Aku meraba pinggang belakangku dengan tangan kananku dan mencabut sesuatu yang menancap pada badanku. Begitu benda itu terlepas dari pinggangku, aku merasakan rasa sakit yang lebih menyakitkan dari sebelumnya dan kurasakan darahku merembes keluar dari luka itu.
Kulihat benda yang baru saja kucaput dari pinggang belakangku, benda itu adalah sebuah belati. Belati tajam itu dilumuri oleh darah segarku.
Kualihkan pandanganku ke arah Layla dan menggertakkan gigiku. "Kamu ..?!" geramku sambil menggenggam erat senjata tajam yang ada di tangan kananku.
"Aku tidak bisa menggunakan 'Arte'-ku kepadamu, itu berarti kamu sudah tidak mempercayaiku lagi, tapi kenapa kamu malah melindungiku dari serangan mereka? Kamu aneh, ya?" heran Layla sambil tersenyum sinis.
"Aku sudah melindungiku, tapi kamu malah menusukku seperti ini ... kamu membuatku menyesal karena sudah melindungimu. Seharusnya kubiarkan saja kamu diberondongi serangan 'boneka-bonekamu,' " sesalku sembari men
Setelah terbang dan menghindari kejaran pasukan elit negara dan Custodia, akhirnya aku berhasil menjauh dari pusat Kota Centralis, Ibu Kota negara ini.Saat ini, aku sedang berada di bagian selatan luar Ibu Kota. Wilayah ini tidak semaju di bagian pusat kota. Tidak banyak gedung pencakar langit berdiri di wilayah ini, malahan tempat ini terlihat cukup kumuh.Aku berjalan dan melompati atap-atap bangunan yang ada di daerah ini karena jalanan di bawah dilalui oleh rakyat jelata. Aku tidak tahu apakah pikiran mereka juga telah dikendalikan oleh Layla atau tidak. Oleh karena itu, untuk berjaga-jaga aku akan menghindari mereka.Saat memperhatikan sekelilingku, mataku menangkap ada suatu penampakan di atas salah satu gedung kaca yang berada cukup jauh dariku. Penampakan itu terlihat menyerupai figur manusia yang berwarna serba hitam.Aku pun memutuskan untuk mendekat ke bangunan dimana aku melihat penampakan itu. Begitu aku sudah cukup dekat dengan mereka, baru
Anggota Fylax yang kutemui di salah satu atap gedung membawaku ke sebuah bangunan kosong yang sepertinya sudah lama tidak digunakan.Bagian luar bangunan bertingkat 4 itu terlihat suram. Rerumputan yang ada di perkarangan bangunan itu begitu panjang karena tidak pernah dipotong. Lumut-lumut juga menempel di beberapa bagian dinding.Kami berjalan memasuki bangunan yang tampaknya merupakan bekas gedung kantor suatu perusahaan.Bagian dalam bangunan ini kosong melompong. Tak ada satu pun perabotan yang menghiasi ruangan ini. Tempat ini juga minim cahaya karena tidak ada lampu yang menyala, pencahayaan ruangan ini hanya bergantung pada sinar matahari yang masuk dari jendela.Aku dan anggota Fylax yang membawaku ke tempat ini melangkah semakin ke dalam bangunan ini. Selama kami berjalan, aku merasakan adanya kehadiran orang lain di dalam gedung terbengkalai ini.Jumlah mereka ada banyak, mungkin sekitar puluhan orang dan mereka tersebar di sepenjuru lan
