Hanya 5 menit, Bella sudah kembali. Wanita cantik berhati iblis itu, membersihkan noda jus yang ada di gaunnya dengan air.Bella sama sakit tidak marah dan kesal, justru ia terlihat senyum saat ke luar dari kamar mandi. Bella meraih gelas anggurnya, lalu mengajak Anjas bersulam."Oh iya, bagaimana kondisi pak Hendra saat ini ?" Tanya Anjas."Ya" Bella mengedikkan bahu. "Masih seperti itu" ucapnya."Mungkin sebaiknya pak Hendra berobat ke luar negeri saja" usul Anjas.Bella menganggukkan kepala, "rencana saja juga seperti itu" Setelah 30 menit berbincang-bincang, Bella mulai merasa pusing, penglihatannya juga tiba-tiba berkunang-kunang. Sehingga ia tidak bisa melihat Anjas dengan jelas."Kamu kenapa ?" Tanya Anjas, karena Bella memijat kening dengan jarinya."Aku tidak tahu, kepalaku tiba-tiba pusing" sahut Bella."Aku bantu ke kamar ya ?" Tanya Anjas. "Hm..." Sahut Bella bersama anggukan kepala.Anjas menuntun Bella ke luar dari ruangan itu, ia membawanya masuk ke dalam lift menuju
Zeira hanya mondar mandir, ia ragu untuk mengetuk pintu kamar mandi. Ingin kembali ke tempat tidur, tapi ia penasaran dengan Anjas."Kalau mau mandi denganku, masuk saja. Ngapain berdiri di situ?" Suara Anjas terdengar dari dalam.Zeira terkejut, tentu ia bingung kenapa Anjas tahu dia ada di sana ? Setelah diperhatikan, ternyata pintu kamar mandi tidak tertutup rapat. Itu sebabnya Anjas melihat Zeira mondar mandir dari sela-sela pintu."Siapa yang mau mandi sama kamu?" Protes Zeira dengan wajah kesal."Terus, kamu ngapain dari tadi di situ ?""Aku mau ke toilet" dalih Zeira. Anjas tersenyum di dalam sana, ia ke luar dari bathtub lalu membersihkan tubuhnya di bawah aliran shower. Saat ia membuka pintu, Zeira menerobos masuk dan langsung mengunci pintu dari dalam."Jangan lama-lama, aku menunggumu" ucap Anjas untuk menggoda Zeira.Zeira memayungkan bibir, "aku memang bodoh, kenapa aku harus memikirkannya?" Sesal Zeira pada dirinya sendiri.Setelah 15 menit dalam kamar mandi, akhirnya Z
Zeira dipindah ke ruangan khusus, seluruh tubuhnya terpasang selang, bahkan ia bernapas dari alat bantu. Anjas yang melihatnya dari balik kaca, tak kuasa menahan air mata. Wanita yang bersikap tegas beberapa hari terakhir ini, kini terbaring lemah di atas tempat tidur. Anjas hanya bisa berdoa kepada tuhan, semoga Zeira bisa melewati masa kritisnya."Maaf tuan" ucap Indri dengan hormat. "Ini ada telepon dari tuan muda Azka" lanjutnya sambil menyodorkan ponselnya kepada Anjas.Anjas meraih ponsel dari tangan Indri, "iya sayang" ucapnya."Papah di mana? Mama juga gak ada di rumah" suara khas bangun tidur dari seberang sana.Tentu Anjas bingung untuk menjawab putranya, "oh, sebentar lagi papa pulang sayang. Ini papah udah di jalan mau pulang" "Mama di mana pah?" "Mama masih kerja sayang, nanti kita temui mama, ya?" Anjas memutuskan sambungan teleponnya dengan Azka.Anjas meminta Indri dan dua pengawal untuk berjaga di rumah sakit. Sedangkan ia kembali ke kediaman Wijaya untuk menemui p
