“Kamu mengenalnya?” tanya Haidar pada Aisyah. “Dia diam-diam mengikutiku dan juga dia merekam percakapanku dengan ayahmu,” jelasnya.Toni digiring oleh Haidar ke ruang rawat Aisyah. Dokter tampan itu yakin sekali jika wanita itu mengenal orang yang mengintainya. Tentu saja Aisyah masih mengenalinya, bahkan masih ingat jelas siapa lelaki muda tersebut.Tubuh Aisyah memanas dan semakin panas mendengar penjelasan Haidar. Gara-gara lelaki itu dan Nurul, dulu ia mendapatkan fitnah, hingga diperlakukan hina. Ia menatap lelaki itu yang kini menunduk tak berkutik dalam kawalan para petugas keamanan hotel.“Kamu, orang yang mengaku temannya Nurul, ‘kan?” Aisyah bertanya dengan tatapan penuh emosi, tetapi ia mencoba berpikir tenang seraya mengingat nama lelaki tersebut. “Toni, n
“Bukan salahmu, Haidar. Seharusnya aku yang meminta maaf karena kamu harus terlibat dengan masalahku.”Haidar mengerutkan dahinya. “Kenapa ini jadi masalahmu?” tanyanya penuh selidik.“Orang yang menyuruhnya adalah Nurul, istri dari mantan suamiku. Aku pernah berselisih paham dengannya,” jawab Aisyah jujur.Aisyah langsung menundukkan pandangannya. Haidar tak menyahut ucapannya. Dokter tampan itu lalu meraih selimut di dekat kaki Aisyah dan menaikkannya hingga di bawah lehernya.Wanita itu langsung salah tingkah dengan perlakuan dokter tampan, sahabatnya. Ia melirik pada kedua orang tuanya, seolah meminta bantuan. Namun, Nilam dan Akbar tersenyum hangat pada Haidar.“Aku juga mengenal wanita bernama Nurul itu dan aku rasa bukan itu sumber masalahnya. Wanita itu menyebut nama kak Zali, istri dari sepupu ibuku... jadi bukan masalahmu saja, Aisyah. Ini juga masalahku karena terjadi di rumah sakit tempatku bekerja,” ucapnya lembut. “Sebaiknya kamu istirahat saja! Aku akan membereskan masa
“Ah, Dokter Haidar, silahkan masuk!” Sapa seorang lelaki yang mengenakan pakaian formal, lengkap dengan jas dan dasi berwarna biru tua. Dialah Damar Erlangga, direktur rumah sakit tempat ia bekerja. Damar mempersilahkan Haidar masuk, setelah dokter tampan itu mengetuk pintu dan membukanya sedikit.Haidar mengangguk hormat seraya melangkah masuk ke dalam. Damar langsung mempersilahkan lelaki tampan menawan itu duduk di sofa seberang tamunya saat ini. Seorang wanita cantik, yang Haidar yakini adalah orang yang mencari Aisyah?“Perkenalkan Dokter Haidar, dia adala Shahira Michele. Tapi, sepertinya tak perlu dikenalkan, saya yakin Dokter tahu siapa artis cantik di hadapan kita,” ucap Damar diselingi tawa memuji.“Dokter Damar bisa saja!” timpal Shahira malu-malu.Ya, dia adalah artis cantik yang pernah dibantu oleh Aisyah mengenai pakaiannya. Shahira mengulum senyuman termanisnya pada Haidar seraya mengulurkan tangannya. “Shahira Michele,” ucapnya.“Haidar Abidzar,” sahut Haidar sopan se
