“Terima kasih, dok!” Nayra membungkuk di samping mobil Ananda setelah turun di sebuah jalan.“Kau yakin tidak mau diantar sampai rumahmu?” Ananda merasa tidak puas. Gadis ini malah meminta diturunkan di jalanan saja.“Tidak perlu, dok. Gang rumah saya sempit. Jadi, daripada nanti malah ribet mobilnya, saya turun di sini saja.” Nayra masih membuat alasan. Entah sejak kapan dia pandai sekali berbohong.“Ya sudah, hati-hati,” ucap Ananda pada akhirnya.Namun dia memanggil Nayra lagi hanya untuk menyampaikan, “Kalau besok kau masih kurang nyaman, tidak perlu kuliah saja. Aku bisa memberi ujian susulan untukmu,” ujar Ananda.Besok kebetulan ujian Nayra adalah mata kuliah yang diajarnya. Gadis ini baru mengalami kecelakaan kecil, bisa jadi nanti malam atau besok efek rasa tidak nyaman mungkin akan dirasanya.“Oh. Terima kasih, dokter. Tapi, mudah-mudahan aku tetap bisa ke kampus.”Mobil itu kemudian berjalan pergi. Nayra menghela napas lega. Dia langsung mencari kendaraan agar bisa menganta
Saat terjaga di malam buta itu, Devran meraba tempat di sampingnya yang kosong. Dia langsung bangkit dan mencari-cari Nayra. Pasalnya sebelum tidur tadi Nayra mengeluhkan tubuhnya terasa sakit semua.Ke mana lagi gadis itu di jam selarut ini?Tempat pertama yang dia periksa adalah kamar mandi. Takut saja Nayra kenapa-kenapa di sana.Tapi karena tidak ada di sana, Devran pun keluar kamar. Dia mendapati Nayra masih duduk di sofa sembari membuka laptopnya.“Ini sudah larut, kenapa kau masih begadang?” Devran menghampiri dan duduk di sampingnya.“Besok ada ujian,” ujar Nayra tak beralih dari laptopnya.“Izin saja, kau sedang sakit.” Devran mengambil alih laptop Nayra tapi Nayra menahannya. Keduanya saling menatap rumit.“Tolong, Mas. Aku hanya ingin belajar,”
Paginya ada sedikit drama kecil lagi ketika Nayra sudah tampak rapi hendak ke kampus, sementara Devran sudah memintanya untuk beristirahat dulu.“Aku sudah baik-baik saja, kok, Mas!”“Aku kenal banyak dosen di sana. Bahkan rektornya pun aku kenal. Kalau kau tidak ikut ujian pun, itu tidak akan jadi soal.” Mendengar itu Nayra tidak sepakat. Dia tahu Devran berkuasa dan punya banyak uang. Tapi Nayra sungguh ingin menjalani proses kuliahnya dengan baik dan alami. Agar benar-benar bisa menyerap apa yang di dapatnya dari bangku kuliah.“Memangnya kenapa kalau Mas Devran kenal?”“Gampanglah kalau sekedar minta izin!”“Enggak mau, ah! Indonesia ini rusak hanya karena orang-orang yang sewenang-wenang dengan kuasanya.”Devran terkekeh, “Jauh amat mikirnya! Rusak dari mana, Mb
“Maaf, Nona. Pak Devran meminta saya memastikan Nona kembali ke apartemen.” Rio mengatakan apa adanya sesuai perintah bosnya.“Tidak apa, nanti aku akan memberitahunya sendiri,” ujar Nayra.Rio tidak memaksa. Dia pun kembali ke mobilnya dan meninggalkan Nayra. Nayra menatap mobil itu berlalu dan baru mendengus sedih. Lalu dengan langkah lemas berjalan menuju taman kampus.Sebenarnya tidak berniat ingin memenuhi urusannya dengan Ananda. Tapi itu hanya sebersit ungkapan kecewanya saja pada Devran yang dengan seenak hatinya membuat janji-janji sendiri lalu membatalkannya sendiri.Nayra paham ada yang sedang kesusahan. Namun dia juga bukan orang bodoh. Damayanti bukan siapa-siapa Devran hingga dia punya tanggung jawab untuk membatalkan janjinya dengan Nayra dan lebih memilih menengoknya di rumah sakit—yang itu bisa saja dilakukannya lain wak
