"Bali ... kami datang!" teriak Clara semangat.
Empat sekawan Clara, Linda, Sofia dan Rafiqa baru sampai di bandara Ngurah Rai. Mereka langsung memesan grab menuju hotel yBali ... kami datang!" teriak Clara semangat.
Empat sekawanang mereka sewa.
"Yes ... ayok kita semua berenang," ajak Linda."
"Ayo," seru mereka serempak.
Mereka berjalan menyusuri pantai Kute. Begitu sampai di sana ketiga sekawan langsung saling memberi kode kemudian membuka jaket yang mereka gunakan dari tadi. Astaga?!
Rafiqa cuma melongo melihat tingkah nyeleneh ketiga sahabatnya. Mereka menggunakan bikini. Memang sih dipadukan dengan hot pants.
"Ayok Fiq, kita berenang. Kita cari bule ganteng buat kenalan," seru Sofia.
"Males, di rumahku udah ada tiga bule ganteng kok. Aku pengin cari yang lokal aja. Eksotik," sahut Fiqa cuek.
"Halah, gayamu Fiq. Kemarin aja kamu hampir nikah sama Elang yang kulitnya putih bukan cokelat kok," cibir Clara
"Terse
Hari ini, Fiqa dan kawan-kawan berencana ke Tanjung Benoa. Sampai di lobby hotel, Fiqa kaget karena mendapati Elang sudah menunggu mereka."Mas Elang?" panggil Clara antusias."Hai semua, nyenyak tidurnya?" sapa Elang ramah lalu tersenyum manis menampilkan kedua lesung pipinya.Keempat gadis itu terdiam. Terpesona tepatnya. Mereka melongo sesaat melihat keindahan makhluk Tuhan dalam wujud Elang. Fiqa yang pertama kali sadar akan kekhilafan segera berdehem."Ekhem. Mas El mau apa kesini?""Nemenin kalian ke Tanjung Benoa.""Hah?" Fiqa membelalakkan matanya. Maksudnya? Refleks Fiqa menatap ketiga kawannya yang memasang mimik muka sok polos. Tapi dasarnya Sofia memang polos dia langsung menyeletuk dan terbongkarlah konspirasi ketiga kawan Fiqa."Makasih ya Mas, mau nemenin kita main ke Tanjung Benoa. Untung Linda nyari kontak Mas El di HP-nya Fiqa," sahut Sofia ceria.Fiqa langsung menatap tajam ke arah para sahabatnya. Clara dan
Malam ketiga di Bali, Fiqa dan para sahabat sedang menikmati drama pertunjukan tari Kecak. Jangan lupakan sang mata Elang juga turut serta.Fiqa begitu antusias melihat pertunjukkan yang terpampang melalui netra. Sedangkan ketiga sahabatnya sibuk mencari perhatian sama si mata Elang."Elang." Sebuah suara memanggil Elang.Elang menoleh dan mendapati temannya Seila dan Bram."Hai Sei, hai Bram," sapa Elang ramah dan menjabat tangan Seila dan Bram."Hai juga. Sendirian kamu?" tanya Seila sedangkan Bram hanya mengangguk pelan tanpa mengucapkan sepatah katapun."Nih bareng mereka." Elang menunjuk Fiqa dan para sahabatnya."Duh. Jadi tour guide kamu," goda Seila."Enggak kok nemenin aja. Eh aku sama mereka dulu ya." Elang segera menghentikan basa basi mereka. Dia merasa tak nyaman dengan tatapan Bram yang penuh api kecemburuan padanya.Elang, Seila dan Bram teman kuliah S1 di UI. Sama-sama mengambil ilmu hukum. Elang tahu Seila m
Malam ini bulan tampak penuh sempurna. Cahayanya menambah semarak kawasan pantai Kute yang ramai dikunjungi oleh para wisatawan baik domestik ataupun mancanegara.Fiqa cs tengah menikmati malam dengan memanggang jagung dan daging.Fiqa walau jutek pintar memasak, anaknya Mamah Nasha gitu loh. Kalau gak bisa masak bakalan di coret dari KK. Jadi, disinilah Fiqa sebagai koki utama yang sibuk meracik bumbu daging dan jagungnya. Sedang Elang sibuk mengipas-ngipasi dagingnya. Pokoknya tukang sate ganteng rupawan dah. Dijamin kalo jadi tukang sate pelanggannya banyak dari mulai mak-mak berdaster sampai ABG labil. Ketiga sahabat Fiqa sibuk membantu, Clara dan Sofia bertugas membakar jagung. Sedangkan Linda membantu Fiqa mengoleskan adonan bumbunya."Hai semua?" sapa tiga cowok ganteng ke arah mereka."Mas Vino.""Mas Angga.""Mas Jovan."Teriak ketiga sahabat Fiqa kepada ketiga cowok itu."Wah seru sekali boleh gabung gak?"
