Setelah perjanjian kontrak kerja disepakati oleh Aisyah dan Shahira, keduanya langsung menandatangani kontrak. Haidar diminta Aisyah menjadi saksi dan juga orang yang bertanggung jawab atas dirinya. Karena kehadiran Haidar lah, ia bisa mendapatkan kesempatan meraih cita-citanya.Shahira pun percaya dengan Haidar. Apalagi dokter Damar begitu memuji dokter tampan tersebut. Setelah semuanya jelas, mereka pun berpisah. Haidar langsung mengajak wanita bercadar itu pulang dengan mobilnya. Wajah Aisyah benar-benar terlihat bahagia dan tampak tanpa beban. Jika saja ia tak memakai cadar, mungkin Haidar bisa melihat senyuman termanisnya.“Terima kasih, Haidar,” ucap Aisyah setelah mobil yang dikemudikan Haidar keluar dari parkiran restoran.“Kenapa berterima kasih padaku? Kamu sendiri yang bertemu dengan Shahira dan membuatnya jatuh hati padamu. Ini semua karena usahamu, Aisyah,” sahut Haidar diikuti senyuman bangganya.Asiyah menoleh dan tersenyum di balik cadarnya. Haidar tahu, jika wanita i
“Apakah itu pujian?” tanya Haidar terdengar merendah.“Aku memberikan dukungan untukmu, Haidar,” jawab Aisyah jujur.Haidar tertawa kecil, tetapi ia tak menimpali jawaban wanita bercadar di sebelahnya. “Baiklah, aku terima alasanmu. Terima kasih, Aisyah,” balasnya.“Aku minta maaf, Haidar kalau membuatmu harus mengingat rasa sedih hatimu,” ucap Aisyah kembali memasang wajah bersalah saat melihat senyuman tipisnya Haidar. Karena rasa ingin tahunya tentang kehidupan sahabatnya, justru mengorek luka hatinya. “Tenang saja, Aisyah! Aku sudah meyakini kalau ini semua adalah takdir dari Allah. Hanya itu yang aku yakini,” ungkap Haidar diakhiri senyuman leganya. “Jika ditanya sedih, tentu saja sedih karena aku kehilangan istri yang kucinta, tetapi aku yakin ini adalah ketentuan Allah dan Hana pasti mendapatkan tempat yang terbaik di sisi-Nya.”“Aamiin! Aku senang dengernya kalau kamu bisa tabah dan aku yakin kamu akan mendapatkan pengganti yang lebih baik dari Hana, Haidar,” sahut Aisyah ser
Rahma benar-benar mengikuti keinginannya untuk membujuk Aisyah rujuk dengan Wahid. Ia menyadari jika rumahnya tak berjalan baik tanpa kehadiran Aisyah. Rahma tak bisa menahan dirinya yang harus kelelahan mengurus semua pekerjaan rumah tangga.Tanpa meminta izin dari anak lelakinya dan berdiskusi dengan suaminya, ia langsung pergi ke rumah Aisyah keesokan paginya setelah pulang dari pasar. Tak lupa ia membawa beberapa buah tangan untuk menjalankan rencananya. Sejujurnya ia tak tahu apa yang harus dibawanya. “Benar juga, selama lima tahun jadi menantuku, aku tak tahu apa yang disukai Aisyah. Orang tuanya Aisyah juga aku tak tahu apa yang disukainya,” gumamnya bingung saat ia baru saja turun dari angkutan umum di depan gang rumah menuju orang tuanya Aisyah. “Nggak apa-apa, deh! Yang penting niatnya ‘kan baik, membujuk mereka untuk rujuk.”Tekad Rahma lebih kuat. Ia langsung melangkah penuh percaya diri. Semakin jelas rumah mantan menantunya terlihat, rasa gugup dan cemasnya bertambah me
