“Mama harus banyak makan. Karena tenaga Mama pasti terkuras setelah bekerja. Sini Rehan suapin Ma. Aaak..”
Alana membuka mulutnya saat tangan mungil itu menyodorkan sesendok makanan. Lalu Alana menerima suapan Rehan dengan senyum yang tersungging di bibir.
“Wah, ternyata Mama hebat makannya. Rehan senang kalau Mama banyak makan,” kata Rehan mengacungkan jempol kanannya pada Alana.
Winarti tersenyum menggeleng-gelengkan kepala, kemudian menyuap makanan ke dalam mulut.
Sementara Alana menatap lurus pada Rehan yang juga mulai mengunyah makanannya. Terbesit perasaan berat dalam hatinya, apakah Alana harus memberitahu Rehan dan Winarti sekarang. Kalau besok Alana akan pergi ke bali dalam beberapa hari?
Andra yang sedang bersandar pada hardboard ranjang sembari memainkan ponsel, kini mengangkat kepalanya dan menatap Alana dengan mata yang menyipit.“Mengapa panggilan ‘Pak’ itu selalu hilang dari mulutmu saat kita sedang berada di luar kantor, Alana?” tanya Andra dan Alana masih membisu di tempatnya. Kedua kaki wanita itu seakan telah dipaku dan ia tak bisa lari kemanapun.“Tapi tidak masalah. Aku memang lebih suka jika kamu memanggilku dengan nama saat kita tak sedang bekerja.” Andra menaruh ponselnya di atas nakas. Kemudian ia turun dari ranjang dan bergerak mendekati Alana.Yang membuat Alana menahan napas adalah, lelaki bertubuh jangkung itu juga sama-sama menggunakan bathrobe hotel. Hingga Alana berpikir, apakah tubuh Andra juga sama-sama polos di balik bathrobe itu?
Tatapan Alana yang berurai air mata membuat Andra mengumpat dan segera bangkit dari tubuh wanita itu.“Ah, Siall!” Andra menggeram. Dan tanpa melihat lagi kearah Alana, Andra bergerak cepat meraih ponselnya yang ada di atas nakas lalu keluar dari kamar hotel itu dan menutup pintu dengan membantingnya.BRAK!Alana bangkit duduk dan terhenyak menatap kearah pintu. Ia juga membetulkan bathrobe-nya.“Kenapa Andra tiba-tiba pergi dan marah seperti itu?” gumam Alana, tapi kemudian ia menarik napasnya lega. “Syukurlah. Karena dia tidak jadi menyentuhku. Meski sejujurnya aku sangat merindukan sentuhan Andra. Tapi jika ia menyentuhku dengan penuh penghinaan, maka lebih baik dia tidak melakukannya. Apalagi saat ini kita s
Tiba-tiba saja secarik senyum tipis terukir di bibir Andra. Melihat betapa cantik dan manisnya wajah itu meski dalam keadaan polos dan tanpa balutan make-up.“Wajah bantalmu ternyata masih secantik dulu. Dan aku selalu senang memandanginya,” Andra bergumam tanpa sadar. Matanya sempurna menatap pada Alana, masih dengan senyum yang tersungging di bibirnya.Andra berkata dengan sedikit berbisik.“Kulitmu juga sangat halus, Alana. Dulu aku selalu senang mengecupmu di sini,” Andra menunduk dan mendaratkan bibirnya di kening Alana. Mengecupnya dengan pelan agar gerakannya tak membangunkan wanita itu.“Matamu yang bulat. Selalu terlihat indah. Dan aku suka memandanginya,” Andra melarikan telunjuknya, mengusap-usap pelan kedu