Fiqa cs sedang memilih baju untuk dibeli sebagai hadiah untuk keluarganya di rumah. Saat tengah asik memborong baju, HP-nya berdering.Mr. Rese calling"Ya Mas? Kenapa?""Ini ada temen kamu dia bilang namanya Aya Chagi.""Apa? Beneran?" teriak Fiqa. Wajahnya menampakkan kebahagiaan."Jangan teriak-teriak Fiqa, mas gak mau jadi budeg.""Maaf. Suruh dia tidur di kamarku Mas. Besok Fiqa pulang."Klik.Fiqa masih tersenyum melihat ke arah HP. Astaga ternyata musuh bebuyutannya plus salah satu sahabat karibnya sejak kelas 3 SMP datang. Okelah, Fiqa akan membelikan beberapa daster untuknya."Fiq. Gak salah kamu?!" tanya Linda tampak bingung."Kenapa?" Fiqa balik bertanya."Sejak kapan kamu suka pake daster model beginian?" tunjuk Linda."Ini terlalu feminim buat kamu loh. Bukan kamu banget. Kamu kan tomboy," terang Sofia ikut bingung."Buat temen aku kok," sahut Fiqa pendek."Oooo," sah
Sudah tiga bulan ini Rafiqa magang di sebuah lembaga hukum milik seorang pengacara terkenal bernama Ibu Dr. Sukarni, M.H. Setelah mengikuti Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPD) selama tiga bulan dan lulus ujian PKPD akhirnya Fiqa bisa magang juga. Fiqa membutuhkan waktu magang sekitar dua tahunan sebelum akhirnya bisa mempunyai lisensi sebagai pengacara sungguhan."Fiqa!" panggil Aldo, senior Fiqa yang bekerja di tempat yang sama dengannya."Fiqaaaaa ...!" pekik Sasa seperti biasanya, gadis magang anak kandung Ibu Sukarni. Usianya sepantaran dengan Fiqa."Hem," jawab Fiqa.Mereka kemudian berjalan bersama menuju ke dalam gedung kantor."Fiq, kamu lihat kasus tabrak lari yang lagi terkenal itu gak?" kata Sasa."Owh ... yang pelakunya merupakan anak salah satu anggota DPRD kan?""Betul, lagi rame banget tahu. Videonya udah viral tapi sayangnya dia punya pengacara joss, ingat Bapak Haris kan? Nah, itu. Kemungkinan besar kayaknya bisa
Di kediaman Fiqa. Elang disambut hangat oleh Nasha dan Rayyan."Elang." Nasha langsung memeluk hangat Elang. Bagi Nasha, Elang sudah seperti putra kandungnya."Hai, Tante Nasha. Makin cantik aja deh. Pantes Elang makin cinta sama Fiqa."Fiqa melotot ke arah Elang sedangkan Rayyan dan Nasha tertawa."Ya ampun El, masih belum move on juga nih dari anaknya om." Rayyan kini yang bersuara."Gak bisa Om. Udah kadung masuk ke jantung sampai pembuluh darahnya juga," ucap Elang lebay."Hahaha. Bisa aja kamu. Oke semangat ya. Semoga putri om yang jutek mau nerima kamu.""Pasti Om, besok aja kita mau langsung ke KUA."Plak. Fiqa memukul bahu Elang keras."Gak usah ngomong asal deh Mas. Gak lucu tahu.""Lah, aku kan serius. Kalau kamu mau, besok kita nikah.""Gak. Fiqa masih mau kerja dulu. Cari pengalaman.""Hem ... berarti kamu belum siap nikah nih?""Iya.""Tapi kalau udah siap, langsung nikah,
"Nih."Elang menerima berkas yang diberikan oleh Jovan, temannya. Dia itu seorang intel yang bekerja di Kepolisian."Rupanya Arfan memang sudah mengganti semua aset Eyang Aditya atas namanya." Elang hanya menggeleng-gelengkan kepalanya."Kok bisa Eyangnya Aya percaya banget sih sama Arfan?" komentar Jovan."Entahlah, kami saja bingung. Katanya sih dulu Amar Rajendra adalah sahabat yang membantunya waktu awal-awal mendirikan usahanya. Makanya ngotot agar Aya nikah sama Amir.""Hahaha. Untung Aya itu cerdas, dia bisa memanfaatkan Arfan agar pernikahannya gagal cuma ya ... kamu tahu sendiri cara Arfan gimana?" lanjut Elang."Hehehe. Iya sih, terlalu ehmm ... apa ya? Sadis." Jovan menimpali.Jovan menyulut sebatang rokoknya kemudian mulai menghisapnya."Kamu gak mau coba, El?" Jovan menyodorkan rokoknya."Gak, makasih.""Dih, yang hidupnya lurus bener.""Apa sih Jo, biasa ajalah. Emang aku gak suka merokok lagi
