Home / Romansa / Broken Flower / 67. Deep feelings

Share

67. Deep feelings

Author: Ikabelatrix
last update Last Updated: 2024-08-04 23:53:34
Malam itu, angin berhembus lembut, membawa suara ombak yang memecah di kejauhan. Di dalam kamar yang diterangi cahaya bulan samar, ketegangan terasa nyata. James mengunci pergerakan Grassiela dengan tatapannya yang dominan. Di wajahnya terlukis keteguhan dan kemarahan yang tertahan.

Sementara Grassiela membalas tatapan tajam itu, menolak untuk menunjukkan rasa takut meski hatinya berdebar dengan keras. Di antara mereka, cemburu menguap seperti uap yang mengisi ruangan, menyelubungi setiap sudut dengan ketidakpastian.

"Aku bukanlah orang yang akan tunduk padamu." Kata-kata Grassiela adalah perlawanan kecil di tengah lautan emosi yang meluap-luap, sebuah pernyataan yang menunjukkan bahwa dirinya tak semudah itu untuk ditaklukkan.

"Kau pikir bisa lolos begitu saja setelah menamparku?" Sorot mata James tak mengisyaratkan ampun.

Grassiela menahan napasnya, berusaha menenangkan diri dari ketakutan yang perlahan merayap. Lalu James melanjutkan kalimatnya, "Kau telah membuatku gila, Grassi
Ikabelatrix

Apa yang kalian harapkan dari bab ini? Ayolah.. Iya, James kasar & manipulatif. Tapi bukankah masih bisa kita bicarakan? Wkwk.. Btw, makasih ya karena masih stay di sini.. (di rumah Paolo maksudnya)

| 5
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Broken Flower   68. Grassiela mission

    Pagi itu, sinar matahari lembut menyusup di antara dedaunan hijau, menciptakan bayangan yang menari-nari di atas meja bulat tempat Grassiela duduk. Di hadapannya, piring-piring kecil berisi beragam makanan khas Italia tersaji menggugah selera, aroma kopi espresso yang kuat menguar di udara. Namun, meski sarapan begitu melimpah, Grassiela menikmati semua hidangan tersebut sendirian, mengabaikan orang-orang yang tampak sibuk di sekitarnya. Dia melirik sekilas ke arah James, suaminya, yang tampak serius berbincang dengan Paolo di kejauhan. Suara mereka terdengar rendah dan terputus-putus, membahas sesuatu yang tak ingin Grassiela ketahui. Pandangannya kemudian beralih ke arah Alexsei dan Fausto yang dikelilingi belasan anggota mereka, kepala-kepala tertunduk saling berbisik, jelas merencanakan sebuah strategi yang berbahaya. Grassiela tahu, mereka pasti sedang menyiapkan serangan atau semacamnya. Namun, kini dia tidak lagi peduli. Setelah kejadian semalam, dia merasa posisinya di antara

    Last Updated : 2024-08-14
  • Broken Flower   69. Night shadows

    Kelab malam elit itu berkilauan dengan gemerlap lampu dan musik yang menggelegar. Para tamu yang berkelas, berpakaian mewah dan anggun, menikmati malam mereka tanpa tahu apa yang akan segera terjadi. Di tengah keramaian, sebuah kelompok yang tak dikenal bergerak dengan tenang. Mereka mengenakan pakaian hitam yang mencolok, mata mereka tajam, mengawasi setiap sudut ruangan. Di depan kelompok itu, seorang pria bertubuh besar dan berwajah keras memimpin. Alexsei, pria Rusia dengan sorot mata tajam, mengisyaratkan kepada anak buahnya untuk bersiap. Dengan satu anggukan kepalanya, semuanya bergerak serentak. “Sekarang!” perintah Alexsei dengan suara dingin. Tanpa ragu, mereka mengeluarkan senjata dan menembakkannya ke plafon. Suara tembakan bergema di seluruh ruangan, mengalahkan dentuman musik yang sedang bermain. Plafon yang dihiasi lampu-lampu kristal hancur berantakan, menyebabkan pecahan kaca berjatuhan seperti hujan tajam. Seketika, suasana berubah menjadi kekacauan total. Orang-or

