Bab 1
“Maaf, kami sudah berusaha sebaik mungkin, tapi Tuhan juga yang berkehendak. Bapak Edward dan Ibu Shinta tidak berhasil kami selamatkan.”Sekujur tubuh Angel melunglai. Sendi-sendi penyanggahnya seketika luruh saat telinganya menangkap berita buruk itu.Kedua orang tuanya mengalami kecelakaan. Mobil yang membawa mereka hancur. Keduanya pun tidak dapat diselamatkan meski tenaga medis sudah mengupayakan cara terbaik. Padahal satu minggu lagi pernikahan Angel dengan putra rekan bisnis papanya akan diselenggarakan. Sayang, kehendak Tuhan seringkali tidak sejalan dengan keinginan manusia. Sebelum berhasil menyaksikan putri tunggal mereka bersanding di pelaminan dengan menantu pilihan mereka, sepasang suami istri itu dipanggil yang kuasa dengan cara yang tidak terduga."Kami ikut berduka cita atas musibah ini. Yang sabar ya.”"Terima kasih, Dok," jawab Angel lirih membalas ucapan belasungkawa dari dokter yang menangani kedua orang tuanya. Pipinya basah oleh lelehan air mata.Hari itu juga kedua orang tua Angel dimakamkan. Berbagai papan bunga memenuhi ruas jalan. Sebagai pengusaha ternama orang tua Angel memiliki banyak kolega.Pemakaman dipenuhi oleh pelayat termasuk oleh keluarga calon mertua Angel. Hanya saja Angel tidak tahu kenapa calon suaminya tidak ada di sana. Namun, ia tidak ingin memikirkannya. Kesedihan yang merayapi hati menguasai seluruh atensi perempuan itu."Tante ikut sedih atas musibah yang menimpa orang tua kamu, Ngel. Tapi tamu tidak sendiri di dunia ini. Masih ada Tante, Om, dan Ben," ucap Natasya—calon mertuanya, menghibur Angel yang sedang berduka.Angel membalas ucapan belasungkawa itu sambil memandang Natasya dengan matanya yang sembab."Kamu jangan khawatir, Angel. Pernikahan kamu dan Ben akan tetap terselenggara. Pernikahan itu tidak akan dibatalkan." Natasya melanjutkan perkataannya.Untuk sesaat Angel termenung. Ia baru saja kehilangan kedua orang tuanya. Ia pikir lebih baik pernikahan tersebut diundur dulu jika tidak bisa dibatalkan.“Tante, apa nggak bisa ditunda dulu? Papa dan Mama baru saja meninggal.""Nggak bisa, Angel." Natasya menyahut dengan cepat. "Gedung sudah di-booking, undangan juga terlanjur disebar. Kita bisa malu kalau sampai pernikahan kamu tidak jadi diselenggarakan. Bukannya Tante tidak mengerti perasaan kamu. Tante sangat paham kalau saat ini kita sedang ada dalam masa berkabung. Tapi satu minggu lagi Tante pikir tidak terlalu cepat."Jawaban Natasya membuat Angel terdiam. Ia masih ingin membantah, tapi logikanya berkata pendapat calon mertuanya sepenuhnya benar.Angel akhirnya hanya bisa menyerah pada keinginan calon mertuanya. Ia tidak ingin mencoreng arang di muka siapapun.***Satu minggu kemudian ...Lagu Beautiful in White yang dibawakan oleh wedding singer mengalun dengan romantis ke setiap penjuru ballroom. Hari itu sedang terselenggara pernikahan Ben dan Angel. Keduanya bersanding di pelaminan dan tampak begitu serasi. Yang satu cantik jelita. Sedangkan yang satunya tampan dan menawan.Para undangan yang datang menghadiri acara tersebut ikut bahagia menyaksikan sepasang pengantin yang begitu sempurna.Angel berusaha keras untuk tersenyum walau jauh di relung hatinya ia masih merasakan kesedihan yang mendalam atas kematian orang tuanya yang begitu mendadak.Acara pernikahan tersebut berakhir pukul sebelas malam. Pasangan pengantin tersebut langsung memasuki kamar mereka yang terletak di hotel yang sama dengan acara tersebut diadakan.Angel