Lima belas tahun kemudian...
"Ming Zhu! Kau di mana? Aku datang! Apa kau tidak merindukanku?" Napas Ming Zhu berubah cepat, bulu-bulunya menegang. Paginya berubah menjadi bencana mengingat Raja Zhian yang sepertinya tidak punya kerjaan. "Kamu kira, dengan bersembunyi di sini, Raja Zhian tidak akan menemukanmu? Lagi pula, sebagai seorang bawahan kau seharusnya menyambut kedatangannya. Sudah dua bulan dia tidak di istana!" "Kakak Zhao, kau tidak merasakan penderitaanku! Bertemu dengannya adalah neraka," sahut Ming Zhu dari balik meja. Di atas meja, Zhao Shen sibuk menuangkan teh yang baru saja ia seduh ke dalam cangkir keramik. Seketika, gerak tangannya terhenti ketika mendengar peryataan Ming Zhu.Zhao Shen menggeleng-gelengkan kepala, "Kamu bilang dia neraka?" katanya tidak setuju. Teh yang Zhao Shen siapkan adalah untuk Raja Zhian. Zhao Shen tahu, saat sampai di Yueliang Palace, Paviliun Ying yang pertama kali akan disambangi. Raja itu terlalu rindu pada serigala kecil kesayangannya."Ming Zhu! Ming Zhu!" Suara itu terdengar semakin mendekat. "Gawat!" Ming Zhu menggigit bibir bawahnya. Ia keluar dari bawah meja dan lari mencari tempat persembunyian yang lebih aman. Awan-awan yang berwarna nila dengan jejeran pohon ceri yang sudah cukup tua, tidak ada tempat lagi bagi Ming Zhu untuk bersembunyi selain kamar tidur gurunya. Sebenarnya, Ming Zhu merasa ragu untuk masuk ke sana. Area pribadi Wang Mo Ryu, murid kurang ajar mana yang berani menjamahnya.Namun, terlambat. Ming Zhu tercekat. Punggung yang lebar memakunya cukup lama. "Ada apa?" Wang Mo Ryu baru saja selesai mengenakan jubah panjang ketika berbalik dan bertanya. Ming Zhu merapatkan pintu kamar, "Laoshi, tolong selamatkan aku!" katanya kemudian. Wang Mo Ryu tersenyum. "Kau mana mungkin bisa bersembunyi darinya!" Ming Zhu diam. Ia terpana dengan senyum yang ditunjukkan gurunya. Memang benar, tidak ada hal yang serius. Raja Zhian bukanlah ancaman dan tidak ada hal yang bisa melukai Ming Zhu di Yueliang Palace. Namun, kemudian, senyum Wang Mo Ryu tenggelam sendiri. Ia menuju tempat tidur dan duduk di sana, "Kemarilah!" perintah Wang Mo Ryu sambil menepuk-epuk pahanya. Ming Zhu segera merubah diri menjadi sosok serigala dan berbaring di pangkuan Wang Mo Ryu. Pangkuan Wang Mo Ryu akan selalu hangat dan menenangkan baginya. Pangkuan Wang Mo Ryu selalu menjadi tempat yang paling dirindukan oleh Ming Zhu. Ada banyak hari di mana Ming Zhu terbangun di dalam pelukan Wang Mo Ryu. Ming Zhu juga selalu melayani dan menemani gurunya itu.Tapi, sekali lagi Ming Zhu tercekat. Kembali berada di pangkuan Wang Mo Ryu seperti mimpi buatnya. Semuanya berubah sejak tahun lalu. Ketika rambut Ming Zhu berubah putih, sikap Wang Mo Ryu juga mulai berubah kepadanya. Gurunya hanya mengatakan, "Kau harus bisa mengendalikan amarahmu. Atau aku sendiri yang akan menghukummu!" "Laoshi, apa maksudmu?" tanya Ming Zhu.Benar rambutnya perlahan berubah putih. Tapi, Ming Zhu tidak merasa ada yang salah dari dirinya. Sekarang, yang Ming Zhu yakini