Pagi ini Zeira lebih awal tiba di kantor, sebelum ia menyerahkan surat pengunduran diri, Zeira terlebih dahulu membuatkan sesuatu untuk para karyawan terutama untuk Anjas. Sebenarnya Zeira gugup dan tidak sanggup untuk bertemu dengan pria yang sudah menghamilinya itu. Tetapi Zeira menguatkan diri, karena harus memberikan surat pengunduran dirinya secara langsung kepada Anjas. Zeira tidak mau saat berhenti bekerja dari sana meninggalkan kesan yang tidak baik. Ting-nong....ting-nong.... Zeira meraih ponsel dari dalam tas. "Susan," ucapnya setelah melihat nama yang muncul di layar ponselnya, sambil mengusap tombol berwarna hijau. *Iya San* *Ra, kamu lagi sibuk gak?* Suara dari seberang sana. *Enggak, kenapa San?* Zeira mulai khawatir, sebab Susan tidak pernah menghubunginya di jam kerja, apalagi masih pagi seperti ini. *Kamu bisa turun sebentar gak? Soalnya aku lagi di lobby nih* *Di lobby? Tunggu sebentar ya San* Zeira memutuskan sambungan teleponnya. Ia bergegas menemui Saddam
Karena bujukan dari Anjas, akhirnya Azka menuruti ucap Zeira. Balita satu tahun itu menjulurkan kedua tangan agar Zeira menggendongnya. "Saya permisi dulu Pak," ucap Zeira dengan hormat. "Hm..." Jawab singkat Anjas dengan wajah dingin. "Papa." Panggil Azka saat akan ke luar dari pintu. Anjas memutar kepala ke arah pintu, ia tersenyum manis sambil melambaikan tangan. "Dada, sampai bertemu di lain waktu." ucapnya. Mendengar ucapan Anjas, seketika air mata Zeira menetes. Hatinya begitu sedih karena akan membawa Azka pergi dari Jakarta. Begitu juga dengan Anjas, entah mengapa ia merasa sedih mengigat Zeira akan membawa Azka pindah ke kampung. Ada rasa tidak rela dalam hatinya, tetapi dia tidak bisa berbuat apa-apa, karena Azka adalah anak Zeira. Sepanjang perjalanan dari kantor menuju rumah, air mata Zeira tidak berhenti menetes. Rasa sedih menyelimuti hati dan perasaannya. Padahal selama satu tahun ini Zeira tidak pernah sesedih ini, tetapi setelah mengetahui kalau Anjas adalah aya
Satu tahun telah berlalu, Anjas menjalani hari-hari dengan berbagai masalah. Pria tampan itu selalu berdebat dengan adik tiri dan ibu tirinya tentang warisan. Bahkan selama satu tahun ini, Anjas jarang pulang ke kediaman Wijaya. Ia lebih memilih tinggal di apartemen atau menginap di hotel. "Asep." Panggil Anjas kepada sopir pribadi. "Iya Tuan." Jawab Asep dengan hormat sambil menyetir mobil. "Kita ke hotel." Perintah Anjas. "Baik Tuan." Asep memutar stir mobil menuju hotel langganan Anjas. Dalam perjalanan Anjas sudah memesan kamar untuk mereka. Ia memesan kamar VIP untuk 3 hari. Anjas rencananya tidak kembali ke kediaman Wijaya selama tiga hari ini, karena ayahnya ada di sana. "Selamat sore Pak." Sapa para resepsionis hotel. Setiap Anjas menginap di sana, para resepsionis berusaha bersikap ramah, bahkan mereka berlomba-lomba untuk melayaninya selama pria tampan itu menginap di hotel itu. "Hm...." Balas singkat Anjas. Pria tampan itu meraih kunci dari resepsionis, melangkah
