Seakan tak percaya. Delapan jam mengudara, membiarkan burung besi itu membawa raganya mengarungi angkasa malam, menjauhkan dia dengan seseorang yang telah berjanji menjadi sumber bahagianya. Kini Cahaya sudah di tanah yang berbeda dengan yang di pijaknya semalam. Sungguh permainan takdir, dan perjalanan hidup yang kadang Cahaya pun serasa mimpi. Beberapa menit lalu, pilot berhasil mendaratkan pesawat dengan baik. Dari jendela Cahaya melempar pandangan. Korea. Dulu, dia pernah berharap bisa kembali menginjakkan kaki di atas tanahnya, karena dibawa seseorang sebagai istri. Pernah berharap akan kembali menetap di negara itu, sebagai seorang menantu dari keluarga barunya. Pernah bermimpi akan menjadi ibu dari anak-anak lucu berdarah campuran Korea dan Indonesia, seperti ayahnya. Namun itu dulu. Tidak, tepatnya setahun terakhir. Di saat, harapan tentang penantian yang berakhir indah masih sanggup dia rangkai. Di saat indah sebuah pernikahan antara dia dengan Kim, membingkai harap dan ke
Perjalanan dua jam tidak terasa, mereka sampai di kota yang asing untuk ketiganya, karena saat mereka bekerja di Korea dulu, tidak sempat singgah di kota yang kini akan menjadi tempat tinggal. Kota Yong- In. Tadi Han minta diturunkan di salah satu gedung apartemen, yang letaknya lumayan dekat dengan apartemen yang menjadi tempat tinggal Cahaya, Andri, dan Adrian. Ketiganya tersenyum menatap gedung apartemen yang akan menjadi rumah mereka, apartemen yang terlihat lebih bagus dari apartemen mereka dulu. Bahkan dari tempat mereka berdiri sekarang, mereka bisa langsung melihat ke tiap unit apartemen. Juga halte terletak tidak jauh dari apartemen, tidak seperti apartemen mereka dulu yang lumayan jauh. "Selamat datang di apartemen kalian. Mari, kita ke unit apartemen masing-masing di lantai dua," kata Choi, matanya masih saja tidak bisa untuk tidak melirik pada Cahaya, meski peringatan tentang status Cahaya yang mempunyai pacar, sudah dia dengar. Mengagumi tidak salah kan? "Oh, baik, H
Wila meninggalkan Raja yang kembali melihat kertas yang dipegangnya, mendesah pelan tanpa semangat melihat tulisan yang jadi penyebab dia berpisah dengan sang pujaan. Ya, karena laporan-laporan itulah Cahaya harus dijauhkan dengannya. Mencoba membangkitkan semangat dalam dirinya, Raja beranjak bangun, lalu melangkah meninggalkan kantor setelah memasukan ponselnya dalam saku celana. Wila yang diam-diam mengamati perubahan Raja, menoleh ke temannya di belakang meja kerjanya, begitu Raja sudah keluar ruangan. "Sel!""Ya?!" Selly yang dipanggil menjawab. "Pak Raja murung banget, ya?! Segitu cintanya sama Cahaya, ditinggal pergi sedih banget kayaknya." Wila menghadap ke arah Selly, yang melihat ke arah pintu yang baru saja ditutup Raja. "Ya pastilah, Wil. Ditinggal calon istri. Jauh lagi. Kalau masih di Indonesia masih bisa disusul, lah ini? Berat diongkos," ujar Selly menanggapi. "Iya juga sih," jawab Wila membenarkan ucapan Selly. "Dah, ah. Kerja, masih pagi udah gosip." Selly meng
