Share

WISATA MASA LALU 2

Penulis: Ahgisa
last update Terakhir Diperbarui: 2023-01-25 08:15:36

Saat Samudera sedang asik memandang Diani, pemilik mata bulat itu ikut memandang Samudera. Samudera mengalihkan pandangannya dengan perlahan agar tak terlihat mencurigakan. Entah mengapa saling pandang dengan Diani membuatnya berdegup.

Tak mendengar sapaannya dibalas, Samudera segera membuka suaranya kembali untuk menutupi rasa salah tingkahnya.

“Perkenalkan nama saya Samudera, kalian bisa panggil saya Pak Sam. Seperti kata Pak Budi tadi, saya akan mengajar kalian matematika dan bahasa inggris selama kurang lebih empat bulan ini. Mohon kerjasamanya. Mungkin ada yang mau bertanya?” ucap Samudera dengan senyuman sejuta wattnya yang membuat banyak siswi di kelas itu rasanya kehabisan nafas diberondong oleh senyuman manisnya.

“Pak, kok cuma sebentar sih? Ilmunya belum nyerep lho, Pak!” protes Cantika, salah satu siswi yang selalu terlihat centil.

“Iya, Paaak!” koor siswi dalam kelas itu.

“Seperti yang tadi Pak Budi bilang, saya harus kembali untuk melanjutkan studi saya. Semoga saja ilmu yang saya bagikan bisa terserap dengan baik ya. Mungkin ada pertanyaan lainnya?”

“Pak! Umur berapa, Pak?”

Entah siapa yang bertanya, tapi ruangan itu mendadak senyap dan mendengarkan dengan seksama?

“Saya masih umur dua puluh satu tahun. Ada lagi?”

“Uuuuuhhh..” teriak para siswi kegirangan.

“Panggil Mas aja boleh gak, Pak?” seru Cantika keras.

“Boleh, Pak!” kembali sorakan para siswi yang menggema dalam ruangan dan dibalas suara sumbang para siswa laki-laki yang jumlahnya lebih sedikit, hanya sepuluh orang.

“Huuuu!”

“Apa sih! Pada sirik ya ini laki-laki,” ucap beberapa perempuan yang tidak terima diteriaki oleh para teman lelaki mereka.

“Sudah – sudah! Haduuuh.. kalian ini! Nanti guru kalian kabur sebelum mengajar. Sudah segitu dulu ya, ketemu dan tanya-tanyanya waktu jam pelajarannya Pak Samudera aja. Sudah saya kembali dulu sama Pak Samudera,” ucap Pak Budi dengan benar-benar beranjak dari tempat duduknya.

“Yaaahh.. Paakk..”

“Saya permisi dulu, kita bertemu lagi di kelas pertama nanti,” ucap Samudera yang saat itu juga mengikuti langkah kaki guru senior di sekolah itu. Matanya yang berwarna coklat terang tidak sengaja bertabrakan dengan mata bulat seorang gadis. Samudera tersenyum tipis ke arah gadis itu dan segera berlalu meninggalkan ruangan kelas itu.

Samudera jelas mengingatnya. Gadis yang paling sibuk di antara semua temannya yang menatapnya dengan tatapan mendamba. Gadis yang tak ter-distrak oleh lingkungannya dan sibuk dengan rasa bersalahnya. Kacamata bulatnya bahkan terlihat menggemaskan bagi Samudera. Ekspresinya dengan sesekali menarik ingusnya agar tak keluar membuat Samudera terkekeh dalam hati. 

***

*Samudera POV*

Tanpa terasa aku melengkungkan bibirku saat mengingat pertemuan pertamaku dengan Diani. Pertemuanku dengan adik Riani memang terjadi di sekolah. Aku tak pernah tahu sebelumnya bahwa Riani punya adik, sampai di pemakaman kedua orang tua Riani. Barulah aku tahu, bahwa murid pintar dengan sifat cengeng yang menarik perhatianku adalah adik Diani.

“Sam, gue ngomong panjang lebar gitu, lo dengerin gue kan?” tanya Riani dengan muka jutek.

Aku hanya menggaruk tengkukku yang tak gatal.

“Dimana adik lo? Udah lama gue gak lihat dia. Gue bahkan sampe lupa lo masih punya adik karena sering gue kesini, adik lo gak pernah nongol.”

