“Tidak apa, Mas. Pulang kampung saja ke Diraja. Di sini banyak lowongan pekerjaan kok.” Nayra malah mencandai Devran. Sampai mau mencarikannya lowongan pekerjaan segala.“Lowongan apa?”Ternyata gadis ini lebih bersemangat mencarikan lowongan pekerjaan untuknya daripada bersedih mendengarnya kemungkinan tidak akan jadi presdir lagi.“Kayaknya Pak RW baru meninggal dunia. Jadi ada tuh lowongan jadi Pak RW.”“Hah?!”Bahkan mengatakan itu Nayra sama sekali tidak terkekeh atau terdengar bercanda.Serius dia ingin dirinya jadi PK RW?“Kok Pak RW? Jauh amat Nay. Dari Presdir perusahaan terbesar di negara ini, ke Pak RW?”Nayra terkekeh. Tadi dia baru membayangkan Devran menjadi Pak RW di lingkungannya.“Sialan kamu!” Devran menggerutu tapi tidak kesal. Malah ikutan terkekeh mendapat saran dari Nayra agar menjadi RW saja.Lumayanlah melepaskan ketegangan seharian ini.“Mas Devran kangen tidak sama aku?” Nayra kembali bertanya.“Kangenlah, Sayang!”“Kangen apanya?”“Masa harus didetailkan beg
“Emir, kenapa kau cepat sekali pergi. Lihatlah, keponakanmu itu kembali dan mengacaukan hidup putra dan cucumu!”Renata menangisi nasib keluarganya setelah mendengar kabar bahwa perusahaannya kembali diambil alih oleh keponakannya.Foto mendiang suaminya di elus-elusnya lalu dipeluknya sambil menangis.“Ma?” suara Alana membuat Renata teralihkan.“Tidak ada yang berubah kecuali sahamku yang berkurang dan kita juga tidak memerlukan banyak uang lagi. Alana akan ikut mama ke Edinburgh. Kita nikmati hari-hari di sana dengan tenang.”Mendengar hal itu Renata malah menampar pipi putranya itu.“Kau hanya memikirkan dirimu sendiri Alana! Kau tidak memikirkan nasib Devran. Dia juga punya hak untuk menikmati kejayaan perusahaan yang dibesarkan kakeknya,” ujarnya dengan kesal.Alana hanya menunduk dan tak berhak marah atas tamparan mamanya itu. Mungkin Renata kecewa dan tidak mau melihat usaha suaminya sia-sia.Sebenarnya Alana ingin menyampaikan pada Renata bahwa Devran tetaplah menjadi seora
“Sialan pria itu? Mau apalagi masih menemui Nayra?” Devran menggerutu di sepanjang jalan.Setelah memastikan sudah tidak ada yang menghawatirkan pada kesehatan Renata, Devran pamit mau menjemput Nayra di bandara.Alana juga tidak keberatan apalagi Nayra datang bersama orangtuanya. Tidak enak saja pada besannya itu.Dengan cepat dia sampai di Bandara. Saat hendak keluar mobil, Devran menghela napas panjang menenangkan dirinya.Terkadang dia suka konyol kalau sudah cemburu.Jadi mending memikirkan apa yang akan dilakukannya untuk menyudahi kekurangajaran sepupunya itu yang masih juga berharap pada wanita yang sudah menjadi istrinya itu.“Nay, belum selesai urusannya?” Devran membuat dua orang yang masih mengobrol itu terkejut.Tadinya Devran ingin membiarkan mereka masih mengobrol, namun karena Ananda seolah mendesak dan masih ingin mempengaruhi Nayra, Devran tidak tahan.“Mas Devran?” Nayra bangkit dan menoleh ke arah di mana tadi Farah dan Kiki menunggunya namun sudah tak nampak la
