Satu tahun telah berlalu, di mana saat ini bayi mungil itu sudah menjelma menjadi balita yang menggemaskan. Hari ini ia genap satu tahun dan saat ini Zeira sedang sibuk membuat kuel untuk putra kesayangannya. Selama setahun ini Zeira bekerja keras untuk mendapatkan uang, sehingga ia bisa membeli rumah sederhana untuk tempat tinggal mereka. Pagi sampai sore ia bekerja sebagai OB di perusahaan Wijaya, dan malam harinya ia membuat kue kering untuk dititip di warung yang ada disekitar kontrakan. Tidak jarang ia mendapat orderan kue saat para tetangganya memiliki hajatan atau ada yang ulang tahun. Zeira juga sering mendapat uang tip dari karyawan jika dia membuat kopi untuk mereka. Dalam satu tahun ini Zeira bekerja dengan santai di perusahaan Wijaya, karena yang menangani perusahaan saat ini adalah Gunawan, sebab Anjas diutus ayahnya untuk menangani perusahaan yang di Singapura. Gunawan melakukan semua itu, untuk membatalkan sayembara yang dilakukan Anjas. "Mama...Mama, Toya." Zeira t
Waktu sudah menunjukkan pukul 8 malam, namun Zeira masih setia duduk di bangku parkiran bersama security. Wanita cantik itu sebenarnya sudah selesai bekerja sejak jam 5 sore, tetapi karena hujan deras! la tidak bisa pulang dengan mengendarai motor, akhirnya Zeira memutuskan duduk di sana sambil menunggu hujan reda. Tin....tin.....tin...... Suara klakson mobil itu membuat Zeira dan security terkejut. Keduanya gugup saat kacanya terbuka. "Kalau pacaran bukan di sini tempatnya," ucap Anjas. "Ma...ma....maaf Pak. Aku hanya menemani mbak Zeira, soalnya dia enggak bisa pulang karena hujan deras," ucap security dengan ragu-ragu. Anjas bukannya menjawab, justru kembali menutup kaca mobilnya dan pergi meninggalkan parkiran. Mobil mewah itu sudah 30 menit meninggalkan perusahaan Wijaya namun tiba-tiba kembali lagi. "Apa ada yang tertinggal Pak?" Tanya security dengan sigap. "Suru dia masuk," ucap Anjas dengan angkuh. "Dia!" Security bingung, ia tidak mengerti siapa maksud Anjas. "Lola
"San, kamu kenal sama mbak Bella?" Tanya Zeira. "E...e... enggak, kenal gitu ajah." Jawab Susan dengan ragu-ragu. Setelah 15 menit berlalu, mereka tiba di sebuah rumah sakit yang berada di pinggiran kota. Keduanya dibawa masuk keruangan UGD untuk dilakukan tindakan. Susan menemani Bella, sedangkan Zeira menemani Anjas sambil menggendong Azka. "Sayang kamu tenang dulu ya?" Bujuk Zeira kepada putranya. Sebab dari tadi Azka berusaha melepaskan tubuhnya dari gendongan Zeira. Padahal mereka saat ini sedang mendorong tempat tidur Anjas menuju ruang UGD. Entah mengapa balita yang baru berusia satu tahun itu selalu menunjuk jari tangannya ke arah Anjas sambil mengatakan Pa...Pa... "Papa, Papa, Papa." Panggil Azka. "Sayang, dia itu bukan Papa! Tapi bos Mama." Zeira berusaha menjelaskan siapa Anjas kepada Azka. Tetapi apalah daya, Azka masih kecil dan belum mengerti apa-apa. "Ibu tunggu di sini ya? Kami akan memeriksa pasien." Perawat meminta Zeira untuk menunggu di luar. Namun hati Z
