"Siapa pagi-pagi seperti ini datang bertamu, apa dia tidak melihat ini jam berapa sekarang?" gerutu Sonya sembari melangkah meninggalkan dapur.
Sonya membuka sedikit tirai jendela untuk melihat siapa orang yang sepagi ini sudah berdiri di pintu gerbang rumahnya.
"Pak Haris?" gumamnya. Ia bergegas membuka pintu rumah dan berlari membuka gerbang. "Selamat pagi pak Haris?" sapanya.
"Hmmmm." jawaban datar dari pemilik tubuh tinggi besar tersebut.
"Mari masuk pak." Sonya mempersilahkan orang yang bernama Haris tersebut untuk masuk kedalam rumahnya. Dia adalah tangan kanan keluarga Adam, keluarga kaya raya dan terpandang di kota tersebut.
"Silahkan pak, saya akan membuatkan teh hangat dulu dan memanggil suami saya."
"Aku datang untuk melihat anak gadismu. Segera panggil dia kemari."
"Ba-baik pak." Dengan langkah tergesa-gesa, Sonya melangkah menuju kamar anaknya dan langsung membuka pintu kamar. "Dasar anak manja. Sayang cepat bangun,"
"Emmm, ada apa sih mah? ini kan masih pagi banget."
"Kalau kamu tidak segera bangun, maka kamu akan kehilangan kesempatan menjadi menantu orang terkaya di kota ini."
"Maksud mamah? apa pria kaya itu sudah menyuruh anak buahnya datang kemari untuk menjemputku?"
"Jangan banyak bicara. Cepat rapikan penampilanmu, atau kita akan mengecewakannya."
Mendengar ucapan ibunya, seketika mata Misyel terbuka lebar. Ia segera bangun dan cepat-cepat merapikan rambutnya. Mereka berdua segera ke ruang tamu menemui Haris.
"Jadi ini anak gadismu?"
"Iya, pak," jawab Sonya. Ia langsung menyenggol bahu anaknya dengan bahunya, seakan menyuruh Misyel melakukan sesuatu.
"Selamat pagi pak. Maaf semalam saya kerja lembur jadi kesiangan," ucap Misyel. Dia memang orang yang pandai berbohong. Mana mungkin dia kerja lembur, yang ada pulang dari pesta temannya menjelang pagi.
Haris menatap Misyel dari atas sampai bawah. "Kamu sama sekali tidak pantas berdampingan dengan tuan Brian, apalagi untuk menyandang status sebagai istrinya," ucapnya yang langsung berdiri dari duduknya.
"Ta-tapi pak Haris. Mungkin anda bisa memikirkannya lagi, dan tuan Brian juga kan belum melihat putri saya."
"Kalau aku saja melihatnya tidak pantas. Lalu apa menurutmu pendapat tuan Brian hah!"
"Ma-maaf tuan." Suara lantang Haris membuat Sonya dan Misyel tertunduk takut. Haris hendak melangkah keluar, namun langkah kakinya terhenti saat melihat Cindy yang lewat sambil membawa sekeranjang pakaian kotor.
"Siapa kamu," tanya Haris sambil menatap Cindy tajam.
"Saya tuan?" ucap Cindy lirih.
"Pak Haris. Dia hanya seorang pembantu di keluarga kami," jawab Sonya cepat sebelum Cindy menjawabnya. Cindy mengernyitkan dahinya, hatinya seperti teriris mendengar ucapan ibu tirinya.
"Saya permisi tuan," ucap Cindy sopan dan langsung berlalu. Tanpa mengucapkan sepatah katapun Haris pun meninggalkan rumah tersebut.
"Mah, bagaimana ini?"
"Diamlah. Aku akan membujuk nyonya Margaretha agar mereka jadi memilihmu sebagai menantu bayaran keluarga Adam."
"Siapa tadi mah?" tanya Rudi.
"Papah ini dari mana saja sih? dari tadi nggak kelihatan?"
"Papah habis mandi mah, kan mau berangkat ke kantor. Memang ada apa?"
