Cindy terus memperhatikan mobil yang baru terparkir. Setelah Leon, Lauren sang ibu pun turun dari mobil. Leon menoleh kearah Cindy sambil tersenyum, Cindy pun membalas senyuman Leon, lalu ia menghampiri mereka.
Belum sempat menyapa, Margaretha sudah memanggil Cindy terlebih dahulu. "Cindy masuklah sayang," ucap Margaretha.
"Baik mah," jawab Cindy yang langsung melangkah masuk.
Sementara Lauren hanya tersenyum kecil sambil menghampirinya Margaretha. "Apa kabar Retha? Apa kamu masih berpura-pura menyayangi menantumu itu di depanku?" sapanya.
"Ada apa kamu datang kemari?" tanya Margaretha ketus.
"Aku datang ke rumah milik adik iparku, aku rasa tidak ada
"Kenapa menatapku seperti itu?" ucap Brian sedikit menyunggingkan senyuman. "Seharusnya dari dulu aku percaya ucapan Leon, jika kamu hanya seorang ibu angkat. Tapi sayang … aku lebih percaya dan takut kepadamu," imbuh Brian.Margaretha menatap Leon sambil menyunggingkan senyumannya, "Jadi anak itu yang sudah memberitahu kamu?""Tidak. Tapi aku mendengar pembicaraan bersama Marsya tadi pagi, dan rencanamu untuk mencelakai istriku," bantah Brian."Benarkah…?" ucap Lauren seakan terkejut dengan ucapan brian. "Retha, kamu benar-benar jahat, menantu yang baik pun ingin kamu celakai. Ckckck, apa pantas orang sepertimu di biarkan?""Lalu apa yang bisa kalian lakukan? Tidak ada yang bisa mengatur dan melarang
"Kenapa kamu hanya menguping di balik tembok?" tanya Brian kembali."Ini bukan urusanku, jadi aku tidak berani ikut campur."Brian kembali duduk tanpa mengucapkan sepatah katapun pada Cindy, menatap kosong ke depannya. Cindy menatap Brian yang diam namun terlihat jelas raut wajah dengan kegelisahan. "Apa kamu baik-baik saja?""Tidak," jawab Brian singkat. Ia menoleh ke arah Cindy. "Bagaimana perasaanmu jika orang yang kamu percaya selama ini, ternyata adalah orang yang sangat jahat padamu?""Kecewa," jawab Cindy. Ia mengatur tubuhnya, lalu duduk berhadapan dengan Brian. "Apa yang akan kamu lakukan sekarang, setelah ibumu yang jahat tertangkap polisi?" tanya Cindy.
"Apa kamu akan mengajakku ke tempat baru?" tanya Melia. Wanita itu berpikir jika Brian tengah merencanakan tempat yang lebih baik dari hotel yang sudah mereka lewati."Ya," Brian menjawab secara singkat dan terus melajukan mobilnya.Melia tersenyum mendengar jawaban Brian, namun semakin jauh dan semakin lama mereka melintasi jalan, Melia mengernyitkan dahinya saat jalan sepi yang di lewati terasa tak asing baginya. Mobil pun semakin perlahan dan akhirnya berhenti. "Kenapa berhenti di sini?" tanya Melia bingung saat melihat sekelilingnya adalah pemakaman."Malam dimana aku mendapatkan hukuman dari mamah, di saat itu juga kamu tengah bersenang-senang dengan hasil tugasmu bukan?" ucap Brian."A-apa maksudmu?" ucap Meli
"Kenapa dia menolaknya?""Entahlah, tuan Adam pun tidak pernah mengerti alasannya.""Lalu bagaimana mereka tetap mengadopsiku?" Brian masih penasaran dengan masa lalunya."Tuan Adam memaksa, dan memberikan sebagian hartanya pada Nyonya Margaretha, asal keinginannya dipenuhi. Tapi… tanpa sepengetahuan nyonya Margaretha, saat penyakit tuan Adam mulai parah, semua saham dan segala sertifikat di pindahkan atas nama Anda." jelas Haris."Apa itu alasan mamah masih mempertahankan aku sampai sekarang?" ucap Brian. Ia mulai mengerti alasan kenapa setelah kepergian ayahnya, ibunya selalu mengatur dan mengekang hidupnya. Semua hanya semata-mata demi harta.Sete