Haidar berjanji pada Shahira untuk mengatur waktu bertemu dengan Aisyah setelah mematikan kesehatan sahabatnya sudah lebih baik. Artis cantik itu pun menyetujuinya. Kedatangan Shahira ke rumah sakit itu dirahasiakan oleh Damar selaku direktur rumah sakit untuk menjaga privasi artis cantik itu agar terhindar dari gosip.Sementara Haidar langsung bergegas ke ruangannya, waktu untuknya menerima pasien rawat jalan sudah tiba. Dokter tampan itu terkejut saat menerima pasien pertamanya adalah orang yang tak asing. Walaupun hanya beberapa kali bertemu, tetapi cukup mengejutkan dan membuatnya canggung serta menahan kesal.“Pak Wahid, silahkan duduk!” Haidar mempersilahkan pasien pertamanya dan menyambutnya santun.Tentu saja, walaupun ia harus menahan canggung dan kesal, Haidar tetap profesional. Lelaki dengan jambang tipis itu datang seorang diri seraya menyerahkan sebuah berkas pada Haidar, setelah duduk di hadapannya. Dokter tampan itu langsung menerimanya dan membukanya setelah mendapatka
“Toni ke mana, sih? Dari semalam ponselnya mati dan tak bisa dihubungi. Apa jangan-jangan dia menghindari aku?” Nurul berguman seorang diri di dalam kamar seraya memandangi ponselnya.Berkali-kali ia memperhatikan ponselnya, dan menghubungi nomor kontaknya Toni. Wajahnya tampak cemas, panik dan takut. Takut jika lelaki itu menghilang atau ketahuan dan dirinya bisa ketahuan kebusukannya.“Akhirnya aktif juga,” ucapnya setelah terdengar bunyi tanda sambungan teleponnya tersambung.Wajahnya gelisah, tak sabar menunggu lelaki tersebut menjawabnya. Fokus mata Nurul terus tertuju pada pintu kamarnya. Takut jika mertuanya atau kakak iparnya menguping atau mencari dirinya.“Halo, Toni! Kenapa kamu tiba-tiba menghil—““Jangan hubungi aku lagi!” seru Toni dari balik telepon memotong ucapan Nurul.Nurul terkejut hingga kedua bola matanya membesar sempurna. “Maksudmu apa?” tanyanya sedikit gagap.“Pokoknya jangan hubungi aku lagi! Aku nggak mau berurusan lagi sama kamu!” sentak Toni dengan suara
“Kamu yakin, dokter itu mengenal ayahmu dan ayahku? Mungkin saja itu hanya gertakan atau itu hanyalah ancaman mbak Aisyah? Dia pasti tahu siapa ayahku dan itu hanya ancaman saja,” ucap Nurul dengan tatapan gelisah dan cemas.“Bukan mbak Aisyah yang memberitahu dokter itu. Justru dia tahu sendiri ... aku bisa melihat kesungguhan ucapannya,” jelas Toni seraya menundukan wajahnya. “Bahkan dokter itu tahu kalau suamimu bukanlah ayah dari janin yang kamu kandung.” Kedua bola mata Nurul langsung membulat sempurna. Ia refleks mendekati Toni yang masih duduk di tepi ranjang. Wanita cantik itu menatap lekat pada kedua netra Toni mencari kesungguhan ucapannya.“Bagaimana dokter itu bisa tahu?” tanya Nurul dengan tatapan makin cemas.“Aku juga tidak tahu, karena itulah aku ingin mengakhiri semua ini. Kalau sampai dokter itu menyebarkan berita itu, bisa berbahaya untukmu,” jawab Toni menunjukkan rasa sungguh-sungguh yang diliputi cemas.Toni kembali menundukkan wajahnya. Ingatannya memundur, men
“A—aku jadi perancang busana untuk Kak Shahira?” tanya Aisyah mencoba mengartikan apa yang ia tangkap pada indera pendengarannya. Bahkan nadanya pun gagap, tak percaya.Kedua bola mata Aisyah membulat sempurna. Tatapannya bingung dan masih diselimuti rasa takut. Ia bahkan baru mengedipkan kedua bola matanya saat Shahira mengerutkan dahinya.“Aku tidak salah dengar, ‘kan?” tanya Aisyah lagi memastikan, seraya menatap wanita cantik di hadapannya, lalu menoleh pada Haidar yang berada di sampingnya.“Iya, Aisyah. Kak Shahira memintamu menjadi seorang perancang busananya. Kamu tidak salah dengar,” jawab Haidar memastikan.“Benar, Aisyah. Kamu tidak salah dengar, aku benar-benar jatuh cinta dengan sentuhan tanganmu. Sepertinya kamu merangkainya penuh cinta dan seolah menggambarkan apa yang mau saat itu.” Shahira meyakinkan. “Aku ingin mengontrak kamu secara eksklusif. Kamu hanya boleh memberikan rancanganmu untuk aku kenakan!” imbuhnya tegas.Kedua tangan Aisyah menyentuh cadarnya, menutupi
