"Apa kamu akan mengajakku ke tempat baru?" tanya Melia. Wanita itu berpikir jika Brian tengah merencanakan tempat yang lebih baik dari hotel yang sudah mereka lewati.
"Ya," Brian menjawab secara singkat dan terus melajukan mobilnya.
Melia tersenyum mendengar jawaban Brian, namun semakin jauh dan semakin lama mereka melintasi jalan, Melia mengernyitkan dahinya saat jalan sepi yang di lewati terasa tak asing baginya. Mobil pun semakin perlahan dan akhirnya berhenti. "Kenapa berhenti di sini?" tanya Melia bingung saat melihat sekelilingnya adalah pemakaman.
"Malam dimana aku mendapatkan hukuman dari mamah, di saat itu juga kamu tengah bersenang-senang dengan hasil tugasmu bukan?" ucap Brian.
"A-apa maksudmu?" ucap Meli
"Kenapa dia menolaknya?""Entahlah, tuan Adam pun tidak pernah mengerti alasannya.""Lalu bagaimana mereka tetap mengadopsiku?" Brian masih penasaran dengan masa lalunya."Tuan Adam memaksa, dan memberikan sebagian hartanya pada Nyonya Margaretha, asal keinginannya dipenuhi. Tapi… tanpa sepengetahuan nyonya Margaretha, saat penyakit tuan Adam mulai parah, semua saham dan segala sertifikat di pindahkan atas nama Anda." jelas Haris."Apa itu alasan mamah masih mempertahankan aku sampai sekarang?" ucap Brian. Ia mulai mengerti alasan kenapa setelah kepergian ayahnya, ibunya selalu mengatur dan mengekang hidupnya. Semua hanya semata-mata demi harta.Sete
Cindy menoleh ke arah Misyel, matanya tertuju pada kertas yang di sodorkan adik tirinya tersebut."Apa ini?" tanya Cindy tanpa mengambil kertas tersebut."Ambil dan tinggal baca saja apa susahnya sih," ucap Misyel ketus.Cindy pun mengambilnya dan mulai membuka kertas yang penuh tanda tanya itu. Ia mengernyitkan dahinya. "Surat pemindahan nama sertifikat rumah?" gumamnya."Nih, cepat tanda tangani," ucap Misyel kembali sambil menyodorkan bolpoin."Untuk apa?""Ya tentu untuk memindahkan nama kuasa pemilik rumah tersebut. Setelah nama pemilik pindah, maka mamah akan lebih mudah menjualnya," jelas Mi
"Tentang apa, Bi?" tanya Brian. Ia menghampiri Atik lalu duduk di sofa."Nona Cindy tuan," jawab Atik.Brian menyeringai, ia menyandarkan tubuhnya di sofa. "Aku hampir lupa jika ada dia di rumah ini… Apa yang terjadi padanya?" ucapnya."Maaf jika saya terlalu berani, tapi… bisakah Anda memberikan sedikit perhatian Anda pada nona Cindy?""Apa maksud bi Atik?""Tuan, bagaimana pun juga, nona Cindy adalah istri Anda."Brian terdiam sejenak mendengar ucapan Atik. Beberapa hari ini dia terlalu sibuk mengurusi segala hal, setelah Margaretha yang di penjara. Bahkan ia jarang bertemu dengan Cindy dan hampir melupakan keberadaannya."Ya. Kamu benar bi. Aku punya istri di rumah, sudah seharusnya aku memperhatikannya." ucapan Brian yang lolos dari mulutnya seakan tanpa kesadarannya. Ia menoleh ke arah kamar Cindy, lalu kembali menatap Atik. "Apa dia sudah tidur sekarang?""Sepertinya sudah. Tuan, sejak kedatangan
"Untuk apa Anda kesana?" Haris menatap Cindy penuh curiga."Jangan menatapku seperti itu pak Haris, aku hanya ingin melihat rumahku. Ibu tiriku berniat menjual satu-satunya peninggalan orang tuaku. Aku tidak akan pernah membiarkan itu terjadi," jelas Cindy."Baiklah, saya akan mengantarkan Anda kesana. Lagipula tuan Brian sudah mengizinkannya, asal Anda kembali sebelum dia pulang."Cindy tersenyum sumringah. "Terimakasih pak Haris."Sesuai permintaan Cindy, Haris mengantarnya ke rumah lama, dimana ibu dan adik tirinya tinggal."Kita sudah sampai Nona," ucap Haris. Cindy menatap ke arah rumahnya dari dalam mobil. "Apa kita akan turun?""Tentu pak," jawab Cindy. Ia membuka pintu mobil lalu mendekat ke arah gerbang. Ia menekan tombol bel berulang kali tapi tidak ada satu orangpun yang keluar."Mungkin mereka tidak ada di rumah nona," ucap Haris."Atau jangan-jangan mereka sudah menjual rumah ini pak?" ucap Cindy. Panda
