Share

MENGGANGGU

Author: Ahgisa
last update Last Updated: 2023-01-29 20:00:37

Embun memandangi foto pernikahan Samudera dan mendiang menantunya yang terpajang di sudut meja ruang keluarga. Senyuman di bibirnya terlihat getir kala menatap foto yang menampakkan kebahagiaan bertahun-tahun lalu.Tak ada yang menyangka bahwa beberapa bulan setelah foto itu diambil, hidup mereka tak lagi sama.

Enam tahun kejadian itu berlalu, tapi Samudera, putra bungsunya, masih berkutat dengan masa lalunya. Seolah tak mau beranjak dari sana.

“Apa kabar menantu dan cucu Mama? Kalian senang disana?" ucap Embun yang kini sudah mengusap lembut foto Tania yang terlihat cantik dengan gaun mewah yang memperlihatkan perut buncit Tania.

"Tan, bantu Mama bujuk Sam. Mama benar-benar kasihan liat dia sendirian. Kamu tahu kan, hidupnya seperti robot, Tan. Kantor, rumah, gitu terus. Mungkin sekarang dia gak kerasa kesepian. Tapi, menua sendirian pasti sangat sepi, Tan. Mama–"

"Ma," sapa Samudera memotong ucapan Embun.

Laki-laki dengan tubuh jangkung itu kini sudah berada di belakang tubuh Mamanya. Senyuman getir terlukis jelas di wajah tampannya.

Embun hanya memandang wajah anaknya sekilas. Ia segera mengalihkan pandangannya ke arah jendela. Menatap kosong bunga-bunga yang tumbuh subur di halaman rumahnya.

Embun tak mau berbicara apapun saat ini. Bujukannya untuk menyuruh Samudera menikah membuat lidahnya kelu. Entah sudah berapa kali Embun berusaha untuk meluluhkan hati Samudera. Agar anak semata wayangnya itu mau membuka hatinya kembali. Tapi, hasilnya masih saja nihil.

Embun menyadari bahwa Samudera bukan lagi anak-anak. Tak perlu ia membujuk Samudera berulang kali untuk keinginannya yang hingga saat ini tak dikabulkan putra semata wayangnya.

"Mama akhir-akhir ini banyak diemin aku lho," bujuk Samudera sambil memeluk ibunya dari belakang.

Embun masih enggan mengeluarkan suara. Ia tahu, berdebat dengan bungsunya hanya akan menambah kejengkelan dalam hatinya. Samudera yang keras kepala, tak akan mudah untuk diluluhkan hatinya jika soal pendamping hidup.

Embun tahu betul, bagaimana cinta anaknya kepada menantunya. Laki-laki itu belum pernah membuka hatinya pada wanita lain. Jatuh cinta pertamanya adalah menantunya. Pasti sulit untuk menyisihkan ruang hati Sam untuk wanita lain.

"Mama segitu pengennya punya menantu perempuan lagi sampe ikut bujuk-bujuk istri aku. Cemburu nanti dia, Ma."

"Mama kenal sama Tania lebih lama dari kamu. Mama yakin kebahagiaan kamu, itu juga kebahagiaan Tania," jawab Embun dingin.

"Tania itu cemburuan, Ma. Mama gak tau itu," kenang Sam dengan senyum tipis. Ia berusaha bertingkah lucu walaupun ia tahu bahwa ini bukan saat yang tepat.

Benar saja, hal itu membuat emosi Embun tersulut. Wanita paruh baya itu menghela nafas kasar. Embu menatap nanar ke dalam mata Samudera.

"Sam, ikhlasin Tania. Mama mohon! Mama yakin, dia juga mau kamu happy!"

"Ma, aku happy! Who said I'm not happy?" tegas Samudera.

