Ditemani oleh kedua orang tuanya, Aisyah melaporkan tindakan Zalimar. Ia tak ingin selalu merepotkan Haidar. Lelaki itu harus fokus dengan pekerjaannya.Tak membutuhkan waktu lama, laporan Aisyah langsung ditindak lanjuti. Semua bukti yang sudah disiapkan sangat membantu. Aisyah hanya diminta memberikan keterangan detail sejak pertama kali ia menerima teror, ancaman serta hinaan dari Zalimar.Aisyah tak peduli, bagaimana tanggapan keluarga mantan suaminya itu. Wanita itu hanya ingin hidup tenang dan fokus pada pekerjaannya. Mengerjakan rancangan untuk Shahira sesuai kontrak kerjanya.“Baik, Bu Aisyah, laporan sudah kami terima dan kami akan segera memproses kasusnya,” ucap si polisi yang menerima laporan Aisyah. “Kasus seperti jika mengganggu, sebaiknya jangan disepelekan, karena bisa berimbas pada kesehatan mental dan aktivitas kita ke depannya,” sambung si polisi.“Terima kasih banyak, Pak” sahut Aisyah lega. Wanita cantik itu tersenyum dari balik cadarnya. Setelah mendapatkan arah
Wajah Haidar langsung merah merona. Ucapan Aisyah langsung membuat jiwanya terasa melayang. Ia tak bisa berhenti tersenyum.Namun, suara ketukan ruangan kerjanya langsung membawanya jiwanya kembali pada tubuhnya. Dokter tampan itu menatap jam dinding yang berada di ruangannya, bukankah masih jam istirahat pikirnya. Mungkinkah ada pasien baru dan darurat?“Terima kasih, Aisyah, aku akan menagih janjimu nanti,” sahut Haidar sebelum mengakhiri panggilannya dengan wanitanya. “Sepertinya ada pasien, aku tutup dulu teleponnya,” ujarnya.Setelah mendapatkan jawaban dan salam penutup dari Aisyah, ia pun sudah menjawabnya, panggilan berakhir. Haidar berteriak kecil memberi perintah pada seseorang yang mengetuk pintunya untuk segera masuk. Kedua bola mata dokter tampan itu langsung membulat sempurna saat pintu terbuka, bukan Erni, asistennya.“Rania?” seru Haidar disusul senyumannya yang lebar.Kedua bola mata dokter tampan itu kini berbinar. Seolah ada rindu yang terlintas di wajahnya. Seorang
“Nak Haidar, jangan berkata seperti itu! Kami sama sekali tak menyalahkan kamu, Nak,” ucap Maudy seraya berpindah duduk di sofa samping dokter tampan itu. Ia bahkan menggenggam kedua tangan Haidar dengan lembut.“Kami sudah ikhlas dengan kepergian Hana, Haidar. Tolong jangan menyalahkan diri sendiri! Kami justru merasa malu karena kamu menghadapi semua rasa sakit kehilangan Hana seorang diri, kamu merawat Haikal seorang diri ... seharusnya kami membantu merawatnya sebagai pengganti Hana. Kamu pasti kerepotan merawatnya seorang diri,” sahut Malik mendukung ucapan istrinya.Air mata Haidar menetes tak bisa ditahan. Namun, ia segera menghapusnya cepat. Tak ingin menunjukkan rasa sedihnya pada kedua orang tua Hana. “Terima kasih, Ma, Pa, tapi aku sama sekali tidak kerepotan. Justru aku menikmati perkembangan Haikal ... dia bisa menjadi pengobat rinduku pada Hana, dan penyemangat hidupku,” ungkap Haidar seraya memaksakan senyuman tulusnya.Haidar lantas menggenggam balik kedua tangan mant
Haidar sudah berjanji pada Aisyah. Ia tak ingin menyakiti hati wanita itu. Jujur, saja ia berat menyampaikan hal itu pada kedua mantan mertuanya yang sudah dianggapnya sebagai orang tua sendiri. Mereka sangat baik dan pengertian, tetapi Haidar tak ingin terjebak dalam kesalahan. Entah apa tanggapan mereka, Haidar berhak memilih. Ia lantas menundukkan wajahnya. “Kenapa, Nak? Apakah Rania tak pantas bersanding denganmu dan menjadi ibunya Haikal?” tanya Maudy sedikit tercengang. Kemudian ia menatap pada Rania yang kini kian menunduk. Begitu juga dengan Haidar. Mungkinkah mereka memang sudah merencanakan semua ini? Kehadiran Rania tadi siang adalah bagian dari rencana sesuai ucapan Malik, pikir Haidar. Dokter tampan itu menegapkan posisi duduknya. Ia lantas menatap kedua orang tuanya. Revalina dan Harry mengangguk, memberikan dukungan kepadanya. Terakhir Haidar menatap putranya yang kini menunduk bingung. Ia tahu sekali anak lelakinya memiliki jiwa perasa. Haidar lantas menggenggam t
“Maksud Papa apa? Jangan bilang Papa memintaku untuk terus mendekati kak Haidar di tempat kerja dan mencuri hatinya!”Rania menebaknya curiga. Namun, Malik justru tersenyum hangat padanya. Ia lantas menarik lembut tubuh anak perempuannya, lalu menghapus sisa air matanya.“Mana mungkin papa memintamu menjadi wanita murahan, Sayang,” ucap Malik lembut dan hangat. “Maafkan papa jika membuatmu berharap lebih dan berakhir kecewa,”“Papa, tahu kamu adalah wanita yang tangguh dan kuat! Rania-nya Papa adalah wanita hebat,” sambung Malik memujinya bangga.Kemudian Malik memeluk tubuh putrinya dan mendekapnya erat. Tentu saja Rania membalas pelukan ayahnya. Wanita itu kembali menangis terisak dalam pelukannya.
