Aisyah dan Haidar langsung memutar tubuhnya menghadap arah suara tadi. Tampaknya Aisyah mengenali pemilik suara bariton tadi. Dugaannya benar, ia mengenalinya.Wanita itu refleks membulatkan kedua bola matanya sembari menutup mulutnya yang sudah terlindung oleh cadar hitamnya. Tiba-tiba wajahnya berubah panik dan sedikit cemas, hingga ia langsung menundukkan wajahnya. Detak jantung Aisyah berpacu tak karuan.“Nicholas Wirawan?” ucap Haidar yang juga mengenali lelaki tersebut.Nicholas Wirawan, seorang desainer terkenal dari Indonesia yang sudah terkenal di kancah Internasional. Rancangan dan kekayaannya tak diragukan lagi. Ada perasaan cemas menyelimuti Haidar, sama seperti Aisyah saat ini.“Maafkan aku mengejutkan kalian.” Suara Shahira terdengar dari belakang tubuh Nicholas yang berdiri di depan pintu.Lelaki itu langsung memberi jalan pada pemilik rumah untuk memasuki ruangan tempat Aisyah dan Haidar berada. Sama seperti Aisyah, Haidar memilih menundukkan pandangannya, tak berani m
Aisyah terdiam. Tergambar jelas pada sorot matanya, ekspresi bingung, ragu, dan senang. Ia terkejut, kesempatan untuknya bangkit terasa instan.“Tak perlu buru-buru! Kamu bisa memikirkannya dulu! Masih ada waktu hingga minggu depan,” ucap Nicholas memberi harapan.Wanita itu justru makin terdiam. Ia lantas menoleh pada Haidar, meminta pendapat lelaki itu tanpa bersuara. Haidar hanya mengangguk dan tersenyum, memberikan keputusan padanya untuk menjawab.“Tuan Nicholas benar, Aisyah. Kamu tak perlu menjawabnya sekarang ... kamu bisa memikirkan lagi tawarannya.” Shahira bersuara menyadarkan Aisyah yang makin bingung.“Tapi, bagaimana dengan Kak Shahira? Bukankah aku sudah menandatangani kontrak dengan Kak Shahira hingga satu tahun?” tanya Aisyah menyuarakan rasa ragunya.Shahira tertawa kecil seraya menutup mulutnya. Wajah cantiknya makin terlihat anggun, walaupun artis cantik itu sudah berusia hampir 40 tahun. Sementara Aisyah hanya bisa menggigit bibir bawahnya di balik cadar, bingung
Aisyah refleks menaikkan pandangannya. Tatapan lelaki itu tajam dan sedikit menusuk. “Kamu akan menyesal!”Kedua bola mata Aisyah langsung membulat sempurna. Mulutnya di balik cadar terbuka lebar. Suasana dalam ruangan itu mendadak tegang dan memanas.Namun, detik ketiga Nicholas tertawa ringan. Aisyah dan Haidar saling bertukar pandang cemas dan takut. Shahira yang memasang tegang langsung mengerutkan dahinya. Artis cantik menatap heran pada Nicholas hingga lelaki itu menghentikan tawanya. Nicholas lantas melebarkan senyumannya. Tatapan matanya yang semula tajam kini berubah teduh.“Saya salut dengan kejujuran dan keberanianmu, Mbak Aisyah. Biasanya seorang pemula, jika mendapatkan tawaran seperti tadi dia tak akan berpikir panjang dan langsung menerimanya,” jelas Nicholas diakhiri hembusan napas yang panjang. Lelaki itu belum selesai dengan penjelasannya.“Kamu begitu banyak perhitungan, tetapi terarah ... mungkin itulah sebabnya, hasil rancanganmu menjadi sempurna. Kamu mempertimb
