“Hari ini aku akan membuatmu mencium kakiku!” ucap Raffi dengan sangat yakin dan kesombongan.Setelah masuk ke kamar mandi, ia mendorong Aji keluar dengan kasar sampai nyaris terjatuh.Rahang Aji terjatuh melihat Raffi bisa mandi sendiri. Ia mengira pria itu tidak berdaya, Aji baru sadar kalau Raffi sedang mengerjainya.Ia memilih menunggu di depan kamar, tidak mungkin ia menunggu Raffi mandi dan berganti pakaian. Ia masih waras dan lebih suka melon kembar daripada tongkat sakti! “Hai Anak Kampung, cepat masuk!” Raffi berteriak dari dalam kamar.Aji tidak langsung masuk, ia sengaja membiarkan Raffi menunggu dan kembali berteriak memanggilnya. Ia baru masuk setelah Raffi melempar sesuatu sampai mengenai pintu.“Ada apa?” jawab Aji malas.Raffi memerintahkan Aji untuk membawanya ke ruang makan. Ia akan sarapan bersama dengan Radhia dan keluarganya.“Bukannya kamu bisa jalan sendiri?” sahut Aji, ia enggan menjadi pelayan Raffi apalagi ia lihat sendiri Raffi bisa berjalan.“Jangan banyak
"100 juta!" ucapan Raffi membuat para penagih hutang itu tertarik. "Aku akan memberikan uang 100 juta, jika kalian memberikan kami waktu tambahan sampai besok siang."Kedua penagih hutang itu saling pandang. Saling bertanya lewat gestur tubuh, haruskan mereka menerima tawaran Raffi. "Jangan coba membohongi kami! Hutang kalian saja tidak bisa kalian bayar, bagaimana mungkin kalian bisa memberikan kami 100 juta?""Mereka memang tidak bisa, tetapi aku bisa!" ujar Raffi dengan sangat yakin. Kedua penagih hutang itu memperhatikan Raffi dari atas sampai bawah. Melihat jam tangan yang Raffi kenakan, mereka akhirnya memutuskan untuk percaya. "Datang besok jam tiga sore. Aku akan bayarkan hutang mereka dan 100 juta untuk kalian."Kesepakatan tercapai! Kedua penagih hutang akhirnya pergi meninggalkan rumah Radhia. Raffi mengambil paksa ponsel Aji. Ia tidak ingin anak kampung ini meminta bantuan dari Bella apalagi papanya. "Waktumu sampai besok jam tiga sore!" Raffi menonaktifkan ponsel m
“Untuk apa uang sebanyak itu?” Aji sedang menghadapi tatapan mata tajam Bella. Mereka sedang duduk di sebuah cafe. Wanita itu langsung menuju ke bank, begitu mendapatkan pemberitahuan penarikan dalam jumlah besar.Dengan membawa tas berukuran besar, Aji terpaksa ikut dengan Bella, dan disinilah ia sekarang, di sidang oleh orang kepercayaan papanya.“Kalau anda tidak mau mengatakannya, aku akan melaporkan ini kepada tuan Wisnu.” Aji mendelik mendengar ancaman Bella. Ia sudah mempersiapkan diri jika papa Wisnu, tetapi baru mendengar ancaman Bella saja sudah membuat Aji ciut.Ia menyerah, Aji dengan cepat menceritakan alasannya memerlukan uang sebanyak itu. Dengan gamblang ia bercerita mulai dari ia yang menangkap basah Raffi sedang bercinta dengan istrinya sampai tugas untuk melunasi tagihan tante Kalina.BRAGH!Bella menggebrak meja saking marahnya setelah mendengarkan cerita Raffi. “Kenapa tidak bercerai saja? Memangnya berapa uang pinalti yang harus dibayar, hah?!” Aji bisa mende
"Kamu akan menikah sore ini! Sekarang bersiap, kita akan berangkat ke kota."Aji berdiri si tempatnya, ia masih mencerna ucapan sang nenek yang terdengar sepintas lalu karena wanita bicara sambil berjalan cepat masuk kamar.pNenek Aji keluar dari kamar membawa dua tas hitam kecil lalu masuk ke kamar Aji. Dengan sembarangan ia memasukkan pakaian cucu laki-lakinya itu. Tidak memilih mana pakaian yang masih pantas mana yang sudah tidak layak."Ni —nikah sama siapa, Uti?" tanya pria 23 tahun itu bingung. Memangnya dia harus menikah dengan siapa? Teman dekat saja dia tidak punya apalagi kekasih!"Gak usah banyak tanya! Anggap saja ini sebagai bayaran untuk merawat anak haram seperti koe!” Wanita tua itu menjawab dengan kasar. Ia melemparkan tas milik Aji ke lantai. Uti Warsih mengambil baju kemeja putih yang warna sudah agak kuning di lemari pakaian lalu meminta Aji untuk memakainya setelah mandi.Mendengar kata anak haram dan hutang budi membuat Aji tidak berkutik, Ia dengan terpaksa men