Fina tengah berjalan menggandeng kakak dan calon kakak iparnya. Pokoknya kalau yang lihat seperti melihat potret keluarga bahagia dah."Mas El ... ke timezone ya?" pinta Fina."Oke."Mereka bertiga akhirnya bermain di timezone hampir dua jam lamanya. Setelah dari timezone mereka menuju ke area foodcourt karena Fina mengeluh lapar. Mereka menikmati makanan sambil sesekali bercanda. Fiqa lebih banyak mendengarkan dan tertawa melihat tingkah lucu Fina yang dijahili Elang terus-terusan."Rafiqa." Seseorang menyapa mereka."Pak Arkan," sapa Fiqa dengan muka datar."Kamu ada disini?""Iya, Pak.""Siapa mereka?""Ini adik saya Fina dan ini ....""Elang, calon suami Fiqa," jawab Elang mantap dan mengulurkan tangannya kepada Arkan.Arkan sedikit terkejut mendengarnya. Kemudian berusaha menormalkan mimik wajahnya kembali. Sayang perubahan mimik mukanya sudah bisa ditangkap oleh Elang."Oh, perkenalkan nama say
"Dek, maafin Mas ya. Mas khilaf. Janji ini yang terakhir khilafnya." Aku hanya bisa menghembuskan nafas. Dulu sekali Mas Rei juga bilangnya khilaf tapi ini malah khilaf lagi. "Dek, jangan marah ya. Senyum dong." "Buat apa marah Mas? Toh udah kejadian bukan?" sahutku sinis. "Iya juga sih. Tapi Mas seneng kok bisa khilaf terus." "Ck." Aku mencebik dan mencubit perutnya. Dasar. Mas Reihan hanya tertawa, sesekali mencium tanganku dan keningku. Bahkan aku yakin kalau gak ada orang, pasti dia sudah mengajakku adu bibir. Haish. Punya suami kok gini amat, untung aku cinta. Mungkin karena aku diam saja Mas Reihan kembali membujukku dengan kata-kata manis. "Iya, iya nanti Mas lebih hati-hati tapi khilafnya gak bakalan ilang, Sayang." Dia mengucap dengan seringai jahil. Dih, dasar! Aku memilih mengerucutkan bibir. Bodo amat kelihatan jelek. Salah sendiri tuh Kulkas jadiin aku istri. Jadi harus terima dong lahir batin kecantikan sama kejelekanku kalau lagi ngambek. "Udah jangan marah ya B
"Kalian gak bawa baby sitter?" tanya Joshua."Gak.""Gak kerepotan?""Enggaklah," jawab Mas Reihan cuek."Kalian kok bisa cuma punya ART sekaligus pengasuh bayi tanpa pakai jasa baby sitter sih?""Ya bisalah," ucap Mas Reihan."Kok Zaza bisa ya ngajar sekaligus bisa kasih ASI. Eksklusif lagi.""Istriku gitu loh.""Iya-iya yang istrinya paling cantik, paling pinter, paling ter-semua pokoknya.""Harus. Kan istri sendiri bukan istri orang lain.""Ck. Dasar Dokter Kulkas." Joshua mengumpati suamiku. Lalu dia bergegas mengikuti gadis cilik yang berlari hendak bermain dengan air.Aku hanya bisa menahan tawa melihat bagaimana interaksi suamiku dengan para sahabat sekaligus rekan kerjanya."Mimik muka suamimu loh Za, gak berubah. Bisa datar gitu. Kok kamu mau sih nikah sama dia.""Eh Bu Mila." Aku menyalami Bu Mila, salah satu istri dari rekan Mas Reihan. Dokter Siswo, spesialis jant