"Tadi ada pak Haris datang kemari."
"Pak Haris? bukankah dia orang kepercayaan keluarga Adam?"
"Itu papah tahu," ucap Sonya sambil melipat kedua tangan di dadanya.
"Ada urusan apa beliau datang kemari sepagi ini?"
"Papah bagaimana sih? kan sudah mamah ceritakan tempo hari tentang anak nyonya Margaretha, Brian Adam."
"Jadi mamah serius tentang hal itu? mamah yakin akan mengizinkan Misyel menikah dengan Brian?"
"Tentu saja serius pah. Lagipula Misyel juga sangat menginginkannya. Benarkan sayang?" tanya Sonya menatap putrinya.
"Iya pah. Siapa juga yang nggak mau menikah dengan orang kaya raya dengan harta yang berlimpah. Meski cuma sebagai istri bayaran, tapi setidaknya aku bisa menikmati kemewahan gaya hidup mereka," jelas Misyel.
"Sebenarnya Papah tidak setuju."
"Maksud papah apa? apa papah tidak ingin Misyel bahagia tanpa kekurangan harta?" hardik Sonya. Ucapan Rudi berhasil menyulut kemarahannya.
"Papah hanya mengkhawatirkan Misyel. Mamah tahu sendiri bagaimana sifat keluarga Adam. Apalagi anaknya yang bernama Brian yang akan menikahi Misyel."
"Itu hal yang mudah pah. Jika Misyel selalu menurut pada peraturan mereka, mamah yakin semua akan baik-baik saja."
Rudi menatap Misyel. "Apa kamu sudah yakin dengan hal itu?" tanyanya pada Misyel.
"Misyel sudah memikirkannya dan merasa yakin pah. Ini adalah kesempatan bagus bukan? derajat keluarga kita akan terangkat, dan secara otomatis kita pun tidak akan dipandang sebelah mata oleh orang lain, seperti selama ini. Dan semua itu akan terjadi jika kita memiliki hubungan baik dengan keluarga Adam. Dan yang paling penting, kita pasti akan kecipratan harta mereka yang melimpah."
Rudi menggelengkan kepalanya mendengar jawaban Misyel. "Terserah kalian saja. Aku tidak akan melarang jika kalian tetap bersikeras dengan keputusan konyol itu," ucap Rudi yang langsung berbalik badan dan melangkah ke kamarnya. Sonya menyusul suaminya ke kamar.
Sonya menutup pintu kamar. "Pah, kenapa sih kamu tuh kayaknya berat banget ngizinin Misyel nikah sama Brian. Atau papah berharap keberuntungan ini di dapatkan anak manjamu itu," ucap Sonya.
"Kamu tuh ngomong apa sih ma? Misyel saja aku kuatirkan, apa lagi Cindy. Aku benar-benar tidak suka dengan keluarga Adam meskipun mereka orang paling berpengaruh di kota ini. Jadi, bagaimana aku menyebut hal ini sebuah keberuntungan?"
"Kekerasan mereka hanya rumor pah. Mamah yakin mereka orang-orang baik."
"Terserah kamu saja mah. Tapi ingat, jika sesuatu terjadi sama Misyel, maka jangan pernah salahkan papah," ucap Rudi. Ia mengambil tas kantornya dan keluar kamar menuju ruang makan. Setelah menikmatinya sarapannya, ia pun segera berangkat bekerja.
Sonya yang merasa kecewa dengan kedatangan Haris tadi pagi pun tak pantang mundur. Ia berusaha membujuk Margaretha agar tetap memilih Misyel menjadi menantu keluarga Adam. Bukan hal yang sulit untuk Sonya menemui wanita terhormat tersebut. Setiap dua hari sekali, Margaretha selalu datang ke salon tempat Sonya bekerja untuk mencuci rambut, dan kebetulan Margaretha adalah langganannya.
"Hmmm, jadi Haris sudah menemui anakmu," ucap Margaretha yang tengah menikmati pelayanan Sonya.
"Sudah Nyonya."
