Share

46. Nurul Dan Toni

Penulis: Disi77
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“Toni ke mana, sih? Dari semalam ponselnya mati dan tak bisa dihubungi. Apa jangan-jangan dia menghindari aku?” Nurul berguman seorang diri di dalam kamar seraya memandangi ponselnya.

Berkali-kali ia memperhatikan ponselnya, dan menghubungi nomor kontaknya Toni. Wajahnya tampak cemas, panik dan takut. Takut jika lelaki itu menghilang atau ketahuan dan dirinya bisa ketahuan kebusukannya.

“Akhirnya aktif juga,” ucapnya setelah terdengar bunyi tanda sambungan teleponnya tersambung.

Wajahnya gelisah, tak sabar menunggu lelaki tersebut menjawabnya. Fokus mata Nurul terus tertuju pada pintu kamarnya. Takut jika mertuanya atau kakak iparnya menguping atau mencari dirinya.

“Halo, Toni! Kenapa kamu tiba-tiba menghil—“

“Jangan hubungi aku lagi!” seru Toni dari balik telepon memotong ucapan Nurul.

Nurul terkejut hingga kedua bola matanya membesar sempurna. “Maksudmu apa?” tanyanya sedikit gagap.

“Pokoknya jangan hubungi aku lagi! Aku nggak mau berurusan lagi sama kamu!” sentak Toni dengan suara
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Bukan Aku Yang Mandul   47. Penawaran Untuk Aisyah

    “Kamu yakin, dokter itu mengenal ayahmu dan ayahku? Mungkin saja itu hanya gertakan atau itu hanyalah ancaman mbak Aisyah? Dia pasti tahu siapa ayahku dan itu hanya ancaman saja,” ucap Nurul dengan tatapan gelisah dan cemas.“Bukan mbak Aisyah yang memberitahu dokter itu. Justru dia tahu sendiri ... aku bisa melihat kesungguhan ucapannya,” jelas Toni seraya menundukan wajahnya. “Bahkan dokter itu tahu kalau suamimu bukanlah ayah dari janin yang kamu kandung.” Kedua bola mata Nurul langsung membulat sempurna. Ia refleks mendekati Toni yang masih duduk di tepi ranjang. Wanita cantik itu menatap lekat pada kedua netra Toni mencari kesungguhan ucapannya.“Bagaimana dokter itu bisa tahu?” tanya Nurul dengan tatapan makin cemas.“Aku juga tidak tahu, karena itulah aku ingin mengakhiri semua ini. Kalau sampai dokter itu menyebarkan berita itu, bisa berbahaya untukmu,” jawab Toni menunjukkan rasa sungguh-sungguh yang diliputi cemas.Toni kembali menundukkan wajahnya. Ingatannya memundur, men

  • Bukan Aku Yang Mandul   48. Aisyah Bersedia

    “A—aku jadi perancang busana untuk Kak Shahira?” tanya Aisyah mencoba mengartikan apa yang ia tangkap pada indera pendengarannya. Bahkan nadanya pun gagap, tak percaya.Kedua bola mata Aisyah membulat sempurna. Tatapannya bingung dan masih diselimuti rasa takut. Ia bahkan baru mengedipkan kedua bola matanya saat Shahira mengerutkan dahinya.“Aku tidak salah dengar, ‘kan?” tanya Aisyah lagi memastikan, seraya menatap wanita cantik di hadapannya, lalu menoleh pada Haidar yang berada di sampingnya.“Iya, Aisyah. Kak Shahira memintamu menjadi seorang perancang busananya. Kamu tidak salah dengar,” jawab Haidar memastikan.“Benar, Aisyah. Kamu tidak salah dengar, aku benar-benar jatuh cinta dengan sentuhan tanganmu. Sepertinya kamu merangkainya penuh cinta dan seolah menggambarkan apa yang mau saat itu.” Shahira meyakinkan. “Aku ingin mengontrak kamu secara eksklusif. Kamu hanya boleh memberikan rancanganmu untuk aku kenakan!” imbuhnya tegas.Kedua tangan Aisyah menyentuh cadarnya, menutupi