Andra mendengus tak percaya. Lalu ia membalikan tubuhnya melangkah kearah pintu. Alana pikir Andra akan pergi dari kamarnya. Tetapi ternyata Alana salah besar. Andra justru menutup pintu kamar hotelnya dengan rapat, kemudian menguncinya.“Kenapa kamu mengunci pintunya, Andra?!” tanya Alana dengan wajah panik.Andra menoleh dan menampilkan senyum miring.“Agar tidak ada satu orang pun yang akan mengganggu kita. Bukankah tadi malam kesenangan kita belum tuntas, Alana?” Andra berjalan semakin mendekat menuju ranjang tempat dimana Alana berada.Dengan waspada, Alana beringsut mundur dan menepikan punggungnya pada hardboard ranjang. Sambil menekuk lututnya dengan kedua tangan.“Janga
Andra menatap lurus ke depan. Ia tak mengelak akan tuduhan Nita, ataupun membenarkannya.‘Andra!’“Sudah dulu ya, Ma. Aku belum sarapan dan siang ini harus melakukan pertemuan lagi dengan klien-ku.”TUT!Tanpa menunggu sahutan dari ibunya, Andra langsung memutuskan sambungan telponnya begitu saja. Setelah itu Andra bangkit dari sofa dan ia menarik napas pelan. Kini matanya menatap pada cermin yang ada di hadapannya.“Apa yang Mama bilang itu memang benar, Ma. Aku dan Alana sudah melakukan hubungan suami istri lagi. Aku sudah kembali menyentuhnya. Dan sialnya, tubuh Alana justru membuatku makin haus dan merindukan sentuhannya lagi,” gumam Andra sambil berkaca pinggang dan m
Selang beberapa saat, pelayan hotel wanita itu sudah kembali dengan membawa nampan di tangannya.“Satu pastry, segelas susu hangat, satu cangkir kopi pahit dan setangkup roti.” pelayan itu menaruh makanan yang ia sebut satu per satu di atas meja. “Apa ada lagi yang ingin dipesan?” tanya pelayan itu pada Alana dan Andra.Namun keduanya menggeleng.“Tidak. Sudah cukup ini saja. Terimakasih banyak,” jawab Alana sambil melemparkan senyum ramah. Pelayan hotel itu mengangguk dan ia kembali pamit.Kini Andra dan Alana mulai sibuk dengan makanan yang ada di depan mereka masing-masing. Andra menyeruput kopi pahitnya yang masih beruap. Sedang saat ini tidak ada yang bersuara di antara mereka.
“Emh, Maaf Mr. James. Tapi besok pagi aku dan Pak Andra harus kembali ke Jakarta,” jawab Alana dengan tidak enak.James langsung mendesah kecewa.“Kalian akan pulang besok? Kenapa secepat itu? Oh, ayolah. Ini bali. Sayang sekali jika kalian menikmati waktu hanya dua hari saja di bali. Lagipula aku masih ingin mengenalmu lebih jauh, Alana. Sepertinya kamu adalah partner bisnis yang sangat menyenangkan.” James berkata seolah ia tak melihat Andra ada di depannya.Atau mungkin James hanya menganggap Andra sebagai sebuah patung yang bisanya hanya diam membisu.“Sekali lagi aku minta maaf Mr. James. Tapi kedatangan kami ke bali bukan untuk liburan. Kami datang ke sini murni karena tujuan untuk urusan bisnis semata. Selain itu, pekerjaa
“Ck! Ceroboh sekali! Bagaimana bisa kamu terjatuh begini. Ayo bangun!” Andra berdecak saat ia berjongkok di depan Alana. Tangannya terulur untuk membantu Alana berdiri.Namun Alana menampiknya dengan pelan.“Tidak perlu. Terimakasih. Mau aku jatuh atau tidak pun. Tidak usah memerdulikan itu!” Alana mencoba bangkit berdiri, namun ia kembali terjatuh lagi. Sepertinya pergelangan kakinya yang kemarin terkilir, kini mulai terasa sakit lagi.“Siapa juga yang peduli padamu. Dengar ya, kalau bukan karena kamu itu sekretarisku yang tenaganya sangat ku butuhkan. Mana sudi aku menolongmu!” Andra menatap Alana dengan mengatakan ucapannya setegas mungkin.Padahal tentu saja Andra berbohong. Sebab kenyataannya hati lelaki itu nyaris copot han