Seperti biasa, jam 7 pagi Zeira sudah tiba di kantor. Wanita cantik itu sedang berkutat mengerjakan pekerjaannya, dan tidak lupa sambil bersenandung rindu. Tok....tok....tok..... Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu. Zeira memutar tubuh ke arah pintu. "Iya mbak, ada yang bisa saya bantu?" Ucap Zeira dengan tersenyum ramah. Namun wanita itu bukannya menjawab, justru ia memperhatikan Zeira seperti orang yang sedang bingung. "Ada yang bisa saya bantu Mbak?" Zeira mengulang ucapannya. "Kamu" wanita itu menunjuk Zeira dengan satu jari tangannya. "Bukannya mbak yang menitipkan amplop ini kepadaku waktu itu?" lanjutnya sambil menunjukkan amplop besar berwarna cokelat. Zeira memperhatikan amplop itu, seketika ia mengenal dan mengingatnya, kalau amplop itu adalah amplop yang ia temukan waktu kejadian di hotel 2 tahun yang lalu. "Iya, saya mengingatnya." Jawab Zeira. Namun ia bingung kenapa wanita itu mencarinya dan membawa amplop itu kembali. "Nah.... tenyata benar. Aku pikir aku
Pagi ini Zeira lebih awal tiba di kantor, sebelum ia menyerahkan surat pengunduran diri, Zeira terlebih dahulu membuatkan sesuatu untuk para karyawan terutama untuk Anjas. Sebenarnya Zeira gugup dan tidak sanggup untuk bertemu dengan pria yang sudah menghamilinya itu. Tetapi Zeira menguatkan diri, karena harus memberikan surat pengunduran dirinya secara langsung kepada Anjas. Zeira tidak mau saat berhenti bekerja dari sana meninggalkan kesan yang tidak baik. Ting-nong....ting-nong.... Zeira meraih ponsel dari dalam tas. "Susan," ucapnya setelah melihat nama yang muncul di layar ponselnya, sambil mengusap tombol berwarna hijau. *Iya San* *Ra, kamu lagi sibuk gak?* Suara dari seberang sana. *Enggak, kenapa San?* Zeira mulai khawatir, sebab Susan tidak pernah menghubunginya di jam kerja, apalagi masih pagi seperti ini. *Kamu bisa turun sebentar gak? Soalnya aku lagi di lobby nih* *Di lobby? Tunggu sebentar ya San* Zeira memutuskan sambungan teleponnya. Ia bergegas menemui Saddam
Karena bujukan dari Anjas, akhirnya Azka menuruti ucap Zeira. Balita satu tahun itu menjulurkan kedua tangan agar Zeira menggendongnya. "Saya permisi dulu Pak," ucap Zeira dengan hormat. "Hm..." Jawab singkat Anjas dengan wajah dingin. "Papa." Panggil Azka saat akan ke luar dari pintu. Anjas memutar kepala ke arah pintu, ia tersenyum manis sambil melambaikan tangan. "Dada, sampai bertemu di lain waktu." ucapnya. Mendengar ucapan Anjas, seketika air mata Zeira menetes. Hatinya begitu sedih karena akan membawa Azka pergi dari Jakarta. Begitu juga dengan Anjas, entah mengapa ia merasa sedih mengigat Zeira akan membawa Azka pindah ke kampung. Ada rasa tidak rela dalam hatinya, tetapi dia tidak bisa berbuat apa-apa, karena Azka adalah anak Zeira. Sepanjang perjalanan dari kantor menuju rumah, air mata Zeira tidak berhenti menetes. Rasa sedih menyelimuti hati dan perasaannya. Padahal selama satu tahun ini Zeira tidak pernah sesedih ini, tetapi setelah mengetahui kalau Anjas adalah aya
Satu tahun telah berlalu, Anjas menjalani hari-hari dengan berbagai masalah. Pria tampan itu selalu berdebat dengan adik tiri dan ibu tirinya tentang warisan. Bahkan selama satu tahun ini, Anjas jarang pulang ke kediaman Wijaya. Ia lebih memilih tinggal di apartemen atau menginap di hotel. "Asep." Panggil Anjas kepada sopir pribadi. "Iya Tuan." Jawab Asep dengan hormat sambil menyetir mobil. "Kita ke hotel." Perintah Anjas. "Baik Tuan." Asep memutar stir mobil menuju hotel langganan Anjas. Dalam perjalanan Anjas sudah memesan kamar untuk mereka. Ia memesan kamar VIP untuk 3 hari. Anjas rencananya tidak kembali ke kediaman Wijaya selama tiga hari ini, karena ayahnya ada di sana. "Selamat sore Pak." Sapa para resepsionis hotel. Setiap Anjas menginap di sana, para resepsionis berusaha bersikap ramah, bahkan mereka berlomba-lomba untuk melayaninya selama pria tampan itu menginap di hotel itu. "Hm...." Balas singkat Anjas. Pria tampan itu meraih kunci dari resepsionis, melangkah