Setelah perjanjian kontrak kerja disepakati oleh Aisyah dan Shahira, keduanya langsung menandatangani kontrak. Haidar diminta Aisyah menjadi saksi dan juga orang yang bertanggung jawab atas dirinya. Karena kehadiran Haidar lah, ia bisa mendapatkan kesempatan meraih cita-citanya.Shahira pun percaya dengan Haidar. Apalagi dokter Damar begitu memuji dokter tampan tersebut. Setelah semuanya jelas, mereka pun berpisah. Haidar langsung mengajak wanita bercadar itu pulang dengan mobilnya. Wajah Aisyah benar-benar terlihat bahagia dan tampak tanpa beban. Jika saja ia tak memakai cadar, mungkin Haidar bisa melihat senyuman termanisnya.“Terima kasih, Haidar,” ucap Aisyah setelah mobil yang dikemudikan Haidar keluar dari parkiran restoran.“Kenapa berterima kasih padaku? Kamu sendiri yang bertemu dengan Shahira dan membuatnya jatuh hati padamu. Ini semua karena usahamu, Aisyah,” sahut Haidar diikuti senyuman bangganya.Asiyah menoleh dan tersenyum di balik cadarnya. Haidar tahu, jika wanita i
Kehidupan Aisyah benar-benar terasa tenang. Dimas Fahri yang semula mencibir karena iri padanya, mulai menerima dan memahami alasan wanita cantik tersebut. Shahira yang benar-benar memutuskan berhenti dari dunia entertainer memilih membantu Aisyah membuat rancangan berbagai pakaian muslim.Bahkan Shahira memutuskan membeli sebuah ruko untuk membuka butik pakaian muslim dan Aisyah lah yang menjadi perancang busananya. Tentu saja, wanita itu lebih bersemangat. Hingga tak terasa masa iddahnya pun selesai dan rencana pernikahannya dengan Haidar akan terlaksana.Dokter tampan itu sudah merencanakan semuanya berjalan dengan lancar. Hingga di malam sebelum acara pernikahan mereka Zalimar mendatangi Haidar. Untuk pertama kalinya lelaki itu mendekati Zalimar dengan wajah penuh penyesalan yang sungguh-sungguh.Zalimar m
“Apa kita nggak kepagian, Aisyah?” tanya Nilam dengan tatapan bingung.Aisyah dan Nilam sudah berada di lokasi persidangan untuk kasus desainnya yang dicuri. Suasana di dalam gedung itu tampak sepi sekali, bahkan hanya ditemukan beberapa orang saja yang lalu lalang. Namun, Aisyah yakin ia tak terlalu pagi. Jadwal sidangnya memang di pagi hari dan sekitar 15 menit lagi persidangan akan di mulai.“Kayaknya nggak deh, Bu. Mungkin orang-orang memilih menunggu kedatangan kak Shahira yang akan melakukan wawancara sebentar dengan para wartawan sebelum acara sidang dimulai,” jelas Aisyah santun. Kemudian ia menunjuk bangku di samping gedung yang menghadap taman kecil. “Kita tunggu di sana saja, yuk!” ajaknya.Nilam menurut. Keduanya langsung berjalan dan duduk bangku yang masih koso
