Wanita bergaun pengantin itu duduk seorang diri sambil memandang birunya langit di balik jendela. Dia mendesah dan pikirannya mencoba menerawang jauh ke masa depan. Apa yang akan terjadi setelah dia menikah nanti? Pertanyaan itu terus berputar dalam benaknya.Lantas suara ketukan di pintu terdengar. Seorang wanita cantik muncul dari balik pintu dan memandang Grassiela dengan pandangan yang sulit diartikan. Alexa melangkah masuk dengan anggun. Gaun berwarna latte dengan potongan mermaid yang dia kenakan sangat cocok di tubuh rampingnya. Sementara rambut merahnya yang indah ditata dengan model half up and half down yang tampak natural. Tanpa dia sadari Grassiela tersenyum samar. Kini dia mulai mengerti kenapa sepupunya Zack memilih wanita itu sebagai pendaping hidupnya."Bagaimana perasaanmu?"Pertanyaan Alexa membuat Grassiela berkedip. Dia beranjak dari duduknya hingga berhadapan dengan wanita itu. "Luar biasa," jawabnya."Kau sangat cantik," puji Alexa mengagumi penapilan wanita muda
Grassiela memandang bayangan dirinya di cermin. Malam itu dia sudah segar setelah lama berkubang dalam bak mandi untuk membersihkan tubuh dan melepas lelahnya. Setelah mengenakan pakaian tidur dan mengeringkan rambutnya di depan cermin, dia terdiam mengamati bayangannya sendiri. Ada sesuatu yang diam-diam Grassiela pikirkan. Hingga perlahan dia mengangkat tangan kanan lalu menyentuh bibir bawahnya. Sesaat bayangan James melintas dalam ingatan, kemudian Grassiela mengerjap bersama jantung yang berdebar lebih kencang. Dia terkesiap. Ciuman di altar siang tadi kembali membayangi hingga sukses mencuri ketenangannya. Bagaimanapun Grassiela harus mengakui bahwa itu adalah ciuman pertamanya. Tentu tak mudah bagi wanita muda itu mengumpulkan keberanian untuk mencium suaminya lebih dulu. Lantas kenapa dia melakukannya?Sial! Bukankah Grassiela sendiri yang menentukan syarat agar tak ada kontak fisik di antara mereka?Grassiela memejam kedua matanya sambil menghela napas dalam. Lalu suatu perta
Pagi ini Grassiela terbangun dengan kabar yang mengejutkan. Dia mendengar bahwa pagi-pagi sekali suaminya sudah pergi ke Moscow untuk urusan pekerjaan.Itu di luar rencana. Artinya nanti Grassiela akan menyusul James untuk terbang ke Rusia bersama anggota keluarga Draxler yang lain.Pertanyaannya, apakah hal itu membuat Grassiela kecewa?Sedikitnya mungkin benar. Mengingat apa yang terjadi semalam di antara mereka membuat Grassiela merasa tak enak hati. Meski dia sendiri sebenarnya tak cukup yakin dengan perasaannya sendiri."Kalian pasti melwati malam yang panas," komentar Annastasia berhasil membuat Grassiela mengerjap dan menoleh padanya. "Itu luar biasa, bukan? Sampai suamimu begitu bersemangat untuk melanjutkan pekerjaannya," lanjut Annastasia menatap penasaran.Grassiela tak tahu bagaimana harus menanggapi tatapan sepupunya yang tampak antusias. Tetapi perkataan Annastasia jelas membuatnya merasa tak nyaman. Saat ini orang-orang tengah menikmati cerahnya pagi di area halaman ya