“Sedang apa kau di sini?!”Devran sedang meeting di kafe ini dan tiba-tiba mendapati istrinya berdua bersama seorang pria. Dan pria itu sedang memegang tangannya saat ini.Rio mengatakan Nayra menolak dijemputnya karena ada urusan dengan dosennya. Jadi inikah urusannya?Ketika dia menegurnya, dua orang itu terlihat kelabakan dan tiba-tiba menoleh ke arahnya bersamaan.Tentu saja dia terkejut karena baru melihat siapa pria yang bersama Nayra.“Mas Devran?” tukas Nayra terkejut. Begitu sadar tangannya masih digenggaman Ananda dia buru-buru melepasnya.“Devran?” Ananda menatap Devran yang tampak murka itu. Tak menyangka saja akan bertemu dia di tempat ini.Nayra juga baru tahu kalau Ananda ternyata mengenal Devran.Ananda menatap Nayra dan mencoba meminta penjelasan apa hubungannya dengan Devran? Tapi pria itu suda
“Aku tidak kencan, lho!”Nayra menolak dibilang kencan. Karena dia memang tidak berkencan dengan Ananda.Dia ingin mencecar dengan langsung bertanya tentang Damayanti. Sayangnya pria ini masih menikmati makannya.Nayra merasa tidak sopan banyak bicara saat makan. Jadi dia memilih mempermainkan ponselnya sembari menunggu Devran selesai makan. Namun pikirannya masih tidak terima jika saja Devran saat ini akan menyalahkannya. Kalau saja dia tidak membuatnya kecewa tentu Nayra sudah berkencan bersamanya sesuai janji mereka, dan bukan bersama Ananda. “Salah sendiri! Siapa suruh ingkar janji!” hanya bisa menggerutu lirih. Mudah-mudahan Devran tak mendengarnya.Ternyata pria itu mendengarnya juga. Dengan cepat menyelesaikan makannya dan beralih pada gadis yang masih membuatnya kesal itu.&l
Ananda tertegun mempermainkan pensil di jarinya. Dia baru mengetahui tentang Nayra dan Devran. Dan itu bukannya membuat Ananda ill feel tentang Nayra, tapi justru merasa kasihan pada gadis itu.Dia ingat saat melihat Nayra menundukkan kepalanya sambil mengatakan bahwa kedua orang tuanya meninggal, Ananda bisa merasakan kesedihannya.Lalu menyambungkan cerita Rio tentang carut marutnya keluarganya dan adanya pernikahan dadakan itu, menjadikan Ananda yakin, Nayra pasti terpaksa menjalani pernikahan kilat itu.Sedangkan Devran, sepupunya itu hanyalah pria yang masih patah hati atas penghianatan kekasihnya yang berujung menikahi pria lain. Jika saat ini dia menikahi Nayra, Ananda yakin, Devran tidak mencintainya. Hanya menggunakan Nayra untuk kepentingan yang lain saja.“Gadis yang malang!” ujarnya, menghempaskan punggungnya di sandaran kursi kerjanya sembari mengehembuskan napasnya. Di