“Sebenarnya Wahid tidak ingin bercerai denganmu, Aisyah. Bukankah kamu tahu sendiri kalau Wahid itu tak bisa menyuarakan isi hatinya jika sedang tertekan. Anak itu akan berbicara jika sudah tenang,” sahut Rahma dengan tatapan membujuk. “Kamu lebih mengenalnya dari umi, Aisyah.”Benar. Aisyah memang lebih mengenal Wahid daripada Rahma. Alasan itulah ia memantapkan hatinya untuk berpisah.Aisyah tahu sekali seperti apa hati mantan suaminya itu. Karena selalu meragu dan tak bisa menyuarakan isi hatinya, serta memilih istrinya yang tersakiti. Namun, bukan itu alasan utamanya untuk berpisah.Sekali lagi luka yang ditorehkan Wahid lebih dalam. Air mata Aisyah menerobos paksa saat hatinya tiba-tiba harus teringat dengan luka tersebut, tuduhan kalau dirinya berzina. Wahid tak mempercayai dirinya yang sakit dan terus berasumsi ia hamil hingga memberikan talak.“Umi, selama lima tahun aku ikhlas diperlakukan tidak adil di rumah itu. Aku dijadikan pembantu oleh Umi dan aku ridho karena menurutku
“Kurang ajar banget kamu, Aisyah! Berani sekali membuat aku malu di depan ibumu!” geram Rahma setelah ia melangkah turun dari angkutan umum yang berhenti di jalanan menuju rumahnya. Pikirannya semrawut menahan emosi dan rasa malu. Ia kira wanita itu tak akan pernah berani melawan dirinya, tetapi Aisyah berani menyanggah ucapannya. Bahkan yang membuatnya kesal, mantan menantunya berani meninggikan suaranya. “Awas saja kamu, Aisyah! Akan aku buat perhitungan setelah apa yang aku terima hari ini!” Rahma bersumpah dengan dada naik turun menahan emosi. “Akan aku adukan perbuatanmu pada Wahid dan memastikan kamu akan menerima ganjarannya!”Kakinya terus melangkah dengan gerakan cepat agar ia segera sampai ke rumahnya. Setelah sampai di rumah Rahma langsung bergegas menuju dapur dan menghempaskan kasar semua belanjaannya di lantai dapur. Ia tak peduli jika ada beberapa kantong kresek yang pecah dan sobek karena dihempaskan secara kasar. Tangan wanita paruh baya itu langsung meraih handle
“Sepertinya ini berkas pemeriksaan kesehatan pasien. Isinya apa?” Wahid panik dan terkejut. Ia lengah dan tak bisa melindungi berkas yang kini sudah berpindah tangan pada tangan kakaknya. Tiba-tiba saja Haidar langsung merampas paksa berkas di tangan Zalimar.“Ini memang berkas pemeriksaan kesehatan pasien, tetapi ini adalah hal yang privasi. Jadi, tidak seharusnya Kak Zali sembarangan merampasnya,” ucap Haidar tegas.Dokter tampan itu memberikan berkas tersebut pada Wahid. “Sebaiknya Pak Wahid segera serahkan berkas ini pada bagian administrasi. Saya meresepkan beberapa vitamin kesehatan untuk Pak Wahid dan istrinya ... bukankah beliau adalah pasien saya,” sambungHaidar makin tegas seraya membalas tatapan penuh tanyanya Zalimar.“Te—terima kasih, Dokter Haidar,” seru Wahid dengan wajah lega.Kemudian lelaki berjabang tipis itu menundukkan kepalanya beberapa derajat dan langsung memutar tubuhnya menjauh dari Hadar dan Zalimar. Begitu juga dengan dokter tampan itu. Ia juga membungkukk