Usaha Haidar tak sia-sia. Kondisi Nurul kembali stabil. Ia pun lantas segera menyelesaikan operasinya, menutup lukanya dan menjahitnya dengan hati-hati.Haidar bisa saja memberikan tugas tersebut pada dokter lainnya yang berada di sana, karena itu adalah proses terakhir dan tak terlalu berat. Namun, ia memilih menuntaskannya sendiri. Haidar ingin bertanggung jawab penuh atas permintaan Wahid.Alasan lainnya, ia perlu memastikan bahwa pasien di hadapannya baik-baik saja agar bisa menjaga perasaan Wahid sebelum dirinya resmi menjadi suami dari mantan istri lelaki itu. Mungkin bisa diartikannya sebagai ucapan terima kasih sudah melepaskan Aisyah untuknya. Akan tetapi, ia tetap memastikan semua yang dilakukannya sesuai prosedur kesehatan.“Tutup lukanya dengan hati-hati!” perintah Haidar setelah selesai dan
Setelah mendapatkan persetujuan dari Aisyah, Haidar langsung bergegas ke rumah sakit. Sejujurnya, bukan persetujuan tetapi ia ingin memastikan Aisyah tak salah paham sebab Wahid memintanya secara khusus untuk menyelamatkan Nurul. Walaupun wanita itu pasti memahami dirinya yang seorang dokter, tak berhak untuk memilih pasien.Namun, kebesaran hati Aisyah tak bisa ia sepelekan. Wanita yang akan menjadi pasiennya adalah orang yang membuat hidup wanitanya hancur. Jadi, Haidar perlu memastikan perasaan Aisyah tak akan terluka.“Aku percaya padamu, Haidar. Lakukan tugasmu dengan baik!” Kalimat tersebut mampu menguatkan keberanian Haidar. Dokter tampan itu mampu mengesampingkan perasaan dan hatinya untuk fokus pada pekerjaannya. Tak butuh waktu lama, ia langsung menuju IGD dan bertepatan dengan Wahid yang baru saja tiba membawa istrinya.“Apa yang terjadi, Pak wahid?” tanya Haidar sembari menunggu petugas medis memindahkan tubuh Nurul ke ranjang beroda.Belum sempat Wahid menjawab, dokter t
“Bagaimana kamu masuk ke rumahku?” Nurul terkejut dan hampir saja ia terjengkang ke belakang. Toni tiba-tiba muncul di dalam rumahnya saat ia baru saja memasuki rumah setelah mengantar Wahid. Untunglah lelaki itu berhasil menahan tubuh wanita yang tengah hamil besar itu. Usia kandungannya yang sudah melewati tujuh bulan membuatnya kesulitan menjaga keseimbangannya. Namun, wanita itu langsung menepis kasar tangan Toni setelah berhasil menguasai keseimbangan tubuhnya. Wajah Nurul bahkan berubah panik dan cemas. “Mau apa lagi kamu menemuiku, Toni? Kita sudah tak ada hubungan apapun!” cecar Nurul cemas. Sesekali wanita itu menoleh ke arah pintu. Takut dan cemas, jika Wahid tiba-tiba kembali lalu memergoki dirinya bersama Toni. Ia sudah memutuskan untuk menuruti per
Sebuah mimpi yang begitu mengganggu Aisyah. Wanita bahkan tak bisa berpikir jernih. Takut jika mimpi itu menjadi kenyataan.Akankah kejadian yang sudah pernah ia alami akan kembali terulang? Aisyah benar-benar tak bisa tenang. Ia tak bisa berdiam diri hingga akhirnya memutuskan menemui Haidar di rumah sakit, tepat di jam istirahatnya.Tentu saja dokter tampan itu senang dikunjungi oleh Aisyah. Mereka memilih sebuah kafe di luar rumah sakit yang tak terlalu ramai. Setidaknya Aisyah perlu mengungkapkan rasa cemasnya dalam keadaan tenang.“Sepertinya ada masalah serius? Ada apa, Aisyah?” tanya Haidar yang bisa membaca jelas sorot mata wanitanya.Ya, walaupun hanya tatapannya saja, tanpa melihat wajahnya yang tertutup cadar Haidar bisa melihat tatapan gelisahnya.
