“Maafkan aku, Aisyah. Aku tak bisa melanjutkan rencanaku menikahimu … Kita batalkan saja pernikahan ini!”Tubuh Aisyah terasa disambar petir di siang bolong. Kedua bola matanya yang membulat sempurna langsung tersiram air mata, banjir dan deras bak air terjun. Bibirnya bergetar, hingga ia kesulitan untuk membuka mulutnya.Aisyah sungguh tak menyangka, Haidar mengatakan hal tersebut tepat di hadapan kedua orang tuanya yang percaya sepenuhnya pada dirinya. Bukan itu saja yang membuatnya terasa terguncang, gaun putih yang menutupi tubuhnya tanpa memperlihatkan lekuk indah tubuhnya, serta rangkaian bunga melati yang menghiasi hijab lebarnya.Ya, di hari pernikahannya yang seharusnya berikrar sebuah akad, tetapi Haidar mengikrarkan kata maaf. Tak ada sirat penyesalan pada wajah lelaki itu. Hatiny
Sebuah mimpi yang begitu mengganggu Aisyah. Wanita bahkan tak bisa berpikir jernih. Takut jika mimpi itu menjadi kenyataan.Akankah kejadian yang sudah pernah ia alami akan kembali terulang? Aisyah benar-benar tak bisa tenang. Ia tak bisa berdiam diri hingga akhirnya memutuskan menemui Haidar di rumah sakit, tepat di jam istirahatnya.Tentu saja dokter tampan itu senang dikunjungi oleh Aisyah. Mereka memilih sebuah kafe di luar rumah sakit yang tak terlalu ramai. Setidaknya Aisyah perlu mengungkapkan rasa cemasnya dalam keadaan tenang.“Sepertinya ada masalah serius? Ada apa, Aisyah?” tanya Haidar yang bisa membaca jelas sorot mata wanitanya.Ya, walaupun hanya tatapannya saja, tanpa melihat wajahnya yang tertutup cadar Haidar bisa melihat tatapan gelisahnya.
“Bagaimana kamu masuk ke rumahku?” Nurul terkejut dan hampir saja ia terjengkang ke belakang. Toni tiba-tiba muncul di dalam rumahnya saat ia baru saja memasuki rumah setelah mengantar Wahid. Untunglah lelaki itu berhasil menahan tubuh wanita yang tengah hamil besar itu. Usia kandungannya yang sudah melewati tujuh bulan membuatnya kesulitan menjaga keseimbangannya. Namun, wanita itu langsung menepis kasar tangan Toni setelah berhasil menguasai keseimbangan tubuhnya. Wajah Nurul bahkan berubah panik dan cemas. “Mau apa lagi kamu menemuiku, Toni? Kita sudah tak ada hubungan apapun!” cecar Nurul cemas. Sesekali wanita itu menoleh ke arah pintu. Takut dan cemas, jika Wahid tiba-tiba kembali lalu memergoki dirinya bersama Toni. Ia sudah memutuskan untuk menuruti per
Setelah mendapatkan persetujuan dari Aisyah, Haidar langsung bergegas ke rumah sakit. Sejujurnya, bukan persetujuan tetapi ia ingin memastikan Aisyah tak salah paham sebab Wahid memintanya secara khusus untuk menyelamatkan Nurul. Walaupun wanita itu pasti memahami dirinya yang seorang dokter, tak berhak untuk memilih pasien.Namun, kebesaran hati Aisyah tak bisa ia sepelekan. Wanita yang akan menjadi pasiennya adalah orang yang membuat hidup wanitanya hancur. Jadi, Haidar perlu memastikan perasaan Aisyah tak akan terluka.“Aku percaya padamu, Haidar. Lakukan tugasmu dengan baik!” Kalimat tersebut mampu menguatkan keberanian Haidar. Dokter tampan itu mampu mengesampingkan perasaan dan hatinya untuk fokus pada pekerjaannya. Tak butuh waktu lama, ia langsung menuju IGD dan bertepatan dengan Wahid yang baru saja tiba membawa istrinya.“Apa yang terjadi, Pak wahid?” tanya Haidar sembari menunggu petugas medis memindahkan tubuh Nurul ke ranjang beroda.Belum sempat Wahid menjawab, dokter t
Usaha Haidar tak sia-sia. Kondisi Nurul kembali stabil. Ia pun lantas segera menyelesaikan operasinya, menutup lukanya dan menjahitnya dengan hati-hati.Haidar bisa saja memberikan tugas tersebut pada dokter lainnya yang berada di sana, karena itu adalah proses terakhir dan tak terlalu berat. Namun, ia memilih menuntaskannya sendiri. Haidar ingin bertanggung jawab penuh atas permintaan Wahid.Alasan lainnya, ia perlu memastikan bahwa pasien di hadapannya baik-baik saja agar bisa menjaga perasaan Wahid sebelum dirinya resmi menjadi suami dari mantan istri lelaki itu. Mungkin bisa diartikannya sebagai ucapan terima kasih sudah melepaskan Aisyah untuknya. Akan tetapi, ia tetap memastikan semua yang dilakukannya sesuai prosedur kesehatan.“Tutup lukanya dengan hati-hati!” perintah Haidar setelah selesai dan