Bunyi serangan mereka masih berlanjut. Orang-orang yang menyerang perisaiku masih belum menyerah walau serangannya tidak berhasil. Kegigihan mereka membuatku tertawa kecil. 'Kegigihan? Itu lebih terlihat seperti keras kepala.'Tanpa aba-aba, kurasakan seseorang memegang pergelangan kakiku. Aku tersentak kaget dan langsung melihat ke bawah. Kulihat sebuah tangan manusia keluar dari lantai dan mencengkeram kakiku.Kutarik kakiku untuk melepaskan cengkeraman tangan itu dari pergelangan kakiku. 'Sial, ini pasti karena perisaiku tidak mencakup bawah tanah, makanya dia bisa menyerangku dari bawah.'Cengkeraman tangan itu terlepas dari kakiku. Aku melangkah mundur untuk menjauhinya hingga punggungku menyentuh dinding bagian dalam perisai bola ini.Orang yang menyerang dari bawah tanah itu mulai memanjat keluar dari lantai. Permukaan lantai dari tempatnya muncul menjadi pecah. Seluruh tubuh anggota Fylax itu telah keluar dari lantai. Dia menggenggam erat sebuah b
Aku menyilangkan tanganku di dada. "Mereka yang memulainya duluan," balasku menyalahkan bawahannya.Seseorang berjubah hitam bangkit dari sikap berlututnya dan hendak menghampiriku. "Sialan kamu ...!" geram salah seorang anggota Fylax. Suara bisikan dari orang-orang yang ada di sekitar mengiringi geramannya.Pemimpin mereka mengangkat tangan kanannya sehingga tempat ini menjadi hening seketika. Orang itu pun mengurungkan niatnya dan kembali berlutut di lantai.Setelah situasi kembali tenang, pemimpin Fylax menurunkan tangannya dan melangkahkan kakinya menghampiriku."Trystan, terima kasih karena sudah datang ke sini. Aku akan langsung ke intinya saja, aku mau mengajakmu untuk kembali ke Fylax," ujarnya sambil berjalan ke arahku.Hening. Tidak ada yang berkata apa-apa setelah mendengarnya ingin mengajakku untuk kembali ke organisasi anti-pemerintah itu. Kupikir bawahannya akan memprotes atasannya yang ingin merekrutku.Selain itu, aku sendiri
Dia memunculkan sebilah pedang yang terbuat dari api lalu mengarahkannya ke mukaku. Kurasakan hawa panas yang memancar dari pedang itu menyentuh kulit wajahku. Rasanya mukaku seakan-akan terbakar walau tidak bersentuhan dengan pedang api itu."Kamu harus memberi tahu semua yang kamu ketahui tentang Quattor. Karena kamu sudah mendedikasi hidupmu pada mereka sejak mereka menangkapmu 13 tahun yang lalu, kamu pasti tahu rahasia mereka yang tidak diketahui oleh orang luar," ujarnya.Dia masih mengarahkan senjatanya yang menyala-nyala ke mukaku. Aku tidak dapat menggerakkan kepalaku karena jika aku menggerakkannya sedikit saja, api itu akan mengenai mukaku dan membakarku hidup-hidup."Baiklah, sekarang singkirkan pedangmu dari mukaku," balasku. Walaupun baru kurang dari semenit dia mengarahkan pedangnya ke mukaku, keringatku mulai bercucuran membasahi wajahku akibat terpapar hawa panas dari pedang apinya.Pedang yang terbuat dari api itu langsung lenyap dari de
Aku menyindir Layla yang tidak hadir di sini. "Mungkin supaya dia menjadi orang yang paling berkuasa di negara ini."Pemimpin Fylax menganggukkan kepalanya menyetujui perkataanku. "Kedengarannya itu masuk akal. Mungkin dia sengaja menyingkirkan mereka supaya tidak ada lagi orang yang memiliki kekuasaan setara dengannya di negara ini."Entah kenapa perbincangan kami terdengar seperti menteri yang membahas tentang permasalahan negara, padahal kami adalah orang-orang yang dianggap sebagai teroris karena melawan pemerintah.Bibirku melengkung naik membentuk sebuah senyuman sinis. 'Ironis sekali, kelompok orang yang dicap sebagai teroris adalah orang-orang yang memperjuangkan kebenaran, sedangkan pemerintah yang dipuja-puja oleh rakyat merupakan penjahat yang sebenarnya.'Selama hampir satu jam kami membahas mengenai kondisi pemerintahan saat ini dan merancangkan rencana penyerangan terhadap satu-satunya orang yang paling berkuasa di negara saat ini, Layla.