“Maafkan aku, Aisyah. Aku tak bisa melanjutkan rencanaku menikahimu … Kita batalkan saja pernikahan ini!”Tubuh Aisyah terasa disambar petir di siang bolong. Kedua bola matanya yang membulat sempurna langsung tersiram air mata, banjir dan deras bak air terjun. Bibirnya bergetar, hingga ia kesulitan untuk membuka mulutnya.Aisyah sungguh tak menyangka, Haidar mengatakan hal tersebut tepat di hadapan kedua orang tuanya yang percaya sepenuhnya pada dirinya. Bukan itu saja yang membuatnya terasa terguncang, gaun putih yang menutupi tubuhnya tanpa memperlihatkan lekuk indah tubuhnya, serta rangkaian bunga melati yang menghiasi hijab lebarnya.Ya, di hari pernikahannya yang seharusnya berikrar sebuah akad, tetapi Haidar mengikrarkan kata maaf. Tak ada sirat penyesalan pada wajah lelaki itu. Hatiny
“Kak Shahira yakin?” tanya Aisyah sedikit tak percaya.Shahira yang dikenal sebagai artis yang selalu modis dan glamor, serta tak malu dengan pakaian seksi meski usianya sudah tak lagi muda. Itulah imej yang melekat pada artis cantik itu. Satu hal lagi, Shahira dikenal sebagai artis yang santun dan ramah, yang membuatnya tetap terkenal dan tak kalah dengan artis pendatang baru.Hari ini, Aisyah dan Haidar mendengar ungkapan hatinya. Artis cantik itu ternyata menyimpan beban yang berat. Shahira tak segera menjawab pertanyaan Aisyah.“Maafkan aku, Kak. Maksudku ... aku senang jika Kak Shahira ingin berubah menjadi lebih tertutup, tetapi harus dari hati agar Kakak bisa menemukan kedamaian dan ketenangan,” jelas Aisyah hati-hati, berharap kata-katanya tak menyinggung artis cantik itu. “Mm ... jika aku boleh kasih saran tentang rumah tangga Kak Shahira, sebaiknya coba jalin hubungan lebih baik lagi dengan suaminya. Menurutku dukungan dari suami adalah yang paling berharga, seberat apapun
Shahira tak segera menjawab. Artis cantik itu menurunkan tumpangan kakinya dan menegapkan wajahnya dengan ekspresi datar. Tentu saja tindakannya membuat sorot mata Aisyah cemas.“Aisyah sama sekali tak berniat untuk melanggar kontrak kerja, Kak. Dia hanya ingin mencoba desain pakaian yang tertutup tetapi tetap anggun,” seru Haidar mencoba menengahi. “Bukankah di kontrak hanya dicantumkan Aisyah membuat desain sesuai keinginan Kak Shahira, tidak dispesifikan bagaimana jenis desainnya,” imbuhnya.“Tidak spesifik? Contohnya?” selidik Shahira dengan tatapan penuh arti pada Haidar.Haidar mengulum bibir bawah dan atasnya ke dalam sembari berpikir. Jawaban apa yang bisa diterima oleh Shahira. “Maksud saya, desain pakaiannya tidak dijelaskan harus seksi dan terbuka,” jawabnya hati-hati, tetapi terdengar tegas.Asiyah sedikit bersyukur Haidar bisa membantu mengeluarkan rasa cemasnya, tetapi kini ia merasa was-was. Khawatir, jika respon Shahira justru memberikan penolakan. Terlihat jelas saat