"Baiklah, nanti malam suruh anakmu bersiap. Aku akan datang kerumahmu, biar aku yang menilainya. Tapi ingat, jika ternyata penilaian Haris benar, maka aku akan berhenti berlangganan di salon ini dan kamu akan aku jadikan alasan mengapa aku berhenti datang kemari. Jika aku menilai pantas pada putrimu, aku akan memberikan seratus juta untuk uang muka. Dan aku bisa saja langsung membawanya ke rumahku.Tapi ingat aku tidak pernah main-main dengan ucapanku. Jadi jangan sampai kamu mengecewakan aku, atau kamu akan tahu akibatnya."
"Saya mengerti Nyonya."
Seperti yang dikatakan Margaretha, ia datang kerumah Sonya di temani Haris. Misyel sudah berdandan secantik mungkin berharap agar Margaretha memilihnya untuk masuk kedalam keluarga Adam sebagai istri bayaran sementara. Meski mereka belum tahu pasti alasan keluarga Adam mencari seorang wanita untuk di nikahkan dengan Brian, namun karena tergiur sebuah harta mereka tidak mempedulikan alasan tersebut.
Sonya dan Rudi menyambut kedatangan Margaretha, mereka melangkah masuk kedalam rumah. "Mana anakmu?"
"Sebentar Nyonya, saya akan panggilkan dia." Sonya melangkah ke kamar Misyel dan memanggilnya keluar. Sementara Rudi menemani Margaretha dan Haris di ruang tamu. Mau tidak mau Rudi harus menuruti keinginan istrinya. Sementara Cindy tengah pergi keluar karena Sonya menyuruhnya untuk mengantarkan barang kerumah saudaranya. Lebih tepatnya dia tidak ingin Cindy berada di rumah saat Margaretha datang.
"Ingat, berperilaku sopan di hadapan Nyonya Margaretha dan jangan mengecewakan mamah," ucap Sonya sebelum mereka keluar kamar.
"Aku mengerti mah."
Misyel dan Sonya melangkah menuju ruang tamu, namun sesampainya ia di ruang tamu, Margaretha justru menatap Misyel dengan tajam. Terlihat jelas raut wajah penuh amarah, Sedangkan Misyel tertunduk karena merasa takut saat melihat Margaretha.
Misyel dan Sonya melangkah menuju ruang tamu, namun sesampainya ia di ruang tamu, Margaretha justru menatap Misyel dengan tajam. Terlihat jelas raut wajah penuh amarah, Sedangkan Misyel tertunduk karena merasa takut."Jadi gadis kurang ajar ini adalah anakmu?" pekik Margaretha."I-iya Nyonya. Apa ada yang salah.""Heh, dia gadis yang tadi siang menabrakku dan berani melawanku, sekarang berharap menjadi menantuku. Cihhh! Sonya aku harap kamu tidak melupakan perkataan ku tadi siang?""Sa-saya tidak akan melupakan apa yang Anda katakan Nyonya," ucap Sonya gelagapan. Ia menatap Misyel. "Apa yang sebenarnya terjadi? apa yang kamu lakukan Misyel?"
Cindy langsung menundukkan kepalanya dan hanya bisa bergumam dalam hati. "Siapa dia? mengapa tatapannya sangat menakutkan?"Dialah Brian Adam, sang Casanova yang arogan anak satu-satunya keluarga Adam kesayangan Margaretha. Pria yang akan menikah dengan Cindy hanya untuk menutupi berita buruk tentangnya di media."Jadi ini wanita pilihan Mommy," ucapnya sembari mendekati Cindy. Sedangkan Cindy masih tertunduk takut."Ya. Mamah rasa hanya dia yang pantas."Brian menyeringai. "Apa tidak ada wanita yang lebih cantik darinya? lihatlah gadis jelek ini, dia hanya seorang Upik abu. Mana pantas dia berdampingan denganku," ucap Brian dengan tatapan mengejek.