membuka ball gown-nya. Namun ia agak kesulitan melakukannya karena sepertinya resleting bagian belakang gaun tersebut tersangkut. Ia butuh bantuan seseorang. Satu-satunya yang bisa ia minta pertolongan adalah Ben yang kini sudah resmi menjadi suaminya.Angel mencari sosok laki-laki itu. Lensa matanya menangkap keberadaan Ben di sudut kamar. Ben sedang melepas tuxedo."Ben!" Angel memanggil nama suaminya sambil melempar pandang ke arah laki-laki itu.Pria itu tidak merespon sehingga Angel kembali memanggil untuk kedua kali karena ia pikir Ben tidak mendengarnya."Ben, bisa bantu aku sebentar?" panggilnya dengan menaikkan intonasi suara.Lelaki itu memandang ke arah Angel. Namun sungguh reaksi yang diterimanya tidak pernah ada di dalam prediksi Angel."Aku nggak tuli. Nggak perlu bicara sekeras itu," jawabnya dingin."Aku nggak bermaksud begitu, Ben. Tadi aku pikir kamu nggak mendengar waktu aku memanggil," jawab Angel agar Ben tidak salah paham. Perempuan itu lantas menarik langkah mendekati suaminya. Begitu jarak mereka tidak kurang dari satu meter ia menyampaikan maksudnya."Ben, bisa bantu aku membuka resleting baju? Kayaknya ada yang nyangkut."Angel kemudian memutar tubuhnya membelakangi laki-laki itu. Dua detik setelahnya ia merasakan tangan Ben menyentuh punggungnya lalu bergerak perlahan ke arah bawah."Auu!" Pekikan tertahan terlontar dari mulut Angel karena Ben menurunkan resletingnya dengan sangat kasar. Ia sontak memutar tubuhnya mengarah pada laki-laki itu. “Ben, sakit, kamu terlalu kasar.”“Memangnya apa yang kamu harap dariku? Aku akan berlaku lemah lembut? Jangan mimpi, Angel. Pernikahan ini nggak berarti apa-apa buatku. Jangan pernah berharap lebih dari pernikahan sialan ini!” ucap lelaki itu ketus. Sorot matanya yang tajam membuat Angel memundurkan tubuhnya. Perempuan itu begitu terkejut atas perlakuan yang diterimanya.Dari awal Ben memang tidak banyak bicara. Tapi Angel tidak menyangka bahwa reaksi seperti inilah yang diterimanya dari laki-laki itu tepat di hari pertama mereka menikah.“Ben, maksud kamu apa mengatakan pernikahan ini dengan pernikahan sialan?” Angel ingin tahu apa alasan Ben.“Aku tidak menginginkan pernikahan ini! Aku terpaksa menikah denganmu.”Rentetan kalimat yang diucapkan Ben membuat sekujur tubuh Angel lunglai.Laki-laki itu lantas mendorong tubuh Angel hingga tersandar ke dinding sementara sepasang mata elangnya mengunci netra Angel hingga tidak bisa ke mana-mana selain menatap pada laki-laki itu.“Dengar aku baik-baik. Aku sama sekali tidak mencintai kamu. Aku sudah punya kekasih yang sangat kucintai. Jadi jangan pernah berharap apa pun dari pernikahan ini. Paham?!”Selesai mengucapkan kata-kata terakhirnya, Ben bergerak pergi dari kamar itu. Meninggalkan Angel sendiri dengan berbagai pertanyaan yang berkumpul di kepalanya serta kesedihan yang menyelimuti hatinya.Angel baru saja lulus kuliah di luar negeri sekitar satu bulan yang lalu. Ayahnya meminta untuk pulang ke Indonesia lalu bekerja di perusahaan keluarga. Karena Angel belum berpengalaman, orang tuanya meminta Angel menikah dengan Ben agar mereka bisa mengelola perusahaan bersama-sama. Ayahnya mengatakan bahwa Ben adalah pebisnis yang handal dan sudah berpengalaman.Walau baru mengenal Ben namun Angel tidak berusaha untuk menolak perjodohan tersebut. Di matanya Ben adalah pria yang menarik dengan kerupawanan fisik yang nyaris sempurna.Memangnya siapa yang tidak akan menyukai pria tampan, mapan dan rupawan seperti Ben? Banyak wanita tergila-gila padanya. Mereka mungkin juga berpikir bahwa Angel sangat beruntung terpilih menjadi istri lelaki itu. Sayangnya hanya Angel yang tahu bahwa dirinya tidaklah seberuntung seperti yang dipikirkan orang-orang.