Desain pakaian yang di sediakan di tempat Vee ini memang luar biasa. Mampu membuat Valeryn kalap sendiri, hingga membeli beberapa pakaian yang sebenarnya juga memang sangat dia butuhkan untuk satu minggu ini selama masa liburannya. Valeryn yang berkali-kali berdecak kagum mampu membuat senyum Vee tak luntur sekalipun. Tentu saja senang dan merasa bangga secara bersamaan.
"Kau bisa menitipkan barangmu di sini kalau kau akan pergi dulu ke tempat lain," tawar Vee karena melihat beberapa pakaian yang Valeryn beli. Pasti akan sangat merepotkan jika membawanya.
"Tidak perlu, lagi pula aku akan kembali ke hotel saja." Sebuah senyuman dia tunjukan, tangannya bergerak meraih beberapa kantung berisi pakaian yang baru saja dia bayar. Sisanya, Vee lebih dulu meraihnya, membantu.
"Oh? Ke hotel? Tidak ke tempat lain?" Cukup terkejut untuk Vee.
Dia sudah berbincang dengan Valeryn soal liburan wanita itu. Tidak menyangka ketika hari masih sore, Valeryn mengatakan hanya akan kembali ke hotel.
Valeryn mengangguk. "Kalau begitu aku permisi, Tuan Vee. Terima kasih."
Valeryn hendak meraih kantung belanjaan yang berada di tangan Vee karena mereka bahkan sudah berada di luar. Namun, Vee justru menghindari raihan tangan Valeryn. Membuat wanita itu menatap Vee kebingungan.
"Apa kau tidak berniat mendatangi tempat yang lain?" tanya Vee tiba-tiba.
"Aku masih belum memiliki tujuan lain. Seperti yang aku katakan sebelumnya, aku tidak merencanakan liburan di sini dengan matang, aku tidak tahu tentang tempat apa saja yang bisa kudatangi," jawab Valeryn dengan kedua bahu yang terangkat.
Vee terlihat menusukan ujung lidahnya pada pipi bagian dalam. Menatap Valeryn dengan satu alis yang terangkat. "Jika kau berkenan, kau boleh datang pada acaraku yang di adakan di dekat pantai."
"Ah, terima kasih atas tawaranmu, Tuan Vee. Tapi sepertinya akan terlalu canggung untukku kalau datang ke sana. Aku bahkan tidak mengenal siapa pun di sini," Valeryn berucap dengan sopan. Menolak ajakan Vee dengan halus.
"Wow, kau tidak menganggapku? Lagipula acaranya juga di adakan untuk umum. Siapa saja boleh datang, hanya sebuah party biasa. Bukan acara besar yang formal."
Valeryn menggeleng cepat. "Maksudku bukan seperti itu. Baiklah, jam berapa acaranya di mulai?" Valeryn menyerah. Vee sendiri terlihat seperti tipe yang tidak akan mudah menyerah di sini. Selain itu, sepertinya tidak buruk juga, sekalian untuk mencari udara segar. Vee juga sepertinya orang yang baik dan dapat di percaya.
Vee tersenyum penuh kemenangan. Melihat pada Rolex yang ada di pergelangan tangannya untuk memastikan waktunya. "Sekitar tiga puluh menit lagi."
"Ah, sebentar lagi, ya? Sepertinya aku akan datang terlambat, apa tidak masalah? Aku harus menyimpan semua ini terlebih dulu supaya lebih tenang." Valeryn menunjuk semua pakaiannya.
"Dimana hotelmu?" tanya Vee.
"Sky light hotel."
Vee menggerakkan rahangnya, menunjuk sebuah mobil yang terparkir tak jauh dari tempat mereka berada. "Ayo, aku antarkan."
"Ya?" Valeryn membulatkan matanya. Kebingungan dengan maksud Vee.
"Aku akan mengantarmu, Nona Valeryn." Vee melangkangkan kakinya untuk menuju mobil hitam di sana. Mendahului Valeryn yang pasti akan langsung mengekor di belakang.
Baiklah, Valeryn benar-benar mengikutinya. Dia sendiri sebenarnya cukup heran ketika merasa Vee dan dirinya cepat sekali dekat. Mungkin setelah putus dari kekasih, jiwa sosial Valeryn menjadi lebih unggul karena sebelumnya yang diutamakan adalah pasangannya.