Rosita terus merenungi ketidakjujurannya pada Kim tentang status Cahaya, dia semakin merasa bersalah setelah mendengar cerita Binar, tentang bagaimana sedihnya Cahaya saat harus berpisah dengan Raja. Kesempatan yang dia katakan agar Kim bercerita langsung pada Cahaya--seandainya mereka bertemu nanti, seakan memberikan harapan pada Kim untuk terus memupuk rasa cinta, juga impian tentang indah akhir kisah mereka. Sedangkan gadis yang menjadi sumber harapan Kim, jelas sudah menjadi istri orang. Jahat. Itu yang terlintas dalam pikiran Rosita sekarang. Dia merasa telah berbuat jahat, pada ketiga orang yang terlibat dalam cinta masa lalu itu. Keinginannya untuk tidak menambah luka hati Kim, justru melukai hatinya kini. Bahkan untuk bercerita pada Hadi pun, Rosita tidak sanggup mengatakannya. Bahwa kemarin, telah datang lelaki masa lalu anak mereka, dan dia dengan sengaja menutupi kebenaran. Rosita yakin, Hadi pasti akan menyalahkan keputusan yang diambilnya, namun apa hendak dikata, semu
Beda bumi yang dipijak, beda waktu yang mengiringi. Perjalanan semalam masih menyisakan lelah pada Cahaya, dia kembali terlelap setelah merapikan bajunya ke dalam lemari. Bahkan TV yang menyala untuk menemani dia beres-beres, masih menayangkan drama yang tadi sempat membuatnya ikut dalam kesedihan alur ceritanya. Sepasang kekasih yang terpaksa dipisahkan karena perbedaan kasta, hingga si lelaki terpaksa harus menikah dengan gadis pilihan orang tuanya. Mirip kisahnya. Kisah cinta dengan Yusuf, juga dengan Kim. Kasih yang tak sampai. Suara bel ditekan berulang. Disertai panggilan nama Cahaya, perlahan menarik si pemilik nama dari lelap tidurnya. Cahaya terbangun dengan degupan jantung yang kuat, kaget oleh suara bel, juga matanya yang begitu terbuka melihat ke layar TV. Melihat pada jam yang melingkar di tangan, Cahaya mengusap wajahnya, lalu beranjak bangun saat suara Andri memanggil disusul bel yang kembali ditekan. Merapikan rambutnya, Cahaya bergerak cepat menuju pintu. "Aya! Ca
Cahaya pun mengalihkan kamera, menunjukkan bagaimana keadaan apartemennya pada Raja. Raja terus tersenyum menanggapi cerita Cahaya tentang tempat tinggalnya, dia merasa senang saat mendengar kalau apartemen yang ditempati Cahaya bukanlah apartemen Daewoo, apartemen yang dulu di mana mereka bertemu empat tahun lalu. Jadi kemungkinan Cahaya bertemu dengan Kim sedikit lebih kecil dalam waktu dekat ini. Satu yang Raja lupa, kalau salah satu PC milik Kim ada di kota yang kini Cahaya tinggali. Cahaya kembali mengganti kamera, hingga Raja bisa melihat wajah cantik sang pemilik hati kembali di layar. Mereka kembali bertukar senyuman, saling menyiratkan cinta yang begitu besar. "Bagus, aku senang kamu ditempatkan di tempat yang sangat nyaman, Sayang. Ah, jangan lupa satu hal," kata Raja membuat Cahaya mengernyit heran. "Apa?""Nanti tolong lihat hotel terdekat dari apartemen kamu, ya?!" kata Raja dengan senyuman penuh arti, namun sayang Cahaya tidak memahami maksud Raja. "Hotel? Buat apa?"