adalah Ryu Laoshi yang benci dengan penampilannya.Lalu, apa bedanya jika hari ini adalah mimpi atau pun bukan. Ming Zhu tidak melihat gurunya selama enam bulan, dan jika pun mereka bertemu, Ming Zhu tidak lagi merasa senang sepenuhnya. "Ming Zhu! Di sini kau rupanya!" Raja Zhian masuk ke kamar Wang Mo Ryu. Ming Zhu kembali memejamkan matanya. "Baginda! Mohon tidak menganggunya! Biarkan dia tidur!" pinta Wang Mo Ryu sambil mengusap-usap bulu putih Ming Zhu. "Hey! Apa kamu juga baru datang?" tanya Raja Zhian dengan garis bibir melebar. Ia mungkin merasa iri dengan kenyataan yang ia lihat sekarang. Ming Zhu yang memilih berpura-pura tidur di pangkuan Wang Mo Ryu dibanding bertemu denganya. Namun, itu adalah wajar. Sudah seharusnya Ming Zhu lebih menghargai Wang Mo Ryu dibanding yang lainnya, bahkan seorang raja sekali pun. Tapi, Raja Zhian juga bisa merasakan betapa tertekannya Ming Zhu saat ditinggal majikannya selama berbulan-bulan. Dalam hal ini, menurutnya Wang Mo Ryu jahat dan tidak bertanggung jawab. "Ah, padahal aku ingin mengajaknya makan daging sapi panggang. Aku bawa banyak dari bumi!" Raja Zhian ikut mengusap bulu Ming Zhu. "Ya, sudahlah! Nanti saja!" "Daging sapi panggang?" Ming Zhu tiba-tiba berubah wujud. Raja Zhian mengangguk, "Kemarilah!" tangan Raja Zhian terbuka lebar. Ming Zhu berubah wujud lagi dan melompat ke dada Raja Zhian. "Hey! Apa begitu sikapmu pada gurumu sendiri!" protes Wang Mo Ryu. "Dia hanya terlalu pintar untuk tahu mana yang benar-benar baik padanya. Wang Mo Ryu, setelah lama berada di bumi, apa pernah kamu memikirkannya? Sekarang, apa yang kau bawa untuknya?" tanya Raja Zhian. Wang Mo Ryu berpaling. "Ada, tentu saja ada!" Wang Mo Ryu menyodorkan sesuatu pada Ming Zhu. Sebuah lonceng kecil dengan tali pengikat terbuat dari pita sutra berwarna putih. "Apa ini? Apa kau benar-benar berpikir bahwa dia seekor anjing?" sela Raja Zhian. Ming Zhu mengedip lambat ketika Wang Mo Ryu mengikatkan kalung lonceng itu ke lehernya. "Lihat! Dia sangat cantik!" katanya sambil mengusap kepala Ming Zhu. Raja Zhian menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia sendiri sebenarnya ragu bagaimana menganggap Ming Zhu. Jika Raja Zhian menghargainya sebagai seorang perempuan, maka ia tidak bisa memeluk Ming Zhu dengan leluasa seperti yang ia lakukan sekarang. Lagi pula, Ming Zhu pernah berkata, "tidak apa-apa jika guru menganggapku hanya sebagai hewan peliharaan, kukira itu akan membuat kami merasa lebih nyaman,". Namun, Raja Zhian adalah orang yang paling pengertian sejagad raya. Ekspresi Ming Zhu berubah setiap sekali mendengar Wang Mo Ryu mengatakan, "Ming Zhu hanyalah hewan peliharaan bagiku!" ... "Sejak aku adalah seekor anjing! Kuharap ada yang mengadopsiku! Baginda! Mohon katakan pada guruku kalau Anda akan membawaku ke kediaman Anda!" sebut Ming Zhu dengan mulut penuh dengan potongan daging. "Kenapa tiba-tiba kamu meminta itu?" tanya Raja Zhian pura-pura tidak mengerti. "Aku dikurung di Paviliun Ying Hua selama 15 tahun, rasanya wajar