"Sam, Mama ini Mama kamu–"

"Ya Mama emang Mama aku, terus? Ma, Samudera itu udah gede. Ruby-nya Sam aja udah masuk TK. Sam itu–"

"Sam, dia anak Kakakmu. Kamu itu sehat. You can have your own, Nak. Ruby punya Mama dan Papanya. Kamu gak bisa terus-terusan ikut mencampuri urusan ruby, Sam!" ujar Embun yang kini sudah menghadap Samudera. Menatap lekat penuh harap bungsunya sambil mengusap lembut pipi yang dipenuhi cambang tipis itu.

Kata-kata Embun terasa menusuk di hatinya. Seolah mengingatkan bahwa statusnya kini bukanlah orang tua. Ingatannya tentang Sania Putih Adnan, anaknya, terasa menyayat hatinya. Setelah sekian tahun ia menganggap Ruby seperti anaknya sendiri, baru kini ia ditentang atas pemikirannya. Tidakkah mereka tahu bagaimana rasanya tak menyandang status apapun setelah kehilangan anak dan istrinya, selain status duda.

Samudera berlalu begitu saja dari hadapan Embun. Ia berjalan cepat menuju kamarnya. Tak peduli dengan panggilan Mamanya yang terdengar panik. Sam memilih tetap berjalan menjauh dan menutup pintu kamar dengan kekuatan penuh.

BRAK!

Suara debuman pintu itu benar-benar memekakkan telinga. Membuat siapa saja yang mendengar akan berjengit kaget. Begitu juga Embun yang meluruh ke lantai karena hatinya yang makin hancur melihat tingkah Samudera. Ia yakin hubungannya dengan Samudera tak akan baik-baik saja mulai sekarang.

Apa yang dikatakan Embun memang tak salah. Ruby bukanlah anaknya. Ia tak berhak banyak hal untuk mengatur Ruby. Tapi selama ini, Kakak-kakaknya tak pernah sekalipun melarang Sam untuk ikut mengatur Ruby.

Kini mendengar kata-kata Mamanya. Ia merasa tersakiti oleh penggalan kalimat tentang mencampuri urusan orang.

Sam duduk di meja kerja yang ada di kamar itu. Ia memandang foto usg empat dimensi itu dengan mata yang sudah berkaca-kaca.

"Put, Papa kangen kamu–" ucap Samudera tercekat. Ia kini tengah menangis lirih sambil memeluk foto itu.

Putih, panggilan kesayangan Samudera untuk gadis mungilnya yang tak sempat ia sentuh. Hanya tendangan kecil melalui perut Tania yang bisa ia rasakan. Namun sentuhan itu, begitu terkenang di pikiran Samudera. Ia masih bisa mengingat bagaimana rasanya.

"Kenapa Papa gak ikut kalian? Papa kangen Putih, kangen kamu juga, Tan. Gimana bisa aku diminta menjaga orang lain, kalau hatiku saja masih gak rela aku bagi," ucap Samudera pilu.

Samudera mendekap erat foto usg itu. Ia beranjak menuju kasur, lalu meringkuk. Bagai anak kecil menangis tak dibelikan permen. Ia menangis sesenggukan. Hingga rasa lelah mendera tubuhnya. Membuat ia tak lagi sadar, bahwa sedikit demi sedikit matanya terpejam. Hingga akhirnya, dengkuran halus terdengar dengan tubuh yang masih meringkuk dan juga foto yang didekap erat di dadanya.

Tok.. Tok.. Tok..

Ketukan pintu itu berhasil membuat Samudera terbangun. Matanya terasa berat untuk terbuka. Mungkin karena efek bengkak akibat tangisnya tadi.

Tok.. Tok.. Tok..

“Sam, buka. Gue mau ngomong dulu sama lo,” ucap seseorang dari balik pintu. Samudera yakin itu Kakaknya, Berlian.

Walau enggan, ia tetap melangkahkan kakinya menuju pintu kamarnya.

Wanita dengan bayi mungil bernama Amethyst itu merangsek masuk ke dalam kamar Sam.