Benar, Valeryn jadi teringat kembali soal mantan kekasihnya. Rasanya keputusannya untuk datang bersama Vee sekarang cukup tepat. Dia bisa menghabiskan malam tanpa memikirkan kesedihan yang dia rasakan. Dia hanya perlu bersenang-senang dan melakukan apapun yang dia inginkan selama ini. Menjadi Valeryn yang sesungguhnya, menjadi Valeryn yang berbeda dari yang sebelumnya.
_____
Langit yang kini sudah mulai menggelap menjadi teman saat dua orang itu baru saja turun dari mobil hitam milik salah satunya.
Valeryn dan Vee berjalan berdampingan, membuat beberapa pasang mata yang berada di sana melirik dan berbisik diam-diam.
Valeryn akui, dia cukup gugup sekarang. Dia bukanlah tipe orang yang mudah bergaul selama ini. Bukan juga orang yang menyukai keramaian. Terlebih perhatian orang lain yang dia dapatkan saat ini, mungkin karena dia tengah berjalan dengan Vee, yang memang Valeryn akui ketampanannya.
"Tuan Vee, kau yakin tidak masalah aku ikut datang kemari?" tanya Valeryn setengah berbisik pada Vee di sampingnya. Jujur, dia semakin gugup saat mereka mulai mendekati sebuah Beach club yang ada di pinggir pantai.
Vee yang baru saja menyapa seseorang di depan sana akhirnya menoleh pada Valeryn. Memberikan sebuah senyuman padanya. "It's okay, memangnya kau pikir akan terjadi masalah apa?"
Valeryn menggelengkan kepalanya. "Apa saja yang mungkin terjadi. Dari tadi tatapan yang lain terlihat aneh padaku, kurasa mereka tak menyukai kehadiranku di sini." Valeryn lagi-lagi berbisik. Dia tidak ingin orang-orang yang sekarang dia bicarakan justru mendengarnya. Bisa-bisa terjadi masalah sungguhan nantinya.
Vee terlihat terkekeh, sebelum akhirnya mendekat pada telinga Valeryn, berbisik di sana. "Mereka hanya iri dengan kecantikanmu, Nona Valeryn."
Pening. Rasanya seperti tiba-tiba saja rasa pening dirasakan oleh Valeryn setelah Vee berbisik di telinganya. Bukan hanya soal suaranya saat berbisik tepat di telinga, tapi juga kalimat yang dia ucapkan. Valeryn jadi berpikir jika pria yang tengah bersamanya ini pandai sekali untuk menggoda seseorang, pasti mudah membuat para wanita bertekuk lutut padanya.
Hal itu pastinya tidak berlaku untuk Valeryn. Meski dia memang tiba-tiba saja merasa pening akan bisikan Vee, tapi dia tidak jatuh begitu saja padanya. Karena pada dasarnya, dia masih berada dalam fase patah hatinya. Dimana nama pria yang mengkhianatinya itu masih terus terngiang-ngiang di kepalanya.
"Ah, berhenti memanggil satu sama lain dengan embel-embel nona dan tuan. Panggil saja aku Vee, hanya Vee dan aku memanggilmu Valeryn, tidak masalah bukan?" Vee yang kembali menjauhkan wajahnya dari Valeryn kini bertanya dengan suara yang normal, tak lagi berbisik.
Valeryn sempat mengangkat kedua alisnya sebelum pada akhirnya menganggukan kepala. "Baiklah, Vee?"
Vee sekali lagi tersenyum. "Ayo, kita temui teman-temanku. Mereka sudah menunggu di depan sana," ucap Vee dengan rahang yang sudah dia gunakan untuk menunjuk kumpulan orang yang berada di depan meja bartender.
Baiklah, Valeryn merasakan kembali kegugupannya. Ini bukan lagi seperti rasa gugup saat melakukan interview saat melamar pekerjaan. Rasanya lebih dari itu karena dia akan dikenalkan pada orang asing oleh orang yang baru saja di kenalnya. Dia takut tidak bisa diterima dengan baik, karena teman Vee juga pasti tak nyaman saat ada orang asing yang tiba-tiba saja ikut berkumpul bersama mereka.
