"Ayo masuk, Tante minta maaf soal yang tadi. Kamu sih, apa susahnya menurut apa yang Tante minta!" Niat hati Tante Amanda memujuk Prita dengan meminta maaf, tapi mulutnya yang terbiasa berucap semaunya meluncur begitu saja tanpa peduli sedikitpun perasaan lawan bicaranya.
Meski masih memendam amarah, Prita mencoba tenang dan tidak meladeni ucapan Tante Amanda yang tetap menyalahkannya. Tante Amanda membantu Prita yang berjalan pincang masuk kedalam rumah, dan berusaha mendudukkannya di sofa dengan sedikit memaksa.Prita yang awalnya masuk kedalam rumah dengan perasaan biasa saja, tiba-tiba terperanjat saat menyadari ada tamu yang sudah menunggu di ruang tamunya. Amarahnya kembali terpancing, saat Tante Amanda memaksanya untuk duduk disebelah tamu itu.***"Tante!" teriak Prita tanpa memperdulikan tamu yang sama sekali tak dikenalnya itu. Dengan sedikit terpincang, Prita menjauh menghindari Tante Amanda. Apalagi Prita merasa sangat jijik dengan tatapan penuh nafsu tamu itu padanya."Maaf, ya, Johan. Jadi lama banget nunggunya. Ini Prita. Cantik dan menawan, kan, keponakan Tante ini." Tante Amanda tampak memberi kode pada Johan, entah rahasia apa yang ada diantara mereka berdua."Nggak apa-apa, kok, Johan sabar menanti. Cantik, cantik banget! Malah lebih cantik aslinya daripada yang difoto," sahut Johan penuh nafsu menatap tubuh Prita.Tamu misterius yang ternyata bernama Johan, menatap Prita layaknya pemburu yang siap menerkam mangsanya. Tatapan penuh ambisi untuk memiliki Prita seutuhnya dengan cara apapun."Keponakan siapa dulu. Tantenya aja cantik begini, sudah bisa dipastikan bobot bebet dan bibitnya berkualitas," ucap Tante Amanda dengan sombongnya."Bener banget Tante, bobot bebet bibit jelas berkualitas," sahut Johan penuh semangat. Dari tempatnya berdiri Prita semakin jijik setelah kembali tak sengaja melihat senyum mesum Johan padanya."Ah, kalau kamu nggak mau duduk dekat Johan. Sini, duduk dekat Tante, aja," ajak Tante Amanda beranjak dan menuntun Prita untuk duduk di dekatnya.Prita sangat kesal saat tadi Tante Amanda sempat memaksanya untuk duduk bersebelahan dengan orang asing. Sungguh luar biasa kelakuan Tante Amanda, dia tak menunjukkan rasa bersalah sedikitpun telah membuat lutut Prita cedera parah karena kelakuannya yang absurd tadi.Prita akhirnya menuruti ajakan Tante Amanda. Rasa nyeri di lututnya membuat Prita merasa kesakitan saat duduk. Harusnya hari ini Prita cepat menyelesaikan stok untuk warungnya, karena nanti sore dia akan mengikuti acara fun bike di alun-alun. Sepertinya semua rencananya harus gagal hari ini, tak mungkin mengikuti fun bike dalam keadaan lututnya yang cedera."Nih, diminum. Kasihan, keponakan Tante ini pasti haus," tawar Tante Amanda menyodorkan segelas teh manis kehadapan Prita, dia berharap Prita akan segera menenggak habis isi gelas itu.Prita tak menyentuh gelas yang diberikan Tante Amanda. Pandangannya memindai suguhan yang ada diatas meja tamu. Ada tiga gelas teh manis, dua botol air kemasan yang keduanya sudah dalam keadaan terbuka dan salah satu botol isinya sudah berkurang sedikit serta sepiring kue jajanan pasar."Tante atau Anggita yang menyiapkan semua ini?" tanya Prita pada Tante Amanda yang terlihat salah tingkah saat akan menjawab."Oh, ini Tante yang nyiapin. Nungguin Anggita yang bikin kelamaan, lagian kasian dia juga lagi jaga warung, kan? Tante juga udah