Cindy…!"
Teriakan yang terdengar jelas dari kamar Misyel. Adik tiri Cindy yang bermuka dua jika berada di hadapan sang ayah. Cindy pun segera berlari ke arah kamar Misyel setelah mendengar teriakkan sang adik tiri.
"Ada apa Syel?"
"Kamu masih tanya ada apa?" pekik Misyel. Cindy menatap Misyel yang tengah menggenggam gaun biru di tangannya. "Apa kamu sengaja mengotori gaun yang akan aku pakai malam ini hah! Aku sudah bilang jangan menyentuh barang-barangku tanpa seizinku."
"Aku hanya mengantungnya sesuai perintahmu tadi pagi."
"Kamu bohong, kamu pasti sudah mencoba baju ini di tubuh kotormu itu kan? aku tahu kamu sangat iri dengan perhatian papah untukku? karena itu kamu sengaja merusak acaraku."
"Sedikitpun aku tidak pernah merasa iri padamu Syel."
"Heh, dasar menjijikkan."
"Ada apa ribut-ribut?" tanya Sonya yang tak lain adalah ibu Misyel.
Misyel seketika berubah dan bergelayut manja pada ibunya. "Mah, liat gaunku ini, anak kotor ini sudah mengotori gaun yang akan aku pakai malam ini di pesta ulang tahun temanku," ucap Misyel dengan suara manja pada ibunya.
Sonya menatap dan mengelus pipi Misyel dengan lembut. "Coba sini mamah lihat sayang," ucapnya. Ia mengambil gaun di tangan putrinya dan melihat gaun yang sudah kena sedikit noda itu, ia langsung menyunggingkan senyuman sinis kearah Cindy. Meski noda tersebut tidak terlalu terlihat, namun itu cukup untuk menjadikan sebuah alasan untuk menyalakan Cindy.
Plakkk!
Sonya memberikan tamparan di pipi mulus Cindy, "Apa kamu sedang mencari masalah, beraninya kamu membuat gaun Misyel kotor seperti ini,"
"Bu aku minta maaf, tapi aku tidak mengotorinya. Lagipula kotorannya tidak terlalu terlihat," jawab Cindy yang masih mengelus pipinya yang sakit karena tamparan tadi.
"Aahhh," rintih Cindy saat rambutnya di tarik Sonya. "Kamu masih mengelaknya? cepat bersihkan sebelum aku menghukum kamu lebih berat," ucap Sonya sambil melepas rambut Cindy dan menyodorkan gaun di tangannya.
Cindy keluar dari kamar Misyel sambil membawa gaun biru tersebut untuk di bersihkan. Air matanya mulai mengalir membasah pipi mulusnya. Ia langsung mencuci bagian yang kotor dan mengeringkannya dengan hairdryer, kemudian menggantungnya kembali di kamar Misyel.
"Apa yang kamu lakukan di kamarku?" ucap Misyel yang sudah berdiri di ambang pintu.
"Aku hanya menaruh gaunmu. Tadi aku melihat pintunya terbuka jadi aku masuk kedalam untuk menyimpannya."
"Sudah, sudah pergi sana. Cepatlah keluar dari kamarku." Cindy pun hendak keluar dan melewati Misyel yang tengah berkacak pinggang di ambang pintu.
Brug!
Cindy tersungkur ke lantai karena tersandung kaki Misyel. "Makannya kalau jalan, pakai tuh mata," ucap Misyel menyeringai sambil berlalu masuk kamar.
Braaakk!
Misyel menutup pintu dengan keras. Sementara Cindy berusaha bangun dari jatuhnya dan menatap pintu kamar Misyel yang tertutup sambil bergumam dalam hati. "Ibu aku merindukanmu, aku merasa lelah dengan keadaan ini. Bu, kenapa aku terlalu lemah dan tak mampu melawan?" Cindy menyeka air matanya dan berlalu.
Terdengar pintu gerbang terbuka dan tak lama suara mobil pun terdengar memasuki garasi. Cindy menatap arah garasi yang terlihat jelas dari jendela dapur, ia melihat pria paruh baya yang keluar dari dalam mobil tersebut. Seorang pria yang menjadi alasan dia tetap bertahan berada di dalam rumah bersama ibu dan adik tirinya. Dia adalah Rudi, ayah kandung Cindy.