"Hei, Vee!" Sapa salah satu pria yang kini mulai berjalan mendekat, atau memang mereka sudah sampai di sana. Valeryn terlalu sibuk dengan isi pikirannya sendiri sampai tak sadar.
Vee nampak langsung bersalaman dengannya, salaman khas antara teman pria.
"Vee, pantas saja kau terlambat. Siapa itu?" tanya seorang pria yang kini bangkit dari duduknya. Menghampiri mereka.
"Ah, kenalkan ini Valeryn. Valeryn, kenalkan ini George, itu Billy," ucap Vee memperkenalkan tiga orang yang kini bersamanya termasuk Valeryn.
"Halo," ucap Valeryn dengan senyuman pada dua pria yang baru saja Vee sebutkan namanya. Oke, memang sapaan yang terkesan canggung.
"Halo, Valeryn. Sekarang aku mengerti kenapa Vee akhir-akhir ini sulit sekali dihubungi. Jelas ada yang lebih penting ternyata." Billy berucap dengan satu tepukan pada bahu Vee.
"Ya?" tanya Valeryn karena dia benar-benar tak memahami maksud dari apa yang Billy katakan. Tidak mengerti konteksnya.
Vee hanya terkekeh dan menepuk punggung Billy di sana. "Nope, Billy. Tidak ada hubungannya dengan Valeryn."
"Aku ke sana dulu," tambah Vee sembari menunjuk kursi kosong di pojok tepat di depan bartender.
Kedua teman Vee mengangguk, sembari menunjukan senyuman yang Valeryn sendiri tak mengerti maksudnya. Membuatnya hanya bisa menunjukan senyum dan akhirnya berjalan dengan Vee.
Melihat suasana yang ada di sana, jujur saja Valeryn memang suka. Mungkin memang rasanya canggung saat berada di kerumunan orang, tapi entah kenapa dia suka. Akankah ini hanyalah perasaan seseorang yang tidak ingin kesepian di saat patah hatinya?
Alkohol, rasanya tidak mungkin jika di acara seperti ini tak ada alkohol. Apalagi, acaranya di adakan di sebuah Beach club. Jelas alkohol adalah menu utama meski tepat di samping tempat ini adalah sebuah restoran. Namun, yang menjadi primadonanya di sini adalah alkohol itu sendiri. Bahkan, yang sedang meliuk-liuk menari sesuai irama musik pun memegang satu gelas alkohol di tangannya."Maaf karena mengantarku kau jadi terlambat datang kemari," Valeryn yang sejak tadi terdiam akhirnya membuka suara.Vee menoleh pada Valeryn, lagi-lagi menunjukan senyumnya. Entah senyuman yang ke berapa sekarang. "Berhenti meminta maaf, Valeryn.""Pasti aku mengganggu acaramu dengan temanmu, ya?" tanya Valeryn dengan raut wajah tak enaknya.Vee menggeleng. "Tidak, tanpa aku juga mereka bisa menikmati acaranya.""Baiklah, jangan tinggalkan aku kalau begitu," ucap Valeryn dengan tangan yang sudah mera
Pertanyaan dari Valeryn mampu membuat Vee terdiam. Batinnya saling berargumen untuk menentukan jawaban yang akan diberikan pada Valeryn. Sorot matanya menatap sosok yang kini menahan tangannya, menggigit bibir bagian dalamnya, Vee mendekatkan wajahnya pada Valeryn. Membisikkan sesuatu di sana.Kini giliran Valeryn yang terdiam setelah mendengar apa yang Vee bisikan. Menatap pria itu dengan tangan yang mulai dia lepaskan dari Vee."Ayo," ajak Vee. Berganti dengan dirinya yang menarik lengan Valeryn. Membuat situasi mereka kini rasanya telah berbalik.Awalnya, Valeryn sempat terdiam dan enggan untuk melangkah. Namun, pada akhirnya Valeryn mengikuti langkah Vee yang menarik lengannya lembut. Mengekor di belakang pria itu tanpa ada sepatah kata pun yang dia ucapkan. Menurut begitu saja seperti seekor kucing yang mengikuti sang pemilik.Hanya membutuhkan sedikit waktu untuk mereka sampai pada mobil milik
