“Let’s run, Baby girl. Come!” Seketika Axe menarik tanganku untuk lari bersamanya, tapi aku hanya diam tak merespon. Masih berusaha waras menerima kenyataan kakakku kini menjadi suamiku.
Oh, benarkah?Tapi apakah pernikahan kami sah, sementara Axe menyebut nama Arthur saat mengucapkan janji suci di atas altar? Aku tidak tahu dan tidak mengerti mengapa hidupku selalu saja dipermainkan seperti ini. Satu masalah belum selesai, masalah lain sudah datang. Banyak teka – teki yang belum bisa kupecahkan. Namun, misteri lain tak mau kalah—berlomba masuk menghancurkan pertahananku.Aku menarik napas dalam – dalam berusaha melawan kebekuan yang terus menyerang tubuhku. Setelahnya mataku bergerak liar mencari keberadaan mom dan dad, serta beberapa orang penting, salah satunya Mr. Hero. Mungkin tadi aku terlalu sibuk dengan pikiranku hingga tak ingat keberadaan mereka.Saat ini rupanya mom, dad dan Mr. Hero berdiri paling depan menatap Arthur dua dengan tanda tanya penBruk!Aku dan Axe tersentak kaget mendengar bunyi benturan agak keras dari belakang. Tubuh kami terdorong ke depan akibat gaya yang disebabkan oleh tabrakan tersebut. Jelas itu adalah tabrakan yang sengaja dilakukan oleh oknum tidak bertanggung jawab. Oh, biar kutebak, mereka pasti orang suruhan Arthur. Tapi bagaimana bisa mereka secepat ini mengejar kami.“F*ck!”“Lebih cepat lagi, Ed!” titah Axe sembari mengubah posisiku kembali duduk di sampingnya.Axe berbalik memutar tubuh ke belakang melakukan sesuatu di sana. Aku memang tidak melihat apa yang Axe lakukan, tapi dari bunyinya, sepertinya Axe sedang membongkar asal beberapa barang.“Menunduk.” Itu perintah Axe untukku. Selanjutnya yang Axe lakukan yaitu mengeluarkan separuh tubuhnya lewat jendela dengan tangan memegang pistol yang diarahkan pada musuh.Dor!Bunyi tembakan Axe menembus memenuhi gendang telingaku. Beberapa saat kemudian terdengar bunyi ge
SatuDuaTigaKupejamkan mata erat – erat, lalu membiarkan diriku terlempar keluar dari dalam mobil. Rasanya sekujur tubuhku bergetar oleh ketakutanku sendiri, aku bahkan tidak berani membuka mata sampai aku tahu Axe berhasil menangkapku. Mesti akhirnya kami sama – sama jatuh dengan tubuh Axe menghentak ke tanah, sementara aku berada di atasnya.“Kau sangat berat,” kekeh Axe yang langsung kuhadiahi pukulan ringan. Bisa – bisanya dia bercanda dalam keadaan genting seperti ini. Tentu saja, kami harus langsung bersembunyi sebelum mobil para musuh melewati jalur jalan ini.Aku segera bangkit menyisakan Axe sendiri masih berbaring di bawah. Dia menatapku sejenak sebelum ikut menyusulku dengan berdiri tegak.“Come.”Axe segera menarik tanganku dan membawa tubuh kami bersembunyi di balik pohon besar. Butuh beberapa saat bagi kami melihat jejeran mobil yang melintas, mereka sangat gencar mengejar mobil Edward. Semoga saja Edward bisa mengelabuhi mereka sesuai rencana, j
“Bridgette.” Baru saja aku ingin memanggilnya dan Axe sudah lebih dulu menyebut namaku. Sebelum itu, tangan Axe bergerak melepas lensa palsu di matanya. Kemudian dia menatapku dalam. “Aku punya satu rahasia yang ingin kukatakan padamu,” lanjut Axe penuh misteri.Kalimat tiba – tiba Axe membuat hatiku berdesir.Rahasia apa dan kenapa? Untuk hal yang satu ini aku mengenal Axe dengan baik, tidak biasanya dia dengan suka rela bercerita padaku hal – hal bersifat rahasia. Pria itu tertutup dan sama sekali tidak tersentuh, rasanya tidak masuk akal jika Axe datang menawarkan diri untuk memberitahuku sesuatu.“Apa?”Aku memang tak percaya dengan ucapan Axe sebelumnya, tapi sebisa mungkin aku bersikap santai menanggapi kalimatnya yang masih menjadi tanda tanya di dalam kepala. Jangan sampai Axe mengurungkan niatnya bercerita.“Rahasia apa, Axe?” desakku tak kunjung ditanggapi Axe.Sesaat kulihat keraguan tampak di matanya, sesekali bibir Axe terbuka lalu tertut
“Apa yang Paman Danial lakukan saat dia melihatmu menembak Isabel?”“Apa dia melaporkanmu pada polisi?”Aku tidak peduli bagaimana reaksi Axe mendengar dua pertanyaanku, yang aku mau dia menjawab secara jujur. Aku yakin banyak hal memilukan yang harus Axe lalui setelah kejadian berdarah antara dia dan Isabel. Salah satunya pernyataan Dokter Felice tentang makna dari gambar milik Axe, kemungkinan besar duduk perkara kematian Isabel memang berimbas pada pria malang itu.“Jangan diam saja, Axe. Katakan padaku apa yang terjadi padamu setelah itu.”Tanganku bergerak mengelus rahang tegas Axe tanpa henti. Itu kelemahan Axe, dia tidak akan tahan dengan tindakanku dan aku akan terus menyiksanya jika dia tak mau menjawabku.Perlahan aku merangkak duduk di atas pangkuan Axe, posisi kami saat ini saling berhadapan. Axe tidak menolak, bahkan dia dengan senang hati menampung tubuhku di pahanya, dia mengambil untung banyak.“Bridgette,” geram Axe tertahan saat aku menekan bibirn