Anjas menagis meraung-raung seperti anak kecil. Ini pertama kalinya ia merasakan cinta, tapi justru wanita yang dicintainya pergi untuk selamanya."Nyonya" teriak Indri dari pintu sambil menggendong Azka.Indri bergegas menghampiri tempat tidur, tubuhnya gentar dan kedua matanya mengeluarkan cairan bening. Bahkan ia tidak sanggup untuk membuka mulut.Sementara Azka langsung memeluk tubuh ibunya, "mama, bangun mama" Butiran bening dari kedua mata Azka, menetes membasahi wajah cantik Zeira.Suasana di ruangan itu semakin sedih, Anjas mengusap air matanya. Ia berusaha kuat demi putranya. "Sayang papah" ucap Anjas, dipeluknya Azka dengan erat."Mama kenapa tidur terus papah?" Tanya Azka sambil menagis tersedu-sedu.Anjas hanya menggelengkan kepala untuk menjawab pertanyaan Azka, ia benar-benar tidak berdaya saat ini.Anjas meminta Indri untuk membawa Azka kembali ke kediaman Wijaya, sementara ia masih tetap di sana untuk mengurus Zeira.Semuanya mengurus urusannya masing-masing, kini han
Dengan bodohnya Zeira bertanya, "berapa ronde apa mas?""Ronde buat adik untuk Azka." Jawab Anjas tanpa malu."Mas..." Geram Zeira, ia merasa malu karena Asep dan Indri ada di depan.Bahkan pria paruh baya itu sudah tersenyum mendengar ucapan tuannya. Baru kali ini, Asep melihat Anjas bahagia dan tersenyum manis. "Kenapa sayang? kan enggak ada salahnya kita buat adik untuk Azka." Anjas mengulang ucapannya.Zeira memasang wajah cemberut, tapi menggemaskan. Sehingga Anjas mengecup bibirnya sekilas."Jangan bahas itu lagi dong mas, malu ada paman Asep sama bi Indri." Bisik Zeira di telinga Anjas.Anjas tersenyum, "iya sayang, tapi sampai rumah! Langsung masuk kamar ya?" Ucapnya."Hm.." sahut singkat Zeira.Setibanya di kediaman Wijaya, dari gerbang Anjas sudah melihat mobil mewah tersusun rapi di halaman rumahnya. Itu artinya, para kerabat dan rekan bisnisnya sudah menunggu kedatangan mereka.Selama Zeira di rumah sakit, Anjas tidak mengizinkan siapapun untuk datang menjenguk istrinya.
"Bagaimana rasanya sayang? Nikmat kan?" Tanya Anjas ketika Zeira ke luar dari kamar mandi.Zeira memasang wajah cemberut dan sorot mata kesal, "nikmat apaan? Kata mas, rasanya manis seperti madu! Tapi ternyata rasanya asin-asin gimana, gitu!" Hahahaha, Anjas tertawa puas. Bahkan ia sulit untuk bicara, ditambah lagi wajah Zeira yang begitu lucu dan menggemaskan. Ditariknya tangan Zeira, lalu dibawanya ke dalam dekapannya."Rasanya memang seperti itu sayang! Hanya cintamu yang semanis madu." Dikecupnya kening Zeira.Tangan Zeira menepuk manja dada bidang suaminya, "mas menipuku," ucapnya.Hahahaha, Anjas kembali tertawa. Dipeluknya Zeira dengan erat hingga keduanya tertidur pulas dan bangun saat waktu menunjukkan pukul 11 malam."Nyonya kenapa datang kemari?" Tanya pelayan Indri saat melihat Zeira melangkah menuju dapur."Bibi sendiri, kenapa belum tidur?" Bukannya menjawab, Zeira justru balik bertanya. Peraturan di kediaman Wijaya, jam 10 malam pelayan sudah istirahat. Jika ada yang
Dua bulan telah berlalu, Anjas dan Zeira menjalani hari-harinya dengan penuh kebahagiaan. Bahkan Anjas selalu membawa anak dan istrinya ke kantor. Semua karyawan selalu iri melihat keromantisan mereka. Berbeda dengan Saddam, pria tampan itu bukannya iri, tetapi cemburu dan sakit hati melihat Anjas dekat dengan Zeira. Tok...tok...tok... "Permisi pak." Saddam menjulurkan kepada dari balik pintu. "Apa laporannya sudah selesai?" Tanya Anjas. "Sudah pak." Saddam menaruh map yang ia bawa di atas meja kerja Anjas. "Oke, jangan lupa siapkan berkas untuk meeting besok.""Baik pak, kalau begitu saya permisi." Sebelum Saddam ke luar, ia melirik Zeira yang sedang menemani Azka bermain di sofa.Dan hal itu tertangkap oleh mata Anjas, namun ia berusaha berpikir positif. Anjas tahu, kalau Saddam waktu dulu berusaha mendekati Zeira. Tetapi setelah mengetahui Zeira adalah istri bosnya, Saddam tidak mungkin lagi mencintai Zeira. Itulah yang ada dalam pikiran Anjas saat ini."Mas lihat apa?" Tanya