***Bab 2 Angel terbangun pagi ini dengan kepala dan mata yang sama beratnya. Ia hampir tidak bisa tidur semalaman. Ia menunggu Ben pulang. Tapi nyatanya saat ia bangun pagi ini tidak menemukan lelaki itu di sisinya. Ben tidak pulang semalaman. Dan Angel tidak tahu Ben pergi ke mana. Menghela napas, Angel turun dari tempat tidur lalu mengambil air putih. Ia memang memiliki kebiasaan minum segelas air setiap kali bangun tidur di pagi hari. Angel duduk sesaat di kursi sembari menyesap air di gelas. Lalu lagi-lagi dihelanya napas panjang. ‘Welcome to your new life, Ngel. Ini nggak akan mudah, tapi bukan berarti kamu nggak bisa.’ Angel berbisik di dalam hati menyemangati dirinya sendiri. Perempuan itu kemudian bergerak dari tempat duduknya. Ia harus mandi lalu berangkat ke kantor. Banyak hal besar sudah menantinya di depan sana. *** “Lho, Bu Angel? Kenapa ngantor?” Luna—asisten Angel, membelalak saat melihat Angel hadir di kantor pagi ini. “Kenapa, Lun? Memangnya saya udah nggak boleh
Bab 3 Angel hanya bisa menghela napas panjang sambil menahan perasaan sedih kala menyaksikan bagaimana perusahaan peninggalan orang tuanya serta aset-asetnya berpindah ke tangan Ben. Sebagaimana surat wasiat tersebut, maka hari ini Ben menandatangani surat pengalihan aset atas namanya disaksikan oleh notaris dan pihak-pihak terkait. “Selamat Pak Ben, mulai hari ini Bapak resmi menjadi CEO PT. Galaxy.” Senyum samar terukir di bibir Ben. Mulai hari ini ia mendapat kuasa penuh tidak hanya atas Angel namun juga seluruh harta bendanya. Orang tuanya benar. Jika ia menikah dengan Angel maka ia dengan mudah menguasai perusahaan milik Angel yang sudah begitu besar dan memiliki cabang di beberapa daerah. Hanya saja Ben tidak menyangka jika langkahnya akan secepat dan semulus ini. Ia tidak perlu menanti bertahun-tahun untuk menjadi pemimpin Galaxy Group. Ia juga tidak perlu mengkhawatirkan hal-hal yang berhubungan dengan keuangan. Malah ia bisa menyelamatkan perusahaan orang tuanya yang sedang
Bab 4Rahang lelaki yang saat ini sedang duduk di hadapan Angel mengetat. Sementara sorot tajamnya semakin dalam menghujam Angel. Kilasan adegan demi adegan kini menari-nari di depan matanya. Saat itu kedua orang Ben memintanya untuk menerima perjodohan dengan Angel lalu menikahi perempuan itu.“Aku nggak mungkin nikah sama dia, Pi!” sentak Ben keras menolak permintaan orang tuanya. Ia baru saja kembali ke rumah, lalu tiba-tiba disuruh menikah dengan wanita yang tidak dicintainya.“Tapi kamu wajib menikahi Angel!” balas pria berbadan tegap yang wajahnya merupakan kopasan Ben versi senior.“Aku nggak mau, Pi. Aku nggak mencintai perempuan itu. Aku sudah punya kekasih!”Sekeras diri Ben menolak, maka sekuat itu pula ayahnya memaksa.“Putuskan kekasihmu itu! Papi nggak mau mendengar apapun alasan kamu. Atau kamu mau usaha kita hancur? Kalau memang itu yang kamu inginkan bersiap-siaplah untuk hidup miskin!”BRAAAK!!!Pintu dibanting sebelum Ben sempat menjawab.Ben Evano, pria muda berusi
