Meski merasa ragu dan bimbang, Cindy akhirnya memutuskan untuk naik ke kamar Brian. Ia menaiki tangga penuh dengan rasa ragu, melangkah perlahan menghampiri pintu kamar Brian.
Tok tok tok
Cindy mengetuk pintu secara perlahan. Ia kembali mengetuk namun tetap tidak ada jawaban. "Apa aku turun saja?" batin Cindy. Ia pun mulai melangkah meninggalkan kamar Brian.
Bug Bug
Terdengar suara tembok yang dipukul secara keras, Cindy menghentikan langkahnya saat mendengar suara tersebut, ia kembali melangkah menghampiri pintu dan mencoba mengetuknya kembali.
Tok tok tok
Kali ini tidak perlu menunggu lama, pintu
Cindy kembali berbaring di samping Brian, dan membiarkan Brian memeluknya. Ia kembali memejamkan matanya dan melanjutkannya tidurnya.Brian membuka matanya, ia sedikit merasa kaget saat mendapati tangannya yang memeluk Cindy, ia menatap wajah Cindy yang masih terlelap."Gadis ini membuat aku merasa nyaman," batinnya. Ia menyunggingkan senyumnya lalu kembali memejamkan matanya.Tak lama kemudian Cindy menggeliat dan membuka matanya, ia tidak merasa kaget saat tubuhnya ada dalam pelukan Brian, dia masih ingat apa yang terjadi semalam. Cindy menolej ke arah Brian yang masih terlelap, perlahan ia menurunkan tangan Brian lalu turun dari ranjang, ia melangkah menuju kamar mandi.Cindy membasuh wajahnya, lalu menatap
"Bi Atik, kenapa diam? apa benar semua itu?" Brian bertanya kembali dengan tatapan menuntut."Tuan, saya tidak berani bicara tentang hal ini. Maaf," ucap Atik sambil menundukkan wajahnya."Jadi benar," ucap Brian seraya meninggalkan Atik.Ia Mengepalkan tangannya, melangkah penuh amarah menuju ruang kerja ibunya. Sementara Atik melihat kepergian Brian penuh kecemasan. Brian berdiri di depan pintu hendak membukanya, namun ia berhenti sejenak. "Aku tidak boleh bertingkat bodoh," batinnya sambil menghela nafas panjang.Kleek.Brian membuka pintu ruang kerja tanpa mengetuknya. "Kenapa kamu masuk tanpa mengetuk pintu terlebih dulu?" ucap Margaretha sambil
Cindy terus memperhatikan mobil yang baru terparkir. Setelah Leon, Lauren sang ibu pun turun dari mobil. Leon menoleh kearah Cindy sambil tersenyum, Cindy pun membalas senyuman Leon, lalu ia menghampiri mereka.Belum sempat menyapa, Margaretha sudah memanggil Cindy terlebih dahulu. "Cindy masuklah sayang," ucap Margaretha."Baik mah," jawab Cindy yang langsung melangkah masuk.Sementara Lauren hanya tersenyum kecil sambil menghampirinya Margaretha. "Apa kabar Retha? Apa kamu masih berpura-pura menyayangi menantumu itu di depanku?" sapanya."Ada apa kamu datang kemari?" tanya Margaretha ketus."Aku datang ke rumah milik adik iparku, aku rasa tidak ada
"Kenapa menatapku seperti itu?" ucap Brian sedikit menyunggingkan senyuman. "Seharusnya dari dulu aku percaya ucapan Leon, jika kamu hanya seorang ibu angkat. Tapi sayang … aku lebih percaya dan takut kepadamu," imbuh Brian.Margaretha menatap Leon sambil menyunggingkan senyumannya, "Jadi anak itu yang sudah memberitahu kamu?""Tidak. Tapi aku mendengar pembicaraan bersama Marsya tadi pagi, dan rencanamu untuk mencelakai istriku," bantah Brian."Benarkah…?" ucap Lauren seakan terkejut dengan ucapan brian. "Retha, kamu benar-benar jahat, menantu yang baik pun ingin kamu celakai. Ckckck, apa pantas orang sepertimu di biarkan?""Lalu apa yang bisa kalian lakukan? Tidak ada yang bisa mengatur dan melarang
"Kenapa kamu hanya menguping di balik tembok?" tanya Brian kembali."Ini bukan urusanku, jadi aku tidak berani ikut campur."Brian kembali duduk tanpa mengucapkan sepatah katapun pada Cindy, menatap kosong ke depannya. Cindy menatap Brian yang diam namun terlihat jelas raut wajah dengan kegelisahan. "Apa kamu baik-baik saja?""Tidak," jawab Brian singkat. Ia menoleh ke arah Cindy. "Bagaimana perasaanmu jika orang yang kamu percaya selama ini, ternyata adalah orang yang sangat jahat padamu?""Kecewa," jawab Cindy. Ia mengatur tubuhnya, lalu duduk berhadapan dengan Brian. "Apa yang akan kamu lakukan sekarang, setelah ibumu yang jahat tertangkap polisi?" tanya Cindy.
"Apa kamu akan mengajakku ke tempat baru?" tanya Melia. Wanita itu berpikir jika Brian tengah merencanakan tempat yang lebih baik dari hotel yang sudah mereka lewati."Ya," Brian menjawab secara singkat dan terus melajukan mobilnya.Melia tersenyum mendengar jawaban Brian, namun semakin jauh dan semakin lama mereka melintasi jalan, Melia mengernyitkan dahinya saat jalan sepi yang di lewati terasa tak asing baginya. Mobil pun semakin perlahan dan akhirnya berhenti. "Kenapa berhenti di sini?" tanya Melia bingung saat melihat sekelilingnya adalah pemakaman."Malam dimana aku mendapatkan hukuman dari mamah, di saat itu juga kamu tengah bersenang-senang dengan hasil tugasmu bukan?" ucap Brian."A-apa maksudmu?" ucap Meli
"Kenapa dia menolaknya?""Entahlah, tuan Adam pun tidak pernah mengerti alasannya.""Lalu bagaimana mereka tetap mengadopsiku?" Brian masih penasaran dengan masa lalunya."Tuan Adam memaksa, dan memberikan sebagian hartanya pada Nyonya Margaretha, asal keinginannya dipenuhi. Tapi… tanpa sepengetahuan nyonya Margaretha, saat penyakit tuan Adam mulai parah, semua saham dan segala sertifikat di pindahkan atas nama Anda." jelas Haris."Apa itu alasan mamah masih mempertahankan aku sampai sekarang?" ucap Brian. Ia mulai mengerti alasan kenapa setelah kepergian ayahnya, ibunya selalu mengatur dan mengekang hidupnya. Semua hanya semata-mata demi harta.Sete
Cindy menoleh ke arah Misyel, matanya tertuju pada kertas yang di sodorkan adik tirinya tersebut."Apa ini?" tanya Cindy tanpa mengambil kertas tersebut."Ambil dan tinggal baca saja apa susahnya sih," ucap Misyel ketus.Cindy pun mengambilnya dan mulai membuka kertas yang penuh tanda tanya itu. Ia mengernyitkan dahinya. "Surat pemindahan nama sertifikat rumah?" gumamnya."Nih, cepat tanda tangani," ucap Misyel kembali sambil menyodorkan bolpoin."Untuk apa?""Ya tentu untuk memindahkan nama kuasa pemilik rumah tersebut. Setelah nama pemilik pindah, maka mamah akan lebih mudah menjualnya," jelas Mi