"Cukup Bella, kamu tidak perlu banyak bicara." Protes Susan.Bella tersenyum kecut, ia melangkah mendekati Susan. "Adikku sayang, kamu tidak boleh bicara seperti itu kepada kakakmu," ucapnya."Biarkan aku mengatakan sesuatu yang penting kepada Zeira." Lanjut Bella."Tidak ada hal penting, semua ucapanmu adalah bohong." Protes Susan.Bella tersenyum, "kali ini aku tidak berbohong Susan, kepergian nyonya Maria untuk selamanya karena seseorang."Zeira terkejut mendengar nama ibunya terucap dari mulut Bella, "maksud kamu?" Desak Zeira."Apa kamu, benar-benar ingin tahu penyebab kematian ibumu?" Tanya Bella."Jangan dengan dia Zeira." Susan menarik tangan Zeira agar menjauh dari Bella.Hahahaha, Bella tertawa. "Aku tahu, kalau kamu takut Susan." Zeira melepaskan tangannya dari genggaman Susan. Ia melangkah menghampiri Bella, "bicaralah dengan jelas Bella, jangan membuat teka teki seperti ini." "Oke, aku akan mengatakannya. Ibumu tiada! Itu karena dia." Bella menunjuk ke arah Barata yang
Zeira mengerutkan kening, ia bingung kenapa Anjas memanggil wanita itu, Bella. Sedangkan selma ini Zeira mengenalnya sebagai imel."Apa kabar Nyonya Zeira?" sapa Mark, sambil menyodorkan tangannya."Saya baik, bagaimana dengan bapak?" Zeira menjabat tangan Mark, ia juga balik bertanya."Saya baik," balas Mark.Setelah melepaskan tangannya dari Mark, Zeira menyodorkan tangannya kepada Bella. Namun Bella tidur menyambut tangan Zeira, ia justru menarik tangan wanita cantik itu, lalu memeluknya sambil menangis."Maafkan aku Zeira, aku benar-benar minta maaf," ucap Bella di sela-sela tangisan.Zeira melepaskan pelukannya dari Bella, "Hey, kamu kenapa minta maaf?" ucapnya.Tentu Zeira bertanya demikian! Menurutnya, ia tidak pernah ada masalah dengan wanita yang ada di hadapannya saat ini. Karena Zeira tidak tahu, kalau wanita itu adalah Bella. Sebab Bella sudah mengubah seluruh wajahnya dengan melakukan operasi plastik."Aku mohon maafkan aku Zeira, aku telah banyak melakukan kesalahan terh
"Hentikan." Sentak Zeira dengan nada yang lebih tinggi.Ia berusaha mendorong tubuh Saddam sekuat tenaga. Tetapi apalah daya, tubuhnya jauh lebih kecil daripada Saddam."Diam Zeira." Geram Saddam.Ia mulai kesal dengan sikap Zeira yang berontak, dengan kasar tangannya mencengkram kedua pipi Zeira."Kamu adalah istriku, sudah kewajibanmu untuk melayaniku," ucap Saddam dengan tegas. "Jadi, biarkan aku menikmati tu....." Tiba-tiba seseorang menarik Saddam dari belakang, sehingga pria tampan itu tidak melanjutkan kata-katanya.Pak....puk...pak... Beberapa pukulan mendarat di wajah Saddam."Aku yang akan menikmati tubuhmu pengkhianat." Suara bariton itu membuat Zeira berhenti menagis. Tadinya ia meringkuk di atas tempat tidur sambil berurai air mata, tapi kini kepalanya terangkat setelah mendengar suara yang tidak asing di telinganya."Ma....ma...mas Anjas," ucapnya dengan bibir gemetar.Zeira sama sekali tidak bergerak dari tempat tidur, ia mengucek mata untuk memperjelas penglihatannya