beli kue kesukaanmu sebelum kesini. Tuh, cepat diminum tehnya. Karena kamu kelamaan jadi sudah dingin deh tehnya," terang Tante Amanda berakting seolah-olah begitu kecewa pada Prita."Maaf, Tante. Sebenarnya nggak perlu repot-repot bikin teh segala buat tamu, ambil saja di warung banyak minuman kemasan tinggal siapkan gelas kosong kalau ingin minum digelas. Lebih Praktis," sahut Prita."Kamu ini, praktis atau malas itu namanya. Lagian mana sopan menyuguhkan tamu dengan minuman kemasan seperti itu. Toh, cuman sebentar bikin teh kedapur," bantah Tante Amanda. Sebenarnya ada alasan khusus hingga Tante Amanda lebih memilih repot membuat teh, kalau menggunakan minuman kemasan rasanya pasti akan berubah dan tentu saja membuat Prita curiga."Sudah, nggak usah banyak protes. Cepat diminum, takut banget kalau Tante racunin, ya, minumannya. Bukannya berterima kasih udah dibikinkan minuman, Tante pakai tenaga, loh, nyiapin suguhan ini," sungut Tante Amanda mencoba membuat Prita merasa bersalah sekaligus membuatnya minum meski harus dipaksa."Yang minta Tante repot-repot bikin suguhan siapa? Apa maksud kedatangan Tante yang mendadak ini? Perasaan udah lama banget Tante nggak kesini, terakhir kalau nggak salah pas pemakaman Mas Ibrahim, kan? Kalau bukan ada alasan khusus, pasti nggak akan pernah Tante mau menginjakkan kaki ke gubuk reot Prita ini!" Prita mengutarakan semua isi hatinya, dia tahu persis seperti apa watak dan perilaku Tante Amanda."Eh.. eh, kok malah ngomong gitu. Nggak sopan bilang gitu di depan tamu! Memang nggak pernah berubah kamu Prita, selalu saja salah menilai kebaikan orang lain. Tante tau kamu nggak suka sama Tante, tapi jangan memendam dendam gitu juga, dong!" balas Tante Amanda tak terima perkataan Prita atas dirinya."Trus, Prita harus merasa tersanjung dan bahagia atas kedatangan Tante? Bukannya hidup Prita ini tak selevel hidup Tante yang berlimpah harta? Wajar dong Prita curiga, nggak ada angin nggak ada hujan Tante tiba-tiba baik begini." Prita menatap tajam Tante Amanda. Perlahan Prita bangkit dari duduknya hendak ke toilet, namun tangannya dicekal oleh Tante Amanda."Mau kemana kamu? Tante belum selesai bicara," protes Tante Amanda tak melepas cekalannya dari lengan Prita."Ya ampun, Tante! Prita mau ke toilet, sudah kebelet ini!" Dengan sekali hentakan, Prita berhasil melepas cekalan tangan Tante Amanda."Bilang dong kalau mau ke toilet," sungut Tante Amanda.Johan sedari tadi hanya diam mendengarkan percakapan antara Prita dan Tante Amanda, tak ada keinginan untuk dia ikut bicara karena sibuk mengagumi kecantikan Prita."Tante lihat, nggak berkedip matamu itu memandang Prita, Johan! Segitu terpananya, kayak ngeliat Bidadari turun dari surga, ya!" ejek Tante Amanda menggoda Johan."Ah, rupanya Tante perhatiin Johan juga daritadi. Johan, jadi malu, Tante," ucap Johan tersipu malu."Nggak usah malu, wajar kalau kamu sampai tergila-gila sama Prita. Dia itu wanita yang rajin merawat dan menjaga tubuhnya, nggak cuman kamu doang yang berusaha menarik perhatian Prita. Tapi baru kamu yang berani langsung datang ke keluarga besar Prita untuk dikenalkan begini," ungkap Tante Amanda memuji Johan."Semoga saja Prita mau mengenal Johan terlebih dahulu, ya, Tante. Sebelum Johan mengajaknya ke jenjang yang lebih serius," ucap Johan penuh harap."Tenang saja, Prita pasti mau. Tante dukung kamu seratus