tergugu dan
Sambil memegangi kepalanya dengan sebelah tangan, Andra menatap Alana dengan alis yang bertaut.“Kenapa kepalaku dijitak?” tanya Andra dengan memasang wajah sok polos.Alana berkaca pinggang di hadapannya. “Aku melakukan itu agar isi otak suamiku tetap waras. Ini sudah malam ‘kan? Kalau aku yang mandikan, bisa-bisa kita menghabiskan waktu berjam-jam di dalam kamar mandi itu. Karena aku sudah tahu betul dengan apa yang ada di dalam pikiranmu!” Alana berkata dengan tegas. Dan dagunya terangkat kearah Andra.Andra mengusap wajahnya dengan sebelah tangan, kemudian ia menghembuskan napasnya pelan. Lalu matanya menatap Alana lurus.“Hhh.. padahal aku sudah membelikanmu bunga. Tapi aku tidak mendapatkan balasan apa-apa,” gumam Andra pelan.Namun gumaman itu masih bisa terdengar dengan jelas di telinga Alana. Hingga membuat kedua bola mata Alana melebar dan ia mendelik kearah suaminya.“Oh! Jadi kamu sengaja membe
Membuat Alana dan Rehan sama-sama tersenyum mendengarnya.“Oh iya. Apa PR-nya Rehan sudah selesai?” tanya Andra yang melemparkan tatapanya ke arah buku tulis milik Rehan.“Sudah, Pa. Kalau untuk PR-nya, aku sudah mengerjakannya tadi. Sekarang hanya tinggal belajar membaca saja. Karena besok ada tes membaca oleh Ibu Guru,” sahut Rehan menjawab. Dan Andra mengangguk-anggukan kepalanya.“Oh begitu. Baiklah. Berhubung sekarang Papa sudah pulang ke rumah. Jadi bagaimana kalau Papa saja yang membantu kamu belajar membaca? Kamu mau?” Andra menaruh tas kerjanya di atas tempat tidur Rehan. Kemudian ia bertanya pada bocah kecil itu.“Mau Pa! Rehan mau!” seru Rehan dengan senang. Sampai ia mengangkat kedua tangannya ke atas hingga Andra terkekeh menggeleng-gelengkan kepalanya.Namun Alana menatap Andra dengan mengerutkan keningnya.“Tapi, Andra. Kamu ‘kan baru pulang dari kantor. Pasti k
“Apa pensil warnanya sudah? Jangan sampai ada yang tertinggal, Rehan!” Alana sedang mengecek perlengkapan sekolah Rehan yang ada di tas anak itu.“Sudah Rehan masukan semuanya, Ma? Isi tasku sudah lengkap, ‘kan?” Rehan balas bertanya pada Alana yang duduk di tepi ranjang sambil meneliti isi tas anak lelakinya itu.Pagi ini Alana memang langsung mendatangi Rehan ke kamarnya. Hal yang selalu menjadi kebiasaan Alana. Ia selalu memeriksa PR Rehan dan isi tas bocah itu. Alana takut jika sampai ada yang tertinggal di rumah.Merasa semuanya sudah lengkap, Alana menganggukan kepalanya lalu ia memberikan tas itu kembali ke tangan Rehan.“Ternyata semuanya sudah lengkap. Kalau begitu kemarikan sisirnya. Biar Mama yang sisirkan rambut kamu!” pinta Alana menengadahkan tangannya pada Rehan.Namun Rehan menggelengkan kepalanya dengan cepat. “Tidak usah, Ma. Rehan sudah besar sekarang. Mama tidak perlu lagi menyisiri rambut R
Malam ini, Andra sedang duduk di kursi yang terletak di balkon kamarnya. Tampak kaki kanannya tertumpang di kaki kiri. Dengan kacamata yang bertengger di hidung mancungnya, Andra mengamati lamat-lamat buku-buku tebal yang ia pangku di atas—paha.Yang sedang Andra baca itu tentu saja sebuah buku bisnis.Ketika itu Rehan datang dengan membawa snack di tangannya. Bocah kecil itu melangkah mendekati Papanya yang langsung menoleh dan tersenyum begitu melihat Rehan.“Hei! Papa pikir kamu sudah tidur?” Andra tersenyum pada Rehan sembari melepas kacamatanya dan menaruhnya di atas meja.“Belum, Pa. Rehan tidak bisa tidur.” Rehan kini menghempaskan pantatnya di kursi yang ada di depan Andra.“Kenapa kamu tidak bisa tidur? Apa kamu sudah minum susu hangatnya dari Bik Sumi?” tanya Andra kemudian ia menaruh buku tebalnya juga di atas meja. Untuk bergabung dengan kacamatanya.Rehan mengangguk sebagai j
Kini Andra dan Alana sudah ada di mobil. Alana mengerutkan keningnya menatap kearah jendela di sampingnya, benaknya berpikir kemana Andra akan menjalankan mobilnya ini?Andra bilang, mereka akan pergi jalan-jalan. Tapi Andra belum memberitahunya kemana tujuan mereka sebenarnya.Sementara Andra sendiri tampak fokus menyetir sembari tatapannya tajam ke depan sana.“Andra!”“Hmm?” Andra berdeham, melirik sekilas kearah Alana yang duduk di sampingnya. Sebelum kemudian kembali memusatkan pandangannya ke jalanan.“Sebenarnya kamu mau bawa aku ke mana?” Alana tak bisa menahan diri untuk tidak menanyakan hal itu. Ia sungguh penasaran.Tapi Andra hanya menahan senyumnya. Melihat Alana yang menatapnya dengan pandangan penuh tanya, membuat Andra merasa geli.“’Kan sudah ku bilang, kalau aku mau membawamu ke sebuah tempat yang akan membuatmu senang melihatnya. Karena it