"Lo berantem apa sama Mama? Mama nangis dari tadi gak mau berhenti," ucap Lian tanpa melihat ke arah Samudera. Ia malah dengan santai meletakkan putri kecilnya di kasur king size milik Samudera. 

Sebelum meletakkan Amethyst Lavelle yang akrab dipanggil Elle, Lian melihat ke arah kasur dan juga bantal Sam. Ada lingkaran besar dengan warna yang lebih gelap. Seketika itu ia juga tahu, bahwa pertengkaran ini mulai serius. 

Samudera telah lama tak menangis. Kali ini, baik Mamanya dan Adiknya benar-benar sudah sama-sama kelewatan atas kekeras kepalaan mereka.

"Sam, dengerin apa kata Mama. Kalau lo gak mau dengerin, minimal lo maklumin omongan Mama."

"Jadi menurut Kakak, gue terlalu ikut campur untuk urusan Ruby? Kenapa lo gak pernah bilang sama gue, Kak? Kenapa baru sekarang?" tanya Samudera tajam.

Ruby? Otak Lian berpikir keras karena gadis kecilnya terseret masalah ini. Lian menatap adiknya sesekali sambil mencerna kata-kata Sam.

"Lo tau kan, buat gue Ruby pengganti Putih Kak. Ruby bisa buat gue bahagia. Kenapa sih Mama bahkan sekarang pakai bawa-bawa Ruby supaya gue nikah!" 

Oh, gitu ceritanya. Ucap Lian dalam hati. Pantas saja adiknya kecewa hingga menangis. Mamanya kini membawa topik sensitif untuk memaksa Samudera menikah.

"Gue bakal pindah dari rumah ini, Sam.”

Bukan jawaban itu yang ingin Samudera dengar. Ia menatap lekat Lian dengan raut wajah penuh kekecewaan.

"Gue bakal pindah ke rumah lo."

"Sam–"

"Segitu ngeganggunya ya gue, Kak?"

***

Related chapters

  • Bukan Cinta Duda Biasa   SEANDAINYA BISA

    "Segitu ngeganggunya ya gue, Kak?"Pertanyaan itu berhasil membuat Lian menatap sedih adiknya."Lo boleh temui Ruby, kapanpun lo mau. Tapi, please. Kasih gue dan Ruby space, Sam. Dia anak gue. Gue pengen nge-didik dia dengan cara gue. Kak Davino juga pengen banget ngabisin banyak waktu sama anaknya satu itu.""Ruby, gue angkat anak ya Kak. Biar dia ikut gue," mohon Sam."Gak, Sam. Gue masih sanggup dan lebih dari mampu untuk ngurus dia sendiri. Gimana pun dia anak gue dan gue sayang banget sama dia. Gue gak bisa kalau harus pisah dari dia. Jangan egois Sam," ucap Lian dengan tenang walaupun kesedihan mulai menyusup di hatinya."Lo sedih jauh dari Ruby, apa kabar suami gue? Dia selalu ngalah buat apapun demi lo, karena buat dia, elo itu adik kesayangannya. Gue tau semuanya berat buat lo, tapi please, ngerti juga keadaannya.""Hidup gue sepi Kak, kalau gak ada Ruby," ucap Samudera sambil menunduk, menyembunyikan wajah sendunya."Itu kenapa Mama minta lo nikah, Sam. Sekarang ataupun nant