"Kita langsung ke rumah sakit saja, Ki. Tidak enak kalau tidak menengok neneknya Devran." "Baik, Bu. Pak Yas akan mengantar kita ke rumah sakit," ujar Kiki yang kemudian diangguki Yas yang menyupiri mereka. Seminggu ini sudah banyak merenung dan menyadari, bahwa apa yang terjadi di masa lalunya tidak seharusnya membuatnya menutup diri.Dia punya tanggung jawab sebagai orang tua Nayra. Menemui besannya di Jakarta dan menjelaskan sedikit miss komunikasi.Mungkin selama ini mereka sudah diberitahu bahwa orang tua Nayra sudah meninggal. Tapi Farah harus menyampaikan kebenarannya.Bagaimanapun Nayra sudah menjadi bagian dari keluarga orang lain, Farah juga ingin secara semestinya menitipkan sang putri agar bisa diterima dengan baik oleh keluarga Devran.Dengan begitu, Farah berharap keluarga Devran bisa memperlakukan Nayra dengan baik. Tak mau saja Farah mendengar putrinya disisihkan di keluarga orang kaya seperti Devran.“Di sini, Bu Farah,” ujar Kiki menunjukan pintu ruang rawat ina
“Ada apa, Papa menelpon sebanyak ini?” Devran tampak heran ketika notif panggilan dari papanya baru dilihatnya.Dia dan Nayra tidak langsung ke rumah sakit, tapi mampir dulu ke rumah yang dibelinya untuk Nayra. Mengira Farah sudah di sana ternyata belum.“Apa ada yang serius dengan nenek, Mas?” Nayra bertanya.Dia menarik selimut agar tubuh polosnya tak terekspos. Seminggu tidak ketemu membuat mereka menyempatkan untuk melepas kerinduan sejenak.“Mudah-mudahan tidak, Sayang. Aku hubungi papa dulu.” Devran keluar kamar untuk menghubungi Alana. Namun sejak tadi yang terdengar adalah nada sibuk.Tak lama dari itu, panggilan dari Musa masuk.“Ya, Om, ada apa?” Devran langsung bertanya saat mengusap layar untuk menerima panggilan.“Mas Devran, bisa temui kita di Kafe Cemara?” suara Musa tampak lemah dan tak seperti biasanya. Membuat Devran jadi merasa ada yang tidak beres.“Ada apa? Nenek baik-baik saja kan, Om?” Devran penasaran.“Nyonya Renata sudah balik ke rumah keluarga, dia tadi ha
“Pak Devran bilang, nyonya diantar ke rumah sementara waktu untuk beristirahat.” Kiki diminta Alana menunjukan di mana Nayra berada.Kini mereka sudah ada di depan rumah Nayra sementara Devran sudah pergi menemui Musa dan Yas di tempat yang sudah mereka sampaikan tadi.“Bapak mau menemui Nyonya Nayra langsung?” Kiki menghentikan langkah kaki Alana yang begitu tidak sabar menaiki tangga pintu utama rumah itu.“Apa?” Alana baru tersadar bahwa Nayra belum pernah bertemu dengannya. Tentu akan sangat terkejut kalau dirinya langsung saja menemuinya tanpa pemberitahuan dulu. “Maksud saya, apa perlu memberitahu nyonya dulu, Pak?” Kiki menandaskan.Alana memgangguk. Itu akan lebih baik dan terkesan beretika.Tentang kenyataan Nayra adalah anak kandungnya, Kiki dan yang lain tidak diberitahu.Ini urusan pribadi mereka dan tidak boleh bocor ke orang lain walau itu orang yang sangat dipercaya. Terkecuali Yas dan Musa.Karenanya wanita ini pasti mengira dirinya hanya ingin sebatas menemui sang
“Kalian bercanda?”Devran menatap dua pria itu dengan tertawa kecil menutupi kegelisahan dalam hatinya.“Sayangnya tidak, Mas. Nyonya Farah sudah mengakui sendiri bahwa Mbak Nayra itu putri Pak Alana. Saat dia pergi sudah dalam keadaan hamil.” Musa menjelaskan tak menutupi dirinya juga terpukul mengetahui kenyataan ini.Pyarrrr!!Tiba-tiba Devran menyapu semua yang ada di meja dengan lengannya hingga jatuh ke lantai dan pecah berkeping-keping. Mungkin seperti itulah hati dan perasaannya.Tidak cukup puas dengan melakukan semua itu, Devran mengguling meja itu dan melempar kursinya hingga merusak jendela kaca besar kafe tersebut. Musa dan Yas tak menahannya. Hanya menyaksikan tanpa berusaha menghentikannya. Mereka tertunduk karena tahu apa yang dilakukan Devran tidak akan sebanding dengan apa yang dirasakannya.Ini, lebih dari sekedar patah hati. Tapi sebuah kesalahan yang seharusnya terlarang untuk dilakukan mereka.Entah apa mereka bisa menatap kembali cinta di masa depan setelah