Moscow, Rusia.09.11 PM.Selain ucapan belasungkawa yang Grassiela dapatkan dari ayah mertuanya, tak ada lagi pembicaraan berarti di sepanjang perjalanan. Hanya ada suasana hening di dalam mobil limousine berwarna hitam yang membawa empat penumpang itu. Fyodor Draxler terdiam dan larut dalam pikiran mengenai putranya sendiri. Paula tampak sibuk dengan ponsel yang ia genggam. Sementara Violeta dan Grassiela sesekali saling memandang. Tak berani banyak berbicara karena Fyodor ada di antara mereka.Mobil mewah itu terus melaju menembus malam di pinggiran selatan Moscow. Hingga mereka memasuki jalan raya Rublevo-Uspensky, kawasan Rublevka tepatnya. Sebuah distrik mewah yang dirancang agar penduduk setempat dapat memprioritaskan privasi dan tidak terganggu dengan kebisingan lalu-lintas dari denyut nadi kehidupan Moscow yang padat. Di sini, para penghuni memiliki kenyamanan eksklusif yang dilengkapi bermacam insfrastruktur untuk memenuhi kebutuhan serta gaya hidup me
Dengan masih memakai bathrobe putih, wanita muda itu melangkah memasuki walk in closet yang berada di kamar pribadinya. Ruangan mewah miliknya ini adalah surga bagi para pecinta fashion. Ketika pintu terbuka, cahaya yang hangat memancar dari langit-langit yang dihiasi dengan lampu gantung kristal kecil yang indah, menciptakan kilauan yang memenuhi ruangan dengan cahaya. Di tengah-tengah ruangan, terdapat tempat duduk yang elegan dengan permukaan beludru berwarna merah muda.Dinding-dinding walk-in closet ini dilapisi dengan laci-laci kayu yang indah serta pegangan emas yang mengkilap. Di dalam laci-laci tersebut, terdapat berbagai jenis rak dan tempat penyimpanan yang disusun dengan rapi. Gaun-gaun elegan menggantung di hanger-hanger memamerkan keindahan dan keanggunan mereka yang eksklusif. Sepatu-sepatu desainer ternama ditempatkan di rak-rak dengan disusun rapi sesuai urutan warna dengan gaya yang beragam.Walk-in closet ini juga memiliki lemari otomat
Grassiela tidak mempunyai pilihan selain menemani Irina Dzanayev untuk menghadiri pesta minum teh di kediaman kolega Irina. Ini mungkin lebih baik, dari pada terpenjara di mansion itu sendirian. Di sisi lain, ada rasa bersalah yang Grassiela rasakan karena dirinya pernah mencoba lari saat berada di bawah pengawasan Irina. Hal tersebut mungkin menyulitkan bibi dari suaminya itu, dan Grassiela mencoba untuk berdamai dengannya.Keduanya keluar dari wilayah Rublevka dengan sopir pribadi dan penjagaan yang cukup ketat. Setelah perjalanan, akhirnya mereka tiba di kediaman mewah keluarga Curtois, salah satu keluarga terpandang dan berpengaruh di kota Moscow. Kediaman itu terletak di sebuah lahan yang luas, dengan taman bunga yang indah dan pemandangan yang menakjubkan. Pesta minum teh diadakan di area taman dengan tenda yang besar, di mana para tamu bisa menikmati udara segar sambil menikmati pemandangan alam.Begitu sampai, Grassiela dan Irina disambut dengan h
Vila mewah yang terletak di pinggiran kota itu sudah diawasi cukup lama. James yang memantau lewat teropong di sebuah gedung kosong yang letaknya tidak jauh dari vila, menugaskan Alexsei memimpin pasukannya untuk menyerang.Maka ketika malam tiba, suara letusan senjata pecah di udara, memecah kesunyian langit yang gelap. Membuat orang-orang di dalam vila berwaspada sesaat sebelum peluru-peluru menghujani bangunan berwarna putih tersebut. Lewat lensa teropongnya, James memerhatikan bagaimana sebuah dentuman keras meledak lalu orang-orangnya menembus dinding dan memecah kaca-kaca jendela. Pepohonan di sekitar vila bergoyang, dahan-dahannya tumbang akibat ledakan dan serangan balas dendam yang berlangsung.Akhirnya perang sengit antara dua geng mafia yang saling adu tembak terjadi. Suasana yang tadinya tenang dan damai berubah menjadi medan pertempuran yang mematikan.Sementara Alexsei bergerak seorang diri memburu Afro Maccini untuk membawanya langsung