    Last Updated : 2023-01-29
  • Bukan Cinta Duda Biasa   TENTANG DIANI

    *Diani Pov*Aku beranjak dari tempat dudukku, menatap lelah tumpukan pekerjaan yang rasanya tak ada habisnya. Mati satu, tumbuh seribu. Begitu istilahnya.Setelah kepulanganku dari Bali, pertengkaranku dengan Kak Riani kembali terjadi. Aku kira keinginannya untuk mengakhiri hidupnya telah sirna. Karena selama aku di Bali, tak kudengar kabar dia mengeluhkan keadaannya. Ternyata, aku salah.Kini tak hanya keinginan menyudahi hidupnya, ia malah sibuk mencari laki-laki kurang ajar yang menelantarkan dirinya sendirian setelah kecelakaan yang turut melibatkan manusia terkutuk itu. Sampai sekarang, aku tak habis pikir. Kenapa Kak Riani masih mencari laki-laki brengsek itu? Laki-laki yang beruntung hanya karena truk yang menabrak mobil mereka ikut bersalah. Seandainya itu kecelakaan tunggal. Sudah ku tuntut pria itu, tak peduli berapapun uang yang akan aku keluarkan.Ego prianya yang menjijikkan membuat Kakakku kehilangan dunianya. Tak lagi bisa menapakkan kakinya, bahkan untuk sekedar duduk

    Last Updated : 2023-01-30
  • Bukan Cinta Duda Biasa   DIANI DAN DIRINYA

    *DIANI POV*Hari itu adalah kali terakhir aku bertemu Reval. Tak pernah lagi aku mendengar kabarnya, aku pun tak mau tahu bagaimana kabarnya setelah membuat Kakakku hidup dalam neraka yang ia buat. Enyah dari hidup kami, adalah keputusan terbaik yang pernah dia buat.Mungkin itulah alasannya tak ada perpisahan untuk Kak Riani. Tapi, laki-laki tak tahu malu itu benar-benar keterlaluan. Hingga kini ia pun tak pernah mengucapkan kata perpisahan untuk Kak Riani. Laki-laki pengecut! Bagaimana bisa ada manusia tanpa empati sepertinya? Ya Tuhan, aku benar-benar mengutuk perbuatannya.Mataku kini beralih menatap ke dalam sebuah foto. Foto Keluarga yang berisi ayah, ibu, dan dua anak perempuannya. Senyum mereka tulus. Pasti tak akan ada pikiran, bahwa bertahun-tahun setelahnya, keluarga itu hancur karena ego seorang laki-laki yang hanya mementing

    Last Updated : 2023-01-31
  • Bukan Cinta Duda Biasa   BERTAHAN HIDUP

    Drrttt.. drrttt..Getaran dari saku Diani membuat gadis itu terbangun. Badannya terasa remuk redam akibat tidur dalam posisi duduk. Ia mencoba untuk meregangkan otot-otot tubuhnya sambil mengerjapkan matanya berharap kesadarannya segera berkumpul.Diani baru mengambil ponselnya setelah getarannya terhenti. Ia melihat pada waktu yang tertera di ponselnya. Pukul tujuh pagi dan nama bos besar pemilik perusahaannya sudah nampak di menu panggilan tak terjawab.Diani hanya menghembuskan nafasnya lelah. Dia menoleh ke arah Kakaknya. Merapikan anak-anak rambut yang dirasa mengganggu wajah Riani. Senyuman tipis menghiasi wajah putih bersih Diani melihat Kakaknya tidur dengan damai.Diani bergegas mandi dan bersiap untuk bekerja lagi. Hari ini ada proyek penting yang haru

    Last Updated : 2023-02-01
  • Bukan Cinta Duda Biasa   RIANI DAN KEBAHAGIAANNYA

    Drrt.. Drrt.. Diani baru saja meletakkan pantatnya saat ponselnya kembali bergetar. Emosinya kini memuncak. Baru saja ia selesai melakukan meeting untuk pematangan konsep hingga melupakan jam makan siangnya. Kini telepon masuk kembali terdengar dari ponselnya. Ia sudah bersumpah serapah jika itu bosnya. Berdoa agar bosnya terkena tipes karena sangat gila kerja. Baru saja ia akan mengumpat, namun wajahnya berubah panik ketika melihat nama Grace yang terpampang disana. “Halo Kak Grace? Ada apa Kak?” tanya Diani dengan wajah panik sambil menggigit kuku ibu jarinya. Diani akan selalu begitu jika dia sedang cemas. “Hai, sore Di. Maaf ya, gue ganggu. Lo sore ini ke rumah sakit?” ucap Grace dari ujung sana terdengar tenang. “Iya, habis ini Diani kesana. Ada sesuatu Kak?” tanya Diani masih panik dengan tubuh menegang. “Gak ada apa-apa. Kakak lo nanya aja. Yaudah, kalau gitu nanti gue sampein.” “Beneran gak ada apa-apa? Kak Riani kemana? Kenapa Kakak yang telepon? Biasanya kan Kak Rian