“Kembalilah! Aku masih berbaik hati memberimu kesempatan. Ada banyak orang yang memimpikan posisimu!” Dengan tegas Devran memperingatkan asistennya itu. Tidak sulit baginya mencari pengganti Rio.“Baik, Pak. Permisi!” Rio bangkit lalu beranjak pergi dari hadapan Devran. Sepertinya pria itu terlihat serba salah. Karena harus mengikuti komando sang nyonya juga Devran sendiri.Baru juga selesai mengurus asistennya itu, papanya menelpon dari Jerman.“Dev. Aku dengar kau sering mangkir dari meeting penting.” Tanpa salam tanpa basa-basi, sang papa langsung menohok Devran dengan pertanyaan itu.“Yang mananya aku mangkir?”“Jangan banyak alasan kamu! Papa selalu mengajarimu tanggung jawab sejak dulu.”Devran menghela. Memang orang-orang selalu saja seenaknya kalau ngomong. Dasar cari muka semua, mereka!Kalau untuk meeting di kantor dengan pak wali kota, itu bersamaan dengan meeting di kafe. Devran tidak mungkin bisa menghadiri dua meeting sekaligus di waktu yang sama. Jadinya dia meminta Ab
“Nayra?”Terdengar suara memanggil-manggil Nayra.Itu memang suara Devran.Nayra harusnya bahagia, sejak tadi dia berharap Devran cepat datang. Tapi kehadiran Devran di detik dia bisa membujuk Ananda dengan baik jadi merusak suasana lagi dan membuat pria ini kembali kalut. Sialnya, Ananda malah menyobek plastik kapsul itu dan mengeluarkannya.“Dokter?!”“Buka mulutmu!” Ananda menyodorkan kapsul itu pada mulut Nayra.Reflek Nayra menutup mulutnya dengan kedua tangannya rapat.“Jangan cemas, aku juga akan memasukannya kedalam mulutku setelah memastikanmu tertidur dengan tenang.”“Uhmmm!” Nayra menggelang-gelengkan kepala tidak mau. Dia sungguh takut.“Buka mulutmu!” bentak Ananda yang kini malah menjambak Nayra.Mungkin bentakan itu terdengar sampai luar, hingga pintu kamar itu didobrak.Terlihat Devran yang langsung berlari hendak menyerang Ananda namun tertahan karena pria itu mengancam Nayra.“Coba saja kau mendekat!” Ananda memecah vas dan mengarahkannya pada leher Nayra yang keta
Ananda tetap melajukan mobilnya ke arah puncak. Mereka menginap di sebuah vila. Ketika Ananda hendak memesan makanan, Nayra langsung menarik tasnya dan bergegas mengambil ponsel untuk menghubungi Devran.Sayangnya, dia tidak menemukan ponselnya. Nayra tidak ingat apakah menjatuhkan ponselnya di suatu tempat.Atau jangan-jangan...“Kau mencari ponselmu?” Ananda masuk dan mengetahui keresahan Nayra.“Dokter, aku...”“Kau mau menghubungi Devran? Kau bilang tidak akan menghubunginya lagi tadi. Apa kau lupa?!” Ananda kembali bersikap aneh.Nayra yang tadi masih mencoba bersikap tenang kini mulai tak tahan.“Apa kau lupa aku juga punya mama yang pasti saat ini mencemaskanku. Kenapa kau seegois ini!” Nayra malah berteriak balik pada Ananda.Mata pria itu melebar mendengar gadis yang lemah lembut itu pada akhirnya berteriak padanya. Membuat Nayra jadi serba salah.Tapi biarlah. Pria ini juga harus mendengarnya.“Aku juga sebentar lagi akan menjadi seorang mama. Pasti akan sangat sedih menge
“Brengsek suamimu itu, Nay! Kau bukalah matamu dan lihat seberapa brengsek dia. Bodoh kamu!” Ananda mengumpat sembari sesekali memukul setir yang dipegangnya.Nayra hanya terdiam. Seorang Ananda yang santun dan selalu bersikap elegan, nyatanya bisa juga mencecarnya dengan sedikit kasar.Dia sudah bisa menilai karakter pria ini sejak saat para perampok itu mencegat. Sekarang melirik Ananda yang terus mengumpati keburukan suaminya, dia hanya diam saja. Takut malah akan membuat kondisi mental Ananda lebih buruk.Dia ingat, kakak kelas SMA-nya dulu yang nekat meminum racun serangga hanya karena gagal dalam seleksi SPMB dan dinyatakan tidak lolos sementara teman-temannya yang lain yang bahkan sama sekali tidak pernah mendapat peringkat di kelas selama SMA, justru lolos begitu saja.Merasa malu dan kecewa habis, nekat dia hendak mengakhiri hidupnya. Untungnya masih tertolong.Bisa jadi, Ananda tipikal yang seperti itu. Selama hidupnya dikelilingi keberuntungan, dipuja-puja secara fisik da