persen!""Tante dukung asal kamu menepati janjimu kemarin." Tante Amanda memastikan Prita belum keluar dari toilet sebelum berbicara setengah berbisik pada Johan."Siap, Tante! Johan pasti menepati janji setelah Prita menjadi istri sah Johan." Dengan genit Tante Amanda mengerlingkan mata pada Johan, memberi tanda setuju atas perjanjian yang mereka lakukan sebelumnya."Ssstt... Prita sudah keluar dari toilet, biar Tante yang menyelesaikan misi kita kali ini. Kamu cukup duduk manis disitu, oke!"bisik Tante Amanda pada Johan.Johan hanya memberi kode dengan jempol tangannya menjawab ucapan Tante Amanda, netra Johan kembali sibuk mengagumi Prita yang sudah kembali duduk disamping Tante Amanda."Hmm... Prita nggak mau Tante berbelit-belit lagi, jujur saja apa sebenarnya maksud kedatangan Tante Amanda kesini bersama orang ini," tunjuk Prita kearah Johan tapi pandangannya pada Tante Amanda."Siapa orang ini, Tante? Supir baru Tante? Tapi kalau dilihat gelagat Tante daritadi, orang ini sepertinya sangat spesial buat Tante!" tegas Prita mulai muak dengan keberadaan Tante Amanda di rumahnya."Sembarangan saja mulutmu itu, Prita! Orang ganteng dan tajir melintir seperti Johan ini, kok bisa-bisanya kamu pikir dia supirnya Tante. Matamu buta, ya? Nggak bisa bedain mana orang yang memang keturunan sultan! Wajar saja sih, selama ini, kan, kamu lebih memilih hidup melarat sama si Ibrahim itu!Sehina itu Tante didalam pikiranmu, sampai memfitnah dia orang spesialnya Tante!" hardik Tante Amanda panik karena takut Johan merasa tersinggung atas ucapan Prita."Kok, malah jadi marah-marah sama Prita. Biasa aja, dong, kalau memang itu nggak benar. Jadi, siapa sebenarnya orang ini?" tanya Prita kembali seolah tak sudi menyebut nama Johan sama sekali."Perkenalkan ini Johan," ucap Tante Amanda hendak memperkenalkan Prita pada Johan, syukur-syukur Prita mau berjabat tangan dengan Johan."Lah, bukannya dari tadi Tante udah nyebut-nyebut nama dia berulang kali. Trus buat apa diperkenalkan lagi?" tolak Prita."Ish.. Kamu ini, bikin malu Tante aja! Dimana-mana, ya, namanya orang berkenalan harus seperti itu, kan? Dan kamu harusnya juga memperkenalkan diri, dan saling berjabat tangan," pinta Tante Amanda."Nggak perlu Tante ajarin pun Prita tahu bagaimana bersopan santun, tapi maaf Prita nggak mau berjabat tangan dengan orang yang bukan muhrim!" tolak Prita lagi."Tante cukup menjelaskan dengan jujur, maksud kedatangan Tante kesini serta siapa orang ini yang dari tadi matanya jelalatan terus menatap prita. Benar-benar tidak sopan!""Eh.. Hmm... Gimana, ya, jelasinnya. Yang pasti niat Tante baik datang kesini," ucap Tante Amanda mencoba berkelit."Kalau Tante nggak mau jujur, lebih baik pulang saja sekarang! Prita sibuk, mau stok barang warung sama mau istirahat!" Prita mulai jengah, dia harus tega mengusir Tante Amanda dari rumahnya."Jangan, gitu dong Prita! Iya... iya, Tante jujur sama kamu. Sebenarnya, Johan ini." Tante Amanda menggantung omongannya, wajahnya terlihat sedang berpikir keras menggunakan kata yang tepat."Sebenarnya apa, Tante" ucap Prita tak sabar hingga kedua tangannya menggebrak meja dengan keras.