“Adik gue sibuk, cari duit buat gue. Semua ini gak murah, Sam. Dia sampe sekarang bahkan gak pacaran, cuma kerja terus!”

“Tau dari mana lo kalo adek lo gak pacaran?”

“Gue yakin! Gue kan tadi udah ngomong gimana Diani. Lo sibuk ngelamun sih! Adik gue itu arsitek, Sam. Jam kerjanya gila-gilaan. Bahkan buat nemenin gue aja, kadang dia harus bawa kerjaan dari kantornya. Dia baru aja pulang dari Bali karena perusahaan dia dapat proyek di Bali. Makanya seminggu kemarin lo gak ketemu dia, ya karena dia lagi kerja.” Riani mengambil nafas panjang sebelum melanjutkan kalimatnya.

“Waktu gue bilang lo gak usah kesini, Diani dua hari ada disini. Nginep disini,” ucap Riani sambil menatapku lekat.

Kalau aku pikir lagi, melihat kondisi Riani, aku yakin memang dana yang dikeluarkan Diani tak sedikit. Hebatnya lagi, dia mampu membiayai kakaknya. Aku yakin, dua tahun disini dengan kondisi Diani saat ini bisa menghabiskan uang setara membeli mobil city car baru atau bahkan lebih.

Aku tak bisa membayangkan bagaimana dirinya saat semua kejadian ini terjadi. Gadis ringkih yang cengeng itu, bagaimana caranya bertahan sejauh ini?

“Sam, please! Gue titip Diani. Ya?” pertanyaan Riani kembali membuatku memusatkan perhatian kepada Riani.

“Titip kan gak harus dinikahi, Ri. Gue bisa bantu jagain dia sampai dia nemu laki-laki yang tepat menurut dirinya sendiri,” terangku mencoba membuka  pikirannya.

“Sam, gue udah bilang. Dia itu pasti takut sama komitmen. Semua hubungan di keluarga kami itu hancur, berakhir kayak gini. Bantu gue, Sam. Gue cuma mau pergi dengan tenang,” ucap Riani memohon dengan air mata yang sudah menggenang di pelupuk matanya.

“Ri, gue udah bilang ya! Gue gak suka lo ngomong gini!” hardikku. 

Sekalipun aku tahu kemungkinannya kecil untuk bertahan lebih lama dengan rasa sakit yang mendera tubuhnya. Aku jelas membenci kata-kata itu. Rasanya aku kesal diingatkan soal kenyataan yang membuatku tidak bisa melakukan apapun untuknya.

“Tolong Sam,” ucapnya dengan suara tercekat dan air mata yang mengalir.

Aku menghela nafas kasar. Aku benci melihat perempuan menangis, siapapun itu. Bukan karena tak menyukai air matanya, tapi aku tak tahu bagaimana caranya membuat hati mereka baik-baik saja.

“Oke kalau lo mau itu. Tapi ada syaratnya –“

“Apa?” tanya Riani terdengar sedikit bersemangat.

“Lo harus terus punya semangat untuk hidup. Kalau gue jadi iparan sama gue, lo harus nurut sama gue,” ucapku sambil menatapnya lekat yang tanpa aku sadari kami jarak kami sudah dekat.

Bola mata Riani yang semula menatapku, kini sudah mulai bergerak ke kanan dan ke kiri seolah gelisah. Tak ada jawaban apapun dari mulutnya. Sampai aku menaik turunkan alisku untuk memberinya kode agar segera menjawab penawaranku.

“Iya! Bawel! Munduran lo! Mulut lo bau sambel terasi” ucapnya ketus.

Aku terkekeh melihat wajahnya yang kesal. Aku pun menurutinya untuk memberi jarak pada wajah kami. Tanganku terulur mengusap sisa air matanya dan juga lendir yang juga sudah tak lagi bisa ia tarik.

“Gak jijik lo bersihin ingus gue,” tanya Riani dengan canggung tapi mukanya malah terlihat jutek. Membuatku tertawa kecil.

“Gak, gue malah risih kalau nangkring di bibir lo. Iyuh!” jawabku menggodanya.

“SAM!” teriaknya membuatku tertawa keras karena wajahnya yang sudah merah padam.

Setidaknya, membuat Riani dalam keadaan seperti ini sudah cukup bagiku. Walaupun aku tak tahu, bisa menepati janjiku atau tidak. Untuk saat ini, aku hanya bisa memberikan ketenangan untuk Riani. Gadis yang dulu gesit dan kini aku pastikan tawa lebarnya telah hilang akhir-akhir ini karena tak lagi memiliki semangat hidup. Hidupnya tertawan di ranjang rumah sakit, entah sampai kapan.