jika aku ingin melihat tempat lain." "Gurumu baru saja datang, sebentar dia akan pergi lagi. Kukira, kamu ingin menemaninya dulu!" Ming Zhu terdiam. Ia hanya berpikir apa yang sebenarnya diinginkan Wang Mo Ryu. "Ada atau pun tidak ada diriku, akan sama saja bagi guru. Lagi pula, sudah ada Yin Dan dan Zhao Shen," sebut Ming Zhu. Raja Zhian menggelengkan kepalanya, "Tidak bisa," lirihnya. "Bahkan kau tidak bisa?" "Ya. Bahkan aku, tidak ada yang bisa merubah aturan yang dibuat Wang Mo Ryu. Sekali kau melanggar aturannya, Wang Mo Ryu mungkin akan mengurungmu di Gunung Pemusnah Diri." "Kenapa dia bisa begitu jahat?" kesal Ming Zhu. "Hey, jangan berpikir begitu! Wang Mo Ryu berbuat begini untuk melindungimu!" "Jelaskan padaku! Apa sebenarnya yang terjadi? Kenapa aku diperlakukan seperti ini?" Ming Zhu menggenggam tangan Raja Zhian, memohon belas kasihan darinya. "Bukan aku yang berhak menjelaskan. Tanya gurumu sendiri." Ming Zhu menghela napas. Tentang rahasia yang menyangkut dirinya, sepertinya seluruh penghuni istana mengerti, kecuali dirinya.<> Siapa aku? Siapa sebenarnya diriku? Kenapa sepertinya guru tidak menyukaiku? Pedang bergerak dengan lincah. Tidak mengarah pada apa pun, tapi sisa tebasannya mampu membuat kelopak bunga terbelah. Dua jam berlalu, Ming Zhu menyebut itu latihan, tapi dia telah membuat setengah dari tanaman di kebun bunga Wang Mo Ryu meranggas. Begitu pula ketika ia berlatih memainkan guqin, nasib bunga Wang Mo Ryu tidak lebih baik. Ada banyak sayatan yang terbentuk di kulit batang pohon ceri tanpa Ming Zhu sadari di radius 10 meter dari tempatnya memainkan guqin. "Kau harus lebih mengontrol emosimu!" Wang Mo Ryu menghampiri muridnya. Ming Zhu menghentikan semua aktivitas dan memberi hormat pada gurunya. Ia tentu tidak akan meminta maaf atas ulahnya pada kebun bunga ceri. Dia sediri tidak diizinkan keluar dari Pavilian Ying Hua. Kebun bunga adalah satu-satunya yang bisa dijadikan tempat latihan. Di dalam diri Ming Zhu telah tertanam kekuatan yang luar biasa. Kekuatan iblis Jufeng Mo yang menghancurkan. Wang Mo Ryu memilki rencana untuk membuat Ming Zhu bisa menggunakan potensi kekuatan yang ada pada dirinya. Setelah semuanya berhasil ia kuasai, Wang Mo Ryu akan mengajari Ming Zhu ilmu untuk mengontrol kekuatan itu. Hanya saja, Wang Mo Ryu sadar bahwa emosi Ming Zhu tidak stabil, dan itu membuat Wang Mo Ryu khawatir sepanjang waktu. Kekuatan yang buruk bisa saja meluap tanpa Ming Zhu sadari. "Setiap nyawa adalah berharga, kau harus mengingat itu!" nasihat Wang Mo Ryu lagi. "Bahkan untuk sehelai kelopak bunga, kau harus menjaga mereka!" Ming Zhu tertunduk, "Rasanya sangat sulit, Laoshi!" "Aku tahu." "Laoshi, apa Laoshi masih tidak mau menjelaskan kekuatan seperti apa yang sebenarnya ada di dalam diriku. Kekuatan yang membuat semua orang takut." Wang Mo Ryu melangkah tenang. Ia memposisikan diri dekat dengan guqin yang baru saja dimainkan oleh muridnya. Saat nada menggema, kelopak bunga pelan-pelan terangkat ke atas, berputar-putar bersama