  • Bukan Aku Yang Mandul   49. Dukungan Untuk Haidar

    Setelah perjanjian kontrak kerja disepakati oleh Aisyah dan Shahira, keduanya langsung menandatangani kontrak. Haidar diminta Aisyah menjadi saksi dan juga orang yang bertanggung jawab atas dirinya. Karena kehadiran Haidar lah, ia bisa mendapatkan kesempatan meraih cita-citanya.Shahira pun percaya dengan Haidar. Apalagi dokter Damar begitu memuji dokter tampan tersebut. Setelah semuanya jelas, mereka pun berpisah. Haidar langsung mengajak wanita bercadar itu pulang dengan mobilnya. Wajah Aisyah benar-benar terlihat bahagia dan tampak tanpa beban. Jika saja ia tak memakai cadar, mungkin Haidar bisa melihat senyuman termanisnya.“Terima kasih, Haidar,” ucap Aisyah setelah mobil yang dikemudikan Haidar keluar dari parkiran restoran.“Kenapa berterima kasih padaku? Kamu sendiri yang bertemu dengan Shahira dan membuatnya jatuh hati padamu. Ini semua karena usahamu, Aisyah,” sahut Haidar diikuti senyuman bangganya.Asiyah menoleh dan tersenyum di balik cadarnya. Haidar tahu, jika wanita i

  • Bukan Aku Yang Mandul   50. Penyesalan Rahma

    “Apakah itu pujian?” tanya Haidar terdengar merendah.“Aku memberikan dukungan untukmu, Haidar,” jawab Aisyah jujur.Haidar tertawa kecil, tetapi ia tak menimpali jawaban wanita bercadar di sebelahnya. “Baiklah, aku terima alasanmu. Terima kasih, Aisyah,” balasnya.“Aku minta maaf, Haidar kalau membuatmu harus mengingat rasa sedih hatimu,” ucap Aisyah kembali memasang wajah bersalah saat melihat senyuman tipisnya Haidar. Karena rasa ingin tahunya tentang kehidupan sahabatnya, justru mengorek luka hatinya. “Tenang saja, Aisyah! Aku sudah meyakini kalau ini semua adalah takdir dari Allah. Hanya itu yang aku yakini,” ungkap Haidar diakhiri senyuman leganya. “Jika ditanya sedih, tentu saja sedih karena aku kehilangan istri yang kucinta, tetapi aku yakin ini adalah ketentuan Allah dan Hana pasti mendapatkan tempat yang terbaik di sisi-Nya.”“Aamiin! Aku senang dengernya kalau kamu bisa tabah dan aku yakin kamu akan mendapatkan pengganti yang lebih baik dari Hana, Haidar,” sahut Aisyah ser

  • Bukan Aku Yang Mandul   51. Rahma Mendatangi Aisyah

    Rahma benar-benar mengikuti keinginannya untuk membujuk Aisyah rujuk dengan Wahid. Ia menyadari jika rumahnya tak berjalan baik tanpa kehadiran Aisyah. Rahma tak bisa menahan dirinya yang harus kelelahan mengurus semua pekerjaan rumah tangga.Tanpa meminta izin dari anak lelakinya dan berdiskusi dengan suaminya, ia langsung pergi ke rumah Aisyah keesokan paginya setelah pulang dari pasar. Tak lupa ia membawa beberapa buah tangan untuk menjalankan rencananya. Sejujurnya ia tak tahu apa yang harus dibawanya. “Benar juga, selama lima tahun jadi menantuku, aku tak tahu apa yang disukai Aisyah. Orang tuanya Aisyah juga aku tak tahu apa yang disukainya,” gumamnya bingung saat ia baru saja turun dari angkutan umum di depan gang rumah menuju orang tuanya Aisyah. “Nggak apa-apa, deh! Yang penting niatnya ‘kan baik, membujuk mereka untuk rujuk.”Tekad Rahma lebih kuat. Ia langsung melangkah penuh percaya diri. Semakin jelas rumah mantan menantunya terlihat, rasa gugup dan cemasnya bertambah me

  • Bukan Aku Yang Mandul   52. Pukulan Telak Untuk Rahma

    “Sebenarnya Wahid tidak ingin bercerai denganmu, Aisyah. Bukankah kamu tahu sendiri kalau Wahid itu tak bisa menyuarakan isi hatinya jika sedang tertekan. Anak itu akan berbicara jika sudah tenang,” sahut Rahma dengan tatapan membujuk. “Kamu lebih mengenalnya dari umi, Aisyah.”Benar. Aisyah memang lebih mengenal Wahid daripada Rahma. Alasan itulah ia memantapkan hatinya untuk berpisah.Aisyah tahu sekali seperti apa hati mantan suaminya itu. Karena selalu meragu dan tak bisa menyuarakan isi hatinya, serta memilih istrinya yang tersakiti. Namun, bukan itu alasan utamanya untuk berpisah.Sekali lagi luka yang ditorehkan Wahid lebih dalam. Air mata Aisyah menerobos paksa saat hatinya tiba-tiba harus teringat dengan luka tersebut, tuduhan kalau dirinya berzina. Wahid tak mempercayai dirinya yang sakit dan terus berasumsi ia hamil hingga memberikan talak.“Umi, selama lima tahun aku ikhlas diperlakukan tidak adil di rumah itu. Aku dijadikan pembantu oleh Umi dan aku ridho karena menurutku