***

Bab terkait

  • Bukan Cinta Duda Biasa   MENGGANGGU

    Embun memandangi foto pernikahan Samudera dan mendiang menantunya yang terpajang di sudut meja ruang keluarga. Senyuman di bibirnya terlihat getir kala menatap foto yang menampakkan kebahagiaan bertahun-tahun lalu.Tak ada yang menyangka bahwa beberapa bulan setelah foto itu diambil, hidup mereka tak lagi sama.Enam tahun kejadian itu berlalu, tapi Samudera, putra bungsunya, masih berkutat dengan masa lalunya. Seolah tak mau beranjak dari sana.“Apa kabar menantu dan cucu Mama? Kalian senang disana?" ucap Embun yang kini sudah mengusap lembut foto Tania yang terlihat cantik dengan gaun mewah yang memperlihatkan perut buncit Tania."Tan, bantu Mama bujuk Sam. Mama benar-benar kasihan liat dia sendirian. Kamu tahu kan, hidupnya seperti robot, Tan. Kantor, rumah, gitu terus. Mungkin sekarang dia gak kerasa kesepian. Tapi, menua sendirian pasti sangat sepi, Tan. Mama–""Ma," sapa Samudera memotong ucapan Embun.Laki-laki dengan tubuh jangkung itu kini sudah berada di belakang tubuh Mamanya

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-29
  • Bukan Cinta Duda Biasa   SEANDAINYA BISA

    "Segitu ngeganggunya ya gue, Kak?"Pertanyaan itu berhasil membuat Lian menatap sedih adiknya."Lo boleh temui Ruby, kapanpun lo mau. Tapi, please. Kasih gue dan Ruby space, Sam. Dia anak gue. Gue pengen nge-didik dia dengan cara gue. Kak Davino juga pengen banget ngabisin banyak waktu sama anaknya satu itu.""Ruby, gue angkat anak ya Kak. Biar dia ikut gue," mohon Sam."Gak, Sam. Gue masih sanggup dan lebih dari mampu untuk ngurus dia sendiri. Gimana pun dia anak gue dan gue sayang banget sama dia. Gue gak bisa kalau harus pisah dari dia. Jangan egois Sam," ucap Lian dengan tenang walaupun kesedihan mulai menyusup di hatinya."Lo sedih jauh dari Ruby, apa kabar suami gue? Dia selalu ngalah buat apapun demi lo, karena buat dia, elo itu adik kesayangannya. Gue tau semuanya berat buat lo, tapi please, ngerti juga keadaannya.""Hidup gue sepi Kak, kalau gak ada Ruby," ucap Samudera sambil menunduk, menyembunyikan wajah sendunya."Itu kenapa Mama minta lo nikah, Sam. Sekarang ataupun nant

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-29
  • Bukan Cinta Duda Biasa   TENTANG DIANI

    *Diani Pov*Aku beranjak dari tempat dudukku, menatap lelah tumpukan pekerjaan yang rasanya tak ada habisnya. Mati satu, tumbuh seribu. Begitu istilahnya.Setelah kepulanganku dari Bali, pertengkaranku dengan Kak Riani kembali terjadi. Aku kira keinginannya untuk mengakhiri hidupnya telah sirna. Karena selama aku di Bali, tak kudengar kabar dia mengeluhkan keadaannya. Ternyata, aku salah.Kini tak hanya keinginan menyudahi hidupnya, ia malah sibuk mencari laki-laki kurang ajar yang menelantarkan dirinya sendirian setelah kecelakaan yang turut melibatkan manusia terkutuk itu. Sampai sekarang, aku tak habis pikir. Kenapa Kak Riani masih mencari laki-laki brengsek itu? Laki-laki yang beruntung hanya karena truk yang menabrak mobil mereka ikut bersalah. Seandainya itu kecelakaan tunggal. Sudah ku tuntut pria itu, tak peduli berapapun uang yang akan aku keluarkan.Ego prianya yang menjijikkan membuat Kakakku kehilangan dunianya. Tak lagi bisa menapakkan kakinya, bahkan untuk sekedar duduk

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-30
  • Bukan Cinta Duda Biasa   DIANI DAN DIRINYA