“Mm ... jadi calon istri Kak Haidar adalah cinta pertamanya?” tanya Rania memastikan.Wanita yang kini mengenakan hijab biru tua itu memasang senyuman ramah. Rania menunjukkan tatapan tulusnya. Tentu saja Haidar mengangguk dan tersenyum malu.“Cinta pertama Kak Haidar menikah dan kini sudah bercerai?” Rania kembali bertanya, memastikan kesimpulannya dan tentunya Haidar kembali mengangguk.Rania kembali tersenyum. Kemudian wanita itu memasang wajah berpikir. Ia lantas menatap Haidar curiga, hingga dokter tampan itu menatapnya heran.“Mereka bercerai bukan karena Kak Haidar, ‘kan?” selidik Rania dengan tatapan mengintimidasi.“Rania?!” tegur Haidar langsung.Detik kedua Haidar tertawa, begitu juga dengan Rania. Dokter tampan itu tahu jika adik ipar dari mendiang istrinya hanya bergurau. Namun, wajahnya kini benar-benar lega.Tentu saja, Haidar berhasil memecahkan kecanggungan di antara mereka. Hanya sebentar saja mereka tertawa lepas, Rania kini menunjukkan wajah ikhlasnya. Tak ada lagi
Aisyah tak bergeming. Ia masih menatap dalam wanita di seberangnya. Terlihat butiran bening meluncur dari kedua sudut netra Zalimar.“Sejujurnya aku hanya iri padamu, Aisyah,” ucap Zalimar pelan sekali.Hampir saja Aisyah tak mendengarnya, jika ia tak dalam keadaan fokus pada Zalimar. Nilam bahkan langsung mengerutkan dahinya. Wanita paruh baya di samping Aisyah terlihat menatap ragu pada Zalimar.“Iri? Apa yang kamu irikan dari putriku hingga sezalim itu pada Aisyah?” geram Nilam menahan kesal. Terdengar suara gigi atas dan bawahnya yang beradu.“Maafkan aku, Bu Nilam,” sahut Zalimar lirih, diikuti tetes air matanya lagi.Sontak saja Aisyah langsung meraih pundak ibunya, hingga Nilam refleks menoleh padanya. Wanita bercadar itu menggelengkan kepalanya dengan tatapan hangat, isyarat untuk tenan. Nilam lantas mengatur napasnya sembari memejamkan kedua bola matanya.Setelah ibunya tenang, Aisyah lantas kembali menatap Zalimar yang masih menunduk menahan air matanya. Ia bahkan menatap ma
Aisyah sedikit tersentak. Ia bahkan mengerutkan dahinya. Zalimar menatapnya kosong.Wanita bercadar itu tak melihat garis penyesalan di wajah mantan kakak iparnya. Ya, yang terlihat pada wajah Zalimar adalah rasa sesak dan emosi tertahan. Aisyah lantas menatap Rahma yang sama tersentak seperti dirinya saat melihat anak perempuannya.“Zalimar, kenapa kamu berbicara seperti itu!” ucap Rahma terdengar lirih.Zalimar refleks menoleh pada ibunya. Ia lantas menatap nanar pada Rahma. “Memangnya apa salahku, Umi?” tanyanya dengan nada sedikit meninggi.“Apa aku salah iri dengan Aisyah? Bagaimana dia bisa mendapatkan semua yang aku mau? Umi dan abi memperlakukan dia buruk, tetapi kenapa dia selalu sabar ... itu semua membuatku muak!” sambung Zalimar seolah bersiap meledakkan amarahnya.“Memang tidak salah jika Kak Zali iri padaku,” sela Aisyah dan langsung membuat Zalimar serta Rahma menoleh padaku. “Mau tahu apa kesalahan Kak Zali?” Aisyah menarik napas dalam sebentar sebelum melanjutkan uca
Kehidupan Aisyah benar-benar terasa tenang. Dimas Fahri yang semula mencibir karena iri padanya, mulai menerima dan memahami alasan wanita cantik tersebut. Shahira yang benar-benar memutuskan berhenti dari dunia entertainer memilih membantu Aisyah membuat rancangan berbagai pakaian muslim.Bahkan Shahira memutuskan membeli sebuah ruko untuk membuka butik pakaian muslim dan Aisyah lah yang menjadi perancang busananya. Tentu saja, wanita itu lebih bersemangat. Hingga tak terasa masa iddahnya pun selesai dan rencana pernikahannya dengan Haidar akan terlaksana.Dokter tampan itu sudah merencanakan semuanya berjalan dengan lancar. Hingga di malam sebelum acara pernikahan mereka Zalimar mendatangi Haidar. Untuk pertama kalinya lelaki itu mendekati Zalimar dengan wajah penuh penyesalan yang sungguh-sungguh.Zalimar m