    Last Updated : 2024-08-21
  • Broken Flower   70. Queen and a monster

    Paolo mengemudikan mobil dengan cepat melewati jalan-jalan kota yang mulai sepi. Di sampingnya, Grassiela duduk dengan mata terfokus ke depan, seolah-olah mencoba menembus kegelapan malam untuk menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaannya. Di dalam hatinya, ada kegelisahan yang sulit diabaikan. Ketika mereka tiba di depan kelab, Grassiela lansung merasakan ada sesuatu yang salah. Tempat yang biasanya gemerlap, kini mencekam dengan orang-orang berpakaian serba hitam berkeliaran. Mereka tampak berjaga, bersama aura gelap yang menggantung di udara. "Romeo's Night?" Grassiela memandang Paolo tak mengerti. Dia bahkan tidak tahu bahwa James berada di gedung yang terlihat kacau ini. "Apa yang terjadi?" Paolo menatap Grassiela dengan penuh keyakinan. "Ada sesuatu yang harus James lakukan di dalam. Aku yakin, sesungguhnya kau sudah tahu siapa James sebenarnya," kata Paolo. "Sekarang, aku harap kau siap untuk apa pun yang akan kau lihat. Kemudian tanyakan pada dirimu sendiri, apa arti

    Last Updated : 2024-08-25
  • Broken Flower   71. Game over

    Di sebuah ruangan redup dengan cahaya dari perapian yang hangat, James yang dikenal sebagai ahli strategi dengan otak tajam, duduk di ujung meja panjang, wajahnya tegang namun penuh determinasi. Alexsei, Fausto, dan Paolo duduk di sekelilingnya, memperhatikan dengan saksama peta yang terbentang di tengah meja.“Aku ingin semuanya berjalan mulus. Tidak ada kesalahan. Kita hanya punya satu kesempatan,” James membuka percakapan dengan suara dingin yang menggetarkan ruangan. Matanya menyapu wajah mereka satu per satu, memastikan mereka mengerti betapa pentingnya rencana ini.Paolo, seorang pria Italia bertubuh tegap dan wajah yang rupawan, mengangguk pelan. "Aku sudah memetakan semua jalur keluar. Kita bisa keluar melalui gudang, atau jika situasi mendesak, ada terowongan bawah tanah yang bisa kita gunakan. Namun, pintu belakang adalah pilihan terbaik jika kita ingin menghindari perhatian."James mengangguk. "Bagus. Kita harus pastikan tidak ada yang melarikan

    Last Updated : 2024-09-03
  • Broken Flower   72. Long journey

    Setelah tubuh Borsellino tumbang, suasana menjadi semakin kacau. Para tamu mulai berdesakan untuk melarikan diri. James segera memberi sinyal kepada Fausto dan Alexsei untuk segera meninggalkan tempat itu, sementara dia sendiri mulai mundur ke arah pintu. Alexsei membuka akses agar James dapat kembali ke mobilnya dengan aman. Namun saat James baru saja akan masuk ke dalam mobilnya, sebuah suara tembakan menggelegar menarik perhatiannya. Seketika matanya tertuju pada sosok yang berlari dengan kecepatan penuh, diikuti oleh beberapa orang bersenjata yang berusaha mengejarnya. Tubuhnya menegang seketika saat dia mengenali siapa sosok bergaun merah itu. "Grassiela!" James berseru, tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Seharusnya Grassiela sudah berada di mobil bersama Paolo dan yang lainnya, tapi sekarang dia ada di sini, di tengah bahaya sendirian! Tanpa berpikir panjang, James segera berlari ke arah Grassiela, meninggalkan pintu mobilnya terbuka. Dia mencapai Grassiela tepat ketika

    Last Updated : 2024-09-06
  • Broken Flower   73. White dove in a black crow's trap

    Mobil melaju dengan kecepatan konstan, menembus kegelapan malam yang semakin dalam. Jalanan yang mereka lewati semakin sepi, hanya suara mesin yang memecah kesunyian. Grassiela memandang ke luar jendela, pikirannya terombang-ambing antara rasa bersalah dan kebingungan tentang apa yang akan terjadi selanjutnya. James, yang duduk di sampingnya, tetap diam. Wajahnya tetap menunjukkan ketegangan dan fokus yang sama. Grassiela merasa semakin sulit untuk menembus dinding emosional yang dibangun James saat ini. Dia ingin sekali tahu ke mana mereka akan pergi, tetapi ada sesuatu dalam sikap James yang membuatnya merasa bahwa ini bukan waktu yang tepat untuk bertanya. Setelah beberapa saat yang terasa seperti berjam-jam, James akhirnya berbicara, meskipun suaranya tetap dingin dan terkendali. "Kita akan menuju tempat persembunyian sementara. Di sana kita bisa menunggu kabar dari Paolo dan yang lainnya." Grassiela mengangguk, merasa sedikit lega karena akhirnya mendapat jawaban. Malam i