    Last Updated : 2023-02-01
  • Bukan Cinta Duda Biasa   SUDUT PANDANG BERBEDA

    *Diani POV* “Hai, Kak!” sapaku pelan saat menemukan kak Riani sedang memakai kacamata baca dengan posisi ranjang rumah sakit setengah terduduk. Hebatnya lagi, satu tangan kanannya yang tergolek lemas di ranjang sedang dengan posisi memegang mouse. memang tangan Kak Riani tak sepenuhnya lumpuh, tapi aku tetap takjub karena dia bisa menggunakan telapak tangannya dan jarinya untuk memijit dan menggulir mouse yang terhubung dengan laptop dihadapannya. “Diani, pulang sore? Tumben?” tanya Kak Riani terdengar heran. “Iya, kebetulan kerjaan udah selesai semua Kak. Jadi aku minta balik cepet. Kakak lagi apa sih? Kayaknya sibuk? Ini laptop siapa?” tanyaku yang tak suka melihat kak Riani terlihat lelah denga

    Last Updated : 2023-02-02
  • Bukan Cinta Duda Biasa   RIANI DAN SAMUDERA

    *Riani POV* “Kenapa? Apa ruangannya terlalu panas? Mau dinaikin suhunya?” tanya Samudera polos. Dasar pria bodoh dan tidak peka’! Dia masih sama saja. Membuatku jadi tertawa geli. Inilah yang membuatku selalu gagal terbawa perasaan dengan Samudera. Sepertinya, satu-satunya hal yang mudah dia pahami adalah perasaan mantan istrinya. “Malah ketawa lo! Serem ih,” ucapnya sambil bergidik ngeri. Tawaku malah semakin menjadi melihat wajah takutnya. Samudera dengan badan kekarnya masih tak berubah. Laki-laki yang selalu takut dengan sesuatu yang mistis. Aneh sekali. Muka dengan keberaniannya soal hal-hal gaib berbanding terbalik. “Udah ah. Banyak drama, sini! Gue harus apa?” Samudera kembali mendekat ke

    Last Updated : 2023-02-02
  • Bukan Cinta Duda Biasa   USAPAN SAMUDERA

    *Samudera POV* "Udah, jangan diliatin mulu adek gue. Gimana? Cantik kan? Gemesin," ucap Riani bersemangat. Sial! Aku tertangkap basah memperhatikan Diani. "Adek lo beneran umur dua puluh sembilan tahun? Gue kira udah berubah, ternyata ngambekannya masih sama," timpalku sambil tertawa geli yang sebenarnya ku buat-buat. Aku berniat pulang karena tak enak hati dengan Diani. Mungkin Diani hanya ingin bersama kakaknya dan aku mengganggu mereka. tapi, Riani melarangku. Tak berapa lama setelah itu, Diani keluar dari kamar mandi. Aku memang merasa diperhatikan sejak ia melangkah menuju sofa dibelakangku. Aku berpura-pura menyamankan diriku sekedar untuk bisa mencuri pandang pada Diani. Aku tahu beb

    Last Updated : 2023-02-03

Latest chapter

  • Bukan Cinta Duda Biasa   END EXTRA PART (DIANI POV)

