Misi membujuk Yeri dimulai saat Reina dan Yandi tiba di kediaman Yandi. Setibanya di sana, rumah itu terlihat sangat sepi dan tak ada seorang pun yang menjawab panggilan Yandi.
Ia mulai memanggil nama seluruh penghuni rumah, namun tak ada seorang pun yang menjawab. “Kayaknya lagi pada keluar semua. Cuma ada satpam di depan, aja.” Dalam rumah sepi itu, pastinya ada Yeri yang sedang mengurung dirinya di kamar.
Yandi pun segera mengajak Reina naik ke lantai dua dan mengantarnya ke kamar Yeri. Setibanya di depan kamar Yeri, terdengar suara tangisan yang semakin redup. Tangisan itu pastinya milik Yeri yang sedang mengurung dirinya.
Hati gadis itu tersentuh saat mendengar suara tangisan yang semakin lemah. Ia pun langsung mencoba membujuk dan menghibur remaja itu.
Tok... tok...
“Eh... hai... eh... boleh kenalan gak?” tanya Rein canggung.
“Ngapain ajak kenalan?” tanya Yandi berbisik.
“Stt
Sejuta pembahasan panjang sebelum membuat hidangan spesial untuk Yeri akhirnya mencapai penutup. Setelah saling meminta maaf atas hal-hal yang dianggap tak begitu baik. Kedua remaja itu pun segera menuju dapur setelah sempat berhenti di ruang makan untuk berbincang.Yandi selalu berada di samping gadis itu sambil menyiapkan segala alat dan bahan yang diperlukan Reina demi membuat hidangan untuk sang adik.Yandi mulai mengeluarkan bahan-bahan yang dibutuhkan dari lemari pendingin untuk membuat hidangan spesial untuk adiknya, mulai dari roti tawar, cokelat batangan dan keju. Serta menyiapkan alat-alat yang dibutuhkan.Setelah tugasnya selesai, remaja pria itu benar-benar memusatkan seluruh perhatiannya pada Reina yang sibuk menyiapkan roti panggang untuk adiknya. Tak sedetik pun ia memalingkan pandangannya dari gadis yang sedang sibuk menyiapkan makanan sang adik.Terlukis sebuah senyuman di wajah Yandi kala memerhatikan Reina dengan tangan yang sibuk. Ada
“Yuk,” ucap Yandi dan ia pun pergi mengantar Reina ke rumahnya. Kedua remaja itu berangkat dengan seragam sekolah lengkap di tubuh mereka. Meskipun ia berada di rumahnya, Yandi sama sekali tak mengganti seragamnya karena selalu berada di samping gadis itu.Di perjalanan menuju kediaman Reina, kedua remaja itu asyik bercerita. Cerita di antara mereka hanya seputar tentang masa lalu Reina. Gadis itu mulai menceritakan berbagai kisah hidupnya saat masa kanak-kanak, mulai dari kisah sedih hingga kisah yang mengocok perut.Meskipun perjalanan dari rumah Yandi menuju rumah Reina cukup jauh, kedua remaja itu tak merasa bosan berada di dalam angkutan umum yang sesak. Dan Tandi pun tak bosan mendengarkan semua cerita tentang gadis itu. Karena semua itu seperti keinginan dirinya, bahwa ia ingin mengenal gadis itu dengan baik.Cerita masa lalu Reina tak berhenti, meski mereka sudah tak berada di dalam angkutan umum lagi. Yandi dan Reina masi
Waktu terus berjalan dan hari terus berganti. Setiap hari berganti, akhir perjuangan sebagai siswa SMA hampir terlihat. Ujian sekolah kini akan dimulai dalam hitungan hari. Para murid kelas XII pun mulai disibukkan dengan kegiatan yang tak lain adalah belajar.Saat di sekolah, para murid kelas XII selalu disuguhkan soal-soal ujian di tahun-tahun sebelumnya. Kegiatan pembelajaran yang sering dilakukan sebelumnya sudah tak berlaku lagi siswa-siswi kelas XII.Para guru hanya akan membagikan lembar soal dari ujian yang sudah dilakukan di tahun-tahun sebelumnya kepada lara murid. Setelah para murid menyelesaikan dengan batas waktu yang diberikan, maka soal-soal itu akan dibahas bersama. Dan jika ada bagian yang tak dimengerti, maka akan dibahas lebih mendalam lagi.Di masa-masa sebelum ujian sekolah dimulai, semua siswa-siswi kelas XII semakin giat mempersiapkan diri dengan belajar. Ada yang melakukannya secara kelompok atau secara individu, serta melakukannya