Setelah sekian lama terdiam dengan mata yang saling bersitatap, Valeryn lebih dulu mengalihkan pandangan matanya. Dia tidak mampu untuk lebih tenggelam ke dalam dunia Vee yang terlihat di kedua bola matanya. Rasanya, dia hampir saja kembali luluh dan bisa-bisa dia kembali melakukan hal bodoh seperti semalam."Untuk apa yang terjadi semalam aku mau—""Mau memintaku untuk melupakannya? Atau bertanggung jawab karena takut aku melarikan diri? Jika itu yang akan kau katakan, sepertinya kau terlalu banyak menonton film." Vee memotong pembicaraan Valeryn di sana. Satu alisnya sudah terangkat menatap Valeryn dengan senyuman miringnya.Valeryn akui, tebakan Vee memang benar. Tapi bukan meminta pertanggung jawaban Vee, karena dia sadar kalau dia lah yang membua
Menelan ludahnya dengan paksa, Valeryn berusaha mengatur nafasnya agar lebih tenang. Pasalnya, Vee baru saja mengajukan pertanyaan yang mampu membuat jantungnya berdebar tak normal. Dua kali lebih cepat dari biasanya. Untuk ke sekian kalinya, dia dibuat tak berkutik oleh pria itu."Jadi, bagaimana?" tanya Vee sekali lagi saat mendapati Valeryn hanya terdiam menatapnya dengan tajam. Seolah baru saja menyatakan sebuah peperangan."Apa maksudmu, Vee?" tanya Valeryn bersikap seolah tak mengerti akan maksud Vee di sana.Vee mengangkat kedua bahunya. "Kurasa kau tahu maksudku, Ryn. Apa perlu aku menjelaskannya? Kau dan aku kita bisa tid—""Simpan semua penjelasanmu. Aku tak membutuhkannya. One night stand, kita hanya sebatas itu, Tuan Vee." Valeryn berucap dengan penuh penekanan. Bersamaan dengan itu, dia berlalu dari hadapan Vee. Berjalan meninggalkan pria yang kini berdiri dengan senyuman miringnya, menatap Valeryn yang kini sudah berjalan ke arah kamar
"Are you okay, Valeryn?"Valeryn terus terngiang dengan pertanyaan itu dalam diamnya. Nafasnya terdengar kasar karena emosi yang sempat bergejolak di dalam dadanya. Menatap pria yang kini sudah menggenggam salah satu tangannya, Valeryn berusa tetap mempertahankan semua pertahanan yang dia buat selama ini. Dia tidak bisa membiarkan dirinya luluh begitu saja. Tidak boleh. Keputusannya untuk tidur bersama Vee ini tak lebih dari kesalahan yang dia buat dalam kekacauannya karena mantan kekasih. Dia yakin bukan karena dia sempat luluh pada sosok pria di hadapannya, tak pernah. Isi kepalanya masih terlalu sibuk untuk memikirkan Nathan sebelumnya.Tapi, untuk pertanyaan yang baru saja Vee lontarkan. Itu berhasil membuat Valeryn seolah kembali tak berkutik. Entah kenapa pertanyaan sederhana itu terasa begitu istimewa untuknya, hingga matanya kini sudah memanas dan siap kapanpun jika harus meneteskan air beningnya. Meski, Valeryn juga
Vee tak bisa lagi menahan senyumannya, meski tak begitu ketara. Tangannya sudah terulur untuk meletakan ibu jarinya di ujung bibir milik Valeryn. Menatap mata wanita di hadapannya dengan lekat. Seolah berusaha membuatnya kembali tenggelam di dalam pesonanya. Bukan karena Vee ingin memperdayainya, dia hanya ingin menunjukan bagaimana dia bisa memperlakukan Valeryn dengan lembut. Dia ingin membuat wanita itu merasa aman dan nyaman dengannya."Kau mencoba melarikan diri dari masa lalumu? Menyembuhkan diri dari kekacauan yang kau rasakan. Dan itu berkaitan dengan seseorang yang kau cintai. Mungkinkah tebakanku ini benar?" tanya Vee dengan suara yang pelan.Lalu yang dia dapati sekarang adalah Valeryn yang diam. Namun, bersamaan dengan itu, Vee juga dapat melihat jawaban wanita itu dari sorot matanya. Sorot mata itu menjelaskan segalanya. Kali ini Vee bukan lagi menebaknya, tapi dia juga tahu sendiri hal itu. Dia pernah berada di posisi yang sa