    Sudah lebih dari enam bulan aku tak mendengar kabar putra pertamaku. Permata hatiku yang mengajariku banyak hal. Dialah yang menyatukanku dengan Samudera. Jika bukan karena anak laki-laki pertamaku, mungkin pernikahanku tak akan bisa sejauh ini. Apa kabarmu, Banyu? Ibu sangat rindu. Ibu juga bertanya-tanya, apakah cucu Ibu sangat mirip denganmu waktu kecil. Ibu memang kecewa. Tapi, Ibu juga sebenarnya sangat antusias dan menanti kabar kalian. Kenapa kamu memilih memutus hubungan kita seperti ini. Sampai kapanpun, kamu adalah bayiku Banyu. Betapapun kecewanya Ibu, Ibu akan tetap menyayangimu dan memaafkan segala kesalahanmu. Mungkin kamu harus menerima hukuman atas apa yang kamu lakukan, tapi kasih sayang Ibu tidak akan pernah luntur untukmu, nak. Pulanglah, Banyu. "Ibu?" suara Aga terdengar di telingaku. Saat aku membuka mata, anak tengahku dengan konyolnya memunculkan kepalanya dan badannya masih berada di balik pintu. "Kamu ngapain, sih?" tanyaku dengan tergelak kecil. "Ibu ud

  • Bukan Cinta Duda Biasa   EXTRA PART (BANYU POV XIII)

    Usia kehamilan Meira sudah menginjak tiga puluh lima minggu. Lima minggu lagi dokter memperkirakan bayi mungil kami akan lahir. Aku sudah tak sabar untuk menyambut bayi mungil kami.Di rumah sederhana milik kami, sebuah kamar yang dipersiapkan untuk bayi mungil kami sudah siap dengan peralatan yang lengkap. Demi Meira, aku juga pulang pergi Solo - Yogyakarta setiap harinya. Naik kereta atau bis, apa saja yang ada supaya aku bisa setiap hari bersama Meira. Meski kadang aku bisa sampai tengah malam dan pagi harus kembali berkuliah, yang terpenting aku tak meninggalkan Meira sendiri.Seperti pagi ini, aku sudah berada di stasiun setengah tujuh pagi. Kereta commuter ini memang baru ada di jam ini. Sampai di yogyakarta, aku punya waktu kurang lebih dua puluh menit sebelum kelas pertamaku di mulai.Seperti biasa, hari-hariku padat. Di waktu pergantian kelas dan senggang sekitar satu hingga dua jam, aku sempatkan untuk menelepon ke bengkel yang sekarang sepenuhnya di urus Attar untuk membic

  • Bukan Cinta Duda Biasa   EXTRA PART (BANYU POV XII)

    Rasanya tidurku baru beberapa menit karena aku bangun dalam keadaan sakit hampir di sekujur tubuh. Padahal seingatku yang di hajar hanya wajahku, tapi rasa sakit yang aku rasakan mendera hampir seluruh tubuhku.Suara telepon memekakkan telingaku, membuatku segera menyambar ponselku dan mendapati nama Meira di sana. Cepat-cepat aku mengangkat telepon milik Meira."Haalo, Mei? Kenapa telepon pagi-pagi?""Nyu..""Iya, kenapa Mei?" tanyaku dengan degup jantung yang bahkan bisa aku dengar sendiri.Hening menyeruak diantara kami. Meira masih saja bungkam di seberang sana."Mei?""Aku-- aku hamil, Nyu."Pernyataan singkat itu membuatku terdiam juga. Aku seolah bermimpi. Benarkah dengan sekali percobaan Meira bisa langsung hamil? Apa aku bermimpi?"Nyu-- aku hamil. Aku..""Kamu dimana, Mei?" tanyaku memotong ucapan Meira."Aku di kos.""Pulang ya, Mei. Aku beliin tiket pesawat.""Nyu, aku gak mau.." ucap Meira dengan nada bergetar di ujung sana."Apa maksud kamu gak mau?" tanyaku dingin."Aku

  • Bukan Cinta Duda Biasa   EXTRA PART (BANYU POV XI)