“Apa kita nggak kepagian, Aisyah?” tanya Nilam dengan tatapan bingung.Aisyah dan Nilam sudah berada di lokasi persidangan untuk kasus desainnya yang dicuri. Suasana di dalam gedung itu tampak sepi sekali, bahkan hanya ditemukan beberapa orang saja yang lalu lalang. Namun, Aisyah yakin ia tak terlalu pagi. Jadwal sidangnya memang di pagi hari dan sekitar 15 menit lagi persidangan akan di mulai.“Kayaknya nggak deh, Bu. Mungkin orang-orang memilih menunggu kedatangan kak Shahira yang akan melakukan wawancara sebentar dengan para wartawan sebelum acara sidang dimulai,” jelas Aisyah santun. Kemudian ia menunjuk bangku di samping gedung yang menghadap taman kecil. “Kita tunggu di sana saja, yuk!” ajaknya.Nilam menurut. Keduanya langsung berjalan dan duduk bangku yang masih koso
Kehidupan Aisyah benar-benar terasa tenang. Dimas Fahri yang semula mencibir karena iri padanya, mulai menerima dan memahami alasan wanita cantik tersebut. Shahira yang benar-benar memutuskan berhenti dari dunia entertainer memilih membantu Aisyah membuat rancangan berbagai pakaian muslim.Bahkan Shahira memutuskan membeli sebuah ruko untuk membuka butik pakaian muslim dan Aisyah lah yang menjadi perancang busananya. Tentu saja, wanita itu lebih bersemangat. Hingga tak terasa masa iddahnya pun selesai dan rencana pernikahannya dengan Haidar akan terlaksana.Dokter tampan itu sudah merencanakan semuanya berjalan dengan lancar. Hingga di malam sebelum acara pernikahan mereka Zalimar mendatangi Haidar. Untuk pertama kalinya lelaki itu mendekati Zalimar dengan wajah penuh penyesalan yang sungguh-sungguh.Zalimar m
“Siapa yang bertamu, Aisyah?”Pertanyaan dari Rahma, mengejutkan menantunya. Aisyah yang baru saja menutup pintu langsung menunduk, tak berani menatap wajah mertuanya. Tangannya terlihat gemetar.Aisyah, wanita itu sudah berusaha menutup pintu sepelan mungkin agar tak mengganggu mertuanya. Bukan mengganggu, tetapi menghindari Rahma. Niatnya, setelah menutup pintu akan berjalan cepat menuju kamarnya, menyembunyikan bungkusan yang berada di tangannya.“Kurir, Umi,” jawab Aisyah pelan. Ia tak mungkin berbohong. Rahma sudah melihat bungkusan berukuran sedang pada tangannya. Benar dugaan Aisyah. Mertuanya langsung memasang wajah tak suka saat ia memberanikan diri menatap wajah Rahma.“Kamu beli paket apa?” tanya Rahma ketus.“Mm ... beli pembalut, Umi. Kebetulan lagi ada diskon besar. Ais pikir lumayan untuk berhemat, lagi pula gratis ongkir,” jawab Aisyah dengan nada was-was. Dalam hatinya berharap mertuanya menerima alasannya.Sayangnya, Rahma tak menerima alasan menantunya itu. Ia maki
Kehidupan Aisyah benar-benar terasa tenang. Dimas Fahri yang semula mencibir karena iri padanya, mulai menerima dan memahami alasan wanita cantik tersebut. Shahira yang benar-benar memutuskan berhenti dari dunia entertainer memilih membantu Aisyah membuat rancangan berbagai pakaian muslim.Bahkan Shahira memutuskan membeli sebuah ruko untuk membuka butik pakaian muslim dan Aisyah lah yang menjadi perancang busananya. Tentu saja, wanita itu lebih bersemangat. Hingga tak terasa masa iddahnya pun selesai dan rencana pernikahannya dengan Haidar akan terlaksana.Dokter tampan itu sudah merencanakan semuanya berjalan dengan lancar. Hingga di malam sebelum acara pernikahan mereka Zalimar mendatangi Haidar. Untuk pertama kalinya lelaki itu mendekati Zalimar dengan wajah penuh penyesalan yang sungguh-sungguh.Zalimar m