angin puyuh kecil yang terbentuk. Naik dan semakin naik. "Ming Zhu!" panggil Wang Mo Ryu. "Ya, Laoshi!" "Aku tidak ingin kau terbebani dengan apa yang ada di dalam dirimu. Kau adalah gadis biasa. Apa pun yang terjadi, jangan dengar kata orang. Jangan membenci dirimu sendiri. Apa kau mengerti?" Ming Zhu menengadahkan kepalanya. Ia menatap penuh pada gurunya yang terlihat serius memainkan alat musik lima senar itu."Kupikir dia hanya menganggapku hewan peliharaan," batinnya yang benar-benar tidak bisa memahami perkataan gurunya. "Apa itu berarti kau akan mengurungku di Paviliun Ying Hua selamanya?" Wang Mo Ryu tersenyum simpul. Ia merasa bodoh telah berbicara serius dengan murid perempuannya itu. Ming Zhu mungkin berusia 15 tahun, namun tidak ada yang ia pahami dari dirinya. "Apa melihat dunia lain begitu penting bagimu?" tanya Wang Mo Ryu. "Tentu saja! Aku memimpikannya begitu lama, Laoshi!" antusias Ming Zhu. Wang Mo Ryu menghentikan permainannya. Kelopak bunga ceri mulai berjatuhan dan membuat Ming Zhu terpaku akan keindahannya. Pemandangan itu, ia kira, hanya gurunya yang mampu melakukannya. "Baiklah! Aku akan membawamu ke bumi saat kau berhasil mengendalikan kekuatanmu." "Benarkah? Tapi, bagaimana caranya?" kerutan terbentuk di kening Ming Zhu. "Lawan aku!" Wang Mo Ryu mengarahkan tangan ke ruangan tempat penyimpanan alat musik. Pintu terbuka, dan satu guqin melayang, mendekat kepada mereka. "Lawan aku! Hanya diriku!" perintah Wang Mo Ryu. "Baiklah!" Ming Zhu mulai memainkan guqin yang berbeda. Iramanya tajam dan melayang membentuk mata pedang. Wang Mo Ryu menghalaunya dengan hanya mengeluarkan sedikit tenaga dalam. Ia tidak akan menganggap itu pertarungan serius. Hanya saja, serangan Ming Zhu bertubi-tubi. Wang Mo Ryu bisa berbangga diri karena sepertinya kemampuan Ming Zhu berkembang pesat. Serigala kecil itu tampaknya sangat terobsesi untuk keluar dari Paviliun Ying Hua. Serangan Ming Zhu, bisa saja melukainya jika Wang Mo Ryu tetap menganggap itu hanya permainan semata. Sampai pada titik dimana seseorang secara misterius berteriak. Wang Mo Ryu harus membentuk benteng pertahanan yang besar untuk melindungi dirinya sendiri dan orang-orang di sekitarnya, termasuk Ming Zhu. Kelima senar guqin yang dimainkan Wang Mo Ryu secara tiba-tiba terputus dan pertarungan berakhir. "Ah, Ahahaha!" Ming Zhu melompat girang. "Aku berhasil! Aku berhasil!" katanya. Wang Mo Ryu menghela napas. Ia mencoba menahan tawanya saat itu. "Laoshi, ada apa?" heran Ming Zhu melihat gurunya yang sepertinya senang setelah dikalahkan. "Kubilang kau hanya boleh melawanku!" jelas Wang Mo Ryu yang semakin membuat Ming Zhu bingung. "Ah, Tuan! Kenapa harus mengajarinya berkelahi!" Yin Dan, kakek tua itu menyela. Ming Zhu lebih dulu terperanjat melihat tampilan Kakek Yin. Rambutnya berantakan, pakaiannya koyak di mana-mana. Sepertinya ledakan besar telah terjadi, dan kakek itu terkena imbasnya. "Aku tahu di istana ini tidak ada wanita selain Ming Zhu. Tapi, aku bisa mengajarinya memasak jika kau