Cindy tersenyum saat sang ayah menoleh ke arah jendela dapur dan tersenyum kearahnya, kemudian ia kembali melanjutkan kegiatan memasaknya, setelah sang ayah masuk ke dalam rumah. Masakan hampir selesai, Cindy mulai menata makanan di meja saat semua orang sudah berkumpul, dan mereka pun menikmati makanan bersama.
"Emmm, masakan mba Cindy pokoknya the best deh," ucap Misyel. Ia tersenyum sambil mengacungkan jempolnya ke arah Cindy, namun Cindy hanya tersenyum untuk membalas ucapan Misyel.
"Pah, selesai makan nanti Misyel mau ijin keluar ke acara ulang tahun teman. Bolehkan pah?" ucap Misyel.
"Tentu boleh sayang. Yang penting pulang tepat waktu dan jaga diri baik-baik."
"Tenang saja pah. Mba Cindy mau ikut juga nggak?"
Cindy menoleh ke arah Misyel yang saat ini wajahnya bagaikan kucing anggora yang imut. "Tidak Syel. Mba lebih betah di rumah."
"Sekali-kali pergi keluar kan bagus juga sayang, bisa buat refreshing pikiran," ucap Sonya.
"Sudahlah, kalian jangan memaksa Cindy. Mungkin dia sedang tidak ingin keluar malam ini." Rudi mencoba melerai istri dan anaknya.
Cindy berdiri dari duduknya dan mengangkat piring bekas makannya yang sudah kosong, ia berlalu ke arah dapur. Tak berapa lama saat ia tengah mencuci piring, Misyel datang menghampirinya. "Seharusnya kamu bersedia ikut denganku agar bisa aku permalukan di depan taman-tamanku nanti," ucap Misyel.
Cindy hanya melirik sekilas kearah adik tirinya. Ia pun sudah sangat hafal dengan basa-basi mereka di depan sang ayah. Mana mungkin Misyel serius mengajaknya untuk keluar, semua itu semata-mata hanya untuk kedok mereka di hadapan Rudi.
Misyel meletakkan piring di tempat cuci piring, dengan sengaja ia mengambil sabun cuci piring dan mengoleskannya ke wajah Cindy. "Cuci piring yang bersih ya mba Cindy sayang, hahaha," ucap Misyel kembali dan langsung berlalu meninggalkan dapur. Sementara Cindy hanya mendengus kesal.
Semua pekerjaan di dapur sudah selesai. Cindy hendak masuk kedalam kamarnya, namun langkahnya terhenti saat melihat sang ayah yang duduk murung di depan televisi. Ia pun menghampiri ayahnya.
"Pah, papah baik-baik saja?" tanyanya sambil menghampiri sang ayah.
"Papah baik-baik saja Cindy."
"Papah tidak bohong kan?"
Rudi menatap Cindy kemudian menganggukkan kepalanya sambil tersenyum. "Istirahatlah sayang, ini sudah malam. Kamu pasti sangat lelah bukan?"
"Cindy tidak merasa lelah selama Cindy bisa melihat papah tersenyum."
"Percayalah, papah baik-baik saja."
"Cindy akan masuk kamar dan beristirahat jika papah juga pergi beristirahat sekarang."
"Hmmm. Baiklah, papah akan ke kamar dan beristirahat. Kamu memang tidak jauh beda dengan mamahmu dulu." Cindy tersenyum mendengar ucapan sang ayah. Mereka akhirnya melangkah ke kamar masing-masing.
Seperti biasa, di pagi hari Cindy selalu bangun pagi membereskan rumah dan menyiapkan sarapan untuk semua anggota keluarganya. Sonya menghampiri Cindy yang tengah memasaknya di dapur. "Apa yang kamu katakan semalam dengan ayahmu?" tanyanya.
"Tidak ada mah."
"Dengar aku baik-baik Cindy. Aku tidak suka kamu mencari perhatian yang berlebihan pada ayahmu, apalagi kamu berani berkata buruk tentang aku dan Misyel."
"Aku tidak akan pernah melakukan hal itu mah. Selama papah bahagia bersama mamah, aku akan selalu menurut sama mamah."
"Bagus. Jika kamu berani macam-macam, kamu tahu sendiri akibatnya."
Ding dong
Suara bel pintu terdengar di pagi hari. "Siapa pagi-pagi seperti ini datang bertamu, apa dia tidak melihat ini jam berapa sekarang?" gerutu Sonya sembari melangkah meninggalkan dapur.