    Last Updated : 2024-09-10
  • Broken Flower   74. Unspoken feeling

    Pagi itu, James terbangun dari tidurnya dengan perasaan yang tidak biasa. Sinar matahari menembus celah-celah tirai jendela, menerangi ruang tamu yang dia gunakan untuk beristirahat. Aroma lezat dari dapur mulai menggoda indera penciumannya, memanggilnya untuk bangun dan menyambut hari. Dengan enggan, ia menghempaskan selimut yang entah datangnya dari mana lalu bangkit dari sofa. Pria itu berjalan menuju dapur, masih mengenakan kemeja putih tanpa dasi serta celana hitam yang sedikit kusut, sebuah tanda dari malam panjang yang baru saja berlalu. Dapur itu sederhana, tidak seperti dapur mewah yang biasa ia temui di rumah-rumah besar. Namun entah bagaimana, kesederhanaan ini terasa membawa kedamaian baginya. Saat ia memasuki dapur, matanya tertuju pada meja makan. Sarapan telah disiapkan dengan rapi, lengkap dengan roti, telur, dan secangkir kopi yang masih mengepul. Namun, sesuatu yang lain menarik perhatiannya—pintu dapur yang sedikit terbuka, membiarkan angin pagi masuk ke dalam r

    Last Updated : 2024-09-14
  • Broken Flower   75. Warms a cold heart

    Langit di atas hutan Castelbuono berwarna biru cerah, cahaya matahari yang lembut menerobos dedaunan, menciptakan permainan bayangan di atas tanah. Angin sepoi-sepoi membawa aroma pinus dan dedaunan yang segar. Grassiela berjalan dengan langkah ringan, rambut berwarna karamelnya diikat ekor kuda dan berkibar lembut di bawah pepohonan bersama apron merah muda yang menghiasi dress putih polosnya. James mengikuti dari belakang, matanya tak pernah lepas dari sosok menarik itu. Di setiap langkahnya, dia tampak waspada, meski diam-diam ada kehangatan dalam tatapannya. "Kau tidak perlu mengikutiku," kata Grassiela tiba-tiba, tanpa berbalik bersama langkahnya yang tetap ringan dan bebas. "Tidak perlu khawatir. Aku bisa menemukan jalan pulang sendiri nanti." James mendengus pelan, meski senyumnya hampir tak terlihat. "Aku hanya memastikan kau tidak tersesat atau membuat masalah." "Masalah?" Seketika Grassiela berhenti untuk menoleh menatap suaminya tajam. "Di sini, satu-satunya masalah ada

    Last Updated : 2024-09-19

Latest chapter

  • Broken Flower   107. Unerasable Wound

    Seorang wanita mengemudikan mobilnya dengan tenang, melewati jalan-jalan kota, menuju mansion besar di Newcastle yang telah lama menjadi rumahnya. Setelah beberapa waktu, mobilnya akhirnya berhenti di depan pintu besar mansion. Martha, pelayan yang telah lama bekerja di mansion itu, segera menghampirinya.“Nyonya, ada tamu yang datang,” kata Martha dengan suara pelan, wajahnya menunjukkan sedikit keheranan.“Siapa?”Martha menjawab ragu-ragu, “Nyonya Helena.”Laurine terdiam sejenak. Tanpa berkata lebih lanjut, dia melangkah keluar dari mobil dan menuju taman. Di sana, dia melihat anak laki-lakinya yang masih berusia dua tahun, bermain dengan seorang wanita paruh baya.Laurine mendekat, matanya terfokus pada wanita itu.Helena, tampak senang bermain dengan anak dari keponakannya di taman yang luas. Tangan-tangannya yang lembut membelai rambut anak kecil itu, membuatnya tertawa riang. Sebuah pemandangan yang begitu damai, mes

  • Broken Flower   106. Requiem for the Living

    Langit di luar jendela kamar Grassiela tampak berawan. Tirai tipis bergoyang perlahan tertiup angin. Di dalam kamar yang hangat dan tertata rapi, seorang dokter kandungan wanita, berusia sekitar lima puluhan, tengah menurunkan stetoskopnya dari telinga.Grassiela duduk di atas ranjang dengan bantal menopang punggungnya, mengenakan gaun tidur satin berwarna merah muda. Di sisi lain ruangan, Helena berdiri tampak cemas dan penasaran. Sementara Alexa, berdiri tenang di dekat pintu, memperhatikan dengan saksama.Dokter itu menatap Grassiela dengan senyum tipis. "Kehamilannya sehat, usia janin kira-kira sebelas minggu. Detak jantungnya kuat. Tapi, Anda harus benar-benar menjaga diri, Nona Grassiela. Tidak boleh ada stres berlebih." Grassiela menatap perutnya yang belum begitu tampak membuncit. Tangannya perlahan menyentuhnya. Ada keheningan yang menggantung di udara.Helena berdiri tak jauh dari ranjang, matanya mengamati setiap ger