Jantung Cindy seakan copot saat tangan seseorang menggapai pundaknya dari belakang, bahkan untuk menoleh pun ia tidak bisa memberanikan dirinya."Non Cindy apa yang sedang Anda lakukan disini?" ucap seorang wanita yang tak lain adalah Atik."Bu Atik bikin kaget saja," jawab Cindy dengan lembut."Apa aku mengizinkan kamu berkeliaran di sini?" ucap Margaretha. Seketika Cindy dan Atik menoleh kearah suara dan langsung membungkukkan badannya. "Atik, pergi dan segera bereskan pekerjaanmu. Dan kamu, ikut aku."Atik langsung mengangguk dan berlalu ke dapur, sedangkan Cindy dengan jantung yang tengah berdebar kencang melangkahkan kakinya mengikuti Margaretha. Ia masuk kedalam sebuah ruangan di mana B
Dengan cepat Misyel menarik Cindy kearahnya dan langsung memeluknya. "Ternyata kalian ada di sini," ucap Rudi saat mendapati kedua putrinya."Eh, papah lagi cari kita ya?" ucap Misyel lembut."Iya, tadinya papah mau kasih tahu ku jika Cindy sudah pulang, tapi kelihatannya papah telat kasih tahu kamu," ucap Rudi sambil tersenyum."Tadi Misyel dengar suara Mba Cindy jadi Misyel langsung bangun. Seneng deh pah akhirnya mba Cindy balik ke rumah," ucap Misyel. Sementara Cindy hanya diam."Baiklah kalau begitu papah akan sarapannya dulu. Kalian lanjutkan saja temukangennya," ucap Rudi sambil melempar senyum kepada kedua putrinya. Dan iapun meninggalkan mereka kembali.
Cindy menoleh kearah Sonya yang sudah berdiri di ambang pintu dapur sambil berkacak pinggang. "Maaf mah, Cindy nggak sengaja mecahin piring."Dengan muka memerah Sonya menghampiri Cindy. "Kamu tuh benar-benar anak pembawa sial ya. Belum juga satu hari balik kerumah ini, tapi piring sudah kami pecahin. Bisa-bisa nanti rumah ini juga kamu bakar.""Maafin Cindy mah.""Alaaah, bisanya cuma ngomong maaf saja," ucap Misyel menghampiri."Bagaimana kamu bisa jadi istri Brian anak dari Nyenyak Margaretha jika kamu teledor seperti ini. Yang ada kamu justru akan membahayakan keluarga ini," ucap Sonya."Cindy akan berusaha tidak membuat mereka kecewa mah.""Kamu pikir aku percaya hah! andai saja waktu itu kamu menuruti ucapanku, pasti besok Misyel lah yang akan menikah dengan Brian."Cindy tetap diam tanpa menjawab sepatah katapun ucapan Sonya. Karena dalam hati, sebentar ia ingin memberontak dan me
Bukankah kedatangan Margaretha seperti yang diinginkan, tapi kenapa ia justru merasa takut saat melihat wajah nyonya besar yang tak bersahabat saat ini?"Di mana gadis itu?" ucap Margaretha yang terdengar dingin."Cindy ada di dalam Nyonya.""Panggil dia secepatnya kemari.""Ba-baik."Sonya berlalu dan segera menemui Cindy yang tengah melipat pakaian. "Anak brengsek, segera temui Nyonya Margaretha dan katakan ini adalah ulahmu agar batal menikah dengan Brian. Jika kamu berani mengatakan aku yang melakukan, maka bersiaplah aku kirim ayahmu ke neraka." Cindy mengangguk, ia segera mengikuti langkah ibu tirinya untuk menemui Margar