Nayra sudah diantar pulang oleh Yas karena Devran harus bicara dengan Ananda.Sungguh kesal kalau pria ini selalu mengganggu kebersamaannya dengan Nayra. Tapi, lebih baik diselesaikan dengan segera.Devran ingin setelah ini Nayra menjalani masa-masa kehamilannya dengan nyaman tanpa ada gangguan lagi.“Ada apa, bro?” Devran dengan santai menanyai pria yang masih tampak gusar itu.“Urusan tes DNA itu valid atau tidak bukanlah tanggung jawabku. Kau tidak bisa menjadikan ini sebagai sebuah alasan untuk menyingkirkanku dari dunia yang selama ini kutekuni!” Ananda berteriak marah tahu bahwa Devranlahh yang mengadukannya ke dewan kedokteran.Dia tentu tidak mau begitu saja menjadi konyol begini. Bahkan kuliahnya yang mengambil sub-spesialis sudah selesai tinggal menunggu lulus, malah gelar dokternya terancam dicopot. Ananda tidak akan terima hal itu.“Jangan mengelak lagi, kau pasti mensabotasenya.”“Apa? Apa buktinya? Hah!” Ananda berang.Devran jadi ikutan terpancing. Dia bahkan menendang
“Ikut aku, Nay!” Devran menarik lengan Nayra. Padahal masih ada Ludwig dan Farah di sana.“Mas?” Nayra hendak protes walau dia tidak berdaya hanya bisa mengikuti Devran.“Sudah jangan bawel!” Devran langsung meminta Nayra masuk mobil yang diparkirnya tak jauh dari tempat itu lalu segera dilajukannya pergi.Sedangkan di sana, Ludwig dan Farah hanya menatap tanpa bisa menahan seorang Devran.“Maaf, kalau sikap Devran seperti itu.” Ludwig sampai meminta maaf pada Farah.Setahunya Devran pria yang dingin dan sedikit kasar, bahkan pada mamanya sendiri. Tidak berlebihan kalau dia sampai berpikir Devran juga seperti itu ke semua orang. “Ah, Devran memang kelihatannya dingin. Tapi aku tahu kok, dia baik.” Farah menyampaikannya, sekedar mengoreksi pemikiran Ludwig.“Oh, maaf, aku tidak banyak tahu tentang dia.”Farah melirik pria itu dan baru menyadari bahwa Ludwig tampak sedih melihat sikap putranya yang tidak pernah mau sekedar duduk menikmati kopi bersama. Farah jadi kasihan.“Jangan m
Ananda anak pintar dan kutu buku sejak kecil. Dia selalu mendapat prestasi di sekolah karena memang dia tipikal anak yang tidak mau terlihat buruk.Pernah ada anak baru yang lebih menonjol mengalahkan Ananda, hal itu saja sudah membuat anak itu mengurung diri sepanjang waktu di kamarnya.“Bujuklah Ananda agar mau makan. Kasihan sepupumu, Dev!” Rosa waktu itu meminta Devran membantunya.Dengan sedikit usaha, Devran bisa masuk dari jendela, Ananda malah melemparinya dengan benda-benda yang ada di dekatnya.“Keluar! Kalau aku bilang tidak mau makan bukan urusanmu!” Ananda meneriaki Devran.“Ayolah, bro. Itu hanya tentang nilai. Kau bisa mengejarnya lain waktu.” Devran menghibur sepupunya.“Kau tak tahu apa-apa, Dev! Kau tak tahu rasanya belajar sampai tengah malam dan begitu keesokan harinya kau ujian, CBT komputermu tak berjalan. Waktu habis dan aku tertinggal. Enak saja mereka bilang aku tidak bisa mengulang ujian itu hanya karena tidak ada jadwa ujian susulan. Lebih enak lagi, anak