"Siapa pagi-pagi seperti ini datang bertamu, apa dia tidak melihat ini jam berapa sekarang?" gerutu Sonya sembari melangkah meninggalkan dapur.Sonya membuka sedikit tirai jendela untuk melihat siapa orang yang sepagi ini sudah berdiri di pintu gerbang rumahnya."Pak Haris?" gumamnya. Ia bergegas membuka pintu rumah dan berlari membuka gerbang. "Selamat pagi pak Haris?" sapanya."Hmmmm." jawaban datar dari pemilik tubuh tinggi besar tersebut."Mari masuk pak." Sonya mempersilahkan orang yang bernama Haris tersebut untuk masuk kedalam rumahnya. Dia adalah tangan kanan keluarga Adam, keluarga kaya raya dan terpandang di kota tersebut.
Misyel dan Sonya melangkah menuju ruang tamu, namun sesampainya ia di ruang tamu, Margaretha justru menatap Misyel dengan tajam. Terlihat jelas raut wajah penuh amarah, Sedangkan Misyel tertunduk karena merasa takut."Jadi gadis kurang ajar ini adalah anakmu?" pekik Margaretha."I-iya Nyonya. Apa ada yang salah.""Heh, dia gadis yang tadi siang menabrakku dan berani melawanku, sekarang berharap menjadi menantuku. Cihhh! Sonya aku harap kamu tidak melupakan perkataan ku tadi siang?""Sa-saya tidak akan melupakan apa yang Anda katakan Nyonya," ucap Sonya gelagapan. Ia menatap Misyel. "Apa yang sebenarnya terjadi? apa yang kamu lakukan Misyel?"
Cindy langsung menundukkan kepalanya dan hanya bisa bergumam dalam hati. "Siapa dia? mengapa tatapannya sangat menakutkan?"Dialah Brian Adam, sang Casanova yang arogan anak satu-satunya keluarga Adam kesayangan Margaretha. Pria yang akan menikah dengan Cindy hanya untuk menutupi berita buruk tentangnya di media."Jadi ini wanita pilihan Mommy," ucapnya sembari mendekati Cindy. Sedangkan Cindy masih tertunduk takut."Ya. Mamah rasa hanya dia yang pantas."Brian menyeringai. "Apa tidak ada wanita yang lebih cantik darinya? lihatlah gadis jelek ini, dia hanya seorang Upik abu. Mana pantas dia berdampingan denganku," ucap Brian dengan tatapan mengejek.
Jantung Cindy seakan copot saat tangan seseorang menggapai pundaknya dari belakang, bahkan untuk menoleh pun ia tidak bisa memberanikan dirinya."Non Cindy apa yang sedang Anda lakukan disini?" ucap seorang wanita yang tak lain adalah Atik."Bu Atik bikin kaget saja," jawab Cindy dengan lembut."Apa aku mengizinkan kamu berkeliaran di sini?" ucap Margaretha. Seketika Cindy dan Atik menoleh kearah suara dan langsung membungkukkan badannya. "Atik, pergi dan segera bereskan pekerjaanmu. Dan kamu, ikut aku."Atik langsung mengangguk dan berlalu ke dapur, sedangkan Cindy dengan jantung yang tengah berdebar kencang melangkahkan kakinya mengikuti Margaretha. Ia masuk kedalam sebuah ruangan di mana B
Dengan cepat Misyel menarik Cindy kearahnya dan langsung memeluknya. "Ternyata kalian ada di sini," ucap Rudi saat mendapati kedua putrinya."Eh, papah lagi cari kita ya?" ucap Misyel lembut."Iya, tadinya papah mau kasih tahu ku jika Cindy sudah pulang, tapi kelihatannya papah telat kasih tahu kamu," ucap Rudi sambil tersenyum."Tadi Misyel dengar suara Mba Cindy jadi Misyel langsung bangun. Seneng deh pah akhirnya mba Cindy balik ke rumah," ucap Misyel. Sementara Cindy hanya diam."Baiklah kalau begitu papah akan sarapannya dulu. Kalian lanjutkan saja temukangennya," ucap Rudi sambil melempar senyum kepada kedua putrinya. Dan iapun meninggalkan mereka kembali.