“Apa kita nggak kepagian, Aisyah?” tanya Nilam dengan tatapan bingung.Aisyah dan Nilam sudah berada di lokasi persidangan untuk kasus desainnya yang dicuri. Suasana di dalam gedung itu tampak sepi sekali, bahkan hanya ditemukan beberapa orang saja yang lalu lalang. Namun, Aisyah yakin ia tak terlalu pagi. Jadwal sidangnya memang di pagi hari dan sekitar 15 menit lagi persidangan akan di mulai.“Kayaknya nggak deh, Bu. Mungkin orang-orang memilih menunggu kedatangan kak Shahira yang akan melakukan wawancara sebentar dengan para wartawan sebelum acara sidang dimulai,” jelas Aisyah santun. Kemudian ia menunjuk bangku di samping gedung yang menghadap taman kecil. “Kita tunggu di sana saja, yuk!” ajaknya.Nilam menurut. Keduanya langsung berjalan dan duduk bangku yang masih koso
Usaha Haidar tak sia-sia. Kondisi Nurul kembali stabil. Ia pun lantas segera menyelesaikan operasinya, menutup lukanya dan menjahitnya dengan hati-hati.Haidar bisa saja memberikan tugas tersebut pada dokter lainnya yang berada di sana, karena itu adalah proses terakhir dan tak terlalu berat. Namun, ia memilih menuntaskannya sendiri. Haidar ingin bertanggung jawab penuh atas permintaan Wahid.Alasan lainnya, ia perlu memastikan bahwa pasien di hadapannya baik-baik saja agar bisa menjaga perasaan Wahid sebelum dirinya resmi menjadi suami dari mantan istri lelaki itu. Mungkin bisa diartikannya sebagai ucapan terima kasih sudah melepaskan Aisyah untuknya. Akan tetapi, ia tetap memastikan semua yang dilakukannya sesuai prosedur kesehatan.“Tutup lukanya dengan hati-hati!” perintah Haidar setelah selesai dan
Setelah mendapatkan persetujuan dari Aisyah, Haidar langsung bergegas ke rumah sakit. Sejujurnya, bukan persetujuan tetapi ia ingin memastikan Aisyah tak salah paham sebab Wahid memintanya secara khusus untuk menyelamatkan Nurul. Walaupun wanita itu pasti memahami dirinya yang seorang dokter, tak berhak untuk memilih pasien.Namun, kebesaran hati Aisyah tak bisa ia sepelekan. Wanita yang akan menjadi pasiennya adalah orang yang membuat hidup wanitanya hancur. Jadi, Haidar perlu memastikan perasaan Aisyah tak akan terluka.“Aku percaya padamu, Haidar. Lakukan tugasmu dengan baik!” Kalimat tersebut mampu menguatkan keberanian Haidar. Dokter tampan itu mampu mengesampingkan perasaan dan hatinya untuk fokus pada pekerjaannya. Tak butuh waktu lama, ia langsung menuju IGD dan bertepatan dengan Wahid yang baru saja tiba membawa istrinya.“Apa yang terjadi, Pak wahid?” tanya Haidar sembari menunggu petugas medis memindahkan tubuh Nurul ke ranjang beroda.Belum sempat Wahid menjawab, dokter t
“Bagaimana kamu masuk ke rumahku?” Nurul terkejut dan hampir saja ia terjengkang ke belakang. Toni tiba-tiba muncul di dalam rumahnya saat ia baru saja memasuki rumah setelah mengantar Wahid. Untunglah lelaki itu berhasil menahan tubuh wanita yang tengah hamil besar itu. Usia kandungannya yang sudah melewati tujuh bulan membuatnya kesulitan menjaga keseimbangannya. Namun, wanita itu langsung menepis kasar tangan Toni setelah berhasil menguasai keseimbangan tubuhnya. Wajah Nurul bahkan berubah panik dan cemas. “Mau apa lagi kamu menemuiku, Toni? Kita sudah tak ada hubungan apapun!” cecar Nurul cemas. Sesekali wanita itu menoleh ke arah pintu. Takut dan cemas, jika Wahid tiba-tiba kembali lalu memergoki dirinya bersama Toni. Ia sudah memutuskan untuk menuruti per
Sebuah mimpi yang begitu mengganggu Aisyah. Wanita bahkan tak bisa berpikir jernih. Takut jika mimpi itu menjadi kenyataan.Akankah kejadian yang sudah pernah ia alami akan kembali terulang? Aisyah benar-benar tak bisa tenang. Ia tak bisa berdiam diri hingga akhirnya memutuskan menemui Haidar di rumah sakit, tepat di jam istirahatnya.Tentu saja dokter tampan itu senang dikunjungi oleh Aisyah. Mereka memilih sebuah kafe di luar rumah sakit yang tak terlalu ramai. Setidaknya Aisyah perlu mengungkapkan rasa cemasnya dalam keadaan tenang.“Sepertinya ada masalah serius? Ada apa, Aisyah?” tanya Haidar yang bisa membaca jelas sorot mata wanitanya.Ya, walaupun hanya tatapannya saja, tanpa melihat wajahnya yang tertutup cadar Haidar bisa melihat tatapan gelisahnya.