Bab 5“Iya, aku Lolita. Jadi ini beneran kamu, Ngel?" Perempuan bernama Lolita itu berkata penuh rasa antusias lalu merengkuh tubuh Angel dan membawa ke dalam pelukannya.Angel membalas pelukan Lolita tanpa berkata apa-apa. Sedangkan Ben yang menyaksikan pemandangan tersebut kini diliputi kebingungan. Dari yang dirinya cerna, lelaki itu menyimpulkan bahwa kekasih dan istrinya saling mengenal satu sama lain. Entah ini merupakan sebuah kemalangan atau ia harus mensyukurinya.Kedua perempuan itu kemudian saling mengurai pelukan mereka lalu berpandangan satu sama lain."Ya ampun, Ngel, udah lama banget ya kita nggak ketemu. Kamu ke mana aja sih?" tanya Lolita sembari memindai tubuh Angel dari puncak kepala hingga bawah kaki."Aku kuliah di London, Ta," jawab Angel dengan lidah kelu. Pertemuan yang tidak disangka ini sungguh sangat mengejutkan baginya apalagi setelah mengetahui bahwa teman lamanya semasa SMU dulu adalah kekasih pria yang saat ini menjadi suaminya. Apa tidak ada lagi kejadi
Bab 6Cahaya matahari yang menerobos masuk melalui sela-sela gorden yang tidak sepenuhnya tertutup memaksa Angel untuk membuka matanya. Perempuan itu mengerjap berkali-kali, menyesuaikan diri dengan pemandangan baru.Lalu hal selanjutnya yang Angel rasakan adalah perasaan tidak nyaman yang berasal dari sela-sela pahanya.Perempuan itu lantas meringis. Ia baru akan bergerak ketika menyadari sesuatu hal. Ternyata dirinya tidak sendiri di ranjang besar itu. Ada laki-laki tidur di sebelahnya. Dan laki-laki itu adalah suaminya.Seakan belum cukup mendapat kejutan, Angel kembali dibuat kaget ketika menyingkap selimut dan mendapati dirinya berada dalam keadaan polos tanpa sehelai pun kain pelapis kecuali selembar selimut yang menutupi tubuhnya dan Ben.‘Astaga, apa yang sudah kulakukan?’ pikir Angel di dalam hati.Berbagai pikiran berkejaran di kepalanya. Otaknya dipenuhi oleh tanda tanya besar.Begitu mendapat ingatannya, dengan perlahan adegan demi adegan kemarin malam melintas di depan ma
Bab 7Angel mendengar suara bantingan keras di pintu di saat dirinya keluar dari kamar mandi. Ben menghilang meninggalkan aroma parfum yang soft tapi maskulin. Menghela napasnya dalam-dalam, Angel memutuskan untuk mengabaikan apa yang baru saja terjadi. Lalu perempuan itu membuka lemari. Ia mencari baju yang akan dipakainya hari ini di antara susunan pakaian yang terdapat di sana. Meski hari ini ia sedang tidak baik-baik saja tapi Angel harus tetap ke kantor.Ia menjatuhkan pilihan pada sebuah blus berwarna coklat muda yang dipadu dengan pencil skirt berwarna senada.Ringisan menyembul di paras manis perempuan itu ketika ia mengangkat kakinya untuk memakai rok. Tidak hanya itu saja, pergerakan sekecil apapun membuatnya harus menahan nyeri. Rasa sakit di pangkal pahanya tak kunjung hilang. Dirinya harus menanggung sendiri rasa sakit itu. Seakan belum cukup perasaan sakit yang dialaminya Ben juga menorehkan luka batin di hatinya.Sampai setengah jam kemudian Angel tiba di kantor ia masi
Bab 8“Lolita? Kenapa harus dia?” tanya Angel memprotes.“Kenapa memangnya? Kamu keberatan?” Ben membalas pertanyaan dengan pertanyaan.Tentu saja Angel keberatan. Ia tidak mungkin membiarkan Lolita yang jelas-jelas berstatus sebagai kekasih Ben untuk bekerja di kantornya.“Aku memang keberatan. Apa nggak bisa cari orang lain saja?”“Nggak ada orang lain yang cocok denganku dan benar-benar mengerti aku kecuali Lolita,” jawab Ben bersikukuh dengan keinginannya.“Itu karena kamu belum mencoba. Kamu baru beberapa hari ngantor di sini tapi udah langsung bilang nggak cocok dengan Sofia.”“Jadi aku harus menunggu berapa bulan, hah?” tantang Ben mengangkat dagunya.Menghadapi Ben tidak akan mudah. Hal itu sudah Angel patrikan di dalam hatinya berkali-kali. Tapi tidakkah untuk kali ini lelaki itu bisa diajak berkompromi?“Dengar aku baik-baik, Angel. Aku ingatkan lagi kalau saja kamu lupa. Aku adalah pemilik perusahaan ini. Apa pun yang aku lakukan mutlak menjadi hakku. Aku nggak butuh pertim