Sore ini Yandi bersama Andi, Agus, Doni dan Rino telah berada di kediaman Reina. Namun, Andre belum juga menampakkan batang hidungnya. Padahal saat di sekolah ia sudah berjanji akan ikut belajar bersama di rumah gadis itu.Yandi dan teman-temannya telah tiba di rumah Reina tepat pukul setengah empat sore. Tetapi para remaja itu tidak langsung memulai kegiatan belajar mereka, karena masih menunggu Andre. “Duh... si Andre mana, sih? Ini tuh udah setengah jam. Mana ditelepon gak diangkat lagi,” gerutu Andi sambil terus berusaha menghubungi Andre.“Kayaknya dia gak bakalan datang, deh,” tebak doni. Tebakan Doni sangat tepat karena orang yang sedari tadi ditunggu-tunggu, memang tak akan memunculkan dirinya.“Tadi dia sendiri yang janji bakalan datang, napa malah gak datang,” gerutu Rino.“Mungkin ada sesuatu, jadi dia gak bisa datang,” ujar Reina berusaha menenangkan teman-temannya.“Bisa jadi, sih.
Sore hari itu Andre terus mengurung diri di kamar dengan posisi yang sama di atas kasurnya. Bahkan hingga langit berubah menjadi gelap, remaja itu tak kunjung bangkit dari kasurnya. Ia terus saja berbaring di atas kasurnya sambil memikirkan banyak hal. Pikiran Andre saat ini hanya dipenuhi dengan sebuah persoalan, yang tak lain adalah kedekatan Yandi dan Reina. Hanya karena satu persoalan ini, hampir membuat kepala remaja ini meledak. “Ah... gue harus gimana?” teriak Andre kebingungan.Tak ada lagi ide yang berjalan di kepala remaja itu. Pikirannya sudah mencapai jalan buntu. Meski sudah berpikir selama beberapa jam, Andre masih saja berada di dalam jalan buntu.“Duh... ayo mikir, Andre...” gerutu Andre sambil memukul-mukul bantal tidurnya.“Lo harus mikir gimana caranya, supaya Reina bisa sadar kalau lo suka sama dia. Dan lo harus mikir gimana caranya, supaya Reina suka sama lo,” ujar Andre mencari
“Baik anak-anak, tolong kalian belajar lebih giat lagi. Ujian sudah di depan mata kalian semua. Jadi, bapak harap kalian kurangi bermain-main,” ucap pak Anton menasihati para murid saat kelas hampir berakhir.“Bapak juga minta kalian kurangi aktivitas kalian di dunia sosmed. Nanti kalau kalian sudah lulus, kalian boleh sesuka hatinya aktif kapan pun di sosmed. Tapi untuk sekarang, kalian harus fokus belajar. Karena setelah dari sini, kalian akan lanjut ke tingkatan yang lebih tinggi dan punya kesulitan yang berbeda dari sekarang,” ujar pak Anton melanjutkan nasihatnya.“Baik, pak,” jawab semua murid serentak.“Bapak rasa kalian semua sudah besar, jadi kalian bisa mengerti. Dan pembahasan kita sampai di sini. Ingat, pelajari kembali soal-soal yang sudah kita bahas.,” ucap pak Anton.“Baik, pak,” jawab semua siswa serentak.“Selamat belajar dan semoga ujian kalian minggu depan berjalan
“Halo?!” Belum selesai Rein mengajukan berbagai pertanyaan pada penelepon yang tak dikenalnya, sambungan telepon segera diputuskan oleh orang tersebut. Dan saat ia berusaha untuk menghubunginya kembali, orang tersebut sama sekali tak menjawab satu pun panggilan darinya.“Ah... dasar orang aneh!” teriak Rein kesal.“Sebenarnya dia siapa, sih?! Berani banget dia bilang kalau Yandi bakalan putusin gue!” Gadis itu merasa kesal pada perkataan lelaki itu yang seperti seorang peramal, yang meramalnya akan segera putus dari kekasihnya.“Dia gak tahu apa, kalau Yandi tuh gak bakalan bisa lama-lama jauh dari gue! Lagian kenapa lo dengarin omongan dia, sih?” ucap Rein terus saja mengingat semua perkataan lelaki itu sambil terus menggerutu.“Tuh cowok kayaknya gak tahu kalau Yandi tu cinta mati sama gue,” ujar Rein percaya diri. Ia sama sekali tak menyadari jika rasa suka Yandi padanya mulai memudar.