"Aku ingin pulang. Bisakah Mom mengirim seseorang untuk menjemputku?"Pesan teks yang dia kirimkan pada ibunya masih belum juga mendapat jawaban. Grassiela tidak tahu kenapa sabungan telepon mereka semalam mendadak terputus. Setelahnya Grassiela tidak bisa melakukan panggilan lagi. Tidak pada siapa pun. Grassiela berpikir bahwa ponselnya mungkin bermasalah. Maka dia hanya bisa menghela napas panjang. Menarik sebuah sofa untuk duduk di depan jendela sepanjang malam menanti datangnya fajar.Sampai akhirnya suara ketukan pertama di pintu kamarnya terdengar. Grassiela mengabaikan pelayan yang memanggilnya untuk sarapan hingga makanan diantarkan ke kamarnya tanpa disentuh sedikitpun. Tak ada yang tahu bahwa Grassiela sedang berkabung. Dia masih bergeming di tempatnya. Memeluk tubuhnya dengan kesedihan yang mendalam. Tak mudah baginya mengatasi semua tekanan ini sendirian. Kabar mengenai kematian seseorang membuatnya terpukul dan membangkitkan syock yang menyeretnya pada trauma akan kehila
Malam menjalar perlahan di balik tirai kamar itu, memberikan kehangatan yang berbeda setelah dinginnya udara di tebing tadi. Lampu di kamar menyala redup, menciptakan suasana intim. Grassiela berdiri di tengah ruangan, sibuk merapikan pakaian-pakaian baru yang ia beli di butik.Namun, matanya kemudian tertuju pada sebuah tas kecil di sudut ranjang. Tas itu berisi pilihan lingerie yang ia pilih dengan ragu-ragu tadi siang. Sesaat, pikiran nakalnya menerawang memikirkan James. Bibir Grassiela melengkung dalam senyum kecil yang hanya ia sadari saat memikirkan pria itu.Dia memutar-mutar jemari pada salah satu tali lingerie di dalam tas. Mengeluarkan dua potong lingerie, berwarna merah tua dengan renda halus dan satu lagi berwarna hitam dengan potongan berani yang memperlihatkan lekuk tubuh dengan indah. Grassiela membawa keduanya ke depan cermin besar di sudut kamar. Bayangannya menatap balik dengan rasa percaya diri yang baru ia temukan belakangan ini.
Apa moment terburuk yang pernah kau hadapi? Menyaksikan saudaramu tewas tertembak tepat di depan matamu? Diusir dari rumah dan diasingkan ke sebuah sekolah asrama? Atau, apa kau pernah menyaksikan sebuah ledakan hebat yang menjatuhkan banyak korban dan itu semua adalah karena kesalahanmu? Tidak, itu baru sebagian kecil. Masih banyak hal buruk yang Grassiela lewati selama hidupnya. Terlebih lagi, setelah dia dinikahi oleh seorang bos mafia yang tak kenal ampun. Semua itu jelas mengerikan. Sikap angkuh kedua orangtuanya juga suaminya membuat Grassiela tertekan dan frustasi. Jika begitu, lantas kapan moment terbaik yang pernah ia rasakan dalam hidupnya? Kini, sebuah senyuman merekah di wajah jelita itu. Matahari mulai merangkak naik hingga pagi menjadi terang. Mereka tiba di kawasan perkotaan Krasnodar. Suasana yang ramai dengan deretan bangunan klasik dan modern bercampur dalam musim semi yang memancarkan kehangatan. Keduanya turun dari mobil, berjalan sambil saling berpegangan tan