“Apa kita nggak kepagian, Aisyah?” tanya Nilam dengan tatapan bingung.Aisyah dan Nilam sudah berada di lokasi persidangan untuk kasus desainnya yang dicuri. Suasana di dalam gedung itu tampak sepi sekali, bahkan hanya ditemukan beberapa orang saja yang lalu lalang. Namun, Aisyah yakin ia tak terlalu pagi. Jadwal sidangnya memang di pagi hari dan sekitar 15 menit lagi persidangan akan di mulai.“Kayaknya nggak deh, Bu. Mungkin orang-orang memilih menunggu kedatangan kak Shahira yang akan melakukan wawancara sebentar dengan para wartawan sebelum acara sidang dimulai,” jelas Aisyah santun. Kemudian ia menunjuk bangku di samping gedung yang menghadap taman kecil. “Kita tunggu di sana saja, yuk!” ajaknya.Nilam menurut. Keduanya langsung berjalan dan duduk bangku yang masih koso
Usaha Haidar tak sia-sia. Kondisi Nurul kembali stabil. Ia pun lantas segera menyelesaikan operasinya, menutup lukanya dan menjahitnya dengan hati-hati.Haidar bisa saja memberikan tugas tersebut pada dokter lainnya yang berada di sana, karena itu adalah proses terakhir dan tak terlalu berat. Namun, ia memilih menuntaskannya sendiri. Haidar ingin bertanggung jawab penuh atas permintaan Wahid.Alasan lainnya, ia perlu memastikan bahwa pasien di hadapannya baik-baik saja agar bisa menjaga perasaan Wahid sebelum dirinya resmi menjadi suami dari mantan istri lelaki itu. Mungkin bisa diartikannya sebagai ucapan terima kasih sudah melepaskan Aisyah untuknya. Akan tetapi, ia tetap memastikan semua yang dilakukannya sesuai prosedur kesehatan.“Tutup lukanya dengan hati-hati!” perintah Haidar setelah selesai dan
Setelah mendapatkan persetujuan dari Aisyah, Haidar langsung bergegas ke rumah sakit. Sejujurnya, bukan persetujuan tetapi ia ingin memastikan Aisyah tak salah paham sebab Wahid memintanya secara khusus untuk menyelamatkan Nurul. Walaupun wanita itu pasti memahami dirinya yang seorang dokter, tak berhak untuk memilih pasien.Namun, kebesaran hati Aisyah tak bisa ia sepelekan. Wanita yang akan menjadi pasiennya adalah orang yang membuat hidup wanitanya hancur. Jadi, Haidar perlu memastikan perasaan Aisyah tak akan terluka.“Aku percaya padamu, Haidar. Lakukan tugasmu dengan baik!” Kalimat tersebut mampu menguatkan keberanian Haidar. Dokter tampan itu mampu mengesampingkan perasaan dan hatinya untuk fokus pada pekerjaannya. Tak butuh waktu lama, ia langsung menuju IGD dan bertepatan dengan Wahid yang baru saja tiba membawa istrinya.“Apa yang terjadi, Pak wahid?” tanya Haidar sembari menunggu petugas medis memindahkan tubuh Nurul ke ranjang beroda.Belum sempat Wahid menjawab, dokter t
“Bagaimana kamu masuk ke rumahku?” Nurul terkejut dan hampir saja ia terjengkang ke belakang. Toni tiba-tiba muncul di dalam rumahnya saat ia baru saja memasuki rumah setelah mengantar Wahid. Untunglah lelaki itu berhasil menahan tubuh wanita yang tengah hamil besar itu. Usia kandungannya yang sudah melewati tujuh bulan membuatnya kesulitan menjaga keseimbangannya. Namun, wanita itu langsung menepis kasar tangan Toni setelah berhasil menguasai keseimbangan tubuhnya. Wajah Nurul bahkan berubah panik dan cemas. “Mau apa lagi kamu menemuiku, Toni? Kita sudah tak ada hubungan apapun!” cecar Nurul cemas. Sesekali wanita itu menoleh ke arah pintu. Takut dan cemas, jika Wahid tiba-tiba kembali lalu memergoki dirinya bersama Toni. Ia sudah memutuskan untuk menuruti per
Sebuah mimpi yang begitu mengganggu Aisyah. Wanita bahkan tak bisa berpikir jernih. Takut jika mimpi itu menjadi kenyataan.Akankah kejadian yang sudah pernah ia alami akan kembali terulang? Aisyah benar-benar tak bisa tenang. Ia tak bisa berdiam diri hingga akhirnya memutuskan menemui Haidar di rumah sakit, tepat di jam istirahatnya.Tentu saja dokter tampan itu senang dikunjungi oleh Aisyah. Mereka memilih sebuah kafe di luar rumah sakit yang tak terlalu ramai. Setidaknya Aisyah perlu mengungkapkan rasa cemasnya dalam keadaan tenang.“Sepertinya ada masalah serius? Ada apa, Aisyah?” tanya Haidar yang bisa membaca jelas sorot mata wanitanya.Ya, walaupun hanya tatapannya saja, tanpa melihat wajahnya yang tertutup cadar Haidar bisa melihat tatapan gelisahnya.