  • Bukan Aku Yang Mandul   53. Wahid Dan Zalimar

    “Kurang ajar banget kamu, Aisyah! Berani sekali membuat aku malu di depan ibumu!” geram Rahma setelah ia melangkah turun dari angkutan umum yang berhenti di jalanan menuju rumahnya. Pikirannya semrawut menahan emosi dan rasa malu. Ia kira wanita itu tak akan pernah berani melawan dirinya, tetapi Aisyah berani menyanggah ucapannya. Bahkan yang membuatnya kesal, mantan menantunya berani meninggikan suaranya. “Awas saja kamu, Aisyah! Akan aku buat perhitungan setelah apa yang aku terima hari ini!” Rahma bersumpah dengan dada naik turun menahan emosi. “Akan aku adukan perbuatanmu pada Wahid dan memastikan kamu akan menerima ganjarannya!”Kakinya terus melangkah dengan gerakan cepat agar ia segera sampai ke rumahnya. Setelah sampai di rumah Rahma langsung bergegas menuju dapur dan menghempaskan kasar semua belanjaannya di lantai dapur. Ia tak peduli jika ada beberapa kantong kresek yang pecah dan sobek karena dihempaskan secara kasar. Tangan wanita paruh baya itu langsung meraih handle

  • Bukan Aku Yang Mandul   54. Harapan Mamanya Haidar

    “Sepertinya ini berkas pemeriksaan kesehatan pasien. Isinya apa?” Wahid panik dan terkejut. Ia lengah dan tak bisa melindungi berkas yang kini sudah berpindah tangan pada tangan kakaknya. Tiba-tiba saja Haidar langsung merampas paksa berkas di tangan Zalimar.“Ini memang berkas pemeriksaan kesehatan pasien, tetapi ini adalah hal yang privasi. Jadi, tidak seharusnya Kak Zali sembarangan merampasnya,” ucap Haidar tegas.Dokter tampan itu memberikan berkas tersebut pada Wahid. “Sebaiknya Pak Wahid segera serahkan berkas ini pada bagian administrasi. Saya meresepkan beberapa vitamin kesehatan untuk Pak Wahid dan istrinya ... bukankah beliau adalah pasien saya,” sambungHaidar makin tegas seraya membalas tatapan penuh tanyanya Zalimar.“Te—terima kasih, Dokter Haidar,” seru Wahid dengan wajah lega.Kemudian lelaki berjabang tipis itu menundukkan kepalanya beberapa derajat dan langsung memutar tubuhnya menjauh dari Hadar dan Zalimar. Begitu juga dengan dokter tampan itu. Ia juga membungkukk

Bab terbaru

  • Bukan Aku Yang Mandul   108. Bersatu (End)

    Kehidupan Aisyah benar-benar terasa tenang. Dimas Fahri yang semula mencibir karena iri padanya, mulai menerima dan memahami alasan wanita cantik tersebut. Shahira yang benar-benar memutuskan berhenti dari dunia entertainer memilih membantu Aisyah membuat rancangan berbagai pakaian muslim.Bahkan Shahira memutuskan membeli sebuah ruko untuk membuka butik pakaian muslim dan Aisyah lah yang menjadi perancang busananya. Tentu saja, wanita itu lebih bersemangat. Hingga tak terasa masa iddahnya pun selesai dan rencana pernikahannya dengan Haidar akan terlaksana.Dokter tampan itu sudah merencanakan semuanya berjalan dengan lancar. Hingga di malam sebelum acara pernikahan mereka Zalimar mendatangi Haidar. Untuk pertama kalinya lelaki itu mendekati Zalimar dengan wajah penuh penyesalan yang sungguh-sungguh.Zalimar m