    Aku tidak pernah segugup ini sebelumnya. Rumah Meira terasa begitu dingin bagiku yang baru pertama kali ini memasukinya.Pria di hadapanku menatapku dengan dingin. Melihatnya aku jadi menyadari bahwa posisiku sudah salah, jadi wajar jika pria di hadapanku begitu murka nanti saat aku menjelaskan semuanya. Mau bagaimana lagi. aku harus mempertanggungjawabkan apa yang sudah aku lakukan.Walaupun ingatanku samar, tapi kejadian malam itu bisa dipastikan adalah kelakuanku yang sangat bodoh. Rasanya terlalu nyata jika itu hanya di dalam mimpi.Pria paruh baya di hadapanku menatapku dengan tatapan permusuhan. Aku tahu ini tidak akan mudah. Tapi, setidaknya aku sudah mencobanya. Dibandingkan kemurkaan Papa Meira, aku yakin kemurkaan Papa lebih mengerikan."Saya selama ini bersama dengan Meira, Om."Pria di hadapanku malah menatapku heran. Mungkin dia bertanya-tanya bagaimana bisa aku bersama anak perempuannya."Maksud kamu?" tanya Om Rahman sambil menaikkan sebelah alisnya."Saya pacaran denga

  • Bukan Cinta Duda Biasa   EXTRA PART (BANYU POV X)

    Sudah akhir minggu dan aku sudah bersiap untuk menuju ke kota sebelah, tempat Meira berkuliah.Aku mengendarai sebuah mobil city car manual untuk sampai ke tempat Meira. Mobil pertama yang aku miliki dengan uangku sendiri ini, berhasil aku beli kemarin.Melihat uang di tabunganku, aku memberanikan untuk membeli mobil yang harganya kurang dari seratus juta dengan fasilitas yang seadanya buatku. Tapi tidak masalah, aku ingin Meira hidup dalam kenyamanan. Setidaknya ini yang bisa aku lakukan untuknya saat ini. Aku berjanji akan bekerja lebih keras untuk bisa memberikan hidup yang jauh lebih dari kata nyaman.Saat aku sampai di kampus Meira, suasananya cukup sepi. Hanya tampak beberapa mahasiswa yang berlalu lalang, mungkin karena hari ini adalah hari jum'at.Aku segera menghubungi Meira, namun setelah hampir satu menit tak ada jawaban dari Meira.Kemana lagi perempuanku satu ini. Dia sekarang makin sulit untuk dihubungi. Apa ada yang salah dengan hari terakhir kami bertemu? Apa dia traum

  • Bukan Cinta Duda Biasa   EXTRA PART (BANYU POV IX)

    Aku membuka mataku saat cahaya matahari seolah menusuk mataku. Belum lagi suara ponsel yang menggema kencang tepat di telingaku.Aku segera meraba sekitarku tanpa membuka mataku. Aku berhasil menggapai ponselku sambil mengeratkan selimut yang semula hanya sebatas dada untuk menutup tubuhku hingga leher.Sedikit aku membuka mata hanya untuk memencet tombol hijau di ponselku. Aku bahkan tak melihat siapa yang meneleponku."Halo,""Banyu! Kamu dimana? Kenapa telepon Ibu baru kamu angkat?!" mendengar suara khawatir Ibu membuatku memaksa seluruh kesadaranku untuk terkumpul."Emh, Ibu."Aku menjauhkan ponselku dan mengecek berapa banyak panggilan yang terlewat olehku. Aku sedikit memicingkan mata saat melihat angka tiga puluh dan jam yang menunjukkan Ibu sudah meneleponku semalam suntuk."Kamu semalem minum-minum kan sama temen kamu?! Kamu dimana sekarang?! Kenapa kamu susah banget di hubungi!" suara panik Ibu semakin menjadi.Kenapa Ibu bisa tahu aku minum semalam?Ponselku berdering dan m

  • Bukan Cinta Duda Biasa   EXTRA PART (BANYU POV VIII)