Sudah 3 kali Anjas menghubungi nomor ponsel Zeira, namun tidak satupun yang terhubung. Tetapi setelah pukul 11 malam, tiba-tiba ponselnya berdering. Ting-nong.....ting-nong.... Pria tampan itu dengan sigap meraih ponsel dari atas meja. "Zeira," ucapnya dengan lembut. *Kamu di mana?* Anjas langsung bicara pada intinya. Tentu lawan bicaranya di seberang sana bingung, sebab nomor yang menghubunginya adalah nomor baru. Walaupun Zeira merasa familiar dengan suatu itu! Tetapi ia tetap saja bertanya. *Ini siapa?* Sahut dari seberang sana. *Kamu pasti mengenal suaraku Zeira. Kamu tidak perlu berpura-pura tidak tahu* *Maaf Pak, tapi aku benar-benar tidak tahu siapa anda* tegas Zeira. *Yang pastinya aku bukan penjahat, maling, mafia atau pembunuh bayaran. Aku hanya ingin bertemu dengan kamu, ada hal penting yang harus kita bicarakan* *Aku tidak akan pernah bertemu dengan anda, sebab aku tidak mengenal anda* tolak Zeira dan langsung memutuskan sambungan teleponnya. Bahkan Zeira langsu
"Putramu?" Sahut Anjas dengan tersenyum sinis. "Dia bukan putramu Zeira, tetapi putraku." Lanjutnya. "Dia adalah putraku, aku mohon jangan bawa Azka." Bantah Zeira sambil memohon agar Anjas tidak membawa Azka. "Azka mau kan, ikut papah ke Jakarta? nanti papah belikan mainan yang banyak buat Azka, terus papah buat kamar Azka gambar Spiderman." Bujuk Anjas. "Bukan Spiderman papah, tapi tayo." Protes Azka dengan gaya bicara khas anak-anak. "Oh iya, Toya." Timpal Anjas sambil tersenyum bahagia. "Kita pergi ya?" Tanya Anjas dengan nada membujuk kepada Azka. Tentu anak yang tidak tahu apa-apa itu mengangguk, karena bahagia akan dibelikan mainan kesukaannya. Dia berpikir kalau Jakarta itu adalah pasar di mana tempat membeli mainan, setelah itu mereka kembali ke rumah. Zeira berlari mengikuti Anjas yang sedang melangkah menuju pintu sambil menggendong Azka. "Tolong jangan bawa anakku, aku tidak sanggup berpisah darinya." Tangis Zeira sambil berlutut memohon di hadapan Anjas. "Anakmu?
"Tuan muda Azka adalah putra kandung tuan Anjas, Tuan." Ucap Asep ragu-ragu. "Apa maksud kamu Asep?" Tanya Gunawan, ia masih belum mengerti maksud ucapan Asep. "Begini Tuan." Asep menceritakan tentang pertemuan Anjas dan Zeira tiga tahun yang lalu. "Bagaimana mungkin?" Tantang Riana. Ia tidak percaya kalau anak itu adalah darah daging Anjas. "Hanya satu kali bisa membuat Zeira hamil? Sungguh tidak masuk akal." Lanjutnya. Tentu Riana tidak terima kalau Azka adalah anak kandung Anjas. Karena, jika Azka benar-benar anak kandung Anjas! Gunawan akan segera menyerahkan warisan Wijaya kepada Anjas. Sebab itu sudah tertulis dalam surat perjanjian, yang dibuat oleh kakek Anjas sebelum meninggal dunia. "Apapun bisa terjadi jika Tuhan menghendaki." Sahut Anjas. "Papa juga belum bisa percaya dengan semua ini. Bagaimana mungkin wanita itu tidak meminta pertanggungjawaban, sementara selama ini dia bekerja sebagai OB di perusahaan Wijaya?" Gerutu Gunawan. Hal yang wajar jika ia berpikiran sep
Maria kembali ke Bandung dengan rasa putus asa. Jangankan untuk membawa Azka kembali bersamanya, melihat wajah Azka saja, tidak. Namun Zeira berusaha menghibur dan memberikan semangat pada ibunya. "Zeira, apa Azka sudah melupakan kita?" Tanya Maria. Saat ini mereka sedang duduk di ruang tamu. Sebab tadi pagi, Zeira sudah diizinkan dokter untuk pulang ke rumah. "Tidak ibu, Azka tidak akan pernah melupakan aku dan ibu. Aku percaya kalau putraku selalu memanggil dan mencari aku saat dia bangun tidur." Zeira yakin dengan perasaannya, bahwa Azka mengigat dan mencarinya. "Semoga saja sayang, ibu juga berharap seperti itu." Timpal Maria. Keduanya berpelukan sambil menumpahkan air mata. Sungguh Zeira tidak tahu harus berbuat apa untuk mendapatkan kembali putranya. Keluarga Wijaya bukanlah keluarga sembarangan, mereka memiliki banyak kekuasaan sehingga sulit untuk menantang mereka. Walaupun Zeira membuat laporan ke kantor polisi! Semua itu akan sia-sia dan hanya membuang-buang tenaga. An