Sejujurnya Revalina sudah mengetahui siapa wanita tampatan hati putranya. Namun, ia memilih menunggu Haidar sendiri yang memberitahunya. Tentu saja dari Zalimar.Setelah putranya berpamitan untuk mengunjungi pasien rawat inapnya, Revalina memandangi bangga pada Haidar. Ingatannya pun berselancar pada saat Zalimar mengunjunginya setelah berdebat dengan Haidar saat di rumah sakit. Tampaknya wanita itu tak terima mengetahui kedekatan Aisyah dengan dokter tampan itu.“Mbak Reva, Aisyah itu hanya akan menjadi benalu untuk Haidar! Mbak harus mendengarkan aku ... wanita itu belum resmi bercerai dengan adikku, tetapi sudah berani merayu anakmu, Mbak.” Zalimar mengadu pada Reva.Tentu saja saat itu Revalina syok mendengar aduannya. Zalimar makin bersemangat menjelekkan Aisyah. Ia sungguh tak rela jika mantan adik iparnya mendapatkan lelaki yang lebih baik dari Wahid, adiknya.“Aku punya buktinya kalau wanita itu tidak baik, Mbak. Dia ditalak oleh adikku karena berselingkuh, dia itu mandul, it
Zalimar hanya bisa terduduk lemas setelah perdebatan panjang dengan suaminya, hingga ia tak menyadari Wahid menghampirinya. Lelaki itu tampak terkejut melihat kakaknya masih berada di teras rumah sakit dengan wajah sembam. Cepat-cepat ia menyembunyikan obat dan vitamin miliknya, hasil pemeriksaan tadi.“Kak Zali, ada apa?” tanya Wahid cemas dan bingung.Wanita dengan hijab berwarna coklat muda itu menoleh, tetapi tak bereaksi. Wajahnya jelas sekali menggambarkan sedih yang mendalam. Ia lantas terisak dan menarik lengan Wahid hingga membuat lelaki itu langsung terduduk di sisinya. Zalimar lalu memeluk lengannya dan menangis tersedu-sedu.Wahid menahan malu. Tentu saja, beberapa pengunjung rumah sakit menatap ke arahnya. Tatapan penuh penghakiman Wahid dapat menebak garis tatapan mereka pasti mengira dirinya yang menyebabkan wanita itu menangis.“Kak Zali, jangan menangis dong! Malu diliatin orang! Nanti dikiranya aku ngapa-ngapain, Kak Zali!” nasehan Wahid seraya mencoba melepaskan ked
Kehidupan Aisyah benar-benar terasa tenang. Dimas Fahri yang semula mencibir karena iri padanya, mulai menerima dan memahami alasan wanita cantik tersebut. Shahira yang benar-benar memutuskan berhenti dari dunia entertainer memilih membantu Aisyah membuat rancangan berbagai pakaian muslim.Bahkan Shahira memutuskan membeli sebuah ruko untuk membuka butik pakaian muslim dan Aisyah lah yang menjadi perancang busananya. Tentu saja, wanita itu lebih bersemangat. Hingga tak terasa masa iddahnya pun selesai dan rencana pernikahannya dengan Haidar akan terlaksana.Dokter tampan itu sudah merencanakan semuanya berjalan dengan lancar. Hingga di malam sebelum acara pernikahan mereka Zalimar mendatangi Haidar. Untuk pertama kalinya lelaki itu mendekati Zalimar dengan wajah penuh penyesalan yang sungguh-sungguh.Zalimar m
“Apa kita nggak kepagian, Aisyah?” tanya Nilam dengan tatapan bingung.Aisyah dan Nilam sudah berada di lokasi persidangan untuk kasus desainnya yang dicuri. Suasana di dalam gedung itu tampak sepi sekali, bahkan hanya ditemukan beberapa orang saja yang lalu lalang. Namun, Aisyah yakin ia tak terlalu pagi. Jadwal sidangnya memang di pagi hari dan sekitar 15 menit lagi persidangan akan di mulai.“Kayaknya nggak deh, Bu. Mungkin orang-orang memilih menunggu kedatangan kak Shahira yang akan melakukan wawancara sebentar dengan para wartawan sebelum acara sidang dimulai,” jelas Aisyah santun. Kemudian ia menunjuk bangku di samping gedung yang menghadap taman kecil. “Kita tunggu di sana saja, yuk!” ajaknya.Nilam menurut. Keduanya langsung berjalan dan duduk bangku yang masih koso