Saat itu aku sedang menyendiri. Bukan karena aku tidak ingin bergaul dengan yang lainnya, tetapi karena anggota-anggota Fylax lainnya menghindariku. Aku tidak melakukan apa-apa, tetapi aku selalu ditatap dengan tatapan tajam dan mendapatkan umpatan dari mereka.Telingaku menangkap bunyi langkah kaki yang bergerak mendekatiku. Aku tidak mempedulikan siapa yang menghampiriku dari belakang dan tetap memandang ke luar jendela. 'Palingan orang itu ingin mencari masalah denganku seperti yang lainnya.'Kurasakan sebuah tepukan pelan mengenai pundakku. Kubalikkan badanku untuk melihat siapa yang menepuk pundakku. Seseorang yang mengenakan jubah hitam dan topeng putih khas Fylax.Walaupun dia mengenakan sebuah topeng pada mukanya, aku dapat melihat seperti apa wajahnya dengan jelas berkat topeng serupa yang sekarang kukenakan. Topeng putih ini telah disihir sehingga dapat membuat penggunanya dapat melihat wajah pengguna lainnnya.Dia terlihat seperti seorang wanit
'Atom' tersenyum kesal lalu langsung menerjangku. Dia melayangkan sebuah tinjuan ke arahku. Kuhindari serangannya dengan melompat ke kanan. Tak disangka-sangka, tinjuannya menimbulkan sebuah ledakan yang besar dan diikuti oleh bunyi yang menulikan telinga. Gelombang kejut yang disebabkan oleh efek serangannya membuatku merinding. Kutolehkan kepalaku ke kiri untuk melihat lawanku. Dia masih berada di posisinya. Kulihat keadaan permukaan tanah yang berada di bawahnya, tercipta sebuah kawah beradius 2 meter di bawah kakinya. Aku menelan ludahku karena gugup. 'Itu gila ... kalau tadi aku tidak menghindarinya jauh-jauh, mungkin nasibku akan sama seperti permukaan tanah itu.' 'Atom' menolehkan kepalanya ke arahku dan menyeringai. "Kenapa mendadak diam begitu? Apa kamu terkejut melihat kehebatanku?" tanyanya dengan nada sombong. Aku menahan kekesalanku dan memutuskan untuk mengabaikan apa pun yang dia katakan. Kuciptakan sebuah tombak kegelapan lalu
Ekspresi mukanya yang menahan kesakitan perlahan berubah menjadi lega karena akan segera terbebas dari siksaan api itu. "Terima kasih, Trystan ...," ucapnya berterima kasih kepadaku.Setetes air mata keluar dari mata kanannya lalu jatuh ke kobaran api di bawah dan lenyap tak bersisa. "Semoga di kehidupan selanjutnya ... kita tidak akan bermusuhan lagi." Layla mengucapkan kata-kata terakhirnya sebelum aku mengakhiri hidupnya di tempat dan saat ini juga.Kejadian itu terputar-putar di kepalaku puluhan, ratusan, bahkan ribuan kali terulang di dalam kepalaku. Ingatan itu masih menghantui pikiranku hingga hanya ingatan itu saja yang menjadi satu-satunya hal yang memenuhi pikiranku.Satu bulan telah berlalu sejak saat itu, aku dapat keluar dari alam bawah sadar Layla dan kembali ke dunia nyata dengan selamat, tanpa luka sedikit pun. Bagiku waktu 1 bulan itu terasa begitu lama seolah-olah terhenti.Aku berdiri di depan makam yang sederhana. Aku berjongkok di dep
"Kamu tidak percaya padaku? Aku janji aku benar-benar akan mengeluarkanmu dari sini kalau waktunya tiba," tanya Layla yang diikuti dengan mengucapkan janji yang tidak kuketahui apakah dia dapat memegang janjinya atau malah mengingkarinya.Saat aku hendak membalas perkataannya, tiba-tiba langit biru berawan yang ada di sekeliling kami berubah menjadi jingga. Langit itu berwarna jingga bukan karena senja telah tiba, melainkan karena kobaran api yang muncul di mana-mana.Tidak hanya langit di sekeliling kami saja yang dilahap oleh api, Layla yang berdiri di hadapanku ikut terbakar. "Kyaaa! Panas!!" Dia langsung menjerit kesakitan ketika kobaran api itu melahap dirinya. Kulihat kulit sekujur tubuhnya mengalami luka bakar yang parah."Sebenarnya apa yang terjadi?" gumamku yang keheranan. Aku tidak tahu kenapa situasi di alam bawah sadarnya mendadak berubah menjadi seperti neraka. 'Apa ini hukuman dari Dewa atas perbuatan-perbuatan Layla yang tidak manusiawi itu?'