Bab 9Angel dan Lolita serentak memandang ke sumber suara bersama dengan dekapan keduanya yang terurai.“Iya, Ben?” kata Lolita menanggapi.“Karena kamu sudah datang jadi aku pikir untuk membicarakannya sekarang dengan Angel. Ayo duduk dulu.” Ben berucap sambil menunjuk sofa yanng berada di ruangan tersebut.Tanpa menunggu diberi aba-aba kedua, segera saja Lolita melangkahkan kakinya menuju tempat yang Ben maksud.Angel masih berdiri terpaku karena merasa tidak diajak duduk bersama. Di dalam hati ia membandingkan cara Ben bicara padanya dan pada Lolita. Ben begitu kasar dan ketus pada Angel sedangkan saat berbicara dengan kekasihnya lelaki itu begitu lemah lembut. Entah kapan Angel akan berada di posisi itu.Ben dan Lolita mulai mengobrol. Setelah pertengkaran kemarin keduanya sudah kembali akur dan mesra seperti yang sudah-sudah. Angel tidak tahu bahwa hubungan keduanya membaik setelah Ben menjanjikan pada Lolita akan menceraikan Angel sesegera mungkin.Begitu menyadari bahwa Angel m
Detik waktu seakan berhenti berputar ketika pria itu memutar tubuhnya hingga bertemu mata dengan Angel. Sekujur tubuh Angel seketika menggigil. Pria itu adalah satu-satunya manusia yang tidak ingin Angel temui di muka bumi ini. Kalau pun dirinya harus bertemu dengan pria tersebut maka dia adalah orang terakhir yang ingin Angel lihat."Angel ..." Bibir Ben gemetar saat melafalkan nama perempuan yang sudah bertahun-tahun menghilang dari kehidupannya.Angel membeku di tempat. Kakinya terasa selunak agar-agar hingga ia merasa tidak sanggup lagi menopang tubuhnya sendiri."Mama, Om itu lagi bicara sama Mama." Bobby menggoyang-goyangkan tangan Angel karena ibunya itu terpaku membisu.Angel masih belum sanggup melakukan apa-apa. Semua ini begitu mendadak dan sangat mengejutkannya.Sementara itu Ben masih belum berkedip memandang Angel. Adegan demi adegan yang terjadi di masa lalu kini berputar-putar di kepalanya seperti tayangan film yang diputar ulang. Namun yang paling berkesan adalah saat
Ben yang tadi berdiri tegak membungkukkan sedikit badannya agar sejajar dengan Bobby. Melihat cara anak itu memandangnya membuat Ben mengerti bahwa Bobby meragukannya."Bobby, jangan takut. Om bukan orang jahat atau penculik anak. Maksud Om sebenarnya baik. Om hanya kasihan dan nggak mau Bobby lama menunggu di sini.”Meski Ben sudah mencoba meyakinkannya namun Bobby masih merasa bimbang. Mamanya mengajarkan pada anak itu agar berhati-hati pada orang tidak dikenal."Dari mana Om tahu namaku?" tatap Bobby curiga.Ben menahan senyum melihat ekspresi Bobby yang menggemaskan. Tangannya lantas menyelinap ke balik jas. Dikeluarkannya sesuatu dari sana. Kertas gambar yang kemarin ditemukannya."Ini, Om tahu dari sini."Sepasang mata anak itu terbuka lebar menyaksikan kertas yang kemarin dicarinya ternyata ada bersama Ben."Ini dia yang aku cari. Om ketemu di mana?" kejarnya antusias."Om ketemu di sekolah ini. Kemarin kertasnya jatuh tapi Bobby sudah pulang. Ini ambillah." Ben memberikan kert