Setibanya di Bandung, Anjas melihat Zeira berdiri di pintu sambil memasang sepatu. Wanita cantik itu terlihat sedang bersiap-siap untuk bekerja, sebab pakaian yang dikenakan Zeira saat ini adalah seragam karyawan hotel. Tin....tin....tin.... Anjas sengaja menekan klakson mobil untuk mengundang perhatian Zeira.Dan benar saja, Zeira langsung memutar kepala ke arah datangnya suara. "Itu kan mobil pak Anjas." Ucap Zeira dengan lembut dan nyaris tidak terdengar. Baru saja Zeira selesai bicara, Anjas tiba-tiba ke luar dari mobil melangkah menuju ke arahnya. Tanpa berbicara Anjas langsung mencengkram pergelangan tangan Zeira lalu membawanya masuk ke dalam mobil. "Lepaskan aku." Ucap Zeira sambil berusaha melepaskan tangannya dari genggaman Anjas. "Ibu....ibu....ibu...." Teriak Zeira karena Anjas tidak mau melepaskannya, bahkan pria tampan itu memasukkannya dengan kasar ke dalam mobil. "Tutup mulutmu jika ingin bertemu dengan Azka." Ucap Anjas dengan lembut. Namun matanya menatap Zeira
Zeira mengerutkan kening, ia bingung kenapa Anjas memanggil wanita itu, Bella. Sedangkan selma ini Zeira mengenalnya sebagai imel."Apa kabar Nyonya Zeira?" sapa Mark, sambil menyodorkan tangannya."Saya baik, bagaimana dengan bapak?" Zeira menjabat tangan Mark, ia juga balik bertanya."Saya baik," balas Mark.Setelah melepaskan tangannya dari Mark, Zeira menyodorkan tangannya kepada Bella. Namun Bella tidur menyambut tangan Zeira, ia justru menarik tangan wanita cantik itu, lalu memeluknya sambil menangis."Maafkan aku Zeira, aku benar-benar minta maaf," ucap Bella di sela-sela tangisan.Zeira melepaskan pelukannya dari Bella, "Hey, kamu kenapa minta maaf?" ucapnya.Tentu Zeira bertanya demikian! Menurutnya, ia tidak pernah ada masalah dengan wanita yang ada di hadapannya saat ini. Karena Zeira tidak tahu, kalau wanita itu adalah Bella. Sebab Bella sudah mengubah seluruh wajahnya dengan melakukan operasi plastik."Aku mohon maafkan aku Zeira, aku telah banyak melakukan kesalahan terh
"Hentikan." Sentak Zeira dengan nada yang lebih tinggi.Ia berusaha mendorong tubuh Saddam sekuat tenaga. Tetapi apalah daya, tubuhnya jauh lebih kecil daripada Saddam."Diam Zeira." Geram Saddam.Ia mulai kesal dengan sikap Zeira yang berontak, dengan kasar tangannya mencengkram kedua pipi Zeira."Kamu adalah istriku, sudah kewajibanmu untuk melayaniku," ucap Saddam dengan tegas. "Jadi, biarkan aku menikmati tu....." Tiba-tiba seseorang menarik Saddam dari belakang, sehingga pria tampan itu tidak melanjutkan kata-katanya.Pak....puk...pak... Beberapa pukulan mendarat di wajah Saddam."Aku yang akan menikmati tubuhmu pengkhianat." Suara bariton itu membuat Zeira berhenti menagis. Tadinya ia meringkuk di atas tempat tidur sambil berurai air mata, tapi kini kepalanya terangkat setelah mendengar suara yang tidak asing di telinganya."Ma....ma...mas Anjas," ucapnya dengan bibir gemetar.Zeira sama sekali tidak bergerak dari tempat tidur, ia mengucek mata untuk memperjelas penglihatannya