    *DIANI POV*Hari itu adalah kali terakhir aku bertemu Reval. Tak pernah lagi aku mendengar kabarnya, aku pun tak mau tahu bagaimana kabarnya setelah membuat Kakakku hidup dalam neraka yang ia buat. Enyah dari hidup kami, adalah keputusan terbaik yang pernah dia buat.Mungkin itulah alasannya tak ada perpisahan untuk Kak Riani. Tapi, laki-laki tak tahu malu itu benar-benar keterlaluan. Hingga kini ia pun tak pernah mengucapkan kata perpisahan untuk Kak Riani. Laki-laki pengecut! Bagaimana bisa ada manusia tanpa empati sepertinya? Ya Tuhan, aku benar-benar mengutuk perbuatannya.Mataku kini beralih menatap ke dalam sebuah foto. Foto Keluarga yang berisi ayah, ibu, dan dua anak perempuannya. Senyum mereka tulus. Pasti tak akan ada pikiran, bahwa bertahun-tahun setelahnya, keluarga itu hancur karena ego seorang laki-laki yang hanya mementing

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-31
  • Bukan Cinta Duda Biasa   BERTAHAN HIDUP

    Drrttt.. drrttt..Getaran dari saku Diani membuat gadis itu terbangun. Badannya terasa remuk redam akibat tidur dalam posisi duduk. Ia mencoba untuk meregangkan otot-otot tubuhnya sambil mengerjapkan matanya berharap kesadarannya segera berkumpul.Diani baru mengambil ponselnya setelah getarannya terhenti. Ia melihat pada waktu yang tertera di ponselnya. Pukul tujuh pagi dan nama bos besar pemilik perusahaannya sudah nampak di menu panggilan tak terjawab.Diani hanya menghembuskan nafasnya lelah. Dia menoleh ke arah Kakaknya. Merapikan anak-anak rambut yang dirasa mengganggu wajah Riani. Senyuman tipis menghiasi wajah putih bersih Diani melihat Kakaknya tidur dengan damai.Diani bergegas mandi dan bersiap untuk bekerja lagi. Hari ini ada proyek penting yang haru

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-01
  • Bukan Cinta Duda Biasa   RIANI DAN KEBAHAGIAANNYA

    Drrt.. Drrt.. Diani baru saja meletakkan pantatnya saat ponselnya kembali bergetar. Emosinya kini memuncak. Baru saja ia selesai melakukan meeting untuk pematangan konsep hingga melupakan jam makan siangnya. Kini telepon masuk kembali terdengar dari ponselnya. Ia sudah bersumpah serapah jika itu bosnya. Berdoa agar bosnya terkena tipes karena sangat gila kerja. Baru saja ia akan mengumpat, namun wajahnya berubah panik ketika melihat nama Grace yang terpampang disana. “Halo Kak Grace? Ada apa Kak?” tanya Diani dengan wajah panik sambil menggigit kuku ibu jarinya. Diani akan selalu begitu jika dia sedang cemas. “Hai, sore Di. Maaf ya, gue ganggu. Lo sore ini ke rumah sakit?” ucap Grace dari ujung sana terdengar tenang. “Iya, habis ini Diani kesana. Ada sesuatu Kak?” tanya Diani masih panik dengan tubuh menegang. “Gak ada apa-apa. Kakak lo nanya aja. Yaudah, kalau gitu nanti gue sampein.” “Beneran gak ada apa-apa? Kak Riani kemana? Kenapa Kakak yang telepon? Biasanya kan Kak Rian

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-01
  • Bukan Cinta Duda Biasa   SUDUT PANDANG BERBEDA

    *Diani POV* “Hai, Kak!” sapaku pelan saat menemukan kak Riani sedang memakai kacamata baca dengan posisi ranjang rumah sakit setengah terduduk. Hebatnya lagi, satu tangan kanannya yang tergolek lemas di ranjang sedang dengan posisi memegang mouse. memang tangan Kak Riani tak sepenuhnya lumpuh, tapi aku tetap takjub karena dia bisa menggunakan telapak tangannya dan jarinya untuk memijit dan menggulir mouse yang terhubung dengan laptop dihadapannya. “Diani, pulang sore? Tumben?” tanya Kak Riani terdengar heran. “Iya, kebetulan kerjaan udah selesai semua Kak. Jadi aku minta balik cepet. Kakak lagi apa sih? Kayaknya sibuk? Ini laptop siapa?” tanyaku yang tak suka melihat kak Riani terlihat lelah denga