“Maafkan aku, Aisyah. Aku tak bisa melanjutkan rencanaku menikahimu … Kita batalkan saja pernikahan ini!”Tubuh Aisyah terasa disambar petir di siang bolong. Kedua bola matanya yang membulat sempurna langsung tersiram air mata, banjir dan deras bak air terjun. Bibirnya bergetar, hingga ia kesulitan untuk membuka mulutnya.Aisyah sungguh tak menyangka, Haidar mengatakan hal tersebut tepat di hadapan kedua orang tuanya yang percaya sepenuhnya pada dirinya. Bukan itu saja yang membuatnya terasa terguncang, gaun putih yang menutupi tubuhnya tanpa memperlihatkan lekuk indah tubuhnya, serta rangkaian bunga melati yang menghiasi hijab lebarnya.Ya, di hari pernikahannya yang seharusnya berikrar sebuah akad, tetapi Haidar mengikrarkan kata maaf. Tak ada sirat penyesalan pada wajah lelaki itu. Hatiny
“Kak Shahira yakin?” tanya Aisyah sedikit tak percaya.Shahira yang dikenal sebagai artis yang selalu modis dan glamor, serta tak malu dengan pakaian seksi meski usianya sudah tak lagi muda. Itulah imej yang melekat pada artis cantik itu. Satu hal lagi, Shahira dikenal sebagai artis yang santun dan ramah, yang membuatnya tetap terkenal dan tak kalah dengan artis pendatang baru.Hari ini, Aisyah dan Haidar mendengar ungkapan hatinya. Artis cantik itu ternyata menyimpan beban yang berat. Shahira tak segera menjawab pertanyaan Aisyah.“Maafkan aku, Kak. Maksudku ... aku senang jika Kak Shahira ingin berubah menjadi lebih tertutup, tetapi harus dari hati agar Kakak bisa menemukan kedamaian dan ketenangan,” jelas Aisyah hati-hati, berharap kata-katanya tak menyinggung artis cantik itu. “Mm ... jika aku boleh kasih saran tentang rumah tangga Kak Shahira, sebaiknya coba jalin hubungan lebih baik lagi dengan suaminya. Menurutku dukungan dari suami adalah yang paling berharga, seberat apapun
Shahira tak segera menjawab. Artis cantik itu menurunkan tumpangan kakinya dan menegapkan wajahnya dengan ekspresi datar. Tentu saja tindakannya membuat sorot mata Aisyah cemas.“Aisyah sama sekali tak berniat untuk melanggar kontrak kerja, Kak. Dia hanya ingin mencoba desain pakaian yang tertutup tetapi tetap anggun,” seru Haidar mencoba menengahi. “Bukankah di kontrak hanya dicantumkan Aisyah membuat desain sesuai keinginan Kak Shahira, tidak dispesifikan bagaimana jenis desainnya,” imbuhnya.“Tidak spesifik? Contohnya?” selidik Shahira dengan tatapan penuh arti pada Haidar.Haidar mengulum bibir bawah dan atasnya ke dalam sembari berpikir. Jawaban apa yang bisa diterima oleh Shahira. “Maksud saya, desain pakaiannya tidak dijelaskan harus seksi dan terbuka,” jawabnya hati-hati, tetapi terdengar tegas.Asiyah sedikit bersyukur Haidar bisa membantu mengeluarkan rasa cemasnya, tetapi kini ia merasa was-was. Khawatir, jika respon Shahira justru memberikan penolakan. Terlihat jelas saat