Sonya dan Rudi menoleh kearah Margaretha yang tengah menatap mereka."Aku tidak peduli tentang siapa dan apa tujuannya luka pada pipi gadis ini dibuat. Tapi aku akan membunuh kalian semua jika acara pernikahan Brian besok sampai terjadi kegagalan," ucap Margaretha."Tapi siapa yang akan menikah dengan tuan Brian Nyonya?" tanya Misyel memberanikan diri.Margaretha tersenyum ke arah Misyel dan menjawab pertanyaannya. "Tentu saja dia," ucapnya menunjuk Cindy dengan matanya.Seketika semua merasa terkejut tak terkecuali Cindy yang langsung mendongakkan kepalanya. Sonya pun merasa geram mendengar jawaban Margaretha dan ia pun segera mendekati Nyonya besar Adam. "Tapi dia sudah melukai diriny
{Seorang pria dari keluarga terpandang yang terkenal ternyata sudah menikah secara diam-diam. Kekecewaan besar untuk kaum wanita yang mengidamkannya.}{Waah, Brian Adam sudah menikah dengan seorang bidadari.}Saat ini seluruh kota tengah membicarakan tentang pernikahan mereka. Namun di sisi lain, ada seorang ayah yang menatap foto anaknya dalam sebuah kabar sosial media dengan tatapan wajah yang sedih. Air mata yang menetes di pipinya seakan mewakili rasa kekecewaannya terhadap dirinya sendiri. "Cindy maafkan ayah nak," ucapnya.Di kediaman keluarga Adam, Margaretha tengah mengamati setiap isi berita di ruang kerjanya, ia pun menyunggingkan senyumannya lalu menoleh ke arah anaknya. "Brian, dua hari lagi kita akan mengadakan jumpa pers, kamu harus memastikan
"Apa pak Haris yakin?" tanya Brian menyelidik."Kita bisa melihatnya langsung tuan."Brian nampak berfikir sejenak. "Kita pergi sekarang," ucapnya sambil berdiri lalu melangkah diikuti Haris. Langkah Brian terhenti kembali lalu menoleh ke arah Cindy yang saat ini bibirnya bisa di ikat. Brian menyunggingkan senyum dan kembali menghampiri Cindy.Cup…Kecupan di pipi mengagetkan Cindy. "Tunggu aku di rumah sayang," ucap Brian sambil mengacak rambut Cindy dan kembali melangkah meninggalkannya.Cindy melirik kepergian Brian sambil menggerutu. "Menyebalkan. Apa mungkin aku harus selamanya seperti ini? Menjadi istri tapi tidak di hargai." Cindy menarik nafasnya lalai membuangnya. "Ah, Cindy. Apa yang kamu harapan dalam pernikahan yang hanya terjadi karena maksud tertentu? Jika kamu di sepelwkan dan suamimu ingin menikah lagi, itu adalah hal yang sangat wajar. Karena kamu memang bukan orang yang di inginkan," gerutunya pada diri sendiri.Cind
Tanpa banyak pikir, cindy mencari bi Atik dan mengatakan apa yang Brian katakan. Ia naik ke kamar menemui Brian."Sudah kamu katakan sama bi Atik?" tanya Brian saat Cindy masuk kedalam kamar. Cindy hanya mengangguk, ia duduk di kursi depan meja riasnya sambil menatap ke arah Brian, yang tengah mengotak-atik ponselnya di tepi ranjang. "Jangan terus menatapku." Ia menoleh ke arah Cindy. "Jika ingin menciumku, datanglah mendekat," ucap Brian sambil mengangkat alisnya.Seketika Cindy membuang mukanya saat mendengar ucapan Brian. "Aku bahkan tidak pernah bermimpi untuk hal itu."Brian menyeringai lalu ia duduk menghadap Cindy. "Cindy, apa kamu masih menganggapku sama seperti dulu?" tanyanya."Bukankah memang kamu masih sama seperti dulu?" Jawab Cindy.Brian mengerutkan dahinya. Ia melipat kedua tangannya sambil menatap Cindy. "Kamu benar-benar gadis yang tidak peka."Cindy melirik ke arah Brian. "Apa maksudmu?"Brian mendorong jidat Cindy.