Sudah 3 kali Anjas menghubungi nomor ponsel Zeira, namun tidak satupun yang terhubung. Tetapi setelah pukul 11 malam, tiba-tiba ponselnya berdering. Ting-nong.....ting-nong.... Pria tampan itu dengan sigap meraih ponsel dari atas meja. "Zeira," ucapnya dengan lembut. *Kamu di mana?* Anjas langsung bicara pada intinya. Tentu lawan bicaranya di seberang sana bingung, sebab nomor yang menghubunginya adalah nomor baru. Walaupun Zeira merasa familiar dengan suatu itu! Tetapi ia tetap saja bertanya. *Ini siapa?* Sahut dari seberang sana. *Kamu pasti mengenal suaraku Zeira. Kamu tidak perlu berpura-pura tidak tahu* *Maaf Pak, tapi aku benar-benar tidak tahu siapa anda* tegas Zeira. *Yang pastinya aku bukan penjahat, maling, mafia atau pembunuh bayaran. Aku hanya ingin bertemu dengan kamu, ada hal penting yang harus kita bicarakan* *Aku tidak akan pernah bertemu dengan anda, sebab aku tidak mengenal anda* tolak Zeira dan langsung memutuskan sambungan teleponnya. Bahkan Zeira langsu
Zeira mengerutkan kening, ia bingung kenapa Anjas memanggil wanita itu, Bella. Sedangkan selma ini Zeira mengenalnya sebagai imel."Apa kabar Nyonya Zeira?" sapa Mark, sambil menyodorkan tangannya."Saya baik, bagaimana dengan bapak?" Zeira menjabat tangan Mark, ia juga balik bertanya."Saya baik," balas Mark.Setelah melepaskan tangannya dari Mark, Zeira menyodorkan tangannya kepada Bella. Namun Bella tidur menyambut tangan Zeira, ia justru menarik tangan wanita cantik itu, lalu memeluknya sambil menangis."Maafkan aku Zeira, aku benar-benar minta maaf," ucap Bella di sela-sela tangisan.Zeira melepaskan pelukannya dari Bella, "Hey, kamu kenapa minta maaf?" ucapnya.Tentu Zeira bertanya demikian! Menurutnya, ia tidak pernah ada masalah dengan wanita yang ada di hadapannya saat ini. Karena Zeira tidak tahu, kalau wanita itu adalah Bella. Sebab Bella sudah mengubah seluruh wajahnya dengan melakukan operasi plastik."Aku mohon maafkan aku Zeira, aku telah banyak melakukan kesalahan terh
"Hentikan." Sentak Zeira dengan nada yang lebih tinggi.Ia berusaha mendorong tubuh Saddam sekuat tenaga. Tetapi apalah daya, tubuhnya jauh lebih kecil daripada Saddam."Diam Zeira." Geram Saddam.Ia mulai kesal dengan sikap Zeira yang berontak, dengan kasar tangannya mencengkram kedua pipi Zeira."Kamu adalah istriku, sudah kewajibanmu untuk melayaniku," ucap Saddam dengan tegas. "Jadi, biarkan aku menikmati tu....." Tiba-tiba seseorang menarik Saddam dari belakang, sehingga pria tampan itu tidak melanjutkan kata-katanya.Pak....puk...pak... Beberapa pukulan mendarat di wajah Saddam."Aku yang akan menikmati tubuhmu pengkhianat." Suara bariton itu membuat Zeira berhenti menagis. Tadinya ia meringkuk di atas tempat tidur sambil berurai air mata, tapi kini kepalanya terangkat setelah mendengar suara yang tidak asing di telinganya."Ma....ma...mas Anjas," ucapnya dengan bibir gemetar.Zeira sama sekali tidak bergerak dari tempat tidur, ia mengucek mata untuk memperjelas penglihatannya