***"Pergi! Cepat pergi dari sini!" teriak Prita geram."Nggak bisa gitu, dong, Prita! Tante, kan, lagi mikirin apa kata yang pas biar kamu nggak salah paham terus dengan yang Tante maksud nanti. Ngomong sama kamu itu, kan, harus mengikuti pola pikirmu yang rada semprul itu. Walau bagaimanapun sikap Tante dulu sama kamu, hargai sedikitlah Tantemu ini! Jadi orang, kok, nggak sabaran banget," umpat Tante Amanda."Dengar, ya, duhai Tante Amanda yang sangat ingin dihargai oleh orang lain. Sejatinya orang yang datang dengan niat baik, pasti akan Allah mudahkan urusannya. Nah, Tante bilang tadi punya niat baik datang kesini tapi yang Tante lakukan malah justru menghina dan menyakiti fisik Prita! Jadi, sangat jelas tidak ada kebaikan yang Tante bawa kerumah ini, tolong lebih baik pergi sekarang juga," lirih Prita tak ingin memperpanjang keributan yang terjadi."Tenang dulu, lah, Prita. Tante benar-benar minta maaf kalau kamu merasa tidak suka dan tersinggung dengan kehadiran Tante disini. Tante
Prita merasa kepalanya sangat sakit seperti ditusuk-tusuk jarum. Semakin keras dia berusaha melawan bisikan bisikan di telinga dengan membaca shalawat di dalam hati, semakin kuat pula tusukan itu menghujam kepalanya. Prita memijit pelipisnya berusaha mengurangi rasa sakit, keringat dingin mengucur deras diiringi wajahnya yang kian memucat. Kesadaran Prita semakin memudar, ingin dia menjelaskan apa yang sedang dirasakannya pada Tante Amanda tapi matanya seakan tak mampu lagi terbuka. "Gimana ini Tante? Apa gara-gara rencana Tante itu jadi bikin kondisi Prita begini?" bisik Johan pelan ditelinga Tante Amanda."Nggak mungkin, Tante yakin bukan karena itu!" Ada sedikit keraguan di hati Tante Amanda, tapi dia menepis semua itu karena sangat yakin yang dicampurkannya tadi hanya air putih berapal mantra sang dukun sakti. Apalagi air kemasan itu dia sendiri yang membeli dan melihat langsung apa yang dilakukan dukun pada air itu."Trus, kenapa bisa begini, Tante? Tante yakin, kan, kalau air
"Tolong! Tolong saya, Mas atau Mbak yang ada di ruang UGD!" jerit Anggita dengan suara yang cukup memekakkan telinga."Anggita! Apa-apaan kamu, bisa budek telinga Nenek! Bikin malu aja!" bentak Tante Amanda mengucek-ngucek telinganya sambil celingukan memperhatikan keadaan dibalik kaca jendela mobil. Rasa malunya lebih besar dibandingkan rasa empatinya pada Prita dan Anggita."Sengaja! Abisnya dua manusia yang seharusnya menolong, malah kayak orang hilang ingatan lagi ada dimana sekarang! Lebih baik Anggita teriak memanggil bantuan. Kalian berdua itu ngapain dari tadi, Anggita perhatikan cengangas cengenges nggak jelas? Bukannya membantu Ibu yang jadi korban Nenek, malah asyik main ponsel!" ketus Anggita hingga terdengar deru nafasnya yang memburu.Tante Amanda dan Johan tak menyangkal apa yang dikatakan Anggita barusan, mereka memang sedang sibuk saling mengirim pesan karena kalau bicara langsung akan ketahuan Anggita."Kenapa diam? Sudah tua bangka bukannya insyaf malah makin nggak
"Kenapa, Nak? Siapa yang menelpon?" tanya Prita lirih setelah menggeser posisi tubuhnya agar nyaman berbaring."Hmm.. I.. Ini. Anu, Bu," gagap Anggita semakin salah tingkah."Dijawab saja telponnya, siapa tau penting." Prita tak berkedip memperhatikan sikap Anggita yang sedikit aneh."Anggita boleh jawab telpon ini?" tanya Anggita meminta izin pada Prita."Iya, jawab saja," sahut Prita mengizinkan Putrinya itu."Tapi, Bu...," Anggita benar-benar merasa serba salah, dia sedang mempertimbangkan apakah orang yang menelpon ke ponsel Ibunya ini berniat baik atau tidak."Apa Ibu saja yang menjawabnya?" ucap Prita yang sudah terlihat lebih segar dari sebelumnya.Karena dibiarkan terlalu lama, akhirnya panggilan masuk itu terhenti dengan sendirinya. Anggita menghela nafas panjang, dia berharap orang itu tak lagi menelpon Prita."Tuh, keburu mati teleponnya. Ada apa, sih? Ibu perhatikan, tingkahmu aneh banget! Sini, duduk dekat Ibu!" pinta Prita, tangan kanannya menepuk-nepuk bagian tepi brank