Perasaan Nayra sepagi ini sudah terasa manis. Nenek Renata menelpon dan bermimpi bahwa anak yang dikandung Nayra berjenis kelamin perempuan. Nayra suka sekali anak perempuan.Nanti kalau memang anak perempuan yang dilahirkannya, dia sudah tidak sabar menguncir rambutnya, membuatkannya baju rajut yang cantik, juga menghias kuku-kukunya.Mudah-mudahan mimpi Nenek Renata bisa terwujud.“Jangan terus tersenyum begitu, aku memang pandai memuaskanmu, tapi tak perlu juga mendeklarasikannya dengan senyuman sepanjang hari,” tukas Devran sembari memakai kemejanya. Dia harus segera berangkat kerja. Ada banyak agenda hari ini.Mendengar Devran mengatakan demikian Nayra langsung melototinya. “Besar kepala sekali Anda? Siapa juga yang senyum-senyum untuk Anda?”“Oh. Bukan senyum-senyum untukku? Atau senyum itu untuk....”“Jangan mulai deh, Mas. Mau kita bertengkar lagi sepagi ini?” Nayra mengingatkan.Jadi malah terbalik begini. Biasanya dialah yang suka memulai sebuah pertengkaran.“Emang kau piki
“Ouuuh, Mas!” Nayra sampai terlihat tak berdaya. Menggapai-gapai sesuatu di sekitarnya sekedar untuk diremasnya sebagi buncahan rasa itu.“Mas???” jeritnya tapi dia begitu menikmatinya.Peluh dikeningnya bercucuran dan tubuhnya benar-benar bergetar. Entah bagaiamana bisa pria itu tanpa memasukinya dengan sebagaimana mestinya, sudah membuat Nayra gelonjotan seperti ini.Nayra bahkan sudah mencambaki rambut kepala yang menyerusuk di sela kedua kakinya itu, namun Devran tak berhenti. Dia juga mau Nayra merasakan sensasi yang sama saat barusan tadi dirinya terpuaskan.“Sudah, Mas. Jangan heboh-heboh...”Devran baru mengurangi usahanya itu saat teringat istrinya sedang hamil dan tak boleh terlalu heboh. Takut mengusik janin yang anteng di dalam sana.Keduanya kembali terkulai di atas ranjang itu sambil saling memeluk dan tak rela terpisahkan.Devran juga tak mau Nayra sampai kelaparan, jadinya sembari menunggu Nayra selesai mandi, Devran memesankan makanan untuknya.Selesai memesan, dia
Devran sudah lama tidak memukuli orang. Sekarang mumpung ada mangsa dan juga suasana hatinya yang mendukung adrenalinnya naik, Devran tampak kesetanan menghajar tiga cecunguk itu satu persatu sampai mereka ampun-ampun dan mencium sepatu Devran.“Ampun, bos, ampun! Kita cuma cari sesuap nasi untuk anak istri kita!” salah satu pria yang sudah babak belur memohon-mohon.“Kembalikan barang istriku!” Devran merebut tas dan jam tangan Nayra.Tidak sulit membelikan lagi Nayra barang-barang mahal untuknya. Tapi tindakan mencuri atau merampok tentu tidak bisa dibenarkan dan dibiarkan begitu saja.Tapi, kali ini Devran bermurah hati. Dia tidak berlanjut mempolisikan mereka. “Pergi sebelum aku berubah pikiran!” ketusnya pada mereka.Sedikit tergesa sembari menyeret teman yang pingsan mereka pun langsung masuk ke dalam mobil dan meluncur menghilang.Saat itu Devran berbalik dan melihat Nayra berlari kecil untuk melihat Devran. Namun Ananda masih mempengaruhi Nayra.“Devran tidak kenapa-kenap