Cindy menoleh ke arah Misyel, matanya tertuju pada kertas yang di sodorkan adik tirinya tersebut."Apa ini?" tanya Cindy tanpa mengambil kertas tersebut."Ambil dan tinggal baca saja apa susahnya sih," ucap Misyel ketus.Cindy pun mengambilnya dan mulai membuka kertas yang penuh tanda tanya itu. Ia mengernyitkan dahinya. "Surat pemindahan nama sertifikat rumah?" gumamnya."Nih, cepat tanda tangani," ucap Misyel kembali sambil menyodorkan bolpoin."Untuk apa?""Ya tentu untuk memindahkan nama kuasa pemilik rumah tersebut. Setelah nama pemilik pindah, maka mamah akan lebih mudah menjualnya," jelas Mi
"Tentang apa, Bi?" tanya Brian. Ia menghampiri Atik lalu duduk di sofa."Nona Cindy tuan," jawab Atik.Brian menyeringai, ia menyandarkan tubuhnya di sofa. "Aku hampir lupa jika ada dia di rumah ini… Apa yang terjadi padanya?" ucapnya."Maaf jika saya terlalu berani, tapi… bisakah Anda memberikan sedikit perhatian Anda pada nona Cindy?""Apa maksud bi Atik?""Tuan, bagaimana pun juga, nona Cindy adalah istri Anda."Brian terdiam sejenak mendengar ucapan Atik. Beberapa hari ini dia terlalu sibuk mengurusi segala hal, setelah Margaretha yang di penjara. Bahkan ia jarang bertemu dengan Cindy dan hampir melupakan keberadaannya."Ya. Kamu benar bi. Aku punya istri di rumah, sudah seharusnya aku memperhatikannya." ucapan Brian yang lolos dari mulutnya seakan tanpa kesadarannya. Ia menoleh ke arah kamar Cindy, lalu kembali menatap Atik. "Apa dia sudah tidur sekarang?""Sepertinya sudah. Tuan, sejak kedatangan
"Untuk apa Anda kesana?" Haris menatap Cindy penuh curiga."Jangan menatapku seperti itu pak Haris, aku hanya ingin melihat rumahku. Ibu tiriku berniat menjual satu-satunya peninggalan orang tuaku. Aku tidak akan pernah membiarkan itu terjadi," jelas Cindy."Baiklah, saya akan mengantarkan Anda kesana. Lagipula tuan Brian sudah mengizinkannya, asal Anda kembali sebelum dia pulang."Cindy tersenyum sumringah. "Terimakasih pak Haris."Sesuai permintaan Cindy, Haris mengantarnya ke rumah lama, dimana ibu dan adik tirinya tinggal."Kita sudah sampai Nona," ucap Haris. Cindy menatap ke arah rumahnya dari dalam mobil. "Apa kita akan turun?""Tentu pak," jawab Cindy. Ia membuka pintu mobil lalu mendekat ke arah gerbang. Ia menekan tombol bel berulang kali tapi tidak ada satu orangpun yang keluar."Mungkin mereka tidak ada di rumah nona," ucap Haris."Atau jangan-jangan mereka sudah menjual rumah ini pak?" ucap Cindy. Panda
Sonya terlihat sangat terkejut dengan ucapan pria di hadapannya."Dengar Sonya. Siapa yang tidak mengenal Brian Adam. Dia sangat berpengaruh di kota ini, dan kamu… hubungannya dengan istrinya terlihat sangat buruk. Hal yang mustahil, untuk aku bersamamu," jelas pria tersebut."Heh, jadi itu alasan bodohmu? asal kamu tahu, anak sialan itu hanya istri cadangan. Dia tidak diinginkan oleh Brian, karena Brian hanya akan menikah dengan pemegang saham terbesar perusahaan Hilton. Sedikitpun Brian tidak menyukainya, jadi tidak ada urusannya dengan anak itu.""Kamu terlalu bodoh. Jika Brian tidak menyukai istrinya, dia tidak akan meminta tangan kanannya datang kemari menemani anakmu itu."Sonya terdiam sejenak mendengar ucapan pria tersebut, namun dengan cepat dia tersenyum kembali. "Apa kamu pikir dia bisa melawanku? jangan jadikan alasan bodoh untuk menghindar, dari apa yang sudah jadi tanggung jawabmu.""Apa maksudmu?""Kamu harus membayar a