  • Broken Flower   105. Destroyed

    Di tengah ruang makan yang luas dan temaram, James duduk sendirian di ujung meja panjang dari kayu. Kepulan asap cerutu melayang lambat di udara, mengambang bersama kenangan yang tak juga pudar.Tangannya yang kekar menggenggam cerutu setengah terbakar, sementara matanya menatap kosong ke piring kosong di hadapannya. Tidak ada pembicaraan bisnis, tidak ada suara sendok beradu dengan piring, tidak ada suara Benicio yang suka berdebat mengenai kebijakan bisnis dengan Sergei, tidak ada Alexsei yang mengumpat karena mereka terlalu berisik, dan tidak ada Grassiela yang kesal karena meja makan berubah menjadi tempat rapat dadakan. Kini ruangan itu sunyi. Hampa.James menarik napas dalam, namun dadanya tetap terasa sesak. Ia memejamkan mata. Terlintas bayangan Grassiela yang tersenyum menggodanya, kadang-kadang juga mengomel saat dia sedang marah pada dunia. James biasa melihatnya duduk di kursi itu. Di sampingnya.Tapi sekarang…Ja

  • Broken Flower   104. Shadows of Farewell

    Rintik hujan membasahi kaca jendela mobil hitam yang melaju kencang di jalanan sepi, membelah gelap malam seperti peluru melesat tanpa arah. Di kursi belakang, Benicio duduk gelisah. Kedua tangannya terkepal erat di pangkuan, dan sesekali ia menengok jam tangannya, seakan jarum detik adalah algojo yang memburunya. "Percepat lagi," katanya pada sopir muda di depan. Suaranya dalam dan berat, tapi penuh kegelisahan yang tak bisa disembunyikan. Lalu pedal gas yang ditekan terdengar jelas setelah itu. Benicio memejamkan matanya. Wajah Grassiela melintas— wajah yang pucat, lemah, dengan napas berat, menggenggam pergelangan tangannya saat ia mengucap: "Sebagai seseorang yang akan dijatuhi hukuman mati, aku berhak meminta sesuatu, bukan?" "Aku ingin kau merahasiakan kondisiku. James tak akan mengetahuinya. Dia tidak akan pernah mendapatkannya." Saat itu, Benicio ingin menolak. Ingin mengatakan bahwa James berhak tahu. Dan fakta itu akan menjadi kunci untuk menyelamatkan nyawanya dari huk

  • Broken Flower   103. A Queen's Fall

    Hukuman mati. Grassiela berdiri membeku, tubuhnya terasa seakan kehilangan daya saat kata-kata James menghantamnya seperti belati tajam. Matanya membesar dalam keterkejutan yang begitu nyata. "Tak ada lagi pengampunan," suara James terdengar parau, nyaris bergetar, tapi tegas. Sepasang mata kelabunya menatap Grassiela penuh kepedihan. "Kau telah menghancurkan semuanya. Kau membunuh kepercayaanku, membunuh rasa hormatku padamu, membunuh… cintaku." Dunia Grassiela seketika runtuh. Jantungnya berdebar begitu kencang, bukan karena amarah atau ketakutan, tetapi karena kesakitan yang mengoyak hatinya. Semuanya selesai. Bukan karena putusan hukuman mati yang dijatuhkan padanya dengan tidak adil. Melainkan karena Grassiela sudah benar-benar kehilangan cinta James. Kehilangan satu-satunya alasan untuk dia bertahan. James mendekatinya, ekspresinya gelap dan penuh keputusan. "Kau satu-satunya wanita yang membuatku tergila-gila," bisiknya. "Tapi kini aku sadar, terbuai dalam cinta hany