Sepuluh hari aku dan Baby Twins di rumah sakit. Kini kami kembali ke Sokaraja dan disana aku dan Twins disambut oleh seluruh keluarga. Bahkan, Tante Raisa sekeluarga pun datang.Malamnya acara akikah kedua anakku diselenggarakan dengan meriah. Sebetulnya acara akikah standar, hanya saja malam ini semua keluargaku dan Mas Reihan datang jadi sangat ramai.Seperti biasa Royya dan Rael akan bertengkar. Kali ini mereka bertengkar memperebutkan siapa yang jadi saudara ketiga. Astaga.Acara akikah sudah selesai dari tadi tapi kami masih sibuk bercengkrama. Aku yang merasa lelah meminta ijin untuk ke kamar lebih dulu, tentu saja dengan diantar oleh Mas Reihan."Mas temeni yang lain aja. Rana gak papa sama Twins.""Oke. Tidur yang nyenyak ya Dek.""Iya."Mas Reihan mencium pipi Twins dan terakhir mencium keningku mesra."Tidur ya, Mas keluar dulu.""Oke."Aku merebahkan diri di samping si kembar. Kami memutuskan meme
"Mereka luar biasa Mas.""Iya. Sangat luar biasa."Aku dan Mas Reihan tengah menatap baby twins. Keduanya benar-benar luar biasa. Mereka adalah hadiah terindah bagi kami setelah tiga tahun penantian. Aku bersyukur, Allah memberi kami kepercayaan dua buah hati sekaligus. Mana kembar sepasang lagi.Cup.Aku menoleh ke arah Mas Reihan. Lalu mencubit perutnya."Mas!" bentakku sambil memelototinya. Dasar! Suka sekali cari kesempatan."Apa? Hem ...." Dia hanya tersenyum dan menatapku jahil. Bahkan tangannya sudah memainkan kerudungku dari tadi dan diputar-putarnya."Assalamu'alaikum.""Wa'alaikumsalam."Refleks Mas Reihan menghentikan aksi anehnya dan berdiri menyambut tamu yang datang."Zazaaaaa.""Yayaaaa."Yaya menuju ke ranjangku. Dia langsung memelukku dan aku balik memeluknya, heboh pokoknya. Aku menyambut uluran tangan semua rekan kerjaku yang datang."Wah ganteng dan cantik ya Za
POV RanaAku terbangun di sebuah hamparan pasir yang indah. Kutatap sekelilingku. Pantai?Aku menoleh ke kiri dan ke kanan. Sepi. Kemana semua orang?Mana Mas Reihan? Dan ... kenapa perutku kempes? Dimana bayiku? Aku panik. Aku mencoba berlari mencari orang-orang tapi tak ada satupun yang kutemui. Hingga kulihat sebuah perahu di sana. Aku berlari menuju perahu yang masih berada di bibir pantai sepertinya mereka akan berlayar."Permisi ... permisi. Bolehkah sa-" Aku tertegun. Mataku berkaca-kaca. Aku segera berlari menyongsong kedua orang yang sangat kurindu."Ayah, Bunda, Rana kangen." Kedua orang tuaku memelukku. Lama kami berpelukan."Kalian mau kemana?""Berlayar," ucap Ayah."Boleh Rana ikut?""Boleh," kini Bunda yang menyahut.Aku menggenggam tangan Ayah dan Bunda di kanan kiriku. Aku bahagia sekali. Kami berjalan bergandengan tangan dan akan naik ke perahu. Ayah yang pertama naik, kemudian Ayah mengulurkan t