“Ah...” Teriakan Reina Vicasa sudah terdengar sejak pukul lima pagi. Gadis itu tak bisa memejamkan kedua bola matanya karena melihat semua kiriman foto dan video dari nomor tak dikenal. Saat pertama kali mendapat kiriman serupa, Rein masih tak begitu peduli. Namun saat mendapat kiriman yang kedua kalinya, gadis itu tak bisa lagi mengabaikan semua foto dan video tersebut. Ditambah si pengirim yang tak kunjung menjawab panggilannya melalui sambungan telepon, membuatnya semakin tak tenang. Gadis itu terus saja membayangkan segala hal buruk yang akan terjadi jika ia tak meminta maaf pada kekasihnya. Namun, ia juga merasa sangat enggan untuk meminta maaf terlebih dahulu. Rein mulai membayangkan, jika hubungannya dan Yandi yang berakhir. Dan saat itu sahabatnyalah yang menggantikan posisinya. Semua bayangan yang terlintas di kepala gadis itu, membuatnya tak dapat memejamkan kedua bola matanya walau sebentar. Akhirnya, gadis itu pun tak beristirahat di saat orang la
Kehidupan adalah suatu anugerah dari Tuhan. Kehidupan juga merupakan rahasia. Dalam kehidupan ini tentunya banyak hal-hal yang terjadi di luar dugaan, yang terkadang menghasilkan tawa tetapi dapat juga menghasilkan air mata.Setiap detik, setiap menit dan setiap jam dalam kehidupan ini selalu dipenuhi rahasia. Sebagai manusia kita pastinya tak akan tahu apa yang bisa terjadi beberapa waktu ke depan. Terkadang apa yang kita duga memang terjadi, tetapi sering juga terjadi hal yang tak pernah kita duga.Setelah menjalani kehidupan tanpa kedua orang tuanya, kini Yandi bersama dua saudaranya tak pernah kehilangan senyum lagi. Mereka pun selalu menikmati waktu berkumpul di meja makan.Yani, Yandi dan Yeri selalu memiliki waktu untuk satu sama lain, meski mereka pun sibuk dengan pekerjaan atau pun pendidikan mereka. Suasana rumah Yandi yang dulunya terasa suram, kini terasa lebih cerah. Selalu ada tawa dan kebahagiaan. Tak hanya ada tangis melulu, atau tekanan melulu. Ketiga bersaudara itu
Kehidupan memang selalu diisi oleh berbagai hal. Kadang yang mengisi kehidupan adalah hal-hal yang sudah kita duga. Tapi terkadang juga diisi dengan hal-hal yang tak pernah diduga. Hari-hari Ami dan Vian kini dijalani dengan penuh air mata. Keduanya kini resmi memilih untuk tak berjalan bersama lagi. Ami dan Vian telah sepakat untuk menjalani kehidupan masing-masing. Namun mereka masih tetap mengurus Reina sebagai anak bersama-sama. Hanya saja, baik Vian maupun Ami saling membatasi diri. Setelah berhenti menjadi asisten rumah tangga Yandi dan keluarganya, kini Ami mulai membuka usaha kecil-kecil dari uang yang kerja kerasnya selama ini. Yani sendiri memberikan uang dalam jumlah yang cukup fantastis kepada Ami. Gasia itu memberikan Ami uang sebagai gaji terakhirnya dan juga sebagai ganti rugi atas perbuatan Yena. Uang yang diberikan Yani pada wanita itu adalah uang milik kedua orang tuanya. Ami kini telah membeli sebuah gerobak yang akan digunakannya untuk berjualan. Ia membeli gerob