Usaha Haidar tak sia-sia. Kondisi Nurul kembali stabil. Ia pun lantas segera menyelesaikan operasinya, menutup lukanya dan menjahitnya dengan hati-hati.Haidar bisa saja memberikan tugas tersebut pada dokter lainnya yang berada di sana, karena itu adalah proses terakhir dan tak terlalu berat. Namun, ia memilih menuntaskannya sendiri. Haidar ingin bertanggung jawab penuh atas permintaan Wahid.Alasan lainnya, ia perlu memastikan bahwa pasien di hadapannya baik-baik saja agar bisa menjaga perasaan Wahid sebelum dirinya resmi menjadi suami dari mantan istri lelaki itu. Mungkin bisa diartikannya sebagai ucapan terima kasih sudah melepaskan Aisyah untuknya. Akan tetapi, ia tetap memastikan semua yang dilakukannya sesuai prosedur kesehatan.“Tutup lukanya dengan hati-hati!” perintah Haidar setelah selesai dan
Setelah mendapatkan persetujuan dari Aisyah, Haidar langsung bergegas ke rumah sakit. Sejujurnya, bukan persetujuan tetapi ia ingin memastikan Aisyah tak salah paham sebab Wahid memintanya secara khusus untuk menyelamatkan Nurul. Walaupun wanita itu pasti memahami dirinya yang seorang dokter, tak berhak untuk memilih pasien.Namun, kebesaran hati Aisyah tak bisa ia sepelekan. Wanita yang akan menjadi pasiennya adalah orang yang membuat hidup wanitanya hancur. Jadi, Haidar perlu memastikan perasaan Aisyah tak akan terluka.“Aku percaya padamu, Haidar. Lakukan tugasmu dengan baik!” Kalimat tersebut mampu menguatkan keberanian Haidar. Dokter tampan itu mampu mengesampingkan perasaan dan hatinya untuk fokus pada pekerjaannya. Tak butuh waktu lama, ia langsung menuju IGD dan bertepatan dengan Wahid yang baru saja tiba membawa istrinya.“Apa yang terjadi, Pak wahid?” tanya Haidar sembari menunggu petugas medis memindahkan tubuh Nurul ke ranjang beroda.Belum sempat Wahid menjawab, dokter t
“Bagaimana kamu masuk ke rumahku?” Nurul terkejut dan hampir saja ia terjengkang ke belakang. Toni tiba-tiba muncul di dalam rumahnya saat ia baru saja memasuki rumah setelah mengantar Wahid. Untunglah lelaki itu berhasil menahan tubuh wanita yang tengah hamil besar itu. Usia kandungannya yang sudah melewati tujuh bulan membuatnya kesulitan menjaga keseimbangannya. Namun, wanita itu langsung menepis kasar tangan Toni setelah berhasil menguasai keseimbangan tubuhnya. Wajah Nurul bahkan berubah panik dan cemas. “Mau apa lagi kamu menemuiku, Toni? Kita sudah tak ada hubungan apapun!” cecar Nurul cemas. Sesekali wanita itu menoleh ke arah pintu. Takut dan cemas, jika Wahid tiba-tiba kembali lalu memergoki dirinya bersama Toni. Ia sudah memutuskan untuk menuruti per
Sebuah mimpi yang begitu mengganggu Aisyah. Wanita bahkan tak bisa berpikir jernih. Takut jika mimpi itu menjadi kenyataan.Akankah kejadian yang sudah pernah ia alami akan kembali terulang? Aisyah benar-benar tak bisa tenang. Ia tak bisa berdiam diri hingga akhirnya memutuskan menemui Haidar di rumah sakit, tepat di jam istirahatnya.Tentu saja dokter tampan itu senang dikunjungi oleh Aisyah. Mereka memilih sebuah kafe di luar rumah sakit yang tak terlalu ramai. Setidaknya Aisyah perlu mengungkapkan rasa cemasnya dalam keadaan tenang.“Sepertinya ada masalah serius? Ada apa, Aisyah?” tanya Haidar yang bisa membaca jelas sorot mata wanitanya.Ya, walaupun hanya tatapannya saja, tanpa melihat wajahnya yang tertutup cadar Haidar bisa melihat tatapan gelisahnya.