Ben menekuri dengan saksama kertas putih di tangannya. Di kertas itu berisi gambar. Bukan gambar biasa melainkan gambar pesawat. Dilihat sepintas lalu gambar tersebut digambar oleh orang dewasa atau seseorang yang begitu berbakat. Gambar tersebut begitu bagus dan rapi. Mulai dari goresannya yang begitu estetik hingga kombinasi warna yang digunakan. Tidak akan ada yang menyangka jika gambar tersebut adalah hasil goresan tangan dari seorang anak yang masih berusia lima tahun. Bahkan Ben sendiri.Kertas itu Ben dapat di sekolah Taman Kanak-Kanak tempatnya bertemu dengan anak yang begitu mirip dengannya. Saat anak itu pergi bersama lelaki yang Ben duga adalah ayahnya Ben baru menyadari anak tersebut meninggalkan sesuatu.Ben memungut kertas gambar tersebut dari tanah. Lalu akibat terlalu penasaran lelaki itu membawa kertas tersebut bersamanya.‘Bobby Fernanda.’ Ben mengeja di dalam hati dua potong kata yang merupakan nama anak tersebut.Berbagai pertanyaan berputar-putar di kepalanya yang
Enam tahun kemudian. "Papa!!!" Segaris senyum tipis terselip di bibir Refal di ketika melihat seorang anak laki-laki memanggil lalu berlari menghampirinya. Anak laki-laki itu berkulit putih dan memiliki paras yang rupawan. Tinggi badannya juga melebihi anak-anak seusianya. Refal tersenyum lantas menyambut tangan anak itu saat ingin bersalaman dengannya. "Gimana sekolahnya, By?" tanyanya pada Bobby, nama anak itu. "Menyenangkan, Pa. Aku suka sekolah di sini." Refal membelai kepala Bobby. Mereka melangkah bersisian menuju tempat mobil Refal diparkir. Tiba-tiba seorang lelaki yang berjalan terburu-buru dari arah berlawanan dengan mereka tidak sengaja menabrak Bobby hingga anak itu terjatuh. "Aduuuuh, Papaaa ...," rintihnya dengan ringisan di wajah. Sontak pria yang menabrak memandang ke arah Bobby. "Maaf, Om nggak senga—" Perkataan pria itu terputus. Wajah anak yang ditabraknya terasa tidak asing lagi dengannya. Matanya, hidungnya, bibirnya, serta bentuk dahinya bagai copy pa
Setelah meninggalkan kamar Angel dan menyuruh perempuan itu beristiraharat Refal muncul tak lama kemudian dengan membawa nampan berisi nasi dan dua buah gelas. Masing-masing gelas tersebut berisi air putih dan teh. Lelaki itu lantas meletakkan di atas nakas."Makanlah dulu," suruhnya pada Angel. Setelah berkata demikian lelaki itu keluar dari kamar.Menghela napasnya, Angel bangkit dari posisinya berbaring. Perempuan itu memijit-mijit pelipisnya. Sementara itu pikirannya mulai mengurai kejadian demi kejadian yang terjadi dalam hidupnya.Apa yang dilakukan Ben sekarang? Apa lelaki itu mencarinya? Apa lelaki itu tidak merasa penasaran karena Angel tidak pulang?Angel menepis pikiran demi pikiran itu dari kepalanya. Mana mungkin Ben mencarinya. Lelaki itu sudah mengusirnya dan terlihat begitu membenci Angel.Memejamkan mata, Angel mengusir pikiran tersebut jauh-jauh. Ia tidak boleh lagi memikirkan Ben apalagi berharap lebih dengan menginginkan lelaki itu mencarinya."Kenapa tidak dimakan
Sore itu Refal baru saja pulang dari tempat kerjanya. Hari ini pasiennya tidak terlalu banyak sehingga ia bisa meninggalkan rumah sakit lebih awal.Sejak pagi hujan turun tanpa henti. Titik-titik air masih terus membasahi hingga saat ini.Refal mengemudi dengan santai. Namun lama kelamaan ia mulai merasa ngantuk. Berkali-kali lelaki yang berprofesi sebagai dokter kandungan tersebut menutupi kuap dengan telapak tangan. Ia berencana setibanya nanti di rumah akan tidur sepuasnya. Bergelung di dalam selimut adalah hal yang sangat diinginkannya saat ini.Tiba-tiba sesuatu mengejutkannya. Lelaki muda itu sontak menekan pedal rem dengan mendadak ketika tiba-tiba melihat seorang perempuan berlari ke tengah jalan dan menabrakkan diri ke mobilnya. Jantungnya seakan berhenti berdetak saat itu juga ketika orang tersebut ambruk ke aspal tepat di depan mobilnya.Refal buru-buru keluar dari mobil dan melihat sendiri perempuan itu. Kantuknya lenyap. Matanya yang tadi begitu berat mendadak terbuka leb