Sudah tiga hari, Rana masih tak sadarkan diri. Menurut ahli obgyn, perut Rana mengalami benturan yang cukup keras. Namun tak membahayakan rahimnya. Aku masih ingat, bagaimana Rana berkutat dengan Karina yang ingin memukul perutnya saat itu. Berulangkali dia menghalangi tinju Karina. Ya Allah. Semoga Engkau membalas perlakuan Karina sesuai dengan tindakannya, amin.Pembersihan rahim juga sudah dilaksakan. Nindy bilang, tak ada masalah. Ketidaksadaran Rana diakibatkan kelelahan dan pasokan oksigen ke otak yang hampir saja berkurang.Selama tiga hari ini kondisi baby twins mulai stabil. Mereka sudah dipindahkan ke ruang anak. Bersyukur Aya dan Fiqa memiliki ASI yang melimpah. Riyyan dan Ela juga sudah berusia satu tahun dan sudah makan. Jadi, ibu mereka bisa mendonorkan ASI-nya untuk kedua anakku."Kondisi mereka sudah stabil." Mamah menghampiriku dan mengelus kedua pipi cucu kembarnya. Mamah habis melaksanakan sholat tahajud di masjid."Iy
"Dek ... Dek," panggilku.Rana tersenyum kearahku. Aku menggenggam tangannya dan sesekali menciumnya."Kamu bisa. Kamu bilang kamu ingin mereka selamat kan?"Dia mengangguk, dengan susah payah Rana menahan rasa sakitnya. Aku tahu pembukaan sudah sempurna hanya saja Rana mungkin sudah tak punya tenaga untuk mengejan. Sementara perjalanan kami masih lama."Eghhh ... huft ... egghhh ....""Dorong sayang, ingat Allah, ingat anak kita. Kamu mau mereka selamat kan? Ingat, surga kita ada pada mereka Sayang?"Rana menatapku dengan mata berkaca, entah kenapa aku seperti melihat pancaran semangat dalam matanya.Meski susah payah Rana berusaha mengejan dan aku mencoba membantunya. Rana terus mengejan hingga tangisan pertama keluar."Eaaaaa ...."Aku segera mengeluarkan bayiku, melepas bajuku dan kuselimuti bayi lelakiku."Mbak, pegang!""Oke."Setelah menyerahkan kepada rekan Elang, aku segera menyemangati Rana
POV ReihanAku membaca chat dari Rana yang meminta ijin menjenguk Diva yang sedang sakit. Aku pun mengijinkannya.Hampir satu jam kemudian HP-ku berdering terus. Aku mengeceknya. Pak Yadi."Kenapa Pak?""Mas Rei, Mbak Zaza gak ada. Tadi saya disuruh beli apel sama Mbak Zaza. Eh pas balik mereka udah gak ada.""Oke. Kamu tetap tunggu disitu. Cari terus."Aku segera mematikan sambungan dan menghubungi Elang."El, tolong lacak Rana. Dia menghilang.""Oke."Aku segera mengambil kunci mobilku dan berpesan pada Suster Dira untuk meminta bantuan Dokter Joko menangani pasien-pasienku. Aku berlari menuju ke mobil. Entah kenapa firasatku tak enak."Iya El, bagaimana?""Mereka ke arah Baturaden. Aku sharelock lokasinya. Aku dan kawan-kawan menuju kesana."Aku segera memacu mobilku dengan kecepatan maksimal yang aku bisa. Kurang lebih tiga puluh menit aku sampai di sebuah vila. Aku parkir di tempat j
Karina kembali mengelus perutku dengan penuh pemujaan sedangkan aku benar-benar ketakutan. Karina menatapku dengan seringai jahat.Bugh."Aw ...." Aku meringis karena Karina memukul perutku.Aku merintih menahan rasa sakit."Kak Karin jangan!""Hahahaha."Karina menatapku dengan tatapan penuh kebencian. Aku masih berusaha menahan rasa sakit."Kamu tahu, ibuku benar-benar wanita menjijikkan. Entah berapa pria yang pernah tidur sama dia. Sungguh menyebalkan." Karina menoleh ke arah Dinda. Kemudian dia mengelus pipi Dinda membuat Dinda ketakutan bahkan berusaha memalingkan wajahnya."Aku dan Dinda berasal dari rahim yang sama namun ayah berbeda. Dan yang menyebalkan, kami tak tahu siapa mereka.""Bukannya kakak, anak mendiang Dokter Wijaya?" cicit Dinda."Hahaha. Bukan! Sayangnya bukan! Kalau bukan karena otak cerdikku dan keinginan Ibu kita untuk lepas dari kemiskinan, tak mungkin aku bisa sampai disini."