“Maafkan aku, Aisyah. Aku tak bisa melanjutkan rencanaku menikahimu … Kita batalkan saja pernikahan ini!”Tubuh Aisyah terasa disambar petir di siang bolong. Kedua bola matanya yang membulat sempurna langsung tersiram air mata, banjir dan deras bak air terjun. Bibirnya bergetar, hingga ia kesulitan untuk membuka mulutnya.Aisyah sungguh tak menyangka, Haidar mengatakan hal tersebut tepat di hadapan kedua orang tuanya yang percaya sepenuhnya pada dirinya. Bukan itu saja yang membuatnya terasa terguncang, gaun putih yang menutupi tubuhnya tanpa memperlihatkan lekuk indah tubuhnya, serta rangkaian bunga melati yang menghiasi hijab lebarnya.Ya, di hari pernikahannya yang seharusnya berikrar sebuah akad, tetapi Haidar mengikrarkan kata maaf. Tak ada sirat penyesalan pada wajah lelaki itu. Hatiny
“Kak Shahira yakin?” tanya Aisyah sedikit tak percaya.Shahira yang dikenal sebagai artis yang selalu modis dan glamor, serta tak malu dengan pakaian seksi meski usianya sudah tak lagi muda. Itulah imej yang melekat pada artis cantik itu. Satu hal lagi, Shahira dikenal sebagai artis yang santun dan ramah, yang membuatnya tetap terkenal dan tak kalah dengan artis pendatang baru.Hari ini, Aisyah dan Haidar mendengar ungkapan hatinya. Artis cantik itu ternyata menyimpan beban yang berat. Shahira tak segera menjawab pertanyaan Aisyah.“Maafkan aku, Kak. Maksudku ... aku senang jika Kak Shahira ingin berubah menjadi lebih tertutup, tetapi harus dari hati agar Kakak bisa menemukan kedamaian dan ketenangan,” jelas Aisyah hati-hati, berharap kata-katanya tak menyinggung artis cantik itu. “Mm ... jika aku boleh kasih saran tentang rumah tangga Kak Shahira, sebaiknya coba jalin hubungan lebih baik lagi dengan suaminya. Menurutku dukungan dari suami adalah yang paling berharga, seberat apapun
Shahira tak segera menjawab. Artis cantik itu menurunkan tumpangan kakinya dan menegapkan wajahnya dengan ekspresi datar. Tentu saja tindakannya membuat sorot mata Aisyah cemas.“Aisyah sama sekali tak berniat untuk melanggar kontrak kerja, Kak. Dia hanya ingin mencoba desain pakaian yang tertutup tetapi tetap anggun,” seru Haidar mencoba menengahi. “Bukankah di kontrak hanya dicantumkan Aisyah membuat desain sesuai keinginan Kak Shahira, tidak dispesifikan bagaimana jenis desainnya,” imbuhnya.“Tidak spesifik? Contohnya?” selidik Shahira dengan tatapan penuh arti pada Haidar.Haidar mengulum bibir bawah dan atasnya ke dalam sembari berpikir. Jawaban apa yang bisa diterima oleh Shahira. “Maksud saya, desain pakaiannya tidak dijelaskan harus seksi dan terbuka,” jawabnya hati-hati, tetapi terdengar tegas.Asiyah sedikit bersyukur Haidar bisa membantu mengeluarkan rasa cemasnya, tetapi kini ia merasa was-was. Khawatir, jika respon Shahira justru memberikan penolakan. Terlihat jelas saat