Keputusan Ami untuk membiarkan Reina tetap berhubungan dengan Ayahnya adalah sebuah keputusan besar. Namun ia sadar, bahwa putrinya tak akan pernah bahagia jika ia terus melarangnya. Ia pun sadar bahwa Reina tak akan tinggal diam saja, jika ia terus melarangnya. Sehingga ia merasa apa pun larangan yang ia beri, itu tak akan membuat putrinya berhenti menemui ayahnya.Keputusan Ami untuk tetap membiarkan Vian berhubungan dengan putrinya lagi, membuat Vian merasa senang. Namun, di sisi lain ia pun merasa sedih. Saat memeluk Reina, Vian menyadari bahwa ia mengharapkan sesuatu yang lebih dari itu. Ia sebenarnya tak hanya ingin membuat Ami menghilangkan larangannya itu. Sebenarnya Vian dan Ami menginginkan hal yang sama. Jauh di dalam lubuk hati mereka, ada suatu keinginan yang tertahan sejak lama dan kini harus dikubur mereka sedalam-dalam.Tak hanya Ami, Vian pun sangat ingin rumah tangga mereka telah hancur dulu, bisa kembali lagi. Namun, itu semua susah tak mungkin lagi. Sejak Vian
“Reina! Keluar lo, gue belum selesai ngomong!” teriak Rein gigih. Meski Reina sudah meninggalkan, namun ia tak menyerah. Reina pun kembali menemuinya. “Ada apaan lagi?” tanya Reina.“Gue mau tahu, ya. Lo harus jauh-jauh dati papi gue!” ujar Rein sembari menunjuk Reina.Reina memutar bola matanya dan menggeleng pelan kepalanya. “Lo paham kata-kata gue tadi?!” tanya Reina geram. “Gue rasa udah jelas, ya. Jadi gak perlu ulangin lagi.”“Gak! Gue gak terima, gue gak mau dan gak sudi lo ngerrbut semua milik gue!” balas Reina.“Gue gak pernah rebut milik lo, ya! Mau Yandi atau pun papi, lo gue kan udah bilang, gue udah bilang kalau gue gak ngerebut mereka,” jelas Reina. “Lagian om Vian bukan cuma papi lo, doang! Jadi lo gak bisa ngelarang gue!” tegas Reina.“Gue gak mau hidup gue hancur karena lo!” teriak Rein.“Gue gak pernah ngehancurin hidup lo, ya! Harusnya gue yang marah-marah ke lo dan lo, karena mami itu udah hancurin hidup gue!” balas Reina. “Asal lo tahu, gara-gara mami lo, gue jad
Hidup Rein sebagai anak tunggal dan satu-satunya anak kesayangan Vian hancur begitu saja dalam waktu singkat. Hidupnya terasa begitu gelap semenjak mengetahui semua kebenaran tentang kedua orang tuanya.Sejak saat itu, Rein hanya mengurung dirinya di kamar. Ia bahkan tak makan maupun minum sama sekali. Kondisi tubuhnya pun semakin melemah.Suasana rumah itu pun menjadi sangat gelap. Semenjak semuanya terbongkar, tak ada lagi percakapan yang terjadi, selain pertengkaran Nia dan Vian.Nia terus saja meminta Vian untuk tak kembali kepada Ami. Sesekali ia juga memaksa Vian untuk tak menemui Reina. Namun Vian tetap menolak semua permintaan sang istri.Semua pertengkaran itu selalu saja didengar oleh Rein. Pertengkaran itu membuatnya tak ingin menginjakkan kakinya di tempat lain, selain kamarnya. Ia yang selalu berada di dalam kamarnya pun membuat Vian khawatir. Vian selalu mendatangi kamarnya, namun gadis itu selalu mengusir Vian. Hal yang sama pun terjadi pada Nia. Rein sangat marah besa
Suasana yang canggung kini telah pergi dan diganti dengan suasana sedih. Air mata Reina banjir malam itu. Gadis itu hanya bersandar pada Yandi dan terus meneteskan air matanya.Yandi tak tahan melihat Reina terus-terusan meneteskan air matanya. Ia berusaha memikirkan sebuah cara. Namun, ia pun tak bisa menemukan cara yang tepat.Permasalahan dalam keluarga adalah permasalahan yang sering dialaminya. Namun, ia bukanlah orang yang suka mencari jalan keluar. Ia adalah orang yang sering membantah dan melawan. Sehingga sulit baginya untuk membantu Reina menemukan jalan keluar untuk masalahnya.“Eh... sorry, sorry. Gue malah nangis gak jelas lagi,” ucap Reina segera menghapus air matanya. “Gak papa kali. Gak perlu minta. Gue malah senang kalau lo mau cerita,” ucap Yandi lembut.“Eh... tapi kayaknya lo gak bisa di sini lama-lama, deh. Soalnya ini udah mau jam sepuluh,” ucap Yandi merasa tak enak hati. Tanpa sadar mereka menghabiskan cukup banyak waktu dan kini waktu hampir menunjukkan pukul