Untuk menjawab pertanyaan Valeryn, Vee pun menganggukan kepalanya di sana. Mengiyakan pertanyaan tersebut tanpa membantah sedikitpun. Karena memang begitulah faktanya. Hanya sampai liburan Valeryn usai, maka hubungan mereka pun akan usai. Vee melakukannya bukan semata karena memanfaatkan Valeryn. Justru dia membuat jalan lain agar Valeryn tetap bersamanya setelah apa yang dia lakukan pada wanita itu. Setidaknya, sembari dia memikirkan bagaimana rencana selanjutnya dan menyelesaikan masalah yang mereka lewati.Bukan lagi cinta satu malam yang akan mereka lakukan, jika Valeryn menyetujui apa yang Vee tawarkan padanya. Mungkin akan menjadi cinta satu minggu mereka, mengingat Valeryn berada di sana untuk satu minggu ke depan. Dan sekarang, adalah hari kedua. Maka yang tersisa tinggalah lima hari ke depan."Bagaimana? Apa kau menyetujuinya? Semuanya juga sudah terlalu jauh, Valeryn. Kau sudah memberikan pertamamu untukku," bisik Vee sekali lagi. Bisikkannya begitu seduktif.
Berada dalam mobil yang dimiliki oleh pria tampan di sampingnya, Valeryn tidak pernah menduga jika dia akan membuat keputusan yang seperti ini. Tak pernah sekalipun dia menduga akan menjalani kehidupan yang begitu membuatnya melangkah jauh dari dirinya yang sebelumnya. Nyatanya, dia malah tenggelam dalam sebuah dosa yang dulu begitu dia hindari. Menenggelamkan diri dengan sukarela demi mendapatkan sebuah kesenangan yang bisa melupakan sejenak bayang-bayang pria yang berhasil membuat luka yang terus menganga di dalam hatinya. Dia juga tak bisa munafik jika dia bisa meraih kepuasan atas apa yang dia lakukan. Dia mendapatkan hal yang begitu sulit untuk ditolak, terlebih dari pria yang memiliki pahatan wajah yang nyaris sempurna. Pria yang berhasil memberikan penawar untuk luka yang dia dapatkan, meski Valeryn sendiri tak pernah tahu akankah penawar itu justru akan menjadi racun jika waktu terus berlalu seperti ini. Valeryn menghela nafasnya
Berada dalam mobil yang dimiliki oleh pria tampan di sampingnya, Valeryn tidak pernah menduga jika dia akan membuat keputusan yang seperti ini. Tak pernah sekalipun dia menduga akan menjalani kehidupan yang begitu membuatnya melangkah jauh dari dirinya yang sebelumnya. Nyatanya, dia malah tenggelam dalam sebuah dosa yang dulu begitu dia hindari. Menenggelamkan diri dengan sukarela demi mendapatkan sebuah kesenangan yang bisa melupakan sejenak bayang-bayang pria yang berhasil membuat luka yang terus menganga di dalam hatinya. Dia juga tak bisa munafik jika dia bisa meraih kepuasan atas apa yang dia lakukan. Dia mendapatkan hal yang begitu sulit untuk ditolak, terlebih dari pria yang memiliki pahatan wajah yang nyaris sempurna. Pria yang berhasil memberikan penawar untuk luka yang dia dapatkan, meski Valeryn sendiri tak pernah tahu akankah penawar itu justru akan menjadi racun jika waktu terus berlalu seperti ini. Valeryn menghela nafasnya
Untuk menjawab pertanyaan Valeryn, Vee pun menganggukan kepalanya di sana. Mengiyakan pertanyaan tersebut tanpa membantah sedikitpun. Karena memang begitulah faktanya. Hanya sampai liburan Valeryn usai, maka hubungan mereka pun akan usai. Vee melakukannya bukan semata karena memanfaatkan Valeryn. Justru dia membuat jalan lain agar Valeryn tetap bersamanya setelah apa yang dia lakukan pada wanita itu. Setidaknya, sembari dia memikirkan bagaimana rencana selanjutnya dan menyelesaikan masalah yang mereka lewati.Bukan lagi cinta satu malam yang akan mereka lakukan, jika Valeryn menyetujui apa yang Vee tawarkan padanya. Mungkin akan menjadi cinta satu minggu mereka, mengingat Valeryn berada di sana untuk satu minggu ke depan. Dan sekarang, adalah hari kedua. Maka yang tersisa tinggalah lima hari ke depan."Bagaimana? Apa kau menyetujuinya? Semuanya juga sudah terlalu jauh, Valeryn. Kau sudah memberikan pertamamu untukku," bisik Vee sekali lagi. Bisikkannya begitu seduktif.