Mark melangkah mendekati Bella, "Maaf, tapi saya tidak mengenal anda." Wajah Bella terlihat sedih, bahkan kedua sudut matanya mengeluarkan cairan bening. Kondisinya saat ini membuatnya tidak bisa melakukan apapun. .......................Satu bulan telah berlalu, kondisi Bella kini semakin membaik. Terapi yang ia lakukan setiap hari membuat jari tangannya sudah bisa bergerak.Begitu juga dengan Mark, pria keturunan Jerman itu selalu datang menemui Anjas. Ia berusaha mengingatkan Anjas tentang masa lalunya, bahkan ia memberikan apartemennya untuk tempat tinggal Anjas dan Bella, selama mereka di sana. Mark sebenarnya ingin sekali terbang ke Indonesia untuk menemui Zeira lagi, tetapi pekerjaannya yang begitu penting tidak bisa ia tinggalkan. "Um...hum..." Bella menggumam saat melihat Mark muncul dari pintu.Mark yang mengerti maksud Bella, lantas menghampirinya, sedangkan Anjas bergegas menuju kamar."Ada apa Bella? apa kamu inginkan sesuatu?" Tanya Mark.Bella mengangguk, matanya ia
Mark sudah memohon, tetapi security tidak juga mengizinkannya untuk masuk. Akhirnya Mark kembali ke hotel."Saya terima nikahnya dan kawinnya Zeira Kirana binti Barata, dengan seperangkat alat sholat dibayar tunai." "Sah...sah...sah..."Kini Zeira resmi menjadi istri Saddam, ia hanya menjabat tangan suaminya tanpa menciumnya. Begitu juga dengan sebaliknya, Saddam tidak mencium kening Zeira, sebab istrinya itu menghindar.Air mata tidak berhenti ke luar dari matanya, begitu juga dengan Susan. Ia sangat mengerti bagaimana perasaan kakaknya saat ini. Tetapi walaupun demikian, Susan tetap mengucapkan selamat dan mendoakan semoga rumah tangga kakaknya bahagia dan harmonis.Waktu menunjukkan pukul 5 sore, saat Saddam masuk ke kamar. Ia melihat Zeira duduk di kursi sambil menghadap ke arah kolam renang melalui jendela."Hem..." Saddam sengaja berdehem agar Zeira menyadari kedatangannya.Namun Zeira sama sekali tidak merespon, tatapan wanita cantik itu tetap saja tertuju ke arah kolam renang
"Selamat pagi." Suara dari seberang sana."Selamat pagi, apa ini dengan kantor Wijaya Grup?" Ucap Mark."Iya, ini dengan kantor Wijaya Grup. Saya bicara dengan siapa?" Tanya dari seberang sana."Ini saya Mark, klien pak Anjas. Apa saya bisa bicara dengan Ibu Zeira?""Maaf pak, ibu Zeira tidak ada di kantor." Balas dari seberang."Kalau begitu apa saya bisa meminta nomor ponselnya? ada yang ingin saya sampaikan tentang pak Anjas." "Tu....tu....tu...tu...." Tiba-tiba panggilan terputus. Mark mencoba menghubunginya kembali, namun tidak bisa terhubung."Pasti ada yang tidak beres," ucap Mark. Ia bangkit dari kursi dan pergi meninggalkan rumah sakit.Sementara di tempat lain, Saddam langsung melakukan tindakan agar Mark tidak bisa menghubungi nomor kantor. Ia juga berusaha menghubungi nomor Bella untuk memberitahu tentang Mark. Tetapi sayang, panggilnya tidak terhubung. Bagaimana terhubung, Bella saat ini sedang koma di rumah sakit, sedangkan ponselnya tinggal di hotel.Tepat pukul 5 sor
Keputusan Zeira untuk menikah dengan Saddam sudah bulat. Namun ia meminta pernikahan mereka hanya di laksanakan di kantor KUA tanpa adanya resepsi."Kak, apa kamu sudah yakin?" Tanya Susan.Saat ini kedua wanita cantik itu sedang duduk di taman sambil menemani Azka bermain."Sudah." Jawab singkat Zeira.Susan menarik napas dalam-dalam. "Jika kakak belum yakin! kakak berhak untuk menolaknya. Cobalah bicara dengan papah." "Tidak Susan, aku tidak mau terjadi sesuatu yang buruk kepada papah." Bantah Zeira."Kakak, jangan memaksakan diri hanya untuk sesuatu. Aku tahu kamu sangat menyayangi papah, itu sebabnya kamu setuju untuk menikah dengan Saddam. Tapi percayalah kak, pernikahan kamu dan Saddam tidak ada hubungannya dengan penyakit papah.""Tapi San.....""Tidak ada tapi-tapian, berpikirlah karena masih ada waktu satu bulan lagi." Setelah mengatakan itu, Susan langsung pergi.Sementara di tempat lain, Bella dan Anjas sudah berada di dalam pesawat. Keduanya terbang menuju Inggris untuk m