Tatapan penuh ketakutan dan amarah yang diterima Grassiela dari Iliya serta Ivan, menciptakan perasaan bersalah yang mengiris hatinya. Grassiela mengingat saat kobaran api melahap sebuah pindok kayu di hadapannya dan ia tak mampu melakukan apa pun atas keputusan James yang kejam.Tapi kali ini, tidak. Grassiela mengeratkan rahangnya, seolah menguatkan dirinya. Ia tahu apa artinya hidup di bawah bayangan James dan kekuasaannya. Namun, ia tak ingin lagi membiarkan orang lain menderita karenanya. Sekali ini, ia akan bertindak.Saat James datang, suasana semakin menegang. Semua orang membeku di tempatnya berdiri dengan kewaspadaan. Sementara Grassiela, mencoba menyembunyikan kegelisahan yang muncul saat suaminya tiba dengan langkah tegap dan tatapan dingin. Kali ini, ia memutuskan untuk menghadapi James dengan cara yang berbeda. Sebuah senyum mendadak terbit di wajah jelita itu. Grassiela berjalan menyambut James dengan gembira, seolah-olah itu adalah ke
James berdiri di tepi ranjang, menatap Grassiela yang tertidur dengan damai. Untuk sesaat, wajahnya yang selalu tegas melunak. Di balik kekerasan dan egoisnya pria itu, perasaan lembut yang ia coba hindari begitu lama mulai menyeruak, merayapi relung hatinya. Ingatan tentang percakapan mereka sebelumnya muncul dalam ingatan. Dengan penuh ketulusan, Grassiela meminta cinta sebagai balasan atas permintaan James untuk seorang pewaris. Cinta… satu kata yang selama ini selalu terasa asing dan berbahaya baginya. Bagaimana mungkin seseorang seperti dirinya, yang telah begitu dalam terjebak dalam dunia kegelapan dan kekerasan, bisa memberikan sesuatu yang sesuci itu? Omong kosong. Seketika ucapan Violeta melintas dalam benaknya. "Kau tak memiliki hati. Kau tak mengenal cinta. Dan hal itu tidak akan pernah berubah." James menggertakkan rahangnya, berusaha mengusir ingatan itu, meski kata-kata Violeta menghantuinya. Tanpa melepaskan tatapannya dari Grassiela yang terlelap, perasaan yang t
Malam itu, suasana rumah terasa sunyi setelah mereka kembali dari pemakaman. Valentina berdiri di balkon kamar, gaun hitam panjangnya berkibar pelan terkena angin malam. Wajahnya tampak murung, bayangan kesedihan dan kecemasan menghiasi tatapannya yang kosong, memandangi langit malam tanpa benar-benar melihat apa pun. Di dalam dirinya, ribuan pikiran berkeliaran, menghantui setiap detik yang berlalu. Pemakaman Borsellino, suaminya baru saja selesai meninggalkan perasaan yang campur aduk. Valentina memeluk dirinya sendiri, merasakan dinginnya angin yang merembes hingga ke tulang. Dia tidak bisa menghentikan kegelisahan yang terus merayap dalam hatinya—kegelisahan tentang bagaimana orang-orang akan memandang hubungannya dengan Paolo setelah ini. Pria yang selama ini menemaninya, sekarang menjadi pusat dari segala rumor dan spekulasi. Dunia mafia penuh intrik, dan hubungan mereka pasti akan dipandang dari segala sisi yang penuh kecurigaan. Paolo muncul dari dalam kamar, mendekati Valent
Di dalam ruangan dengan perapian yang menyala lembut, sinar api memantulkan bayang-bayang di dinding kayu yang tebal. Malam telah larut, dan udara dingin perlahan merasuk. Sebuah papan catur kayu tua dipasang di atas meja kecil di depan kursi empuk tempat Grassiela dan Fyodor, ayah mertuanya, duduk berhadapan. Pria tua itu menatap papan dengan intens, alisnya mengerut dalam, menggumamkan pikirannya sambil mempertimbangkan langkah berikutnya. "Hm, kau bermain dengan sangat baik," katanya sambil memindahkan bentengnya ke tengah papan. Grassiela tersenyum tipis, pandangannya tak lepas dari bidak-bidak di depan mereka. “Terima kasih, Papa," jawabnya halus. Keheningan kembali menyelimuti. Grassiela menyentuh salah satu bidak kuda miliknya dan memutarnya sedikit sebelum akhirnya menggerakkan kuda tersebut ke arah yang tak terduga. Dia tersenyum puas, menyadari langkah itu membuat Fyodor semakin terdesak. "Langkah yang brilian," puji Fyodor sambil mengangguk. "Kau tahu, permainan catur in