“Waalaikum salam. Dokter Haidar bisa ke rumahku sekarang!”Suara Wahid terdengar menahan takut dari balik telepon. “Aku tidak tahu harus menghubungi siapa ... bisakah Dokter Haidar ke rumahku secepatnya sekarang. Ada keadaan darurat,” ucapnya dengan nada tergesa-gesa.“Coba tenang, Pak Wahid! Ceritakan apa yang terjadi!” titah Haidar menenangkan.“Abiku, Dokter Haidar, tiba-tiba dia tak sadarkan diri dan sampai sekarang tidak mau bangun ... aku takut dia terkena serangan jantung dan tak bisa selamat.” Wahid terisak dari balik telepon.“Sudah menghubungi ambulans?” tanya Haidar langsung dan hanya terdengar isak tangis panik dari balik telepon. “Kirimkan alamat Pak Wahid, aku akan ke sana segera!” pungkasnya seraya menutup sambungan teleponnya.Wajah Haidar yang semula cemas saat hendak menjawab panggilan dari Wahid, kini berubah panik. Terdengar jelas suara di balik telepon itu menunggu pertolongannya. Walaupun dirinya sedang dalam keadaan lelah, tetapi Haidar selalu sigap jika ada yan
“Apa itu tidak akan menyakitinya, Dokter?” tanya Rahma ragu menatap benda di tangan Haidar yang berguna untuk membuka mulut pasiennya.Haidar tersenyum sebentar, mencoba memahami keraguan wanita paruh baya itu. “Insyaallah tidak, Bu. Benda ini hanya berguna memberi jalan selang yang akan saya masukkan ke dalam tubuhnya yang akan berfungsi sebagai ventilasi agar napasnya tidak tersumbat,” jelasnya.“Umi, percayakan saja semuanya pada Dokter Haidar! Jangan ganggu pekerjaannya, yang penting abi selamat!” tegur Wahid tak tenang.Tentu saja, ia harus menghalangi Zalimar yang terus berontak. Wajah Rahma masih terlihat cemas. Namun, ucapan anak lelakinya adalah benar.“Baiklah, Dokter, aku percaya padamu,” ucap Rahma seraya mengumpulkan keberaniannya.Dokter tampan itu mengangguk yakin. Ia langsung meraih rahangnya Ibrahim yang masih tak sadarkan diri dan memasukan benda tersebut dengan hati-hati dan penuh perhitungan. Rahma hanya bisa bergidik ngeri dan takut.Ucapan Haidar benar, walaupun
“Aku tidak bisa memastikan Aisyah akan bahagia jika bersamaku, Pak Wahid. Namun, aku bisa memastikan untuk tak menyakitinya,” ucap Haidar yakin.Terdengar hembusan napas panjang nan lega dari lelaki di sebelahnya. Haidar melirik sebentar pada Wahid, lelaki itu tersenyum lebar. Wajah cemasnya karena mengkhawatirkan abinya kini terlihat lega setelah mendengar jawaban Haidar.“Jujur saja, aku masih merasa bersalah pada Aisyah, tetapi aku yakin dia adalah wanita yang berhati luas. Memberinya ketenangan dan tak mengganggunya adalah cara terbaik untuk meminta maaf padanya,” gumam Wahid santai seraya mengukir senyuman tipis. Ia lalu menoleh pada Haidar yang masih fokus dengan kemudi mobil. “Benarkan, Dokter Haidar?” tanyanya.Hampir saja Haidar tersentak. Namun, ia segera menoleh sebentar untuk membalas senyumannya Wahid. “Terima kasih sudah jujur, Pak Wahid,” ujarnya setelah kembali fokus pada laju kendaraannya.“Bukan hanya Aisyah yang berhati besar, tetapi Pak Wahid juga,” imbuh Haidar sa
Ditemani oleh kedua orang tuanya, Aisyah melaporkan tindakan Zalimar. Ia tak ingin selalu merepotkan Haidar. Lelaki itu harus fokus dengan pekerjaannya.Tak membutuhkan waktu lama, laporan Aisyah langsung ditindak lanjuti. Semua bukti yang sudah disiapkan sangat membantu. Aisyah hanya diminta memberikan keterangan detail sejak pertama kali ia menerima teror, ancaman serta hinaan dari Zalimar.Aisyah tak peduli, bagaimana tanggapan keluarga mantan suaminya itu. Wanita itu hanya ingin hidup tenang dan fokus pada pekerjaannya. Mengerjakan rancangan untuk Shahira sesuai kontrak kerjanya.