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-02
  • Bukan Cinta Duda Biasa   RIANI DAN SAMUDERA

    *Riani POV* “Kenapa? Apa ruangannya terlalu panas? Mau dinaikin suhunya?” tanya Samudera polos. Dasar pria bodoh dan tidak peka’! Dia masih sama saja. Membuatku jadi tertawa geli. Inilah yang membuatku selalu gagal terbawa perasaan dengan Samudera. Sepertinya, satu-satunya hal yang mudah dia pahami adalah perasaan mantan istrinya. “Malah ketawa lo! Serem ih,” ucapnya sambil bergidik ngeri. Tawaku malah semakin menjadi melihat wajah takutnya. Samudera dengan badan kekarnya masih tak berubah. Laki-laki yang selalu takut dengan sesuatu yang mistis. Aneh sekali. Muka dengan keberaniannya soal hal-hal gaib berbanding terbalik. “Udah ah. Banyak drama, sini! Gue harus apa?” Samudera kembali mendekat ke

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-02

Bab terbaru

  • Bukan Cinta Duda Biasa   END EXTRA PART (DIANI POV)

    Sudah lebih dari enam bulan aku tak mendengar kabar putra pertamaku. Permata hatiku yang mengajariku banyak hal. Dialah yang menyatukanku dengan Samudera. Jika bukan karena anak laki-laki pertamaku, mungkin pernikahanku tak akan bisa sejauh ini. Apa kabarmu, Banyu? Ibu sangat rindu. Ibu juga bertanya-tanya, apakah cucu Ibu sangat mirip denganmu waktu kecil. Ibu memang kecewa. Tapi, Ibu juga sebenarnya sangat antusias dan menanti kabar kalian. Kenapa kamu memilih memutus hubungan kita seperti ini. Sampai kapanpun, kamu adalah bayiku Banyu. Betapapun kecewanya Ibu, Ibu akan tetap menyayangimu dan memaafkan segala kesalahanmu. Mungkin kamu harus menerima hukuman atas apa yang kamu lakukan, tapi kasih sayang Ibu tidak akan pernah luntur untukmu, nak. Pulanglah, Banyu. "Ibu?" suara Aga terdengar di telingaku. Saat aku membuka mata, anak tengahku dengan konyolnya memunculkan kepalanya dan badannya masih berada di balik pintu. "Kamu ngapain, sih?" tanyaku dengan tergelak kecil. "Ibu ud

  • Bukan Cinta Duda Biasa   EXTRA PART (BANYU POV XIII)

    Usia kehamilan Meira sudah menginjak tiga puluh lima minggu. Lima minggu lagi dokter memperkirakan bayi mungil kami akan lahir. Aku sudah tak sabar untuk menyambut bayi mungil kami.Di rumah sederhana milik kami, sebuah kamar yang dipersiapkan untuk bayi mungil kami sudah siap dengan peralatan yang lengkap. Demi Meira, aku juga pulang pergi Solo - Yogyakarta setiap harinya. Naik kereta atau bis, apa saja yang ada supaya aku bisa setiap hari bersama Meira. Meski kadang aku bisa sampai tengah malam dan pagi harus kembali berkuliah, yang terpenting aku tak meninggalkan Meira sendiri.Seperti pagi ini, aku sudah berada di stasiun setengah tujuh pagi. Kereta commuter ini memang baru ada di jam ini. Sampai di yogyakarta, aku punya waktu kurang lebih dua puluh menit sebelum kelas pertamaku di mulai.Seperti biasa, hari-hariku padat. Di waktu pergantian kelas dan senggang sekitar satu hingga dua jam, aku sempatkan untuk menelepon ke bengkel yang sekarang sepenuhnya di urus Attar untuk membic

  • Bukan Cinta Duda Biasa   EXTRA PART (BANYU POV XII)