Cindy menoleh kearah Sonya yang sudah berdiri di ambang pintu dapur sambil berkacak pinggang. "Maaf mah, Cindy nggak sengaja mecahin piring."Dengan muka memerah Sonya menghampiri Cindy. "Kamu tuh benar-benar anak pembawa sial ya. Belum juga satu hari balik kerumah ini, tapi piring sudah kami pecahin. Bisa-bisa nanti rumah ini juga kamu bakar.""Maafin Cindy mah.""Alaaah, bisanya cuma ngomong maaf saja," ucap Misyel menghampiri."Bagaimana kamu bisa jadi istri Brian anak dari Nyenyak Margaretha jika kamu teledor seperti ini. Yang ada kamu justru akan membahayakan keluarga ini," ucap Sonya."Cindy akan berusaha tidak membuat mereka kecewa mah.""Kamu pikir aku percaya hah! andai saja waktu itu kamu menuruti ucapanku, pasti besok Misyel lah yang akan menikah dengan Brian."Cindy tetap diam tanpa menjawab sepatah katapun ucapan Sonya. Karena dalam hati, sebentar ia ingin memberontak dan me
Bukankah kedatangan Margaretha seperti yang diinginkan, tapi kenapa ia justru merasa takut saat melihat wajah nyonya besar yang tak bersahabat saat ini?"Di mana gadis itu?" ucap Margaretha yang terdengar dingin."Cindy ada di dalam Nyonya.""Panggil dia secepatnya kemari.""Ba-baik."Sonya berlalu dan segera menemui Cindy yang tengah melipat pakaian. "Anak brengsek, segera temui Nyonya Margaretha dan katakan ini adalah ulahmu agar batal menikah dengan Brian. Jika kamu berani mengatakan aku yang melakukan, maka bersiaplah aku kirim ayahmu ke neraka." Cindy mengangguk, ia segera mengikuti langkah ibu tirinya untuk menemui Margar
Sonya dan Rudi menoleh kearah Margaretha yang tengah menatap mereka."Aku tidak peduli tentang siapa dan apa tujuannya luka pada pipi gadis ini dibuat. Tapi aku akan membunuh kalian semua jika acara pernikahan Brian besok sampai terjadi kegagalan," ucap Margaretha."Tapi siapa yang akan menikah dengan tuan Brian Nyonya?" tanya Misyel memberanikan diri.Margaretha tersenyum ke arah Misyel dan menjawab pertanyaannya. "Tentu saja dia," ucapnya menunjuk Cindy dengan matanya.Seketika semua merasa terkejut tak terkecuali Cindy yang langsung mendongakkan kepalanya. Sonya pun merasa geram mendengar jawaban Margaretha dan ia pun segera mendekati Nyonya besar Adam. "Tapi dia sudah melukai diriny
"Apa pak Haris yakin?" tanya Brian menyelidik."Kita bisa melihatnya langsung tuan."Brian nampak berfikir sejenak. "Kita pergi sekarang," ucapnya sambil berdiri lalu melangkah diikuti Haris. Langkah Brian terhenti kembali lalu menoleh ke arah Cindy yang saat ini bibirnya bisa di ikat. Brian menyunggingkan senyum dan kembali menghampiri Cindy.Cup…Kecupan di pipi mengagetkan Cindy. "Tunggu aku di rumah sayang," ucap Brian sambil mengacak rambut Cindy dan kembali melangkah meninggalkannya.Cindy melirik kepergian Brian sambil menggerutu. "Menyebalkan. Apa mungkin aku harus selamanya seperti ini? Menjadi istri tapi tidak di hargai." Cindy menarik nafasnya lalai membuangnya. "Ah, Cindy. Apa yang kamu harapan dalam pernikahan yang hanya terjadi karena maksud tertentu? Jika kamu di sepelwkan dan suamimu ingin menikah lagi, itu adalah hal yang sangat wajar. Karena kamu memang bukan orang yang di inginkan," gerutunya pada diri sendiri.Cind
Tanpa banyak pikir, cindy mencari bi Atik dan mengatakan apa yang Brian katakan. Ia naik ke kamar menemui Brian."Sudah kamu katakan sama bi Atik?" tanya Brian saat Cindy masuk kedalam kamar. Cindy hanya mengangguk, ia duduk di kursi depan meja riasnya sambil menatap ke arah Brian, yang tengah mengotak-atik ponselnya di tepi ranjang. "Jangan terus menatapku." Ia menoleh ke arah Cindy. "Jika ingin menciumku, datanglah mendekat," ucap Brian sambil mengangkat alisnya.Seketika Cindy membuang mukanya saat mendengar ucapan Brian. "Aku bahkan tidak pernah bermimpi untuk hal itu."Brian menyeringai lalu ia duduk menghadap Cindy. "Cindy, apa kamu masih menganggapku sama seperti dulu?" tanyanya."Bukankah memang kamu masih sama seperti dulu?" Jawab Cindy.Brian mengerutkan dahinya. Ia melipat kedua tangannya sambil menatap Cindy. "Kamu benar-benar gadis yang tidak peka."Cindy melirik ke arah Brian. "Apa maksudmu?"Brian mendorong jidat Cindy.