"Sepertinya aku bisa menebak kenapa dulu kamu bilang begitu," ujarku sambil melepaskan pegangan tanganku dari pergelangan tangan Layla.Layla menarik tangan kanannya dan memegangi pergelangan tangannya yang memerah, padahal aku tidak sekuat itu memegang pergelangan tangannya hingga dapat semerah itu.Layla mengangkat kedua alisnya dan menantangku. "Kalau begitu, coba tebak kenapa dulu aku bilang begitu."Bibirku melengkung ke atas mendengar Layla menantangku seperti itu. Aku pun menimpali perkataannya dengan tebakanku yang kuyakin 100% benar."Dulu aku mencintaimu karena kamu mengendalikanku untuk jadi begitu, kan? Makanya semenjak aku sudah berhenti mempercayaimu, aku tidak lagi mempunyai perasaan suka padamu karena aku sudah terlepas dari kendalimu."Layla terdiam mendengar jawabanku. Dia tidak membantah tebakanku. Tampaknya apa yang kutebak itu tepat sasaran, makanya dia tidak dapat menyanggah perkataanku.Aku tersenyum sinis kepada Layla
Layla tersenyum mendengar pertanyaanku. Dia pun menjawab rasa heran dan penasaranku. "Sepertinya kamu lupa kalau kita bisa menggunakan kekuatan kita melewati batas yang seharusnya. Yah, yang pasti bakal ada efek sampingnya." Hampir saja aku lupa dengan hal itu, 'melewati batas', yaitu kemampuan seseorang untuk menggunakan 'Arte'-nya melewati batas tingkat absolutnya. Tentunya akan ada efek samping yang mengikuti setelah digunakannya kemampuan untuk melewati batas itu. Seperti saat aku menggunakan 'Arte'-ku untuk melenyapkan Kapten Giedrius yang tingkat absolutnya berada di atasku, energiku langsung terkuras banyak hingga hampir tidak bersisa. Menggunakan 'Arte' sampai melewati batas dengan berlebihan dapat memberikan efek samping yang fatal, bahkan dapat membuat penggunanya mati. Contohnya, Alcyone, anak perempuannya kakek Fero dan nenek Nevada. "Kenapa kamu sampai melewati batas kekuatanmu? Kamu tahu 'kan risikonya sebesar apa kalau kamu menggunakann
"Sekarang semua orang yang kamu kendalikan sudah mati, kali ini apa yang akan kamu lakukan?" tanyaku kepada Layla.Layla menyeringai mendengar pertanyaanku. "Semua orang katamu? Kamu salah, Trystan. Mereka bahkan belum mencapai seperempat dari total orang yang sudah kukendalikan," balasnya.Aku terdiam mendengar jika ratusan orang itu tidak sampai seperempat dari keseluruhan orang yang dikendalikannya. Itu berarti, ada ribuan orang yang telah dikendalikan olehnya.'Benar juga, penduduk kota Boreus saja jumlahnya lebih dari 5.000 orang. Jumlah orang yang sudah dikendalikannya lebih banyak dari yang kukira.'Layla beranjak dari tempatnya berdiri. Dia melangkahi tubuh-tubuh tak bernyawa yang berserakan di atas lantai.Entah apa tujuannya berjalan menghampiriku. Aku menciptakan sepasang pedang yang melayang di sisi kiri dan kananku, bersiaga jika dia akan melakukan sesuatu terhadapku.'Dia tidak akan bisa mengendalikan pikiranku lagi karen
Aku menaikkan salah satu alisku karena heran melihat Layla tiba-tiba tertawa seperti itu. "Apa yang lucu sampai membuatmu tertawa begitu?" tanyaku dengan nada serius.Setelah tertawa dengan nyaring selama beberapa detik, akhirnya tawanya itu reda juga. Dia menyeka air mata yang menggenang pada sudut matanya lalu menjawab pertanyaanku. "Haha, ... itu karena kamu terlalu bodoh sampai-sampai bisa membuatku tertawa begini."Layla mengembalikan ketenangannya dan berhenti tertawa. Dia menatapku dengan instens dan tersenyum menyeringai. "Kamu pikir hanya karena aku bersedia untuk mati di tanganmu berarti aku juga bersedia untuk menyerah dan berhenti mengendalikan mereka?"Bodoh, kamu terlalu naif sampai-sampai kelihatan seperti orang tolol," hina Layla sambil memandang rendah aku.Kepalan tanganku semakin kuat hingga kuku jariku menggali ke dalam kulit telapak tanganku. Tak kurasakan lagi rasa sakit yang menusuk telapak tanganku dan lengan kananku yang terluka.