  • Bukan Aku Yang Mandul   107. Keputusan Akhir

    “Apa kita nggak kepagian, Aisyah?” tanya Nilam dengan tatapan bingung.Aisyah dan Nilam sudah berada di lokasi persidangan untuk kasus desainnya yang dicuri. Suasana di dalam gedung itu tampak sepi sekali, bahkan hanya ditemukan beberapa orang saja yang lalu lalang. Namun, Aisyah yakin ia tak terlalu pagi. Jadwal sidangnya memang di pagi hari dan sekitar 15 menit lagi persidangan akan di mulai.“Kayaknya nggak deh, Bu. Mungkin orang-orang memilih menunggu kedatangan kak Shahira yang akan melakukan wawancara sebentar dengan para wartawan sebelum acara sidang dimulai,” jelas Aisyah santun. Kemudian ia menunjuk bangku di samping gedung yang menghadap taman kecil. “Kita tunggu di sana saja, yuk!” ajaknya.Nilam menurut. Keduanya langsung berjalan dan duduk bangku yang masih koso

  • Bukan Aku Yang Mandul   106. Menyesal?

    Usaha Haidar tak sia-sia. Kondisi Nurul kembali stabil. Ia pun lantas segera menyelesaikan operasinya, menutup lukanya dan menjahitnya dengan hati-hati.Haidar bisa saja memberikan tugas tersebut pada dokter lainnya yang berada di sana, karena itu adalah proses terakhir dan tak terlalu berat. Namun, ia memilih menuntaskannya sendiri. Haidar ingin bertanggung jawab penuh atas permintaan Wahid.Alasan lainnya, ia perlu memastikan bahwa pasien di hadapannya baik-baik saja agar bisa menjaga perasaan Wahid sebelum dirinya resmi menjadi suami dari mantan istri lelaki itu. Mungkin bisa diartikannya sebagai ucapan terima kasih sudah melepaskan Aisyah untuknya. Akan tetapi, ia tetap memastikan semua yang dilakukannya sesuai prosedur kesehatan.“Tutup lukanya dengan hati-hati!” perintah Haidar setelah selesai dan

  • Bukan Aku Yang Mandul   105. Pertolongan Untuk Nurul

    Setelah mendapatkan persetujuan dari Aisyah, Haidar langsung bergegas ke rumah sakit. Sejujurnya, bukan persetujuan tetapi ia ingin memastikan Aisyah tak salah paham sebab Wahid memintanya secara khusus untuk menyelamatkan Nurul. Walaupun wanita itu pasti memahami dirinya yang seorang dokter, tak berhak untuk memilih pasien.Namun, kebesaran hati Aisyah tak bisa ia sepelekan. Wanita yang akan menjadi pasiennya adalah orang yang membuat hidup wanitanya hancur. Jadi, Haidar perlu memastikan perasaan Aisyah tak akan terluka.“Aku percaya padamu, Haidar. Lakukan tugasmu dengan baik!” Kalimat tersebut mampu menguatkan keberanian Haidar. Dokter tampan itu mampu mengesampingkan perasaan dan hatinya untuk fokus pada pekerjaannya. Tak butuh waktu lama, ia langsung menuju IGD dan bertepatan dengan Wahid yang baru saja tiba membawa istrinya.“Apa yang terjadi, Pak wahid?” tanya Haidar sembari menunggu petugas medis memindahkan tubuh Nurul ke ranjang beroda.Belum sempat Wahid menjawab, dokter t

  • Bukan Aku Yang Mandul   104. Pertolongan Untuk Wahid?

    “Bagaimana kamu masuk ke rumahku?” Nurul terkejut dan hampir saja ia terjengkang ke belakang. Toni tiba-tiba muncul di dalam rumahnya saat ia baru saja memasuki rumah setelah mengantar Wahid. Untunglah lelaki itu berhasil menahan tubuh wanita yang tengah hamil besar itu. Usia kandungannya yang sudah melewati tujuh bulan membuatnya kesulitan menjaga keseimbangannya. Namun, wanita itu langsung menepis kasar tangan Toni setelah berhasil menguasai keseimbangan tubuhnya. Wajah Nurul bahkan berubah panik dan cemas. “Mau apa lagi kamu menemuiku, Toni? Kita sudah tak ada hubungan apapun!” cecar Nurul cemas. Sesekali wanita itu menoleh ke arah pintu. Takut dan cemas, jika Wahid tiba-tiba kembali lalu memergoki dirinya bersama Toni. Ia sudah memutuskan untuk menuruti per