“Baik, Bu Aisyah, laporan sudah kami terima dan kami akan segera memproses kasusnya,” ucap si polisi yang menerima laporan Aisyah. “Kasus seperti jika mengganggu, sebaiknya jangan disepelekan, karena bisa berimbas pada kesehatan mental dan aktivitas kita ke depannya,” sambung si polisi.“Terima kasih banyak, Pak” sahut Aisyah lega. Wanita cantik itu tersenyum dari balik cadarnya. Setelah mendapatkan arah
Wajah Haidar langsung merah merona. Ucapan Aisyah langsung membuat jiwanya terasa melayang. Ia tak bisa berhenti tersenyum.Namun, suara ketukan ruangan kerjanya langsung membawanya jiwanya kembali pada tubuhnya. Dokter tampan itu menatap jam dinding yang berada di ruangannya, bukankah masih jam istirahat pikirnya. Mungkinkah ada pasien baru dan darurat?“Terima kasih, Aisyah, aku akan menagih janjimu nanti,” sahut Haidar sebelum mengakhiri panggilannya dengan wanitanya. “Sepertinya ada pasien, aku tutup dulu teleponnya,” ujarnya.Setelah mendapatkan jawaban dan salam penutup dari Aisyah, ia pun sudah menjawabnya, panggilan berakhir. Haidar berteriak kecil memberi perintah pada seseorang yang mengetuk pintunya untuk segera masuk. Kedua bola mata dokter tampan itu langsung membulat sempurna saat pintu terbuka, bukan Erni, asistennya.“Rania?” seru Haidar disusul senyumannya yang lebar.Kedua bola mata dokter tampan itu kini berbinar. Seolah ada rindu yang terlintas di wajahnya. Seorang
Kehidupan Aisyah benar-benar terasa tenang. Dimas Fahri yang semula mencibir karena iri padanya, mulai menerima dan memahami alasan wanita cantik tersebut. Shahira yang benar-benar memutuskan berhenti dari dunia entertainer memilih membantu Aisyah membuat rancangan berbagai pakaian muslim.Bahkan Shahira memutuskan membeli sebuah ruko untuk membuka butik pakaian muslim dan Aisyah lah yang menjadi perancang busananya. Tentu saja, wanita itu lebih bersemangat. Hingga tak terasa masa iddahnya pun selesai dan rencana pernikahannya dengan Haidar akan terlaksana.Dokter tampan itu sudah merencanakan semuanya berjalan dengan lancar. Hingga di malam sebelum acara pernikahan mereka Zalimar mendatangi Haidar. Untuk pertama kalinya lelaki itu mendekati Zalimar dengan wajah penuh penyesalan yang sungguh-sungguh.Zalimar m
“Apa kita nggak kepagian, Aisyah?” tanya Nilam dengan tatapan bingung.Aisyah dan Nilam sudah berada di lokasi persidangan untuk kasus desainnya yang dicuri. Suasana di dalam gedung itu tampak sepi sekali, bahkan hanya ditemukan beberapa orang saja yang lalu lalang. Namun, Aisyah yakin ia tak terlalu pagi. Jadwal sidangnya memang di pagi hari dan sekitar 15 menit lagi persidangan akan di mulai.“Kayaknya nggak deh, Bu. Mungkin orang-orang memilih menunggu kedatangan kak Shahira yang akan melakukan wawancara sebentar dengan para wartawan sebelum acara sidang dimulai,” jelas Aisyah santun. Kemudian ia menunjuk bangku di samping gedung yang menghadap taman kecil. “Kita tunggu di sana saja, yuk!” ajaknya.Nilam menurut. Keduanya langsung berjalan dan duduk bangku yang masih koso