perintahkan. Akan lebih baik jika Ming Zhu dibiarkan hidup layaknya perempuan kebanyakan. Suatu hari dia bisa menikah dengan wajar. Bukankah itu bagus," lanjut Kakek Yin. "Kenapa aku?" tanya Ming Zhu menunjuk dirinya sendiri. "Dasar anak bodoh! Kau masih bertanya? Lihat! Kau membuat kerusakan dimana-mana!" Yin Dan memukul kepala Ming Zhu berkali-kali. "Ah, Kakek!" keluh Ming Zhu yang akhirnya sadar apa yang telah ia perbuat. Sekali lagi, ia hampir menghancurkan Paviliun Ying Hua, dan itu berarti ia telah kalah tanpa gurunya harus menang. Wang Mo Ryu berbalik. Senyumnya hilang seketika. Jauh di lubuk hatinya, dia merasa telah gagal dan tidak mengerti harus mulai dari mana lagi mengajari Ming Zhu. Ming Zhu samasekali tidak belajar untuk menahan diri. Dia seolah tidak peduli terhadap sekitarnya. Sejak Ming Zhu menunjukkan perubahan fisik ke arah bukan manusia, kekhawatiran Wang Mo Ryu berlipat ganda. Terlalu sulit untuk Wang Mo Ryu megambil sikap. Apakah dia harus seramah sebelumnya, atau menjadi tegas dan dingin kemudian."Laoshi! Jangan pergi! Muridmu ini memang bodoh!" Ming Zhu mengigau. Ia tertidur di anak tangga teras menuju kebun bunga."Ah, bisa-bisanya dia tidur di tempat seperti ini," Raja Zhian merendahkan tubuhnya dan mengusap rambut Ming Zhu. Sebenarnya tidak akan terlihat aneh jika saja Ming Zhu dalam wujud serigalanya. Kepala tertopang di atas tangan, bibir hampir menyentuh papan dan gaun yang berwarna biru muda di atas tanah, berada di antara ratusan kelopak ceri yang berjatuhan. Raja Zhian tidak mengerti, dimana pun itu, sepertinya adalah tempat yang nyaman untuk Ming Zhu tidur."Katakan! Apa kali ini Wang Mo Ryu membuatmu kesulitan lagi?" Raja Zhian merasa iba.Ming Zhu bergerak. Perlahan ia membuka mata dan tersenyum dengan bodohnya pada Raja Zhian. "Baginda! Kau datang? Apa kau membawa makanan untukku?" tanyanya."Aku ke sini...," penjelasan Raja Zhian terhenti.Ming Zhu tiba-tiba bergerak mundur. Ia menggeram sambil menyorot tajam ke satu arah.Raja Zhian memiringkan kepalanya. Ia ti
Satu kelopak bunga, terangkat dan jatuh secara bergantian di atas mangkuk yang diisi air. Ming Zhu belum bisa mengontrol energi dari ujung jarinya untuk menggerakkan kelopak bunga tesebut tanpa menimbulkan riak air. Akan lebih mudah baginya untuk membuat semua kelopak bunga di tanah bergejolak terbang, lalu ia fokuskan pada satu titik. Kelopak bunga akan berubah menjadi sisi tajam pedang jika itu terjadi dan membelah apa pun di sekitarnya. "Kenapa ini begitu sulit?" Ming Zhu mulai bosan. Ia merapatkan pipinya ke meja dan mulai bermain-main dengan bola-bola air yang melayang di antara mangkuk dan langit-langit ruang perpustakaan Pavilian Ying Hua. Kelopak bunga terperangkap dalam bola air tersebut. Dan bola air itu lebur ketika Ming Zhu melihat bayangan gurunya dalam gumpalan air tersebut. "Laoshi!" punggung Ming Zhu menegak. Wang Mo Ryu mendatangi Ming Zhu dan menatap muridnya itu cukup lama. "Bagaimana kesehatanmu?" tanya Wang Mo Ryu kemudian. Ming Zhu tidak menjawab.