    Rasanya tidurku baru beberapa menit karena aku bangun dalam keadaan sakit hampir di sekujur tubuh. Padahal seingatku yang di hajar hanya wajahku, tapi rasa sakit yang aku rasakan mendera hampir seluruh tubuhku.Suara telepon memekakkan telingaku, membuatku segera menyambar ponselku dan mendapati nama Meira di sana. Cepat-cepat aku mengangkat telepon milik Meira."Haalo, Mei? Kenapa telepon pagi-pagi?""Nyu..""Iya, kenapa Mei?" tanyaku dengan degup jantung yang bahkan bisa aku dengar sendiri.Hening menyeruak diantara kami. Meira masih saja bungkam di seberang sana."Mei?""Aku-- aku hamil, Nyu."Pernyataan singkat itu membuatku terdiam juga. Aku seolah bermimpi. Benarkah dengan sekali percobaan Meira bisa langsung hamil? Apa aku bermimpi?"Nyu-- aku hamil. Aku..""Kamu dimana, Mei?" tanyaku memotong ucapan Meira."Aku di kos.""Pulang ya, Mei. Aku beliin tiket pesawat.""Nyu, aku gak mau.." ucap Meira dengan nada bergetar di ujung sana."Apa maksud kamu gak mau?" tanyaku dingin."Aku

  • Bukan Cinta Duda Biasa   EXTRA PART (BANYU POV XI)

    Aku tidak pernah segugup ini sebelumnya. Rumah Meira terasa begitu dingin bagiku yang baru pertama kali ini memasukinya.Pria di hadapanku menatapku dengan dingin. Melihatnya aku jadi menyadari bahwa posisiku sudah salah, jadi wajar jika pria di hadapanku begitu murka nanti saat aku menjelaskan semuanya. Mau bagaimana lagi. aku harus mempertanggungjawabkan apa yang sudah aku lakukan.Walaupun ingatanku samar, tapi kejadian malam itu bisa dipastikan adalah kelakuanku yang sangat bodoh. Rasanya terlalu nyata jika itu hanya di dalam mimpi.Pria paruh baya di hadapanku menatapku dengan tatapan permusuhan. Aku tahu ini tidak akan mudah. Tapi, setidaknya aku sudah mencobanya. Dibandingkan kemurkaan Papa Meira, aku yakin kemurkaan Papa lebih mengerikan."Saya selama ini bersama dengan Meira, Om."Pria di hadapanku malah menatapku heran. Mungkin dia bertanya-tanya bagaimana bisa aku bersama anak perempuannya."Maksud kamu?" tanya Om Rahman sambil menaikkan sebelah alisnya."Saya pacaran denga

  • Bukan Cinta Duda Biasa   EXTRA PART (BANYU POV X)

    Sudah akhir minggu dan aku sudah bersiap untuk menuju ke kota sebelah, tempat Meira berkuliah.Aku mengendarai sebuah mobil city car manual untuk sampai ke tempat Meira. Mobil pertama yang aku miliki dengan uangku sendiri ini, berhasil aku beli kemarin.Melihat uang di tabunganku, aku memberanikan untuk membeli mobil yang harganya kurang dari seratus juta dengan fasilitas yang seadanya buatku. Tapi tidak masalah, aku ingin Meira hidup dalam kenyamanan. Setidaknya ini yang bisa aku lakukan untuknya saat ini. Aku berjanji akan bekerja lebih keras untuk bisa memberikan hidup yang jauh lebih dari kata nyaman.Saat aku sampai di kampus Meira, suasananya cukup sepi. Hanya tampak beberapa mahasiswa yang berlalu lalang, mungkin karena hari ini adalah hari jum'at.Aku segera menghubungi Meira, namun setelah hampir satu menit tak ada jawaban dari Meira.Kemana lagi perempuanku satu ini. Dia sekarang makin sulit untuk dihubungi. Apa ada yang salah dengan hari terakhir kami bertemu? Apa dia traum

  • Bukan Cinta Duda Biasa   EXTRA PART (BANYU POV IX)

    Aku membuka mataku saat cahaya matahari seolah menusuk mataku. Belum lagi suara ponsel yang menggema kencang tepat di telingaku.Aku segera meraba sekitarku tanpa membuka mataku. Aku berhasil menggapai ponselku sambil mengeratkan selimut yang semula hanya sebatas dada untuk menutup tubuhku hingga leher.Sedikit aku membuka mata hanya untuk memencet tombol hijau di ponselku. Aku bahkan tak melihat siapa yang meneleponku."Halo,""Banyu! Kamu dimana? Kenapa telepon Ibu baru kamu angkat?!" mendengar suara khawatir Ibu membuatku memaksa seluruh kesadaranku untuk terkumpul."Emh, Ibu."Aku menjauhkan ponselku dan mengecek berapa banyak panggilan yang terlewat olehku. Aku sedikit memicingkan mata saat melihat angka tiga puluh dan jam yang menunjukkan Ibu sudah meneleponku semalam suntuk."Kamu semalem minum-minum kan sama temen kamu?! Kamu dimana sekarang?! Kenapa kamu susah banget di hubungi!" suara panik Ibu semakin menjadi.Kenapa Ibu bisa tahu aku minum semalam?Ponselku berdering dan m