Usaha Haidar tak sia-sia. Kondisi Nurul kembali stabil. Ia pun lantas segera menyelesaikan operasinya, menutup lukanya dan menjahitnya dengan hati-hati.Haidar bisa saja memberikan tugas tersebut pada dokter lainnya yang berada di sana, karena itu adalah proses terakhir dan tak terlalu berat. Namun, ia memilih menuntaskannya sendiri. Haidar ingin bertanggung jawab penuh atas permintaan Wahid.Alasan lainnya, ia perlu memastikan bahwa pasien di hadapannya baik-baik saja agar bisa menjaga perasaan Wahid sebelum dirinya resmi menjadi suami dari mantan istri lelaki itu. Mungkin bisa diartikannya sebagai ucapan terima kasih sudah melepaskan Aisyah untuknya. Akan tetapi, ia tetap memastikan semua yang dilakukannya sesuai prosedur kesehatan.“Tutup lukanya dengan hati-hati!” perintah Haidar setelah selesai dan
Setelah mendapatkan persetujuan dari Aisyah, Haidar langsung bergegas ke rumah sakit. Sejujurnya, bukan persetujuan tetapi ia ingin memastikan Aisyah tak salah paham sebab Wahid memintanya secara khusus untuk menyelamatkan Nurul. Walaupun wanita itu pasti memahami dirinya yang seorang dokter, tak berhak untuk memilih pasien.Namun, kebesaran hati Aisyah tak bisa ia sepelekan. Wanita yang akan menjadi pasiennya adalah orang yang membuat hidup wanitanya hancur. Jadi, Haidar perlu memastikan perasaan Aisyah tak akan terluka.“Aku percaya padamu, Haidar. Lakukan tugasmu dengan baik!” Kalimat tersebut mampu menguatkan keberanian Haidar. Dokter tampan itu mampu mengesampingkan perasaan dan hatinya untuk fokus pada pekerjaannya. Tak butuh waktu lama, ia langsung menuju IGD dan bertepatan dengan Wahid yang baru saja tiba membawa istrinya.“Apa yang terjadi, Pak wahid?” tanya Haidar sembari menunggu petugas medis memindahkan tubuh Nurul ke ranjang beroda.Belum sempat Wahid menjawab, dokter t
“Bagaimana kamu masuk ke rumahku?” Nurul terkejut dan hampir saja ia terjengkang ke belakang. Toni tiba-tiba muncul di dalam rumahnya saat ia baru saja memasuki rumah setelah mengantar Wahid. Untunglah lelaki itu berhasil menahan tubuh wanita yang tengah hamil besar itu. Usia kandungannya yang sudah melewati tujuh bulan membuatnya kesulitan menjaga keseimbangannya. Namun, wanita itu langsung menepis kasar tangan Toni setelah berhasil menguasai keseimbangan tubuhnya. Wajah Nurul bahkan berubah panik dan cemas. “Mau apa lagi kamu menemuiku, Toni? Kita sudah tak ada hubungan apapun!” cecar Nurul cemas. Sesekali wanita itu menoleh ke arah pintu. Takut dan cemas, jika Wahid tiba-tiba kembali lalu memergoki dirinya bersama Toni. Ia sudah memutuskan untuk menuruti per
Sebuah mimpi yang begitu mengganggu Aisyah. Wanita bahkan tak bisa berpikir jernih. Takut jika mimpi itu menjadi kenyataan.Akankah kejadian yang sudah pernah ia alami akan kembali terulang? Aisyah benar-benar tak bisa tenang. Ia tak bisa berdiam diri hingga akhirnya memutuskan menemui Haidar di rumah sakit, tepat di jam istirahatnya.Tentu saja dokter tampan itu senang dikunjungi oleh Aisyah. Mereka memilih sebuah kafe di luar rumah sakit yang tak terlalu ramai. Setidaknya Aisyah perlu mengungkapkan rasa cemasnya dalam keadaan tenang.“Sepertinya ada masalah serius? Ada apa, Aisyah?” tanya Haidar yang bisa membaca jelas sorot mata wanitanya.Ya, walaupun hanya tatapannya saja, tanpa melihat wajahnya yang tertutup cadar Haidar bisa melihat tatapan gelisahnya.