Mark melangkah mendekati Bella, "Maaf, tapi saya tidak mengenal anda." Wajah Bella terlihat sedih, bahkan kedua sudut matanya mengeluarkan cairan bening. Kondisinya saat ini membuatnya tidak bisa melakukan apapun. .......................Satu bulan telah berlalu, kondisi Bella kini semakin membaik. Terapi yang ia lakukan setiap hari membuat jari tangannya sudah bisa bergerak.Begitu juga dengan Mark, pria keturunan Jerman itu selalu datang menemui Anjas. Ia berusaha mengingatkan Anjas tentang masa lalunya, bahkan ia memberikan apartemennya untuk tempat tinggal Anjas dan Bella, selama mereka di sana. Mark sebenarnya ingin sekali terbang ke Indonesia untuk menemui Zeira lagi, tetapi pekerjaannya yang begitu penting tidak bisa ia tinggalkan. "Um...hum..." Bella menggumam saat melihat Mark muncul dari pintu.Mark yang mengerti maksud Bella, lantas menghampirinya, sedangkan Anjas bergegas menuju kamar."Ada apa Bella? apa kamu inginkan sesuatu?" Tanya Mark.Bella mengangguk, matanya ia
Mark sudah memohon, tetapi security tidak juga mengizinkannya untuk masuk. Akhirnya Mark kembali ke hotel."Saya terima nikahnya dan kawinnya Zeira Kirana binti Barata, dengan seperangkat alat sholat dibayar tunai." "Sah...sah...sah..."Kini Zeira resmi menjadi istri Saddam, ia hanya menjabat tangan suaminya tanpa menciumnya. Begitu juga dengan sebaliknya, Saddam tidak mencium kening Zeira, sebab istrinya itu menghindar.Air mata tidak berhenti ke luar dari matanya, begitu juga dengan Susan. Ia sangat mengerti bagaimana perasaan kakaknya saat ini. Tetapi walaupun demikian, Susan tetap mengucapkan selamat dan mendoakan semoga rumah tangga kakaknya bahagia dan harmonis.Waktu menunjukkan pukul 5 sore, saat Saddam masuk ke kamar. Ia melihat Zeira duduk di kursi sambil menghadap ke arah kolam renang melalui jendela."Hem..." Saddam sengaja berdehem agar Zeira menyadari kedatangannya.Namun Zeira sama sekali tidak merespon, tatapan wanita cantik itu tetap saja tertuju ke arah kolam renang
"Selamat pagi." Suara dari seberang sana."Selamat pagi, apa ini dengan kantor Wijaya Grup?" Ucap Mark."Iya, ini dengan kantor Wijaya Grup. Saya bicara dengan siapa?" Tanya dari seberang sana."Ini saya Mark, klien pak Anjas. Apa saya bisa bicara dengan Ibu Zeira?""Maaf pak, ibu Zeira tidak ada di kantor." Balas dari seberang."Kalau begitu apa saya bisa meminta nomor ponselnya? ada yang ingin saya sampaikan tentang pak Anjas." "Tu....tu....tu...tu...." Tiba-tiba panggilan terputus. Mark mencoba menghubunginya kembali, namun tidak bisa terhubung."Pasti ada yang tidak beres," ucap Mark. Ia bangkit dari kursi dan pergi meninggalkan rumah sakit.Sementara di tempat lain, Saddam langsung melakukan tindakan agar Mark tidak bisa menghubungi nomor kantor. Ia juga berusaha menghubungi nomor Bella untuk memberitahu tentang Mark. Tetapi sayang, panggilnya tidak terhubung. Bagaimana terhubung, Bella saat ini sedang koma di rumah sakit, sedangkan ponselnya tinggal di hotel.Tepat pukul 5 sor
Keputusan Zeira untuk menikah dengan Saddam sudah bulat. Namun ia meminta pernikahan mereka hanya di laksanakan di kantor KUA tanpa adanya resepsi."Kak, apa kamu sudah yakin?" Tanya Susan.Saat ini kedua wanita cantik itu sedang duduk di taman sambil menemani Azka bermain."Sudah." Jawab singkat Zeira.Susan menarik napas dalam-dalam. "Jika kakak belum yakin! kakak berhak untuk menolaknya. Cobalah bicara dengan papah." "Tidak Susan, aku tidak mau terjadi sesuatu yang buruk kepada papah." Bantah Zeira."Kakak, jangan memaksakan diri hanya untuk sesuatu. Aku tahu kamu sangat menyayangi papah, itu sebabnya kamu setuju untuk menikah dengan Saddam. Tapi percayalah kak, pernikahan kamu dan Saddam tidak ada hubungannya dengan penyakit papah.""Tapi San.....""Tidak ada tapi-tapian, berpikirlah karena masih ada waktu satu bulan lagi." Setelah mengatakan itu, Susan langsung pergi.Sementara di tempat lain, Bella dan Anjas sudah berada di dalam pesawat. Keduanya terbang menuju Inggris untuk m