  • Broken Flower   102. Judgment at Dusk

    Langit sudah menjadi gelap ketika Grassiela turun dari mobil, tumit sepatunya menghantam aspal basah di halaman mansion. Udara malam yang dingin menusuk kulitnya, tapi itu bukan apa-apa dibandingkan dinginnya hatinya saat ini. Di kanan dan kirinya, para pelayan dan pengawal berjejer rapi, menundukkan kepala penuh hormat saat dia melangkah melewati mereka. Grassiela berdiri diam di depan mansion megah itu, kepulangan yang seharusnya menjadi hal biasa justru terasa seperti hukuman. Matanya menelusuri tiap detail bangunan yang pernah ia pikir akan menjadi tempat tinggalnya, tempat di mana ia bisa menyentuh hati James dengan caranya sendiri. Namun, kenyataan telah membuktikan betapa keliru pikirannya. Mansion ini bukan istana tempat ia menjadi permaisuri, melainkan sebuah kurungan yang perlahan-lahan menghancurkan jiwanya. Angin dingin menyapu wajahnya, seolah mengingatkannya pada semua luka yang pernah terukir di tempat ini. Para pelayan yang berbaris rapi di pintu masuk masih membungk

  • Broken Flower   101. On the Brink of Judgment

    Di dalam ruang rawat yang masih berbau khas antiseptik, Runova sibuk membereskan barang-barang Grassiela ke dalam koper. Tangannya cekatan melipat pakaian, sementara matanya sesekali melirik ke arah Grassiela dan Alexsei yang tengah berbicara di dekat jendela. Grassiela berdiri dengan wajahnya yang masih pucat, namun tatapannya serius. Alexsei, dengan sikap tenangnya yang khas, memasukkan kedua tangan ke dalam saku celana dan menatapnya dalam. "Jika kau pulang sekarang dan menghadapi James, maka kau akan mendapatkan keputusan saat itu juga," kata Alexsei, suaranya datar namun tegas. Grassiela tidak langsung menjawab. Matanya menatap ke luar jendela, memandangi langit sore yang mulai berubah jingga. Napasnya terhela pelan sebelum ia berbalik menghadap Alexsei. "Aku siap dengan keputusan apa pun," ucapnya penuh keyakinan. "Aku tidak mau mengulur waktu dengan ketidak pastian. Semua harus diselesaikan secepatnya." Alexsei menatapnya beberapa detik, seolah ingin memastikan

  • Broken Flower   100. Discarded

    Grassiela duduk diam di atas kasur ruang rawat VVIP, membiarkan dirinya tenggelam dalam kesunyian. Selimut putih membungkus tubuhnya yang terasa lemah, sementara tatapannya kosong menatap jendela besar di seberang ruangan. Matahari sudah mulai tenggelam, menyisakan warna jingga redup di langit. Di sampingnya, Runova dengan sabar mencoba membujuknya untuk makan. “Nyonya, anda harus makan sesuatu. Saya tahu anda tidak nafsu makan, tapi tubuh anda terlalu lemah. Setidaknya beberapa suap saja.” Grassiela tetap diam, pikirannya melayang entah ke mana. Mual, pusing, dan kelelahan terus menggerogoti tubuhnya, tapi bukan itu yang membuatnya merasa benar-benar hancur. Yang paling menyakitkan adalah kenyataan bahwa James… mengabaikannya.Ia menelan ludah, mengumpulkan keberanian untuk bertanya, “Bagaimana keadaan James?” Runova tampak sedikit terkejut karena akhirnya Grassiela berbicara. “Kondisinya berangsur pulih. Sudah jauh lebih baik sekarang."Grassiela terdiam, mencoba mencerna kaba

  • Broken Flower   99. The Rise of the Boss

    Tangisan bayi pertama itu menggema di ruangan yang dipenuhi oleh dokter dan perawat. Seiring dengan suara tangisnya, sorak sorai dan tepuk tangan bergema di luar ruangan, di antara kerumunan keluarga, rekan bisnis, serta orang-orang kepercayaan Fyodor Draxler. Seorang putra telah lahir. Seorang pewaris. Seorang calon Bos mereka. Masa depan kerajaan bisnis Draxler kini memiliki penerus. Namun, di tengah kebahagiaan itu, Fyodor justru berdiri membisu di samping ranjang istrinya. Tatapannya kosong, tangannya gemetar saat menggenggam tangan wanita yang kini terbaring tak lagi bernapas. Bibirnya bergetar, mencoba mengucapkan sesuatu, tapi yang keluar hanyalah bisikan berat yang dipenuhi kepedihan. Wanita yang paling dicintainya, yang ia janjikan akan hidup bahagia bersamanya, kini telah pergi. “Selamat, Tuan Draxler. Putra Anda sehat dan kuat.” Fyodor tak menjawab. Ia hanya menunduk, menggenggam tangan istrinya lebih erat, seolah berharap kehangatan

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status