Raja berlari menuju ruang UGD, setelah tadi Binar menghubunginya kalau Rosita terjatuh di depan kamar mandi, dan sekarang ada di rumah sakit, karena Puskesmas tidak sanggup menangani luka di kepala dan banyaknya darah yang keluar. Raja terus terngiang pembicaraannya dengan Rosita saat tadi siang dia menelepon, Raja takut akan pikirannya sendiri saat Rosita meminta maaf juga berkata untuk dia menjaga Cahaya. 'Jangan … jangan berpikir seperti itu, Raja. Yakinlah kalau ambu akan baik-baik saja. Ya, ambu akan baik-baik saja.' Saat sampai di ruang UGD, Raja bisa melihat Binar yang duduk bersandar di tembok, lalu Hadi yang berdiri di depan pintu yang tertutup rapat. Segera mendekat, Raja menyapa mertuanya yang terlihat sangat khawatir. "Pak!"Hadi menoleh, dan saat melihat Raja. Hadi seakan kehilangan tenaga, badannya limbung, dan dengan cepat ditahan Raja. Binar yang mendengar panggilan Raja, langsung berdiri, lalu dengan cepat mendekat saat Hadi terhuyung. "Bapak!" keduanya memanggil
Raja menghembuskan napas panjang, dia seakan baru teringat dengan istrinya itu. "Pak … apa kita perlu mengabarkan berita duka ini pada Cahaya?" tanya Raja meminta pendapat, dia bingung dengan keputusan yang harus diambil. "Jangan dulu, A. Biarkan Cahaya nyaman dulu di sana, setelah semuanya terkondisikan dengan baik, nanti baru kita kabari," kata Hadi memilih merahasiakan terlebih dulu kabar duka kehilangan Rosita dari Cahaya. "Baiklah, Raja ikut dengan keputusan Bapak. Jadi malam ini juga ambu akan langsung dimakamkan?" tanya Raja meminta kepastian. "Iya, malam ini saja. Lebih cepat lebih baik," ucap Hadi mengusap matanya, kembali menatap jasad Rosita yang terbujur kaku tertutup kain, seolah menunggu, apakah sosok itu akan bangun lagi atau tidak? Dan pasti saja jawabannya, tidak. Tidak akan pernah. Istrinya telah pergi mendahului, meninggalkan dia dan semua kenangan kebersamaan mereka bertahun-tahun lamanya. Mukta dan Denni datang hampir bersamaan dengan Khadijah, keluarga baru H
Kim tak menyembunyikan kehancurannya. Di depan Raja dia menceritakan semua cerita hidupnya. Terpaksa menikahi wanita pilihan orang tuanya, mengabaikan semua perasaannya untuk menemui Cahaya, yang dia yakin pasti menunggunya tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi. Pernah berpikir untuk melupakan gadis itu, saat pernikahannya terberkati oleh kehamilan istrinya. Memilih tetap hidup dengan rasa yang sudah mati. Dia bagai tak memiliki tujuan pasti, hanya diam dan menuruti semua keinginan ayahnya. Hingga asa itu hidup lagi, saat istrinya harus menyerah dalam perjuangan meraih cintanya, meninggal setelah memberinya seorang putri yang kemudian diberinya nama, sesuai dengan nama sang pujaan seperti keinginan Su Ni. Kim merangkai mimpi lagi, berharap Cahaya masih sendiri dan sudi menerimanya kembali. Datang ke Indonesia dengan harapan yang bertumbuh besar. Bahagia, saat alamat yang tertulis dalam kertas yang mulai memudar, bisa dia temukan. Bertemu Rosita yang dengan jelas mengatakan, kalau
Taksi yang mereka tumpangi berhenti tepat di depan gerbang apartemen. Setelah membayar, Raja meminta Cahaya untuk menunggunya membukakan pintu. Tak ada penolakan, Cahaya biarkan suaminya melakukan apapun yang dikehendaki. Tangan keduanya bergandengan memasuki area apartemen. Baju yang kemarin dipakai Cahaya kerja, kali ini pun kembali dipakainya. Karena memang kemarin, jangankan berganti pakaian, masuk ke apartemennya saja Cahaya tidak sempat, karena langsung dibawa Raja yang dalam keadaan cemburu, melihatnya datang bersama Kim. Langkah Cahaya terlihat berbeda, sisa serangan Raja di malam pertama mereka yang tertunda, membuat Cahaya masih merasakan sakit di setiap langkahnya. Sedang si pelaku utama, dengan sabar mengimbangi langkah istrinya dengan tatapan iba. Meski tak ada lagi kata maaf yang dia katakan, karena memang seperti itu prosesnya. Nanti setelah terbiasa, sakit itupun tak lagi terasa. Ah, biasa … bagaimana akan terbiasa? Sedang dia tak lama berada di sana, rasanya Raja