Kaki Reina terus melangkah menjauhi rumahnya. Semakin lama, semakin jauh ia melangkah. Namun, gadis itu bahkan tak tahu ia harus terus melangkahkan kakinya ke mana. Reina terus berjalan tanpa henti. Tubuh serasa lesu. Tenaganya habis terkuras setelah banyak meneteskan air mata. Pikirannya pun menjadi sangat kacau.Tit.... Tit....“Ha?” Reina terkejut dengan suara klakson mobil yang begitu dekat dengannya. “Reina, lo—lo habis kenapa?” tanya Andi khawatir setelah melihat mata Reina yang sembab. “Gak papa, kok,” jawab Reina dengan suaranya yang serak.“Tuh... tuh... suara lo serak kayak gitu, masih aja bilang gak papa.” Perkataan Reina tak mencerminkan keadaannya yang terlihat jelas tak baik-baik saja. “Lagian lo mau ke mana, sih?” tanya Andi.“Gak tahu,” jawab Reina. Andi pun merasa aneh dengan jawaban gadis itu. Namun satu hal yang biasa ia pastikan, bahwa gadis itu sedang tidak baik-baik saja. “Ya udah. Kalau gitu, mendingan lo naik, deh. Entar gue antarin lo ke mana, aja,” ujar And
“Reina...” teriak Ami, namun putrinya tak menghiraukannyaHari ini seharusnya menjadi hari yang membahagiakan bagi Ami, karena hari ini ia bisa segara menjemput putrinya. Ia pun bisa kembali berkumpul bersama putrinya tanpa harus berpisah lagi. Hari ini, Ami sengaja berhenti dari pekerjaannya. Ia memilih berhenti agar ia bisa mengurus putrinya yang sedang sakit. Meski Yani dan Yeri tak setuju, namun mereka tak bisa menahan Ami. Mereka pun harus melepaskan Ami, agar ia bisa merawat putrinya. Selain itu, mereka saat ini mulai mengalami masalah keuangan. Melepaskan Ami di kondisi sekarang adalah salah satu pilihan untuk mengurangi pengeluaran. Semenjak kedua orang tua mereka berada di tahanan, pekerjaan mereka pun tak ada yang mengurusnya. Baik Yani maupun Yandi, keduanya sama-sama tak berminat melanjutkan pekerjaan orang tua mereka. Belum lagi, mereka harus membayar tagihan rumah sakit Yandi.Yani adalah satu-satunya anggota keluarga yang susah bekerja selain kedua orang tuanya. Yand
Semua teka-teki dari beribu pertanyaan di kepala Reina kini telah terpecahkan. Namun, ia tak menyangka jika semuanya sangat menyakitkan. Rasa sakit itu bukan hanya semata-mata karena kebohongan Ami. Semenjak mendengar pertengkaran Vian dan Nia, Reina sudah tahu bahwa selama ini Ami telah membohongi dirinya tentang ayahnya yang susah meninggal.Reina memang merasa kecewa dan sedih. Namun, setelah ia mendengar perdebatan bundanya dan Vian, ia merasa sangat sakit hati dengan sikap bundanya. Reina yang terlanjur sakit hati pun memilih untuk menjauh dari Vian dan Ami. Ia berlari sekuat mungkin menjauhi mereka, tanpa tahu ke mana ia harus terus berlari.Kaki Reina terus melangkah dan melangkah, dan tanpa sadar ia berlari menuju tempat yang tak asing. Ya, tempat itu adalah tempat yang sering dikunjunginya. Tanpa sadar, Reina terus melangkahkan kakinya menuju tempat pemakaman umum. Suatu tempat yang sering ia kunjungi, ketika ia merindukan sosok seorang ayah.“Ayah?” Tubuh Reina terasa lem