Langkah kaki Angel semakin menjauh meninggalkan Galaxy Group. Ia mulai lelah lantaran tenaganya yang terus terkuras. Hingga pertolongan itu akhirnya datang.Angel melihat ada taksi melintas di tengah-tengah hujan yang bertambah deras. Diulurkannya tangan ke arah jalan, meminta agar taksi tersebut berhenti.Taksi menepi lalu berhenti di dekat Angel. Beruntung taksi tersebut sedang kosong sehingga Angel bisa masuk ke dalamnya.“Ke mana, Mbak?” Supir taksi menanyakan tujuan Angel saat telah bergerak pelan.Angel tak lantas menjawab karena memang dirinya tidak tahu harus pergi ke mana. Ia hanya ingin menjauh dari Ben yang telah mengusirnya.“Mbak, kita akan ke mana?” Untuk kedua kali supir taksi menanyakannya lantaran Angel belum memberi jawaban.“Jalan saja dulu, Pak.” Angel menjawab. Sambil taksi berjalan ia akan memikirkan tujuannya.Menuruti keinginan penumpangnya, taksi melaju membelah jalan raya. Hingga tiba di traffic light Angel belum bisa menentukan tujuannya.“Mbak, saya harus m
Hari ini Angel tetap beraktivitas seperti biasa. Perempuan itu datang ke kantornya. Kehamilan yang dialaminya sama sekali bukan halangan baginya untuk menjalankan rutinitas. Lagipula ia ingin bertemu dengan Ben. Ia ingin tahu apa suaminya itu sungguh-sungguh dengan keinginan untuk menyuruh Lolita pergi.‘’Kamu yakin tetap kerja hari ini?” tanya Rendra bimbang mengingat saat ini sepertinya keadaan Angel tidak benar-benar sehat.“Aku akan baik-baik saja, Rend. Nggak usah terlalu mengkhawatirkanku,” kata Angel meyakinkan.“Jadi nanti setelah dari kantor kamu juga akan kembali ke apartemen Ben?” Rendra bertanya lagi.“Aku harap begitu.”Kalau sampai Lolita belum pergi juga dari apartemen tersebut maka Angel benar-benar tidak akan kembali ke sana. Sudah cukup. Ia tidak tahan lagi.“Terus kapan Tante ke sini lagi? Sasa kan belum puas main sama Tante,” sela Marsha sambil memandangi Angel dengan wajah polosnya.Angel mengalihkan perhatiannya pada Marsha. Lalu diberinya anak itu segaris senyu
Butuh waktu beberapa detik bagi Lolita untuk meresapi ucapan Ben sebelum perempuan itu berkata, “Hamil?”“Aku juga baru tahu kalau dia hamil,” ucap Ben menimpali.“Kamu yakin kalau dia hamil anakmu?”Pertanyaan yang dilontarkan Lolita tentu mengejutkan Ben. Iya, tadi Ben juga melafalkan hal yang sama saat berada di rumah Rendra. Hanya saja itu merupakan bentuk kekagetannya atas hal yang sekali pun tidak pernah melintas di kepalanya, bukan berarti ia meragukan kalau anak yang dikandung Angel bukan anaknya.“Maksudmu apa, Ta?” Ben ingin Lolita memperjelas kata-katanya yang ambigu.“Maksudku adalah bagaimana mungkin dia bisa hamil anakmu sedangkan kalian baru beberapa waktu belakangan ini berbaikan. Jadi menurutku sangat nggak masuk akal.”Ben sontak membisu. Pria itu mencoba mencerna perkataan kekasihnya. Belum sempat pria itu menyimpulkan, Lolita sudah kembali berbicara.“Aku tahu kamu nggak bodoh, Ben. Kamu sangat cerdas. Jadi aku harap kamu bisa menggunkan kecerdasanmu itu. Jangan ma