    Aku merasa keputusanku untuk bersekolah di Jogja sangatlah tepat. Aku bisa melihat Meira setiap Sabtu dan Minggu. Bahkan saat aku suntuk, aku hanya tinggal membeli tiket kereta untuk pergi ke Solo.Seperti Hari ini, aku menghubungi Meira untuk bertemu. Namun, kali ini Meira ingin dirinya lah yang berangkat ke Jogja. Katanya ia ingin mencari suasana lain. Aku pun setuju dengan permintaan Meira.Aku menjemputnya di stasiun yogyakarta, biasanya disebut stasiun tugu. Aku menunggu di atas motor matic yang aku beli sendiri dari hasil keuntungan bengkel. Daripada memarkirkan motorku. Aku lebih memilih untuk menunggu di depan stasiun.Lima belas menit berlalu, aku melihat gadis mungil berlari kecil ke arahku. Rambut hitam legamnya bergerak mengikuti langah kakinya. Aku selalu tersenyum melihat tingakhnya yang menggemaskan.Dia nampak terengah saat sampai di hadapanku. Peluh terlihat membanjiri dahinya."Makanya gak usah lari-lari. Ngapain sih lari-lari segala? Aku kan tetep di sini. Aku gak m

  • Bukan Cinta Duda Biasa   EXTRA PART (BANYU POV VII)

    Aku menjalani masa terakhirku disekolah dengan menyenangkan. Meira yang jauh di sana membuatku bisa fokus mengurus bengkel dan ujian akhir sekolah. Walaupun kami jauh, tak ada hari tanpa kami mengabari satu sama lain. Aku meneleponnya saat malam hari dan saling bertukar cerita tentang bagaimana hari kami berlangsung. Meski hubungan kami sedekat ini, nyatanya aku dan Meira tak berniat untuk memperjelas hubungan kami. Aku pikir, dekat saja sudah cukup untuk kami. Dengan saling mengabari dan menjaga hati masing-masing, kami bertekad untuk bersama. AKu mengasumsikan bahwa hubunganku bisa disebut hubungan pacaran. Malam ini aku sudah berada di depan komputer dengan headset yang terpasang. Dengan cepat aku mengklik beberapa bagian, hingga muncul nama Meira di komputerku. Lama aku menunggu, Meira tak kunjung menjawab teleponku. Kemana dia? Ketika sambungan terputus, aku mencoba untuk menghubungi Meira melalui sambungan telepon. Tersambung, tapi Meira tidak mengangkatnya. Baru pertama kal

  • Bukan Cinta Duda Biasa   EXTRA PART (BANYU POV VI)

    Mama membawa seorang laki-laki yang nampaknya umurnya tak jauh dariku. Disampingnya ada seorang gadis muda yang masih aku tebak-tebak. Apakah dia Lila? Gadis kecil yang pernah aku temui dengan pipi tembamnya.Jika benar dia adalah Alila, sungguh ia berbeda sekali dengan gadis kecil yang aku kenal dulu. Gadis kecil pemberani yang selalu mengangkat dagunya dengan binar cerah terpancar dari matanya."Ini namanya Dimas, dia yang akan jaga rumah kita setiap hari karena rupanya dia mau pulang pergi dari kota kemari. Dekat katanya."Setelah mengatakan itu, Ibu kemudian berdiri di seberang Gadis yang semenjak kedatangannya hanya menatap lantai rumah kami."Ini Abang, pasti kenal. Dulu beberapa kali main bareng kan? Ini Lila Bang!" ucap Ibu dengan mata berbinar.Aku menjabat tangan DImas lalu beralih pada Lila. Gadis itu nampaknya ragu-ragu untuk menyambut tanganku. Entah mengapa jiwa jahilku muncul. Dengan cepat aku meraih lebih dahulu tangan Lila.Lila nampaknya terkejut dan langsung menatap

DMCA.com Protection Status