  • Bukan Cinta Duda Biasa   EXTRA PART (BANYU POV VIII)

    Aku merasa keputusanku untuk bersekolah di Jogja sangatlah tepat. Aku bisa melihat Meira setiap Sabtu dan Minggu. Bahkan saat aku suntuk, aku hanya tinggal membeli tiket kereta untuk pergi ke Solo.Seperti Hari ini, aku menghubungi Meira untuk bertemu. Namun, kali ini Meira ingin dirinya lah yang berangkat ke Jogja. Katanya ia ingin mencari suasana lain. Aku pun setuju dengan permintaan Meira.Aku menjemputnya di stasiun yogyakarta, biasanya disebut stasiun tugu. Aku menunggu di atas motor matic yang aku beli sendiri dari hasil keuntungan bengkel. Daripada memarkirkan motorku. Aku lebih memilih untuk menunggu di depan stasiun.Lima belas menit berlalu, aku melihat gadis mungil berlari kecil ke arahku. Rambut hitam legamnya bergerak mengikuti langah kakinya. Aku selalu tersenyum melihat tingakhnya yang menggemaskan.Dia nampak terengah saat sampai di hadapanku. Peluh terlihat membanjiri dahinya."Makanya gak usah lari-lari. Ngapain sih lari-lari segala? Aku kan tetep di sini. Aku gak m

  • Bukan Cinta Duda Biasa   EXTRA PART (BANYU POV VII)

    Aku menjalani masa terakhirku disekolah dengan menyenangkan. Meira yang jauh di sana membuatku bisa fokus mengurus bengkel dan ujian akhir sekolah. Walaupun kami jauh, tak ada hari tanpa kami mengabari satu sama lain. Aku meneleponnya saat malam hari dan saling bertukar cerita tentang bagaimana hari kami berlangsung. Meski hubungan kami sedekat ini, nyatanya aku dan Meira tak berniat untuk memperjelas hubungan kami. Aku pikir, dekat saja sudah cukup untuk kami. Dengan saling mengabari dan menjaga hati masing-masing, kami bertekad untuk bersama. AKu mengasumsikan bahwa hubunganku bisa disebut hubungan pacaran. Malam ini aku sudah berada di depan komputer dengan headset yang terpasang. Dengan cepat aku mengklik beberapa bagian, hingga muncul nama Meira di komputerku. Lama aku menunggu, Meira tak kunjung menjawab teleponku. Kemana dia? Ketika sambungan terputus, aku mencoba untuk menghubungi Meira melalui sambungan telepon. Tersambung, tapi Meira tidak mengangkatnya. Baru pertama kal

  • Bukan Cinta Duda Biasa   EXTRA PART (BANYU POV VI)

    Mama membawa seorang laki-laki yang nampaknya umurnya tak jauh dariku. Disampingnya ada seorang gadis muda yang masih aku tebak-tebak. Apakah dia Lila? Gadis kecil yang pernah aku temui dengan pipi tembamnya.Jika benar dia adalah Alila, sungguh ia berbeda sekali dengan gadis kecil yang aku kenal dulu. Gadis kecil pemberani yang selalu mengangkat dagunya dengan binar cerah terpancar dari matanya."Ini namanya Dimas, dia yang akan jaga rumah kita setiap hari karena rupanya dia mau pulang pergi dari kota kemari. Dekat katanya."Setelah mengatakan itu, Ibu kemudian berdiri di seberang Gadis yang semenjak kedatangannya hanya menatap lantai rumah kami."Ini Abang, pasti kenal. Dulu beberapa kali main bareng kan? Ini Lila Bang!" ucap Ibu dengan mata berbinar.Aku menjabat tangan DImas lalu beralih pada Lila. Gadis itu nampaknya ragu-ragu untuk menyambut tanganku. Entah mengapa jiwa jahilku muncul. Dengan cepat aku meraih lebih dahulu tangan Lila.Lila nampaknya terkejut dan langsung menatap

DMCA.com Protection Status