"Lepaskan aku…!" teriak Misyel. Ia memberontak saat anak buah Brian menyeretnya."Kamu tidak apa-apa?" tanya Brian pada Cindy.Cindy menggelengkankepalanya, ia benar-benar tidak tahu kenapa ibu dan adik tirinya menjadi seperti itu. Cindy menatap Brian. "Apa yang sebenarnya terjadi?""Aku hanya menyuruh mereka meninggalkan rumah ini, bukan kah itu yang kamu inginkan?" Jelas Brian."Aku tidak pernah menginginkannya hal itu.""Kamu menginginkannya, hanya saja kamu tidak tega untuk melakukannya sayang," ucap Brian pada Cindy. Itu adalah kenyataannya, tapi mana mungkin Cindy bisa mengusir mereka sedangkan hatinya tidak mungkin tega, meskipun mereka begitu jahat terhadapnya."Tapi kemana mereka akan pergi…?" Cindy menoleh ke arah Misyel yang masih memberontak. "Biarkan mereka tetap di sini.""Tidak. Mereka harus pergi dari rumahmu ini. Dan itu adalah keputusan. Tentang dimana mereka akan tinggal, kamu tidak p
Plaaak…. Plaaak….Tamparan melayang dengan cepat, mendarat di pipi masing-masing."Apa kalian sudah puas menghinanya?" ucap Brian sambil menatap tajam kearah Megi dan Mila."Tu-tuan, maafkan kami.""Haris…, pecat mereka berdua," ucap Brian."Tuan, tolong jangan pecat kami, kami mengaku salah, kami mohon maafkan kami," ucap Megi."Kalian pikir segampang itu aku memaafkan kalian?" ucap Brian sambil menyeringai.Mila mendekati Cindy. "Nona Cindy tolong maafkan kami. Aku sangat membutuh pekerjaan ini untuk biaya perawatan adikku. Aku tidak bisa kehilangan pekerjaan ini," rengeknya. Ia kemudian bersimpuh di hadapan Cindy dengan tangannya yang tetap mendengarnya tangan Cindy."Bangunlah," ucap Cindy. Ia berusaha melepaskan tangan Mila, namun mila dengan erat masih menggenggamnya."Jauhkan tanganmu darinya atau aku akan menyuruh Haris untuk memotongnya," ucap Brian. Mata Cindy terbelalak mendengarnya, begit
"Aku tidak menghinanya, bagaimanapun juga dia adalah ibu mertuaku, orang yang membuatku merasakan bagaimana bisa hidup dengan kemewahan," ucap Cindy. Ia mulai menyuapkan makanan ke dalam mulutnya."Jangan membuat selera makanku hilang. Hari ini aku sengaja membawamu makan di tempat ini, agar kamu tidak merasa dilupakan.""Kamu melakukannya untukku?""Memang siapa lagi? bukankah di sini hanya ada kamu." Brian menatap cindy yang tengah menggigit bibirnya. "Cepatlah makan sebelum makanannya menjadi dingin," imbuh Brian.Mereka pun akhirnya menikmati makanan tanpa bersuara. Meski dengan rasa kesal, Cindy masih bisa menikmati makanannya."Apa kamu ingin pergi ke suatu tempat?" tanya Brian."Aku ingin pulang.""Aku tidak bertanya, apa kamu ingin pulang atau tidak. Jika tidak ada tempat yang ingin kamu datangi, maka kita kembali ke kantor" ucap Brian."Aku tidak mau kembali ke kantor.""Kenapa?""