"Lepaskan aku…!" teriak Misyel. Ia memberontak saat anak buah Brian menyeretnya."Kamu tidak apa-apa?" tanya Brian pada Cindy.Cindy menggelengkankepalanya, ia benar-benar tidak tahu kenapa ibu dan adik tirinya menjadi seperti itu. Cindy menatap Brian. "Apa yang sebenarnya terjadi?""Aku hanya menyuruh mereka meninggalkan rumah ini, bukan kah itu yang kamu inginkan?" Jelas Brian."Aku tidak pernah menginginkannya hal itu.""Kamu menginginkannya, hanya saja kamu tidak tega untuk melakukannya sayang," ucap Brian pada Cindy. Itu adalah kenyataannya, tapi mana mungkin Cindy bisa mengusir mereka sedangkan hatinya tidak mungkin tega, meskipun mereka begitu jahat terhadapnya."Tapi kemana mereka akan pergi…?" Cindy menoleh ke arah Misyel yang masih memberontak. "Biarkan mereka tetap di sini.""Tidak. Mereka harus pergi dari rumahmu ini. Dan itu adalah keputusan. Tentang dimana mereka akan tinggal, kamu tidak p
Plaaak…. Plaaak….Tamparan melayang dengan cepat, mendarat di pipi masing-masing."Apa kalian sudah puas menghinanya?" ucap Brian sambil menatap tajam kearah Megi dan Mila."Tu-tuan, maafkan kami.""Haris…, pecat mereka berdua," ucap Brian."Tuan, tolong jangan pecat kami, kami mengaku salah, kami mohon maafkan kami," ucap Megi."Kalian pikir segampang itu aku memaafkan kalian?" ucap Brian sambil menyeringai.Mila mendekati Cindy. "Nona Cindy tolong maafkan kami. Aku sangat membutuh pekerjaan ini untuk biaya perawatan adikku. Aku tidak bisa kehilangan pekerjaan ini," rengeknya. Ia kemudian bersimpuh di hadapan Cindy dengan tangannya yang tetap mendengarnya tangan Cindy."Bangunlah," ucap Cindy. Ia berusaha melepaskan tangan Mila, namun mila dengan erat masih menggenggamnya."Jauhkan tanganmu darinya atau aku akan menyuruh Haris untuk memotongnya," ucap Brian. Mata Cindy terbelalak mendengarnya, begit
"Aku tidak menghinanya, bagaimanapun juga dia adalah ibu mertuaku, orang yang membuatku merasakan bagaimana bisa hidup dengan kemewahan," ucap Cindy. Ia mulai menyuapkan makanan ke dalam mulutnya."Jangan membuat selera makanku hilang. Hari ini aku sengaja membawamu makan di tempat ini, agar kamu tidak merasa dilupakan.""Kamu melakukannya untukku?""Memang siapa lagi? bukankah di sini hanya ada kamu." Brian menatap cindy yang tengah menggigit bibirnya. "Cepatlah makan sebelum makanannya menjadi dingin," imbuh Brian.Mereka pun akhirnya menikmati makanan tanpa bersuara. Meski dengan rasa kesal, Cindy masih bisa menikmati makanannya."Apa kamu ingin pergi ke suatu tempat?" tanya Brian."Aku ingin pulang.""Aku tidak bertanya, apa kamu ingin pulang atau tidak. Jika tidak ada tempat yang ingin kamu datangi, maka kita kembali ke kantor" ucap Brian."Aku tidak mau kembali ke kantor.""Kenapa?""