"Ada apa?" Raja Zhian tidak tahan untuk tidak bertanya. Wang Mo Ryu tidak terlihat bersemangat untuk turun ke bumi. "Wajahmu juga terlihat lebih pucat." "Entahlah! Aku hanya merasa lemah. Setelah kasus ini, mungkin aku akan meminta waktu untuk bersemedi!" "Kau tidak harus ikut jika memang tidak enak badan!" Raja Zhian menasihati. Ia melihat Wang Mo Ryu seperti baru saja pulang dari pertarungan yang hebat. Yang begitu menguras energinya. "Apa itu karena Ming Zhu, kau seharusnya menyesal tidak membunuhnya dulu!" sela Yu Jian Hua. Wang Mo Ryu diam. Seolah terbiasa dengan kesinisan yang dilontarkan oleh Penasihat Istana, ia melanjutkan langkahnya. Benar, jika energinya terkuras saat bersama Ming Zhu. Tapi, itu hanya rutinitas yang harus ia jalani. Yang lebih buruk adalah sikapnya terhadap Ming Zhu di dua malam sebelumnya. Setelah kejadian itu, Wang Mo Ryu menjadi penakut. Ia berusaha menghindari Ming Zhu dan jika pun mereka berhadapan, tidak banyak yang bisa Wang Mo Ryu katakan. Segala
"Aku yakin, lambat laun monster itu akan mendatangi keturuan William Gaultier. Aura Alex terlalu kuat untuk ditumbangkan dan aura itu hanya akan menarik lebih banyak makhluk dimensi lain untuk mendekat. Sayangnya...," dengan lamban, mata Yu Jian Hua terbuka. Sebenarnya dari dua jam sebelumnya, Yu Jian Hua mencoba untuk tidur. Meski hanya dengan posisi duduk, dengan kepala bertopang pada kepalan tangannya. Memang jarang berhasil karena otaknya tak pernah berhenti berpikir. Ia masih tidak bisa membayangkan monster seperti apa yang melakukan pembantaian dengan merampas jantung manusia. Mungkin belum semua, tapi cukup banyak waktu yang dihabiskan Yu Jian Hua untuk membolak-balik kertas tua yang berisi tulisan-tulisan sejarah. Ilustrasi-ilustrasi makhluk yang menjadi mitologi di alam manusia, tidak luput dari perhatiannya.Tapi,"Cling!"Itu suara lonceng dari paviliun tempat tinggalnya, Paviliun Mudan. "Siapa yang berani menerobos masuk?" Yu Jian Hua tiba-tiba merasa geram. Ia tidak punya
"Ming Zhu! Dari mana saja kau?" Kakek Yin Dan bertanya.Ming Zhu menggelengkan kepala, "Tidak dari mana-mana!" gagapnya sambil berharap Kakek Yin Dan tidak melihat dirinya yang baru saja memasuki gerbang Paviliun Ying Hua."Kamu keluar?" Kakek melongok ke belakang Ming Zhu, gerbang masuk memang terlihat dari tempat mereka berdiri."Aku tidak berani," Ming Zhu tertunduk gelisah."Emmm. Memang harus begitu. Jangan buat masalah sementara Laoshi-mu tidak ada. Kembalilah ke kamar! Berhenti keluyuran. O, ya! Temui kakakmu dulu, Zhao Shen, dia panik mencarimu sejak dua jam lalu. Hampir saja dia menghubungi Wang Mo Ryu!""Memang Laoshi akan peduli?". Ming Zhu menggerutu di dalam hati. Lalu, apa yang terjadi jika Wang Mo Ryu menemukan kenyataan. "Bahwa aku telah melanggar aturan." Sebelumnya Ming Zhu ketakutan. Tapi, setelah dipikir lagi, Ming Zhu justru jadi penasaran. Hukuman seperti apa yang akan ia terima? Kekecewaan seperti apa yang akan gurunya sandang? Atau dia justru tidak peduli? "Lal