“Maafkan aku, Aisyah. Aku tak bisa melanjutkan rencanaku menikahimu … Kita batalkan saja pernikahan ini!”Tubuh Aisyah terasa disambar petir di siang bolong. Kedua bola matanya yang membulat sempurna langsung tersiram air mata, banjir dan deras bak air terjun. Bibirnya bergetar, hingga ia kesulitan untuk membuka mulutnya.Aisyah sungguh tak menyangka, Haidar mengatakan hal tersebut tepat di hadapan kedua orang tuanya yang percaya sepenuhnya pada dirinya. Bukan itu saja yang membuatnya terasa terguncang, gaun putih yang menutupi tubuhnya tanpa memperlihatkan lekuk indah tubuhnya, serta rangkaian bunga melati yang menghiasi hijab lebarnya.Ya, di hari pernikahannya yang seharusnya berikrar sebuah akad, tetapi Haidar mengikrarkan kata maaf. Tak ada sirat penyesalan pada wajah lelaki itu. Hatiny
“Kak Shahira yakin?” tanya Aisyah sedikit tak percaya.Shahira yang dikenal sebagai artis yang selalu modis dan glamor, serta tak malu dengan pakaian seksi meski usianya sudah tak lagi muda. Itulah imej yang melekat pada artis cantik itu. Satu hal lagi, Shahira dikenal sebagai artis yang santun dan ramah, yang membuatnya tetap terkenal dan tak kalah dengan artis pendatang baru.Hari ini, Aisyah dan Haidar mendengar ungkapan hatinya. Artis cantik itu ternyata menyimpan beban yang berat. Shahira tak segera menjawab pertanyaan Aisyah.“Maafkan aku, Kak. Maksudku ... aku senang jika Kak Shahira ingin berubah menjadi lebih tertutup, tetapi harus dari hati agar Kakak bisa menemukan kedamaian dan ketenangan,” jelas Aisyah hati-hati, berharap kata-katanya tak menyinggung artis cantik itu. “Mm ... jika aku boleh kasih saran tentang rumah tangga Kak Shahira, sebaiknya coba jalin hubungan lebih baik lagi dengan suaminya. Menurutku dukungan dari suami adalah yang paling berharga, seberat apapun
Shahira tak segera menjawab. Artis cantik itu menurunkan tumpangan kakinya dan menegapkan wajahnya dengan ekspresi datar. Tentu saja tindakannya membuat sorot mata Aisyah cemas.“Aisyah sama sekali tak berniat untuk melanggar kontrak kerja, Kak. Dia hanya ingin mencoba desain pakaian yang tertutup tetapi tetap anggun,” seru Haidar mencoba menengahi. “Bukankah di kontrak hanya dicantumkan Aisyah membuat desain sesuai keinginan Kak Shahira, tidak dispesifikan bagaimana jenis desainnya,” imbuhnya.“Tidak spesifik? Contohnya?” selidik Shahira dengan tatapan penuh arti pada Haidar.Haidar mengulum bibir bawah dan atasnya ke dalam sembari berpikir. Jawaban apa yang bisa diterima oleh Shahira. “Maksud saya, desain pakaiannya tidak dijelaskan harus seksi dan terbuka,” jawabnya hati-hati, tetapi terdengar tegas.Asiyah sedikit bersyukur Haidar bisa membantu mengeluarkan rasa cemasnya, tetapi kini ia merasa was-was. Khawatir, jika respon Shahira justru memberikan penolakan. Terlihat jelas saat