"Apa pedulimu? Bukankah, kamu juga suka menghinaku?" jawab Cindy.Brian menatap cindy. "Kau tahu, tidak ada yang boleh menghinamu selain aku. Jadi katakan saja siapa orangnya.""Lupakan saja, lagipula mereka menghinaku karena tidak tahu jika aku adalah istrimu." Brian melirik saat mendengar jawaban Cindy, lalu ia kembali ke pekerjaannya. "ada apa sebenarnya kamu memintaku datang kemari?" tanya Cindy."Aku sudah menjawabnya tadi." Cindy hanya memutar bola matanya. Brian menoleh ke arah Cindy yang nampak termenung. "Apa yang kamu pikirkan.""Tidak ada."Brian menutup semua berkas di mejanya, ia berdiri lalu melangkah mendekati Cindy. "Ayo," ucapnya."Kemana,""Ini sudah siang, apa kamu tidak lapar?""Sedikit."Brian mengulurkan tangannya, namun Cindy justru mengerutkan dahinya. "Kenapa malah diam? Cepatlah, aku masih banyak pekerjaan."Cindy pun akhirnya menerima uluran tangan Brian. "Kita ak
"Ada apa sih Meg, kayaknya serius banget," tanya seorang wanita yang tidak lain adalah Mila, rekan kerja Megi. Ia menghampiri Megi dan Cindy, Megi menjawab pertanyaan Mila hanya dengan menggerakkan ujung matang sambil menyeringai ke arah CindyMila pun menoleh ke arah Cindy dan mengamatinya sekejap. "Eh, bukankah dia istri tuan Brian?" ucap Mila menoleh ke arah Megi.""Apa maksudmu? apa kami sudah buta?" ucap Megi."Aku pernah melihat berita tentang istri tuan Brian. Dia terlihat sangat mirip.""Apa kamu tidak bisa melihat dengan baik, Mila? lihatlah, dia sangat jauh berbeda dengan istri tuan Brian. Gadis ini terlihat seperti seorang gembel," bantah Megi. Mila pun menatap Cindy yang saat ini hanya memakai celana jeans, dan kaos yang terlihat sangat biasa."Emm, mungkin kamu ada benarnya juga, aku melihat istri tuan Brian di berita dulu, dia terlihat sangat cantik. Apalagi saat pergi bersama Nyonya Margaretha, dia menantu yang penuh keme
Sonya terlihat sangat terkejut dengan ucapan pria di hadapannya."Dengar Sonya. Siapa yang tidak mengenal Brian Adam. Dia sangat berpengaruh di kota ini, dan kamu… hubungannya dengan istrinya terlihat sangat buruk. Hal yang mustahil, untuk aku bersamamu," jelas pria tersebut."Heh, jadi itu alasan bodohmu? asal kamu tahu, anak sialan itu hanya istri cadangan. Dia tidak diinginkan oleh Brian, karena Brian hanya akan menikah dengan pemegang saham terbesar perusahaan Hilton. Sedikitpun Brian tidak menyukainya, jadi tidak ada urusannya dengan anak itu.""Kamu terlalu bodoh. Jika Brian tidak menyukai istrinya, dia tidak akan meminta tangan kanannya datang kemari menemani anakmu itu."Sonya terdiam sejenak mendengar ucapan pria tersebut, namun dengan cepat dia tersenyum kembali. "Apa kamu pikir dia bisa melawanku? jangan jadikan alasan bodoh untuk menghindar, dari apa yang sudah jadi tanggung jawabmu.""Apa maksudmu?""Kamu harus membayar a
"Untuk apa Anda kesana?" Haris menatap Cindy penuh curiga."Jangan menatapku seperti itu pak Haris, aku hanya ingin melihat rumahku. Ibu tiriku berniat menjual satu-satunya peninggalan orang tuaku. Aku tidak akan pernah membiarkan itu terjadi," jelas Cindy."Baiklah, saya akan mengantarkan Anda kesana. Lagipula tuan Brian sudah mengizinkannya, asal Anda kembali sebelum dia pulang."Cindy tersenyum sumringah. "Terimakasih pak Haris."Sesuai permintaan Cindy, Haris mengantarnya ke rumah lama, dimana ibu dan adik tirinya tinggal."Kita sudah sampai Nona," ucap Haris. Cindy menatap ke arah rumahnya dari dalam mobil. "Apa kita akan turun?""Tentu pak," jawab Cindy. Ia membuka pintu mobil lalu mendekat ke arah gerbang. Ia menekan tombol bel berulang kali tapi tidak ada satu orangpun yang keluar."Mungkin mereka tidak ada di rumah nona," ucap Haris."Atau jangan-jangan mereka sudah menjual rumah ini pak?" ucap Cindy. Panda