Pagi itu, udara pegunungan terasa sejuk dan segar. Sinar matahari yang lembut menerobos masuk melalui jendela besar di ruang tamu rumah persembunyian. Grassiela berdiri di tepi jendela, mengenakan gaun tidurnya, dengan secangkir kopi hangat di tangan. Pandangannya terfokus pada jalan setapak yang berkelok menuju rumah, saat debu mulai terangkat oleh deretan mobil yang mendekat. Lima mobil hitam melaju pelan, mesin-mesinnya terdengar samar dari kejauhan. Ketika jarak semakin dekat, Grassiela dapat melihat sosok James yang berdiri di halaman, memandang lurus ke arah mobil-mobil itu. Ia berdiri tegak, kedua tangannya terlipat di dada, tenang namun tegas, seolah sudah tahu siapa yang datang. Mata Grassiela menyipit, mencoba menebak apa yang akan terjadi. Namun sikap tenang James memberitahunya bahwa itu bukanlah sebuah ancaman. Mobil pertama berhenti, diikuti oleh yang lainnya. Pintu terbuka, lalu Alexsei keluar dengan cepat disusul oleh Fausto yang mengikutinya. Pria bertubuh besar itu
Cestershire, Inggris. Helena duduk di kursi goyang berlapis kain beludru merah tua, menggenggam cangkir teh camomile antik dengan erat. Sesekali dia menyeruput teh hangat itu bersama Eveline, saudari iparnya. "Seharusnya dia sudah bertunangan atau menikah sekarang, bukannya berkeliaran entah ke mana," gumam Eveline menahan kekhawatirannya. Helena menurunkan cangkirnya, menatap Eveline dengan serius. "Maksudmu Arabella? Aku rasa dia seorang gadis yang mandiri, dan tahu apa yang harus dia lakukan." Eveline menggeleng pelan, tanda bahwa dia tidak setuju pendapat itu. "Dia ceroboh, egois dan sulit diatur. Seseorang bisa saja memanfaatkannya." Dia lalu menarik napas dalam-dalam sebelum berbicara dengan suara pelan. "Dia selalu membuatku khawatir. Kini sudah dua minggu Arabella pergi entah kemana." Helena terdiam mendengar sejenak. Seketika, pikirannya melayang ke sosok putrinya, Grassiela. Apakah dia pernah merasa khawatir seperti apa yang Eveline rasakan? Sejauh mana dirinya menc
Langit di atas hutan Castelbuono berwarna biru cerah, cahaya matahari yang lembut menerobos dedaunan, menciptakan permainan bayangan di atas tanah. Angin sepoi-sepoi membawa aroma pinus dan dedaunan yang segar. Grassiela berjalan dengan langkah ringan, rambut berwarna karamelnya diikat ekor kuda dan berkibar lembut di bawah pepohonan bersama apron merah muda yang menghiasi dress putih polosnya. James mengikuti dari belakang, matanya tak pernah lepas dari sosok menarik itu. Di setiap langkahnya, dia tampak waspada, meski diam-diam ada kehangatan dalam tatapannya. "Kau tidak perlu mengikutiku," kata Grassiela tiba-tiba, tanpa berbalik bersama langkahnya yang tetap ringan dan bebas. "Tidak perlu khawatir. Aku bisa menemukan jalan pulang sendiri nanti." James mendengus pelan, meski senyumnya hampir tak terlihat. "Aku hanya memastikan kau tidak tersesat atau membuat masalah." "Masalah?" Seketika Grassiela berhenti untuk menoleh menatap suaminya tajam. "Di sini, satu-satunya masalah ada