Namun sayang, saat posisi kami sudah begitu damai. Dari arah kejauhan aku dan Axe mendengar suara letusan yang menggema di langit hutan.Apa yang terjadi?Aku menggeleng tak percaya. Semoga bunyi letusan senjata api ke udara itu berasal dari soerang pemburu hewan liar, bukan dari para musuh Axe yang berhasil menyusul keberadaan kami.Sungguh aku tak kuasa membayangkan kejadian yang akan datang nanti. Katakanlah, aku masih bisa memaklumi suara letusan tersebut, bunyi pertama masih tidak membuatku melepaskan tubuh Axe dari dekapanku. Tapi aku tidak tahan mendengar bunyi letusan kedua, yang secara tidak sadar memaksa kami sama – sama melepaskan diri dan saling menatap satu sama lain.Axe ...Dia memberiku tatapan yang aku sendiri tidak mengerti apa maksudnya. Napas kami sama – sama berembus kasar, hingga perubahan ekspresi dari Axe berhasil membungkamku. Sorot waspada di matanya tanpa jeda menular padaku, tiba – tiba perasaanku menjadi tidak enak memikirkan kemungk
“Jangan ditembak lagi. Bajingan ini selalu lolos dari maut, peluru saja tidak akan membuatnya merenggang nyawa. Lempar saja dia ke danau, dia tidak bisa berenang. Biarkan dia mati tenggelam.”Bunyi cipratan air semakin mengiris dadaku. Aku tidak kuat membayangkan Axe dilempar begitu keras hingga bunyinya terdengar nyaring begitu. Terlebih, katanya Axe tidak bisa berenang.No!Sebenarnya di mana letak hati nurani Paman Danial? Kenapa dia bisa sebegitu benci pada Axe, apa salah Axe selama ini padanya? demi apa pun Axe adalah korban. Kenapa Paman Danial sangat berhasrat ingin membunuhnya?“Say goodbye to this hell and welcome to the next hell.” Suara kekehan penuh kemenangan Paman Danial benar – benar mengusik pikiranku. Rasanya aku tidak tahan terus bersembunyi di sini, sementara Axe sedang dalam bahaya besar.Aku harus keluar. Ya, aku harus menghentikan kejahatan Paman Danial sebelum pria paruh baya itu bertindak lebih jauh. Dia tidak bisa semena – mena pada orang lain
“Nona, denyut nadi tuan semakin lemah.”No!Itu tidak boleh terjadi.Axe harus hidup! Dia tidak boleh meninggalkanku karena aku tidak akan pernah rela menerima kenyataan itu.Aku menggeleng keras berusaha menyangkal fakta di depan. Dengan cepat kembali kulakukan kegiatan memberi napas buatan pada Axe, setelahnya aku beralih menekan dadanya lagi.Berulang kali.Berkali – kali.Terus seperti itu.Lagi, lagi dan lagi, tidak ada kata menyerah di dalam otakku. Apa saja akan kulakukan sampai mata itu terbuka, menyaksikan betapa aku mencemaskannya—berharap dia kembali seperti sedia kala.“Bangun, Axe!” Tanganku menepuk wajah pucatnya pelan. Harapanku seperti berada di ujung jurang melihat tak ada respon baik dari Axe.“Aku tahu kau keras kepala, tapi tolong buka matamu demi aku.”Kepalan tanganku bergerak memukul kuat dada Axe untuk yang terakhir kali. Aku tidak kuat lagi menahan isak tangis yang sedari tadi kutahan – tahan. Bahkan kini kuletakkan kepalaku
Langkahku terhenti tepat di bibir danau, menatap kosong beberapa mayat bawahan Paman Danial dan air yang menjadi saksi bisu perjuangan tak terhalau. Aku memang meninggalkan Axe sendiri di samping pohon sana, tapi aku tidak gila sampai benar – benar meninggalkan.Atau kata lainnya, aku hanya ingin menenangkan perasaanku sejenak. Bagaimana pun tak ada yang bisa aku lakukan selain menunggu pria itu membuka mata.Bukan, bukan aku tidak peduli. Aku juga butuh waktu sendiri sekadar melepaskan rasa sesak yang terus menghantam dada. Perasaanku hancur melihat Axe lemah seperti itu, dia sama sekali bukan Axe yang aku kenal.Kalau memang pertanyaanku menambah sakit untuknya, aku berjanji tidak akan memberi beban pada Axe lagi. Ya, seharusnya aku bisa bersabar, tunggu sampai Axe benar – benar pulih dari kondisinya. Tapi lagi – lagi aku tak bisa menjaga rasa penasaranku, yang akhirnya menjadi bumerang bagi diriku sendiri.Sekarang aku harus menyesal memikirkan kecerobohanku yan