"Ya.. Allah!" lirih Prita dengan kedua tangan menutup mulutnya. Benarkah ini, batin Prita meyakinkan dirinya.Berjuta rasa berkecamuk didalam hati Prita, bayangkan bagaimana rasanya harus terpisah puluhan tahun dengan Ibu yang sudah melahirkan dan membesarkannya dengan penuh kasih sayang.Prita sampai mencubit keras tangannya, karena tak percaya melihat apa yang ada di hadapannya sekarang. "Bun.. Bunda!"Bulir demi bulir air mata menetes tak tertahan, Prita membuka pintu lebar-lebar kemudian bersimpuh di depan kursi roda yang diatasnya duduk seorang Wanita usia senja dengan paras cantik mirip dengannya. Berulang Kali diciumnya tangan serta pipi wanita itu sebelum akhirnya memeluk penuh rasa mengharu biru.Di Belakang kursi roda, tampak seorang Pria paruh baya yang dengan setia menunggu sambil memegang kursi roda. Prita sempat bertanya didalam hati, dimana Yoga? Kenapa tak turut serta kesini bersama Bunda?.Dihadapan Prita sekarang adalah sosok Wanita yang selama ini sangat dirindukan.
"Rencana apa Bunda? Kalau itu akhirnya akan membahayakan Ayah dan Bunda, Prita tidak mau melakukannya!" "Meski Ayah dan Bunda selama ini selalu patuh dan tunduk pada kemauan Kakek Damar, toh, pada kenyataannya kalian tetap terus saja mendapat masalah dari Keluarga Besar Prawiro Hartadi! Mulai dari Amanda, Hendri, Tissa bahkan Kakek Damar sendiri seolah tak puas hati kalau belum membuat hidupmu tersiksa!" sanggah Marsya."Kami ini sudah tua, Nak! Mungkin saja sebentar lagi sang malaikat maut menyapa. Apakah salah, Ayah dan Bunda ingin mengganti waktu kebersamaan kita yang telah dirampas oleh keegoisan Kakek Damar. Puluhan tahun kita terpisah, selama itu pula Bunda merasa tak utuh menjadi seorang Ibu dan Nenek.Bunda ingin, sebentar... saja! Di Akhir usia ini merasakan kebersamaan dengan kalian, merasakan berperan jadi sosok Ibu dan Nenek yang sebenarnya!" Bulir air mata kembali mengalir membasahi pipi Marsya. Dirinya kembali merasa putus asa saat Prita menolak keinginannya."Tapi Bund
"Apa maksudmu menceritakan masalah rumah tangga kita ke Tante Mahda, hah!" Tak lagi Prita memanggil Suami yang baru dinikahinya dua bulan lalu itu dengan panggilan Mas. Rasa benci, kecewa dan amarah jadi satu membuat gejolak emosi Prita tak terkendali.Tante Mahda adalah sepupu dari Bapak Prita. Apapun cerita yang sampai ke Tante Mahda, pasti akan dengan cepat tersebar ke Keluarga Besar Prita. Tak peduli cerita itu adalah aib besar yang seharusnya dirahasiakan, Tante Mahda malah menganggap itu adalah hal yang paling penting untuk disebarluaskan dengan penuh semangat. Sepertinya mulut Tante Mahda akan sangat gatal bila sehari saja tak menggibahi orang lain meski itu kerabat dekatnya sendiri."Loh, kan, wajar saja aku menjawab pertanyaan Tante Mahda. Kamu aja yang aneh! Masalah kita itu buat apa ditutup-tutupi, biar mereka tahu yang sebenarnya. Disini aku yang jadi korban, jadi berhenti seolah-olah kamu yang paling tersakiti. Enak aja mau menyalahkanku! Kamu yang jadi istri nggak becu