Yueliang Palace,"Kenapa bisa begitu ceroboh?" Ming Zhu mencari ke sana- kemari sambil memegangi dadanya. Setelah dua hari, baru ia sadar kalung anjing yang diberikan Wang Mo Ryu tidak lagi di lehernya. "Aku mendapat masalah di Paviliun Mudan karena loncengnya yang berbunyi," pikir Ming Zhu tentang di mana kira-kira benda itu jatuh. Karena setelah berjam-jam mencari di Paviliun Ying Hua, ia tidak menemukan apa-apa. Ming Zhu mengendap ke gerbang Paviliun Ying Hua, melongok ke sekitar, takut kalau ada yang melihat dirinya. Ming Zhu mungkin pernah mendengar samar tentang segel pelindung yang diucapkan Yu Jian Hua. Ia tidak terlalu mengerti. Hanya saja, ketika itu, Paviliun Mudan terlihat jelas dari tempatnya berdiri."Sekarang, aku mungkin bisa ke sana!" Ming Zhu masih yakin bahwa tiga petinggi istana masih berada di bumi. Seolah tidak belajar dari pengalaman sebelumnya, Ming Zhu melangkah keluar, mengikuti memori yang samar ke tempat yang ia pernah memijak. Jembatan kayu penghubung, ri
"Tidak, Laoshi! Aku tidak bermaksud...", Ming Zhu mengigau. Rasa sakit menjalar ke seluruh tulang, seakan hancur berkeping-keping karena bertabrakan dangan angin, lalu jatuh.Tak mengerti mana yang lebih keras, apakah suara dentuman gunung dan petir yang menyambar, atau suara tubuhnya yang terhempas. Dua-duanya menyakitkan. Ming Zhu telah pingsan cukup lama sebelum memperoleh kesadarannya kembali. Sayangnya, Ming Zhu tetap tidak tahu di mana ia sekarang. Ketika menengadah ke atas, semuanya tampak hitam. Bersama barisan bintang yang tentunya terlihat lebih indah saat dilihat dari Paviliun Ying Hua."Laoshi!" sebut Ming Zhu di sisa-sisa tenaga yang ada di kerongkongan. "Laoshi, kau akan mencariku 'kan? Kau pasti mengkhawatirkanku. Pasti akan menjemputku." Tangan dan kakinya masih sulit digerakkan dan ia pun mulai mengantuk lagi. Memikirkan bagaimana perasaan Wang Mo Ryu sekarang, membuat Ming Zhu merasa lebih nyaman dengan ketidaksadaraannya kemudian. ....Pagi hari,Warna keemasan me
"Ayo! Ayo cepat angkat! Nanti basah!"...Ming Zhu melongok ke dalam. Tetap tidak berani masuk. Setelah kilat dan petir menyambar beberapa kali, hujan turun dan jadi semakin lebat. Perayaan yang memang hanya dilakukan di tanah lapang, berakhir lebih cepat. Sekarang, para pengisi panggung disibukkan untuk menurunkan barang-barang mereka dari atas panggung. Setelah dirapikan dan dimasukkan ke dalam box kayu, barang-barang itu kemudian diangkut lagi ke atas truk. Ming Zhu bilang itu besi berjalan yang benar-benar besar."Hey, minggir! Jangan di sini! Kami mau lewat!" seseorang berteriak kepada Ming Zhu.Ming Zhu terpaksa menyingkir sambil terus memperhatikan siapa-siapa yang lewat."Eh, kenapa masih di sini? Memang mau cari siapa?" orang yang berteriak kepada Ming Zhu kali ini bertanya dengan lebih baik."Apa kalian mau pergi?" Ming Zhu balik bertanya."Ya. Sebentar lagi!"Ming Zhu tertunduk kecewa."Sepertinya aku tahu siapa yang dia cari,"seseorang menyela dari belakang, sambil membawa