Satu bulan telah berlalu, hingga saat ini Zeira belum menerima permintaan ayahnya untuk menikah. Bahkan selama satu bulan ini, ia lebih sering mengurung diri di dalam kamar.Tok....tok....tok... Suara ketukan pintu menyadarkan Zeira dari khayalan.Ia bangkit dari kursi, melangkah untuk membuka pintu. Wajahnya sedikit kesal saat melihat ayahnya berdiri di sana. Zeira tahu tujuan ayahnya datang menemuinya, pasti untuk membujuknya agar menikah dengan Saddam."Apa papah boleh masuk?" Tanya Barata sambil tersenyum."Hm..." Sahut Zeira seiring dengan anggukan kepala."Apa papah datang kemari untuk membahas tentang pernikahan?" Todong Zeira setelah mereka duduk di sofa.Barata menggelengkan kepala, ia menatap Zeira sambil tersenyum. "Tidak sayang, papah datang kemari untuk mengajakmu menemani papah ke rumah sakit.""Apa papah sakit?" Zeira terlihat panik dan khawatir."Tidak sayang, papah hanya ingin cek. Soalnya akhir-akhir ini jantung papah sering berdegup kencang." Zeira bangkit dari tem
Semenjak melihat raut wajah Saddam yang begitu tegang! Susan merasa ada sesuatu yang aneh dengan pria tampan itu."Kak, kamu lihat gak wajah Saddam?" Tanya Susan kepada Zeira."Enggak, kenapa?" Zeira balik bertanya."Aku merasa ada yang aneh deh." "Aneh bagaimana? kakak rasa gak ada yang aneh." Bantah Zeira."Aku merasa wajah Saddam sedikit tegang, saat kakak mengatakan bertemu dengan pria yang mirip dengan kak Anjas." "Masa sih?" Ucap Zeira."Iya, aku enggak bohong kak." Susan mengangkat dua jari tangannya sebagai tanda serius.Zeira tersenyum tipis, "Mungkin Saddam merasa lelah, karena akhir-akhir sering lembur. Jadi wajar kalau wajahnya terlihat tegang atau pucat." Zeira berpikir positif, walupun ia tidak nyaman dengan keberadaan Saddam di rumah itu! tapi Zeira sama sekali tidak pernah berpikir buruk terhadapnya....................Pukul 6 pagi, Saddam sudah meninggalkan kediaman Wijaya. Pria tampan itu mengemudi mobilnya sendiri tanpa sopir pribadi.Biasanya setiap hari Minggu
Enam bulan telah berlalu, kenyataan pahit itu masih menyelimuti kediaman Wijaya. Terutama Zeira dan kedua anaknya, bahkan sampai saat ini Azka masih sering menagis mencari ayahnya.Seperti pagi ini, Zeira harus berusaha keras membujuk putranya."Sayang, kamu harus makan, katanya mau jadi anak pintar! kalau gak mau makan, gimana mau pintar," ucap Zeira untuk membujuk putranya."Aku rindu papah." Sahut Azka.Zeira menaruh piring yang ada ditangannya ke atas meja. Lalu memeluk Azka dengan erat dan penuh kasih sayang."Mamah juga rindu papah sayang." Balas Zeira.Keduanya saling berpelukan dan menumpahkan air mata."Jangan sedih dong, aunty jadi ikut sedih," ucap Susan."Kakek juga ikut sedih." Timpal Barata. Pria paruh baya itu sudah kembali dari Singapura, setelah mendengar kabar kematian menantunya. Lagipula kondisi Barata sudah sembuh 80 persen. Jadi ia memutuskan untuk kembali ke Indonesia dan menghentikan pengobatannya. Ia ingin menjaga dan menemani kedua putrinya.Azka melepaskan