“Maafkan aku, Aisyah. Aku tak bisa melanjutkan rencanaku menikahimu … Kita batalkan saja pernikahan ini!”Tubuh Aisyah terasa disambar petir di siang bolong. Kedua bola matanya yang membulat sempurna langsung tersiram air mata, banjir dan deras bak air terjun. Bibirnya bergetar, hingga ia kesulitan untuk membuka mulutnya.Aisyah sungguh tak menyangka, Haidar mengatakan hal tersebut tepat di hadapan kedua orang tuanya yang percaya sepenuhnya pada dirinya. Bukan itu saja yang membuatnya terasa terguncang, gaun putih yang menutupi tubuhnya tanpa memperlihatkan lekuk indah tubuhnya, serta rangkaian bunga melati yang menghiasi hijab lebarnya.Ya, di hari pernikahannya yang seharusnya berikrar sebuah akad, tetapi Haidar mengikrarkan kata maaf. Tak ada sirat penyesalan pada wajah lelaki itu. Hatiny
“Kak Shahira yakin?” tanya Aisyah sedikit tak percaya.Shahira yang dikenal sebagai artis yang selalu modis dan glamor, serta tak malu dengan pakaian seksi meski usianya sudah tak lagi muda. Itulah imej yang melekat pada artis cantik itu. Satu hal lagi, Shahira dikenal sebagai artis yang santun dan ramah, yang membuatnya tetap terkenal dan tak kalah dengan artis pendatang baru.Hari ini, Aisyah dan Haidar mendengar ungkapan hatinya. Artis cantik itu ternyata menyimpan beban yang berat. Shahira tak segera menjawab pertanyaan Aisyah.“Maafkan aku, Kak. Maksudku ... aku senang jika Kak Shahira ingin berubah menjadi lebih tertutup, tetapi harus dari hati agar Kakak bisa menemukan kedamaian dan ketenangan,” jelas Aisyah hati-hati, berharap kata-katanya tak menyinggung artis cantik itu. “Mm ... jika aku boleh kasih saran tentang rumah tangga Kak Shahira, sebaiknya coba jalin hubungan lebih baik lagi dengan suaminya. Menurutku dukungan dari suami adalah yang paling berharga, seberat apapun
Shahira tak segera menjawab. Artis cantik itu menurunkan tumpangan kakinya dan menegapkan wajahnya dengan ekspresi datar. Tentu saja tindakannya membuat sorot mata Aisyah cemas.“Aisyah sama sekali tak berniat untuk melanggar kontrak kerja, Kak. Dia hanya ingin mencoba desain pakaian yang tertutup tetapi tetap anggun,” seru Haidar mencoba menengahi. “Bukankah di kontrak hanya dicantumkan Aisyah membuat desain sesuai keinginan Kak Shahira, tidak dispesifikan bagaimana jenis desainnya,” imbuhnya.“Tidak spesifik? Contohnya?” selidik Shahira dengan tatapan penuh arti pada Haidar.Haidar mengulum bibir bawah dan atasnya ke dalam sembari berpikir. Jawaban apa yang bisa diterima oleh Shahira. “Maksud saya, desain pakaiannya tidak dijelaskan harus seksi dan terbuka,” jawabnya hati-hati, tetapi terdengar tegas.Asiyah sedikit bersyukur Haidar bisa membantu mengeluarkan rasa cemasnya, tetapi kini ia merasa was-was. Khawatir, jika respon Shahira justru memberikan penolakan. Terlihat jelas saat