“Astaga, Nyonya. Hati-hati kalau bicara...” Eva spontan nyebut karena sang nyonya benar-benar tidak berperasaan sampai menyumpahi anaknya sendiri demikian.“Diam kamu! Jangan ikut-ikutan. Fokus saja dengan urusanmu!” Tamara memarahi Eva yang berani-beraninya menuturinya. Eva tak menyahut lagi. Dia pun bangkit dan berlalu dari ruangan karena kekasih sang nyonya terlihat datang. Dengar-dengar keduanya sudah menikah. Tinggal menunggu akte cerai dengan Alana untuk bisa meresmikan hubungan mereka.“Ada apa?”Ludwig duduk di samping Tamara. Dia pasti juga sudah mendengar berita yang sebenarnya dirahasiakan itu. Hanya saja anak buahnya yang diminta mengawasi Devran melaporkan temuan yang mengejutkan itu.“It’s oke. Tidak perlu dipikirkan. Bagaimana dengan mega proyek perdanamu setelah menjabat lagi sebagai CEO di perusahaan keluarga kita?” Tamara tampak senang melihat kedatangan Ludwid. Dia langsung mendekatkan duduknya dan merangsek pada pria yang masih tampak gagah itu.“Itu tergantung
Nayra sudah diantar pulang oleh Yas karena Devran harus bicara dengan Ananda.Sungguh kesal kalau pria ini selalu mengganggu kebersamaannya dengan Nayra. Tapi, lebih baik diselesaikan dengan segera.Devran ingin setelah ini Nayra menjalani masa-masa kehamilannya dengan nyaman tanpa ada gangguan lagi.“Ada apa, bro?” Devran dengan santai menanyai pria yang masih tampak gusar itu.“Urusan tes DNA itu valid atau tidak bukanlah tanggung jawabku. Kau tidak bisa menjadikan ini sebagai sebuah alasan untuk menyingkirkanku dari dunia yang selama ini kutekuni!” Ananda berteriak marah tahu bahwa Devranlahh yang mengadukannya ke dewan kedokteran.Dia tentu tidak mau begitu saja menjadi konyol begini. Bahkan kuliahnya yang mengambil sub-spesialis sudah selesai tinggal menunggu lulus, malah gelar dokternya terancam dicopot. Ananda tidak akan terima hal itu.“Jangan mengelak lagi, kau pasti mensabotasenya.”“Apa? Apa buktinya? Hah!” Ananda berang.Devran jadi ikutan terpancing. Dia bahkan menendang
“Ikut aku, Nay!” Devran menarik lengan Nayra. Padahal masih ada Ludwig dan Farah di sana.“Mas?” Nayra hendak protes walau dia tidak berdaya hanya bisa mengikuti Devran.“Sudah jangan bawel!” Devran langsung meminta Nayra masuk mobil yang diparkirnya tak jauh dari tempat itu lalu segera dilajukannya pergi.Sedangkan di sana, Ludwig dan Farah hanya menatap tanpa bisa menahan seorang Devran.“Maaf, kalau sikap Devran seperti itu.” Ludwig sampai meminta maaf pada Farah.Setahunya Devran pria yang dingin dan sedikit kasar, bahkan pada mamanya sendiri. Tidak berlebihan kalau dia sampai berpikir Devran juga seperti itu ke semua orang. “Ah, Devran memang kelihatannya dingin. Tapi aku tahu kok, dia baik.” Farah menyampaikannya, sekedar mengoreksi pemikiran Ludwig.“Oh, maaf, aku tidak banyak tahu tentang dia.”Farah melirik pria itu dan baru menyadari bahwa Ludwig tampak sedih melihat sikap putranya yang tidak pernah mau sekedar duduk menikmati kopi bersama. Farah jadi kasihan.“Jangan