Vee tak bisa lagi menahan senyumannya, meski tak begitu ketara. Tangannya sudah terulur untuk meletakan ibu jarinya di ujung bibir milik Valeryn. Menatap mata wanita di hadapannya dengan lekat. Seolah berusaha membuatnya kembali tenggelam di dalam pesonanya. Bukan karena Vee ingin memperdayainya, dia hanya ingin menunjukan bagaimana dia bisa memperlakukan Valeryn dengan lembut. Dia ingin membuat wanita itu merasa aman dan nyaman dengannya."Kau mencoba melarikan diri dari masa lalumu? Menyembuhkan diri dari kekacauan yang kau rasakan. Dan itu berkaitan dengan seseorang yang kau cintai. Mungkinkah tebakanku ini benar?" tanya Vee dengan suara yang pelan.Lalu yang dia dapati sekarang adalah Valeryn yang diam. Namun, bersamaan dengan itu, Vee juga dapat melihat jawaban wanita itu dari sorot matanya. Sorot mata itu menjelaskan segalanya. Kali ini Vee bukan lagi menebaknya, tapi dia juga tahu sendiri hal itu. Dia pernah berada di posisi yang sa
"Are you okay, Valeryn?"Valeryn terus terngiang dengan pertanyaan itu dalam diamnya. Nafasnya terdengar kasar karena emosi yang sempat bergejolak di dalam dadanya. Menatap pria yang kini sudah menggenggam salah satu tangannya, Valeryn berusa tetap mempertahankan semua pertahanan yang dia buat selama ini. Dia tidak bisa membiarkan dirinya luluh begitu saja. Tidak boleh. Keputusannya untuk tidur bersama Vee ini tak lebih dari kesalahan yang dia buat dalam kekacauannya karena mantan kekasih. Dia yakin bukan karena dia sempat luluh pada sosok pria di hadapannya, tak pernah. Isi kepalanya masih terlalu sibuk untuk memikirkan Nathan sebelumnya.Tapi, untuk pertanyaan yang baru saja Vee lontarkan. Itu berhasil membuat Valeryn seolah kembali tak berkutik. Entah kenapa pertanyaan sederhana itu terasa begitu istimewa untuknya, hingga matanya kini sudah memanas dan siap kapanpun jika harus meneteskan air beningnya. Meski, Valeryn juga
Menelan ludahnya dengan paksa, Valeryn berusaha mengatur nafasnya agar lebih tenang. Pasalnya, Vee baru saja mengajukan pertanyaan yang mampu membuat jantungnya berdebar tak normal. Dua kali lebih cepat dari biasanya. Untuk ke sekian kalinya, dia dibuat tak berkutik oleh pria itu."Jadi, bagaimana?" tanya Vee sekali lagi saat mendapati Valeryn hanya terdiam menatapnya dengan tajam. Seolah baru saja menyatakan sebuah peperangan."Apa maksudmu, Vee?" tanya Valeryn bersikap seolah tak mengerti akan maksud Vee di sana.Vee mengangkat kedua bahunya. "Kurasa kau tahu maksudku, Ryn. Apa perlu aku menjelaskannya? Kau dan aku kita bisa tid—""Simpan semua penjelasanmu. Aku tak membutuhkannya. One night stand, kita hanya sebatas itu, Tuan Vee." Valeryn berucap dengan penuh penekanan. Bersamaan dengan itu, dia berlalu dari hadapan Vee. Berjalan meninggalkan pria yang kini berdiri dengan senyuman miringnya, menatap Valeryn yang kini sudah berjalan ke arah kamar