Mark melangkah mendekati Bella, "Maaf, tapi saya tidak mengenal anda." Wajah Bella terlihat sedih, bahkan kedua sudut matanya mengeluarkan cairan bening. Kondisinya saat ini membuatnya tidak bisa melakukan apapun. .......................Satu bulan telah berlalu, kondisi Bella kini semakin membaik. Terapi yang ia lakukan setiap hari membuat jari tangannya sudah bisa bergerak.Begitu juga dengan Mark, pria keturunan Jerman itu selalu datang menemui Anjas. Ia berusaha mengingatkan Anjas tentang masa lalunya, bahkan ia memberikan apartemennya untuk tempat tinggal Anjas dan Bella, selama mereka di sana. Mark sebenarnya ingin sekali terbang ke Indonesia untuk menemui Zeira lagi, tetapi pekerjaannya yang begitu penting tidak bisa ia tinggalkan. "Um...hum..." Bella menggumam saat melihat Mark muncul dari pintu.Mark yang mengerti maksud Bella, lantas menghampirinya, sedangkan Anjas bergegas menuju kamar."Ada apa Bella? apa kamu inginkan sesuatu?" Tanya Mark.Bella mengangguk, matanya ia
Mark sudah memohon, tetapi security tidak juga mengizinkannya untuk masuk. Akhirnya Mark kembali ke hotel."Saya terima nikahnya dan kawinnya Zeira Kirana binti Barata, dengan seperangkat alat sholat dibayar tunai." "Sah...sah...sah..."Kini Zeira resmi menjadi istri Saddam, ia hanya menjabat tangan suaminya tanpa menciumnya. Begitu juga dengan sebaliknya, Saddam tidak mencium kening Zeira, sebab istrinya itu menghindar.Air mata tidak berhenti ke luar dari matanya, begitu juga dengan Susan. Ia sangat mengerti bagaimana perasaan kakaknya saat ini. Tetapi walaupun demikian, Susan tetap mengucapkan selamat dan mendoakan semoga rumah tangga kakaknya bahagia dan harmonis.Waktu menunjukkan pukul 5 sore, saat Saddam masuk ke kamar. Ia melihat Zeira duduk di kursi sambil menghadap ke arah kolam renang melalui jendela."Hem..." Saddam sengaja berdehem agar Zeira menyadari kedatangannya.Namun Zeira sama sekali tidak merespon, tatapan wanita cantik itu tetap saja tertuju ke arah kolam renang
"Selamat pagi." Suara dari seberang sana."Selamat pagi, apa ini dengan kantor Wijaya Grup?" Ucap Mark."Iya, ini dengan kantor Wijaya Grup. Saya bicara dengan siapa?" Tanya dari seberang sana."Ini saya Mark, klien pak Anjas. Apa saya bisa bicara dengan Ibu Zeira?""Maaf pak, ibu Zeira tidak ada di kantor." Balas dari seberang."Kalau begitu apa saya bisa meminta nomor ponselnya? ada yang ingin saya sampaikan tentang pak Anjas." "Tu....tu....tu...tu...." Tiba-tiba panggilan terputus. Mark mencoba menghubunginya kembali, namun tidak bisa terhubung."Pasti ada yang tidak beres," ucap Mark. Ia bangkit dari kursi dan pergi meninggalkan rumah sakit.Sementara di tempat lain, Saddam langsung melakukan tindakan agar Mark tidak bisa menghubungi nomor kantor. Ia juga berusaha menghubungi nomor Bella untuk memberitahu tentang Mark. Tetapi sayang, panggilnya tidak terhubung. Bagaimana terhubung, Bella saat ini sedang koma di rumah sakit, sedangkan ponselnya tinggal di hotel.Tepat pukul 5 sor