Semalaman dia di sana. Menghabiskan setiap detik yang membuatnya bagai dicekik, bahkan setiap oksigen yang dihirup, membuat dadanya sesak disetiap hembusan. Jangan tanya rasa hatinya. Hampa. Tak berdaya. Ingin mati saja, bersama dengan cintanya yang kini telah kandas. Lepas. Hancur tak tersisa. Bayangan semua hal yang bisa dilewati dengan semua kehangatan, oleh gadis pujaan dengan seseorang yang pernah begitu dekat dengannya, semakin membuatnya enggan memejamkan mata. Berharap dan menunggu, mungkin saja pasangan yang sudah dinyatakan sebagai suami istri itu, kembali meski malam telah larut, atau di saat pagi siap menjelang. Meski dia tahu, itu tentu saja pemikiran yang salah, karena dua orang yang terus memenuhi pikirannya, tengah panas menghabiskan malam. Memadu kasih, melebur kerinduan. Sedang dia membeku, bersama serpihan salju yang turun dengan lebat di luar. Mereka sepasang pengantin baru, terpisah karena tugas yang tidak bisa ditolak, tentu saja saat bertemu, mereka akan ter
Mata yang tadi terpejam rapat itu perlahan terbuka, mengumpulkan kesadaran yang beberapa saat lalu terseret oleh alam mimpi yang sekejap dikunjungi. Kehangatan yang sempat membuatnya lelap beberapa saat lalu, membuatnya menduga kalau kehangatan tadi hanyalah mimpi, saat tak mendapati sosok yang tadi merengkuhnya dalam nikmat, kini tak ada di sisi. Mimpi? Cahaya semakin menegaskan pandangan, melihat keseluruhan tempat di mana dia berada kini. Ini bukan kamarnya di apartemen, yang sudah menjadi tempat tinggal sementara tiga bulan terakhir. Jelas ini bukan mimpi. Bahkan rasa sakit dan perih yang menyengatnya di bawah sana, adalah bukti nyata kalau dia tidak bermimpi, suaminya ada di Korea. Tapi kemana dia? "Sayang?!" Mata Cahaya terpaku pada pintu kamar mandi di sudut ruangan. Berharap Raja keluar dari sana, setelah mendengar panggilannya. Tak ada jawaban. Apa Raja meninggalkannya sendirian di sana? Apa suaminya itu masih marah, tentang kejadian tak diharapkan mengawali pertemuan me
Drttt … drttt … Getaran ponsel yang beradu dengan nakas disamping tempat tidur, mengalihkan perhatian Raja dari menatap wajah damai Cahaya. Beberapa saat setelah penyatuan mereka, istrinya itu langsung tertidur dengan nyaman dalam pelukannya, mengabaikan desakan gairah Raja yang kembali bangkit, saat kulit tubuh mereka kembali bergesekan, dia biarkan istrinya lelap. Bahkan napas yang terhembus belum sepenuhnya normal, namun lagi Raja mengharap bisa mengulang kenikmatan yang baru saja berlalu. Menarik pelan lengannya yang dijadikan bantal oleh cahaya, Raja berusaha agar gerakannya tidak mengganggu lelap tidur istrinya yang nampak kelelahan, meski mereka hanya melakukan dalam waktu yang sebentar, tapi istrinya langsung kalah dalam sekali serangan, sama sepertinya yang juga menyerah di awal pertempuran. Mengambil ponselnya untuk melihat siapa yang menghubunginya, Raja melihat nama Khadi juga Mukta di layar, memintanya melakukan panggilan grup. Menepuk keningnya pelan, Raja melihat pe