Sonya terlihat sangat terkejut dengan ucapan pria di hadapannya."Dengar Sonya. Siapa yang tidak mengenal Brian Adam. Dia sangat berpengaruh di kota ini, dan kamu… hubungannya dengan istrinya terlihat sangat buruk. Hal yang mustahil, untuk aku bersamamu," jelas pria tersebut."Heh, jadi itu alasan bodohmu? asal kamu tahu, anak sialan itu hanya istri cadangan. Dia tidak diinginkan oleh Brian, karena Brian hanya akan menikah dengan pemegang saham terbesar perusahaan Hilton. Sedikitpun Brian tidak menyukainya, jadi tidak ada urusannya dengan anak itu.""Kamu terlalu bodoh. Jika Brian tidak menyukai istrinya, dia tidak akan meminta tangan kanannya datang kemari menemani anakmu itu."Sonya terdiam sejenak mendengar ucapan pria tersebut, namun dengan cepat dia tersenyum kembali. "Apa kamu pikir dia bisa melawanku? jangan jadikan alasan bodoh untuk menghindar, dari apa yang sudah jadi tanggung jawabmu.""Apa maksudmu?""Kamu harus membayar a
"Ada apa sih Meg, kayaknya serius banget," tanya seorang wanita yang tidak lain adalah Mila, rekan kerja Megi. Ia menghampiri Megi dan Cindy, Megi menjawab pertanyaan Mila hanya dengan menggerakkan ujung matang sambil menyeringai ke arah CindyMila pun menoleh ke arah Cindy dan mengamatinya sekejap. "Eh, bukankah dia istri tuan Brian?" ucap Mila menoleh ke arah Megi.""Apa maksudmu? apa kami sudah buta?" ucap Megi."Aku pernah melihat berita tentang istri tuan Brian. Dia terlihat sangat mirip.""Apa kamu tidak bisa melihat dengan baik, Mila? lihatlah, dia sangat jauh berbeda dengan istri tuan Brian. Gadis ini terlihat seperti seorang gembel," bantah Megi. Mila pun menatap Cindy yang saat ini hanya memakai celana jeans, dan kaos yang terlihat sangat biasa."Emm, mungkin kamu ada benarnya juga, aku melihat istri tuan Brian di berita dulu, dia terlihat sangat cantik. Apalagi saat pergi bersama Nyonya Margaretha, dia menantu yang penuh keme
"Apa pedulimu? Bukankah, kamu juga suka menghinaku?" jawab Cindy.Brian menatap cindy. "Kau tahu, tidak ada yang boleh menghinamu selain aku. Jadi katakan saja siapa orangnya.""Lupakan saja, lagipula mereka menghinaku karena tidak tahu jika aku adalah istrimu." Brian melirik saat mendengar jawaban Cindy, lalu ia kembali ke pekerjaannya. "ada apa sebenarnya kamu memintaku datang kemari?" tanya Cindy."Aku sudah menjawabnya tadi." Cindy hanya memutar bola matanya. Brian menoleh ke arah Cindy yang nampak termenung. "Apa yang kamu pikirkan.""Tidak ada."Brian menutup semua berkas di mejanya, ia berdiri lalu melangkah mendekati Cindy. "Ayo," ucapnya."Kemana,""Ini sudah siang, apa kamu tidak lapar?""Sedikit."Brian mengulurkan tangannya, namun Cindy justru mengerutkan dahinya. "Kenapa malah diam? Cepatlah, aku masih banyak pekerjaan."Cindy pun akhirnya menerima uluran tangan Brian. "Kita ak
"Aku tidak menghinanya, bagaimanapun juga dia adalah ibu mertuaku, orang yang membuatku merasakan bagaimana bisa hidup dengan kemewahan," ucap Cindy. Ia mulai menyuapkan makanan ke dalam mulutnya."Jangan membuat selera makanku hilang. Hari ini aku sengaja membawamu makan di tempat ini, agar kamu tidak merasa dilupakan.""Kamu melakukannya untukku?""Memang siapa lagi? bukankah di sini hanya ada kamu." Brian menatap cindy yang tengah menggigit bibirnya. "Cepatlah makan sebelum makanannya menjadi dingin," imbuh Brian.Mereka pun akhirnya menikmati makanan tanpa bersuara. Meski dengan rasa kesal, Cindy masih bisa menikmati makanannya."Apa kamu ingin pergi ke suatu tempat?" tanya Brian."Aku ingin pulang.""Aku tidak bertanya, apa kamu ingin pulang atau tidak. Jika tidak ada tempat yang ingin kamu datangi, maka kita kembali ke kantor" ucap Brian."Aku tidak mau kembali ke kantor.""Kenapa?""