Setelah sekian lama terdiam dengan mata yang saling bersitatap, Valeryn lebih dulu mengalihkan pandangan matanya. Dia tidak mampu untuk lebih tenggelam ke dalam dunia Vee yang terlihat di kedua bola matanya. Rasanya, dia hampir saja kembali luluh dan bisa-bisa dia kembali melakukan hal bodoh seperti semalam."Untuk apa yang terjadi semalam aku mau—""Mau memintaku untuk melupakannya? Atau bertanggung jawab karena takut aku melarikan diri? Jika itu yang akan kau katakan, sepertinya kau terlalu banyak menonton film." Vee memotong pembicaraan Valeryn di sana. Satu alisnya sudah terangkat menatap Valeryn dengan senyuman miringnya.Valeryn akui, tebakan Vee memang benar. Tapi bukan meminta pertanggung jawaban Vee, karena dia sadar kalau dia lah yang membua
Pertanyaan dari Valeryn mampu membuat Vee terdiam. Batinnya saling berargumen untuk menentukan jawaban yang akan diberikan pada Valeryn. Sorot matanya menatap sosok yang kini menahan tangannya, menggigit bibir bagian dalamnya, Vee mendekatkan wajahnya pada Valeryn. Membisikkan sesuatu di sana.Kini giliran Valeryn yang terdiam setelah mendengar apa yang Vee bisikan. Menatap pria itu dengan tangan yang mulai dia lepaskan dari Vee."Ayo," ajak Vee. Berganti dengan dirinya yang menarik lengan Valeryn. Membuat situasi mereka kini rasanya telah berbalik.Awalnya, Valeryn sempat terdiam dan enggan untuk melangkah. Namun, pada akhirnya Valeryn mengikuti langkah Vee yang menarik lengannya lembut. Mengekor di belakang pria itu tanpa ada sepatah kata pun yang dia ucapkan. Menurut begitu saja seperti seekor kucing yang mengikuti sang pemilik.Hanya membutuhkan sedikit waktu untuk mereka sampai pada mobil milik
Alkohol, rasanya tidak mungkin jika di acara seperti ini tak ada alkohol. Apalagi, acaranya di adakan di sebuah Beach club. Jelas alkohol adalah menu utama meski tepat di samping tempat ini adalah sebuah restoran. Namun, yang menjadi primadonanya di sini adalah alkohol itu sendiri. Bahkan, yang sedang meliuk-liuk menari sesuai irama musik pun memegang satu gelas alkohol di tangannya."Maaf karena mengantarku kau jadi terlambat datang kemari," Valeryn yang sejak tadi terdiam akhirnya membuka suara.Vee menoleh pada Valeryn, lagi-lagi menunjukan senyumnya. Entah senyuman yang ke berapa sekarang. "Berhenti meminta maaf, Valeryn.""Pasti aku mengganggu acaramu dengan temanmu, ya?" tanya Valeryn dengan raut wajah tak enaknya.Vee menggeleng. "Tidak, tanpa aku juga mereka bisa menikmati acaranya.""Baiklah, jangan tinggalkan aku kalau begitu," ucap Valeryn dengan tangan yang sudah mera
Desain pakaian yang di sediakan di tempat Vee ini memang luar biasa. Mampu membuat Valeryn kalap sendiri, hingga membeli beberapa pakaian yang sebenarnya juga memang sangat dia butuhkan untuk satu minggu ini selama masa liburannya. Valeryn yang berkali-kali berdecak kagum mampu membuat senyum Vee tak luntur sekalipun. Tentu saja senang dan merasa bangga secara bersamaan."Kau bisa menitipkan barangmu di sini kalau kau akan pergi dulu ke tempat lain," tawar Vee karena melihat beberapa pakaian yang Valeryn beli. Pasti akan sangat merepotkan jika membawanya."Tidak perlu, lagi pula aku akan kembali ke hotel saja." Sebuah senyuman dia tunjukan, tangannya bergerak meraih beberapa kantung berisi pakaian yang baru saja dia bayar. Sisanya, Vee lebih dulu meraihnya, membantu."Oh? Ke hotel? Tidak ke tempat lain?" Cukup terkejut untuk Vee.Dia sudah berbincang dengan Valeryn soal liburan wanita itu. Tidak meny