Ananda anak pintar dan kutu buku sejak kecil. Dia selalu mendapat prestasi di sekolah karena memang dia tipikal anak yang tidak mau terlihat buruk.Pernah ada anak baru yang lebih menonjol mengalahkan Ananda, hal itu saja sudah membuat anak itu mengurung diri sepanjang waktu di kamarnya.“Bujuklah Ananda agar mau makan. Kasihan sepupumu, Dev!” Rosa waktu itu meminta Devran membantunya.Dengan sedikit usaha, Devran bisa masuk dari jendela, Ananda malah melemparinya dengan benda-benda yang ada di dekatnya.“Keluar! Kalau aku bilang tidak mau makan bukan urusanmu!” Ananda meneriaki Devran.“Ayolah, bro. Itu hanya tentang nilai. Kau bisa mengejarnya lain waktu.” Devran menghibur sepupunya.“Kau tak tahu apa-apa, Dev! Kau tak tahu rasanya belajar sampai tengah malam dan begitu keesokan harinya kau ujian, CBT komputermu tak berjalan. Waktu habis dan aku tertinggal. Enak saja mereka bilang aku tidak bisa mengulang ujian itu hanya karena tidak ada jadwa ujian susulan. Lebih enak lagi, anak
Perasaan Nayra sepagi ini sudah terasa manis. Nenek Renata menelpon dan bermimpi bahwa anak yang dikandung Nayra berjenis kelamin perempuan. Nayra suka sekali anak perempuan.Nanti kalau memang anak perempuan yang dilahirkannya, dia sudah tidak sabar menguncir rambutnya, membuatkannya baju rajut yang cantik, juga menghias kuku-kukunya.Mudah-mudahan mimpi Nenek Renata bisa terwujud.“Jangan terus tersenyum begitu, aku memang pandai memuaskanmu, tapi tak perlu juga mendeklarasikannya dengan senyuman sepanjang hari,” tukas Devran sembari memakai kemejanya. Dia harus segera berangkat kerja. Ada banyak agenda hari ini.Mendengar Devran mengatakan demikian Nayra langsung melototinya. “Besar kepala sekali Anda? Siapa juga yang senyum-senyum untuk Anda?”“Oh. Bukan senyum-senyum untukku? Atau senyum itu untuk....”“Jangan mulai deh, Mas. Mau kita bertengkar lagi sepagi ini?” Nayra mengingatkan.Jadi malah terbalik begini. Biasanya dialah yang suka memulai sebuah pertengkaran.“Emang kau piki
“Ouuuh, Mas!” Nayra sampai terlihat tak berdaya. Menggapai-gapai sesuatu di sekitarnya sekedar untuk diremasnya sebagi buncahan rasa itu.“Mas???” jeritnya tapi dia begitu menikmatinya.Peluh dikeningnya bercucuran dan tubuhnya benar-benar bergetar. Entah bagaiamana bisa pria itu tanpa memasukinya dengan sebagaimana mestinya, sudah membuat Nayra gelonjotan seperti ini.Nayra bahkan sudah mencambaki rambut kepala yang menyerusuk di sela kedua kakinya itu, namun Devran tak berhenti. Dia juga mau Nayra merasakan sensasi yang sama saat barusan tadi dirinya terpuaskan.“Sudah, Mas. Jangan heboh-heboh...”Devran baru mengurangi usahanya itu saat teringat istrinya sedang hamil dan tak boleh terlalu heboh. Takut mengusik janin yang anteng di dalam sana.Keduanya kembali terkulai di atas ranjang itu sambil saling memeluk dan tak rela terpisahkan.Devran juga tak mau Nayra sampai kelaparan, jadinya sembari menunggu Nayra selesai mandi, Devran memesankan makanan untuknya.Selesai memesan, dia
Devran sudah lama tidak memukuli orang. Sekarang mumpung ada mangsa dan juga suasana hatinya yang mendukung adrenalinnya naik, Devran tampak kesetanan menghajar tiga cecunguk itu satu persatu sampai mereka ampun-ampun dan mencium sepatu Devran.“Ampun, bos, ampun! Kita cuma cari sesuap nasi untuk anak istri kita!” salah satu pria yang sudah babak belur memohon-mohon.“Kembalikan barang istriku!” Devran merebut tas dan jam tangan Nayra.Tidak sulit membelikan lagi Nayra barang-barang mahal untuknya. Tapi tindakan mencuri atau merampok tentu tidak bisa dibenarkan dan dibiarkan begitu saja.Tapi, kali ini Devran bermurah hati. Dia tidak berlanjut mempolisikan mereka. “Pergi sebelum aku berubah pikiran!” ketusnya pada mereka.Sedikit tergesa sembari menyeret teman yang pingsan mereka pun langsung masuk ke dalam mobil dan meluncur menghilang.Saat itu Devran berbalik dan melihat Nayra berlari kecil untuk melihat Devran. Namun Ananda masih mempengaruhi Nayra.“Devran tidak kenapa-kenap