Rasa sakit pada lengan kananku semakin menusuk-nusuk. Aku mengkesampingkan rasa sakit itu dan memfokuskan perhatianku sepenuhnya pada Aquilo yang berdiri tak jauh di depanku. Dia telah bersiap untuk menyerangku lagi.'Sebisa mungkin aku harus menahan kekuatanku supaya dia tidak sampai terluka parah atau bahkan mati. Membuatnya pingsan sudah cukup.' Aku berpikir keras memikirkan bagaimana aku akan menghentikan dia dengan luka seminim mungkin.Kulihat Aquilo melemparkan serangan jarak jauh ke arahku lagi dan langsung beranjak dari tempatnya dan menerjang ke arahku. Aku melompat mundur untuk menjaga jarakku darinya.Kuciptakan 4 buah anak panah yang terbuat dari kegelapan yang dipadatkan. Salah satu dari keempat anak panah itu terbang ke arah misil 'Arte' yang dilemparkan oleh Aquilo. Kedua serangan jarak jauh itu saling bertubrukan dan menimbulkan ledakan kecil.Satu anak panah lainnya melesat ke arah Aquilo, tetapi dia dapat menghindarinya dengan mudahnya.
Kuhindari serangannya dengan melompat mundur untuk berjaga jarak darinya, mengantisipasi ledakan yang ditimbulkannya. Muncul ledakan yang tidak begitu besar dari tinjuannya yang mengenai udara kosong itu.Aku tidak menyangka akan bertemu dengannya di sini. 'Padahal dia tinggal di Kota Boreus, bagaimana bisa dia ada di Ibu Kota saat ini?'Aquilo kembali menerjang ke arahku dan melayangkan tinjuan lainnya. Aku mengepalkan tangan kiriku dan membalas tinjuannya dengan tinjuku. Kekuatan kami saling beradu dan menimbulkan ledakan yang cukup besar.Sebuah luka goresan muncul pada pipi kanan Aquilo. Efek dari ledakan itu menyebabkan luka kecil pada wajahnya. Cairan merah keluar dari luka itu dan mengalir menuruni lekukan mukanya.Di sisi lain, tidak ada luka baru yang timbul pada diriku karena sedetik sebelum ledakan itu terjadi, aku menciptakan perisai kegelapan untuk melindungi diriku.Kulihat Aquilo hendak menyerangku sekali lagi tanpa memberikan aku wa
"Apa nanti kamu tidak akan menyesal karena sudah membunuhku?" tanya Layla yang kini membuka kedua matanya untuk melihatku.Aku terdiam sejenak saat mendengar pertanyaan itu. Sebuah senyuman kecil terbentuk pada bibirku."Mungkin iya, mungkin tidak," jawabku dengan tidak pasti. Aku ingin menjawab jika aku tidak akan menyesalinya, tetapi di lubuk hatiku yang terdalam, sepertinya aku akan menyesal.Aku membuka mulutku lagi dan berkata, "Tidak peduli apa aku akan menyesal atau tidak, aku akan tetap membunuhmu untuk mengakhiri perang ini."Mendengar perkataanku, Layla kembali memejamkan kedua matanya dan tersenyum tipis. "Begitu, ya ... oke, kamu bisa membunuhku sekarang," ujarnya yang sudah siap untuk menyerahkan hidupnya padaku.Aku menggenggam erat gagang pedang hitam di tanganku. "Pada akhirnya kisah kita berakhir seperti ini, Layla," gumamku dengan suara kecil. Kuayunkan pedang ini ke kanan untuk memotong lehernya Layla.Sekali lagi sebuah s