  • Bukan Aku Yang Mandul   103. Menenangkan Aisyah

    Sebuah mimpi yang begitu mengganggu Aisyah. Wanita bahkan tak bisa berpikir jernih. Takut jika mimpi itu menjadi kenyataan.Akankah kejadian yang sudah pernah ia alami akan kembali terulang? Aisyah benar-benar tak bisa tenang. Ia tak bisa berdiam diri hingga akhirnya memutuskan menemui Haidar di rumah sakit, tepat di jam istirahatnya.Tentu saja dokter tampan itu senang dikunjungi oleh Aisyah. Mereka memilih sebuah kafe di luar rumah sakit yang tak terlalu ramai. Setidaknya Aisyah perlu mengungkapkan rasa cemasnya dalam keadaan tenang.“Sepertinya ada masalah serius? Ada apa, Aisyah?” tanya Haidar yang bisa membaca jelas sorot mata wanitanya.Ya, walaupun hanya tatapannya saja, tanpa melihat wajahnya yang tertutup cadar Haidar bisa melihat tatapan gelisahnya.

  • Bukan Aku Yang Mandul   102. Aisyah Harus Tenang!

    “Maafkan aku, Aisyah. Aku tak bisa melanjutkan rencanaku menikahimu … Kita batalkan saja pernikahan ini!”Tubuh Aisyah terasa disambar petir di siang bolong. Kedua bola matanya yang membulat sempurna langsung tersiram air mata, banjir dan deras bak air terjun. Bibirnya bergetar, hingga ia kesulitan untuk membuka mulutnya.Aisyah sungguh tak menyangka, Haidar mengatakan hal tersebut tepat di hadapan kedua orang tuanya yang percaya sepenuhnya pada dirinya. Bukan itu saja yang membuatnya terasa terguncang, gaun putih yang menutupi tubuhnya tanpa memperlihatkan lekuk indah tubuhnya, serta rangkaian bunga melati yang menghiasi hijab lebarnya.Ya, di hari pernikahannya yang seharusnya berikrar sebuah akad, tetapi Haidar mengikrarkan kata maaf. Tak ada sirat penyesalan pada wajah lelaki itu. Hatiny

  • Bukan Aku Yang Mandul   101. Zalimar Bebas

    “Kak Shahira yakin?” tanya Aisyah sedikit tak percaya.Shahira yang dikenal sebagai artis yang selalu modis dan glamor, serta tak malu dengan pakaian seksi meski usianya sudah tak lagi muda. Itulah imej yang melekat pada artis cantik itu. Satu hal lagi, Shahira dikenal sebagai artis yang santun dan ramah, yang membuatnya tetap terkenal dan tak kalah dengan artis pendatang baru.Hari ini, Aisyah dan Haidar mendengar ungkapan hatinya. Artis cantik itu ternyata menyimpan beban yang berat. Shahira tak segera menjawab pertanyaan Aisyah.“Maafkan aku, Kak. Maksudku ... aku senang jika Kak Shahira ingin berubah menjadi lebih tertutup, tetapi harus dari hati agar Kakak bisa menemukan kedamaian dan ketenangan,” jelas Aisyah hati-hati, berharap kata-katanya tak menyinggung artis cantik itu. “Mm ... jika aku boleh kasih saran tentang rumah tangga Kak Shahira, sebaiknya coba jalin hubungan lebih baik lagi dengan suaminya. Menurutku dukungan dari suami adalah yang paling berharga, seberat apapun

  • Bukan Aku Yang Mandul   100. Ungkapan Hati

    Shahira tak segera menjawab. Artis cantik itu menurunkan tumpangan kakinya dan menegapkan wajahnya dengan ekspresi datar. Tentu saja tindakannya membuat sorot mata Aisyah cemas.“Aisyah sama sekali tak berniat untuk melanggar kontrak kerja, Kak. Dia hanya ingin mencoba desain pakaian yang tertutup tetapi tetap anggun,” seru Haidar mencoba menengahi. “Bukankah di kontrak hanya dicantumkan Aisyah membuat desain sesuai keinginan Kak Shahira, tidak dispesifikan bagaimana jenis desainnya,” imbuhnya.“Tidak spesifik? Contohnya?” selidik Shahira dengan tatapan penuh arti pada Haidar.Haidar mengulum bibir bawah dan atasnya ke dalam sembari berpikir. Jawaban apa yang bisa diterima oleh Shahira. “Maksud saya, desain pakaiannya tidak dijelaskan harus seksi dan terbuka,” jawabnya hati-hati, tetapi terdengar tegas.Asiyah sedikit bersyukur Haidar bisa membantu mengeluarkan rasa cemasnya, tetapi kini ia merasa was-was. Khawatir, jika respon Shahira justru memberikan penolakan. Terlihat jelas saat

DMCA.com Protection Status