“Aku dengar, Devran melaporanku ke organisasi dokter. Tidak tahu benar atau tidaknya, tapi aku yakin undangan itu untuk menyidangku.” Ananda mengutarakan keresahannya pada Nayra.Pria itu tahu Nayra tidak mengerti apa-apa. Kalau dia membuka sedikit saja memori saat Nayra sebelum amnesia, yakin lah dia bisa memporak porandakan hubungan Devran dan Nayra kembali.“Ke-kenapa Mas Devran melaporkan Dokter? Apa ada yang salah?” Nayra bingung dan heran.“Dia...” Ananda hendak mengatakan sesuatu, tapi mendadak terhenti karena seorang wanita menghampiri mereka.“Mas Nanda?” tegurnya. Raut wajahnya resah dan sedih. Membuat Ananda juga Nayra menatapanya heran.Nayra terkejut karena dia mengenalnya. “Lho, kamu kan yang...”Belum juga berlanjut ucapan Nayra, Ananda memotongnya. “Nay. Dia putri teman mamaku. Aku izin ngobrol sebentar, ya? Sebentar saja, kok!”Nayra tentu mengiyakan. Aulia diminta menemani Nayra dulu sembari menunggunya membereskan masalah dengan gadis satu ini.“Apa maumu, Yasmin?
“Terima kasih atas sarannya, Nyonya. Sebaiknya Anda keluar karena saya banyak pekerjaan hari ini.” Devran tak peduli. Dia mengabaikan Tamara dengan duduk di kursi kerjanya dan menghubungi sekretarisnya.“Rudi, bawakan aku dokumen kontrak kerjasama dengan perusahaan Malaysia. Aku mau pelajari dulu!”Tamara masih belum menyerah mengusik sang putra. Dia menjalankan kursi rodanya mendekati meja kerja Devran. Sedikit melembutkan suaranya dia menyampaikan, “Papamu ulang tahun hari ini, kau tidak mau mengucapkannya?”Devran menampakkan ketidakpeduliannya dengan memeriksa ponselnya. Terasa geli saja di telinganya mendengar Tamara menyebutkan papa untuk Ludwig.“Dev?” Tamara meminta perhatian putranya itu. “Hargai sedikit keberadaannya di hidupmu, Dev. Dia ayah biologismu. Dia orang pertama yang sangat bahagia mendengar mama hamil.”Devran menghela napas. Kalau tidak disudahi, wanita ini tidak akan berhenti menganggu waktunya. Memang seperti itulah mamanya.“Sudah tua juga ulang tahun, kayak
Tatapan Nayra membulat mendengar Devran kembali ingin mengukungnya. Tapi dia jadi ingin menggoda Devran. “Kalau sama gadis cantik selalu ada yang mendesak ya, Mas?”Sialnya yang Nayra tahu, pria ini selalu dikelilingi wanita cantik.Jadi ingat Damayanti yang super model itu. bukan hanya cantik, tentu saja bodinya juga seksi. Semua pria pasti setuju Damayanti itu wanita yang bisa memuaskan visual para pria.Kalau begini, Nayra kembali tergoda membayangkan, saat Devran berpacaran dengan Damayanti, seheboh apa pergulatan mereka di atas ranjang?Hal itu selalu membuatnya cemburu.“Maksudnya apa ngomong begitu? Mau bertengkar lagi?” Devran menaikan alisnya tidak suka Nayra memancing-mancing pembahasan. “Ya, gimana? Mas Devran kalau di ranjang buas banget kayak srigala lapar. Enggak mungkin juga kan dulu-dulu enggak begini?”Nayra sudah berbesar hati saat awal-awal tahu kehidupan Devran. Bahwa semua itu masa lalu. Tapi terkadang, dia juga penasaran.“Ya gimana? Emang suamimu ini pejantan t