"Apa pedulimu? Bukankah, kamu juga suka menghinaku?" jawab Cindy.Brian menatap cindy. "Kau tahu, tidak ada yang boleh menghinamu selain aku. Jadi katakan saja siapa orangnya.""Lupakan saja, lagipula mereka menghinaku karena tidak tahu jika aku adalah istrimu." Brian melirik saat mendengar jawaban Cindy, lalu ia kembali ke pekerjaannya. "ada apa sebenarnya kamu memintaku datang kemari?" tanya Cindy."Aku sudah menjawabnya tadi." Cindy hanya memutar bola matanya. Brian menoleh ke arah Cindy yang nampak termenung. "Apa yang kamu pikirkan.""Tidak ada."Brian menutup semua berkas di mejanya, ia berdiri lalu melangkah mendekati Cindy. "Ayo," ucapnya."Kemana,""Ini sudah siang, apa kamu tidak lapar?""Sedikit."Brian mengulurkan tangannya, namun Cindy justru mengerutkan dahinya. "Kenapa malah diam? Cepatlah, aku masih banyak pekerjaan."Cindy pun akhirnya menerima uluran tangan Brian. "Kita ak
"Ada apa sih Meg, kayaknya serius banget," tanya seorang wanita yang tidak lain adalah Mila, rekan kerja Megi. Ia menghampiri Megi dan Cindy, Megi menjawab pertanyaan Mila hanya dengan menggerakkan ujung matang sambil menyeringai ke arah CindyMila pun menoleh ke arah Cindy dan mengamatinya sekejap. "Eh, bukankah dia istri tuan Brian?" ucap Mila menoleh ke arah Megi.""Apa maksudmu? apa kami sudah buta?" ucap Megi."Aku pernah melihat berita tentang istri tuan Brian. Dia terlihat sangat mirip.""Apa kamu tidak bisa melihat dengan baik, Mila? lihatlah, dia sangat jauh berbeda dengan istri tuan Brian. Gadis ini terlihat seperti seorang gembel," bantah Megi. Mila pun menatap Cindy yang saat ini hanya memakai celana jeans, dan kaos yang terlihat sangat biasa."Emm, mungkin kamu ada benarnya juga, aku melihat istri tuan Brian di berita dulu, dia terlihat sangat cantik. Apalagi saat pergi bersama Nyonya Margaretha, dia menantu yang penuh keme
Sonya terlihat sangat terkejut dengan ucapan pria di hadapannya."Dengar Sonya. Siapa yang tidak mengenal Brian Adam. Dia sangat berpengaruh di kota ini, dan kamu… hubungannya dengan istrinya terlihat sangat buruk. Hal yang mustahil, untuk aku bersamamu," jelas pria tersebut."Heh, jadi itu alasan bodohmu? asal kamu tahu, anak sialan itu hanya istri cadangan. Dia tidak diinginkan oleh Brian, karena Brian hanya akan menikah dengan pemegang saham terbesar perusahaan Hilton. Sedikitpun Brian tidak menyukainya, jadi tidak ada urusannya dengan anak itu.""Kamu terlalu bodoh. Jika Brian tidak menyukai istrinya, dia tidak akan meminta tangan kanannya datang kemari menemani anakmu itu."Sonya terdiam sejenak mendengar ucapan pria tersebut, namun dengan cepat dia tersenyum kembali. "Apa kamu pikir dia bisa melawanku? jangan jadikan alasan bodoh untuk menghindar, dari apa yang sudah jadi tanggung jawabmu.""Apa maksudmu?""Kamu harus membayar a
"Untuk apa Anda kesana?" Haris menatap Cindy penuh curiga."Jangan menatapku seperti itu pak Haris, aku hanya ingin melihat rumahku. Ibu tiriku berniat menjual satu-satunya peninggalan orang tuaku. Aku tidak akan pernah membiarkan itu terjadi," jelas Cindy."Baiklah, saya akan mengantarkan Anda kesana. Lagipula tuan Brian sudah mengizinkannya, asal Anda kembali sebelum dia pulang."Cindy tersenyum sumringah. "Terimakasih pak Haris."Sesuai permintaan Cindy, Haris mengantarnya ke rumah lama, dimana ibu dan adik tirinya tinggal."Kita sudah sampai Nona," ucap Haris. Cindy menatap ke arah rumahnya dari dalam mobil. "Apa kita akan turun?""Tentu pak," jawab Cindy. Ia membuka pintu mobil lalu mendekat ke arah gerbang. Ia menekan tombol bel berulang kali tapi tidak ada satu orangpun yang keluar."Mungkin mereka tidak ada di rumah nona," ucap Haris."Atau jangan-jangan mereka sudah menjual rumah ini pak?" ucap Cindy. Panda