Satu bulan telah berlalu, hingga saat ini Zeira belum menerima permintaan ayahnya untuk menikah. Bahkan selama satu bulan ini, ia lebih sering mengurung diri di dalam kamar.Tok....tok....tok... Suara ketukan pintu menyadarkan Zeira dari khayalan.Ia bangkit dari kursi, melangkah untuk membuka pintu. Wajahnya sedikit kesal saat melihat ayahnya berdiri di sana. Zeira tahu tujuan ayahnya datang menemuinya, pasti untuk membujuknya agar menikah dengan Saddam."Apa papah boleh masuk?" Tanya Barata sambil tersenyum."Hm..." Sahut Zeira seiring dengan anggukan kepala."Apa papah datang kemari untuk membahas tentang pernikahan?" Todong Zeira setelah mereka duduk di sofa.Barata menggelengkan kepala, ia menatap Zeira sambil tersenyum. "Tidak sayang, papah datang kemari untuk mengajakmu menemani papah ke rumah sakit.""Apa papah sakit?" Zeira terlihat panik dan khawatir."Tidak sayang, papah hanya ingin cek. Soalnya akhir-akhir ini jantung papah sering berdegup kencang." Zeira bangkit dari tem
Semenjak melihat raut wajah Saddam yang begitu tegang! Susan merasa ada sesuatu yang aneh dengan pria tampan itu."Kak, kamu lihat gak wajah Saddam?" Tanya Susan kepada Zeira."Enggak, kenapa?" Zeira balik bertanya."Aku merasa ada yang aneh deh." "Aneh bagaimana? kakak rasa gak ada yang aneh." Bantah Zeira."Aku merasa wajah Saddam sedikit tegang, saat kakak mengatakan bertemu dengan pria yang mirip dengan kak Anjas." "Masa sih?" Ucap Zeira."Iya, aku enggak bohong kak." Susan mengangkat dua jari tangannya sebagai tanda serius.Zeira tersenyum tipis, "Mungkin Saddam merasa lelah, karena akhir-akhir sering lembur. Jadi wajar kalau wajahnya terlihat tegang atau pucat." Zeira berpikir positif, walupun ia tidak nyaman dengan keberadaan Saddam di rumah itu! tapi Zeira sama sekali tidak pernah berpikir buruk terhadapnya....................Pukul 6 pagi, Saddam sudah meninggalkan kediaman Wijaya. Pria tampan itu mengemudi mobilnya sendiri tanpa sopir pribadi.Biasanya setiap hari Minggu
Enam bulan telah berlalu, kenyataan pahit itu masih menyelimuti kediaman Wijaya. Terutama Zeira dan kedua anaknya, bahkan sampai saat ini Azka masih sering menagis mencari ayahnya.Seperti pagi ini, Zeira harus berusaha keras membujuk putranya."Sayang, kamu harus makan, katanya mau jadi anak pintar! kalau gak mau makan, gimana mau pintar," ucap Zeira untuk membujuk putranya."Aku rindu papah." Sahut Azka.Zeira menaruh piring yang ada ditangannya ke atas meja. Lalu memeluk Azka dengan erat dan penuh kasih sayang."Mamah juga rindu papah sayang." Balas Zeira.Keduanya saling berpelukan dan menumpahkan air mata."Jangan sedih dong, aunty jadi ikut sedih," ucap Susan."Kakek juga ikut sedih." Timpal Barata. Pria paruh baya itu sudah kembali dari Singapura, setelah mendengar kabar kematian menantunya. Lagipula kondisi Barata sudah sembuh 80 persen. Jadi ia memutuskan untuk kembali ke Indonesia dan menghentikan pengobatannya. Ia ingin menjaga dan menemani kedua putrinya.Azka melepaskan