“Kamu tidur di sofa!” Aji menerima bantal dan selimut pemberian Radhia.Aji menundukkan pandangannya tidak berani melihat sang istri karena saat ini Radhia sedang mengenakan gaun tidur tanpa lengan dengan potongan berleher rendah.Wanita itu berbalik, ia naik ke atas ranjang dan membungkus tubuhnya dengan selimut sampai pinggang. Melihat Radhia yang sudah nyaman di ranjangnya, Aji naik ke atas sofa. Membaringkan tubuhnya sambil memikirkan ucapan nona Bella – wanita yang tadi menyapanya di toko souvenir.Kepala Aji dipenuhi pertanyaan setelah percakapannya dengan nona Bella. Benarkan ia putra Wisnu Hutama yang telah lama hilang?Lelah memikirkan jawaban atas pertanyaan itu didukung keadaan kamar yang dingin, Aji akhirnya terlelap.Ia terperanjat kaget ketika kakinya dipukul oleh sesuatu. Ia yang sedang tidur nyenyak, sampai melompat duduk karena terkejut.“Iya, Uti! Aji bangun.” Aji mengucek mata, menguap lebar membuat Radhia mundur enggan terlalu dekat dengan pria itu.“Jorok!” Radhia
“Kamu OB baru, ya?” Seorang pria dengan tubuh tegap yang juga mengenakan seragam biru seperti Aji menghampirinya.Wajah lelaki itu terlihat kaku dan menyebalkan. Ia menatap Aji dengan pandangan merendahkan, menganggap dirinya senior.“Iya, Mas.” Aji menjawab dengan sopan disertai senyum manis dan ramah. Ia sedang berdiri di depan cermin dan merapikan rambutnya. Lelaki bernama Jamil itu memperhatikan bayangan Aji, heran dengan tingkah Aji.“Percuma mau kamu rapi-rapi juga, nanti juga bau keringet. Sekarang kamu bersihin ruangan Pak Raffi!” titahnya. Ia menahan tawa. Dikepalanya membayangkan Aji yang sedang dimarahi oleh Raffi yang terkenal arogan.Aji yang polos tanpa curiga menanyakan dimana ruang kerja tuan Raffi yang Jamil maksud. Setelah mengetahuinya, ia mendorong troli berisi peralatan kebersihan menuju ke lantai 20.Untung pagi tadi ia sempat bertanya kepada satpam cara menggunakan lift, jadi ia bisa naik ke lantai 10 dengan cepat.Lantai 20 masih sepi, ruang kerja wakil CEO dan
“Apa anda tidak tahu siapa dia?” Bella yang melihat Raffi ingin memukul Aji segera menghampiri dan memisahkan keduanya. “Memangnya siapa dia?” Raffi menaikkan sebelah alisnya, menatap Bella penasaran. Tangan pria itu sibuk merapikan jas dan dasi kemudian membersihkan jas dari debu. “Dia in —”“Saya OB baru. Saya belum tahu kebiasaan pak Raffi. Maaf, Pak.” Aji memotong ucapan Bella. Pandangan Bella beralih menatap Aji heran. Ia melihat Aji menggeleng pelan kemudian paham dengan keinginan pemuda itu. “Bereskan barang-barangmu, setelah itu ikut saya!” Pandangannya beralih kepada Raffi, dengan mata menyipit menatap Raffi tajam. “Sebaiknya anda belajar menjaga sikap anda, tuan Raffi.” Bella berbaik, ia keluar mendahului Aji walau begitu ia masih bisa mendengar Raffi menggerutu bahkan menghinanya. Aji meletakkan trolinya di pantry sesuai perintah Bella. Ia segera menyusul tangan kanan tuan Wisnu itu ke lift dan masuk. Entah kemana Bella membawanya yang jelas wanita itu menekan tombol
Ha-ha-ha“Gimana rasanya dimarahin satu divisi, hah?” Jamil tertawa mengejek saat Aji masuk ke pantry.“Sini, 50 ribu!” Jamil menadahkan tangan ke teman-temannya meminta uang taruhan. Ia yakin Aji tidak sanggup membelikan makan siang untuk satu divisi dan ia memenangkan taruhan mereka.Dilihat dari tampangnya saja, Jamil sudah bisa menebak isi dompet Aji yang tidak seberapa.sambil menggerutu, tiga orang OB yang lain menyerahkan selembar uang berwarna biru kepada Jamil . Pria itu kemudian mengipas-ngipas hasil taruhan ke wajah sambil menepuk pundak Aji.“Makasi, ya! Kamu sudah bikin aku menang banyak.” Ia nyengir, memperlihatkan deretan giginya yang agak kuning karena merokok.“Saya beli makanan buat marketing, kok Mas. Tuh, mereka lagi pada makan siang.” Aji melewati Jamil. Ia mengambil air putih dari dispenser lalu menenggaknya hingga habis. Jantungnya nyaris berhenti berdetak ketika Bella memesan begitu banyak makanan. Ia tidak tahu harus bagaimana membayar semua pesanan itu.Terny