Young Nam hanya diam menanggapi perkataan Hana, apalagi kata yang selanjutnya terlontar, memang sanggup membuatnya menyalahkan dirinya seperti yang dikatakan Hana tadi. Anaknya menderita karena dia. Dialah yang empat tahun ini menciptakan luka dan sakit di hati anaknya. Merubah anaknya yang dulu sangat ceria setelah bertemu dengan Cahaya, menjadi pendiam setelah keegoisannya menjodohkan Kim dengan anak kakaknya. Meski kata maaf sudah dia sampaikan, restu sudah diberikan, ternyata kisah mereka memang harus terhenti begitu saja, saat dia mengucap kata tidak untuk hubungan mereka dulu.Sesal. Itu yang Young Nam rasakan sekarang. Apalagi ketiga anak muda itu masih berputar dalam lingkaran yang sama. Rasa traumanya atas penghianatan sahabat dan tunangannya, harus dia limpahkan dengan memberikan duka pada anaknya. Padahal kasus untuk Kim, Cahaya, dan Raja jelas beda. Tapi dia sudah tidak memberikan ruang restu untuk Cahaya, saat tahu kalau gadis yang dicintai anaknya adalah kekasih dari Raj
Dengan tergesa Hana berdiri, melangkah dengan penuh kemarahan mendekat pada Young Nam."Semua salah kamu, Oppa. Kamu yang sudah menciptakan luka untuk anakmu sendiri. Kamu yang sudah dengan sadar membuat hidup anakku merana, menderita. Semua salah kamu!" Hana berteriak kalap. Semua penyesalan juga rasa bersalahnya membuat dia berlaku diluar kebiasaan. Dia yang selalu lembut berbicara pada suaminya, mengikuti dengan patuh apapun yang terucap dari bibir Young Nam, kini berteriak lantang menyalahkan semua yang sudah terjadi pada Kim.Ya, perasaan sayangnya kalah dengan rasa sesal, melihat Kim yang memang sudah tidak pernah tertawa dengan riang, saat Young Nam memutuskan menikahkan Kim dengan Su Ni, kini harus lebih hancur lagi setelah tahu ternyata Cahaya sudah menikah."Yobo, apa yang kamu katakan?" Young Nam mencoba menyentuh pundak istrinya yang baru kali ini dia lihat semarah itu. Tidak, istrinya murka tepatnya. Sangat murka.Dengan kasar Hana menepis tangan Young Nam yang akan menye
Hana yang sedari tadi mengetuk pintu namun tak mendapat tanggapan dari Kim, akhirnya memilih membuka pintu yang ternyata tidak dikunci. A Ya sudah tidur, sengaja dia menidurkannya di kamarnya, karena Hana yakin saat ini Kim butuh ruang untuk sendiri.Perlahan Hana melangkah mendekati anak semata wayangnya. Duduk di samping Kim yang terus memandang pada selembar photo, photo yang dia tahu pasti siapa yang tergambar di sana. Telinganya dengan jelas bisa mendengar isakan tertahan Kim. Apa yang sebenarnya sudah terjadi, hingga Kim harus menangis seperti ini?"Young Jin? Kenapa?""Ma …. apa aku memang tidak pantas untuk bahagia?" tanya Kim dalam kesedihan yang terdengar menyayat. Isakannya semakin kuat terdengar."Sayang, ada apa?"Ibu mana tidak ikut merana, saat mendengar anak kebanggaannya menangis seperti itu? Bahkan sebelum Kim menjelaskan pun, mata Hana sudah memanas, dan siap menangis merasakan kepiluan hati Kim."Cahaya, Ma … Cahaya.""Ada apa dengan cahaya, Sayang? Katakan dengan
"Yan, apa pak Raja tidak akan berbuat kasar pada Cahaya?" tanya Andri saat mereka kembali ke apartemen.Tadi saat kejadian, Andri hanya bisa menjadi penonton dengan apa yang terjadi di depan matanya. Untungnya Indah dan Rita tidak mengetahui kejadian yang terjadi di depan apartemen, hingga Adrian maupun Andri tidak harus menjelaskan pada keduanya. Bukan tidak mungkin, Indah dan Rita akan menjadikan kejadian tersebut, menjadi bahan perbincangan dengan temannya di Indonesia."Kenapa berpikir seperti itu, Dri?""Aku khawatir saja. Dan untuk melarang kepergian mereka tadi juga, tidak punya kuasa. Mereka suami istri, tapi melihat bagaimana pak Raja tadi menarik tangan Cahaya, aku jadi takut kalau pak Raja akan marah pada Cahaya." Andri mengungkapkan kekhawatirannya."Pak Raja pernah ada di situasi yang lebih berat dari tadi, Dri. Dan aku yakin, pak Raja bisa mengontrol emosinya dengan baik. Hanya satu yang aku sesalkan atas sikap Cahaya, kenapa dia tidak mengatakan dengan jujur mengenai pe