Keputusan Zeira untuk menikah dengan Saddam sudah bulat. Namun ia meminta pernikahan mereka hanya di laksanakan di kantor KUA tanpa adanya resepsi."Kak, apa kamu sudah yakin?" Tanya Susan.Saat ini kedua wanita cantik itu sedang duduk di taman sambil menemani Azka bermain."Sudah." Jawab singkat Zeira.Susan menarik napas dalam-dalam. "Jika kakak belum yakin! kakak berhak untuk menolaknya. Cobalah bicara dengan papah." "Tidak Susan, aku tidak mau terjadi sesuatu yang buruk kepada papah." Bantah Zeira."Kakak, jangan memaksakan diri hanya untuk sesuatu. Aku tahu kamu sangat menyayangi papah, itu sebabnya kamu setuju untuk menikah dengan Saddam. Tapi percayalah kak, pernikahan kamu dan Saddam tidak ada hubungannya dengan penyakit papah.""Tapi San.....""Tidak ada tapi-tapian, berpikirlah karena masih ada waktu satu bulan lagi." Setelah mengatakan itu, Susan langsung pergi.Sementara di tempat lain, Bella dan Anjas sudah berada di dalam pesawat. Keduanya terbang menuju Inggris untuk m
Satu bulan telah berlalu, hingga saat ini Zeira belum menerima permintaan ayahnya untuk menikah. Bahkan selama satu bulan ini, ia lebih sering mengurung diri di dalam kamar.Tok....tok....tok... Suara ketukan pintu menyadarkan Zeira dari khayalan.Ia bangkit dari kursi, melangkah untuk membuka pintu. Wajahnya sedikit kesal saat melihat ayahnya berdiri di sana. Zeira tahu tujuan ayahnya datang menemuinya, pasti untuk membujuknya agar menikah dengan Saddam."Apa papah boleh masuk?" Tanya Barata sambil tersenyum."Hm..." Sahut Zeira seiring dengan anggukan kepala."Apa papah datang kemari untuk membahas tentang pernikahan?" Todong Zeira setelah mereka duduk di sofa.Barata menggelengkan kepala, ia menatap Zeira sambil tersenyum. "Tidak sayang, papah datang kemari untuk mengajakmu menemani papah ke rumah sakit.""Apa papah sakit?" Zeira terlihat panik dan khawatir."Tidak sayang, papah hanya ingin cek. Soalnya akhir-akhir ini jantung papah sering berdegup kencang." Zeira bangkit dari tem
Semenjak melihat raut wajah Saddam yang begitu tegang! Susan merasa ada sesuatu yang aneh dengan pria tampan itu."Kak, kamu lihat gak wajah Saddam?" Tanya Susan kepada Zeira."Enggak, kenapa?" Zeira balik bertanya."Aku merasa ada yang aneh deh." "Aneh bagaimana? kakak rasa gak ada yang aneh." Bantah Zeira."Aku merasa wajah Saddam sedikit tegang, saat kakak mengatakan bertemu dengan pria yang mirip dengan kak Anjas." "Masa sih?" Ucap Zeira."Iya, aku enggak bohong kak." Susan mengangkat dua jari tangannya sebagai tanda serius.Zeira tersenyum tipis, "Mungkin Saddam merasa lelah, karena akhir-akhir sering lembur. Jadi wajar kalau wajahnya terlihat tegang atau pucat." Zeira berpikir positif, walupun ia tidak nyaman dengan keberadaan Saddam di rumah itu! tapi Zeira sama sekali tidak pernah berpikir buruk terhadapnya....................Pukul 6 pagi, Saddam sudah meninggalkan kediaman Wijaya. Pria tampan itu mengemudi mobilnya sendiri tanpa sopir pribadi.Biasanya setiap hari Minggu
Enam bulan telah berlalu, kenyataan pahit itu masih menyelimuti kediaman Wijaya. Terutama Zeira dan kedua anaknya, bahkan sampai saat ini Azka masih sering menagis mencari ayahnya.Seperti pagi ini, Zeira harus berusaha keras membujuk putranya."Sayang, kamu harus makan, katanya mau jadi anak pintar! kalau gak mau makan, gimana mau pintar," ucap Zeira untuk membujuk putranya."Aku rindu papah." Sahut Azka.Zeira menaruh piring yang ada ditangannya ke atas meja. Lalu memeluk Azka dengan erat dan penuh kasih sayang."Mamah juga rindu papah sayang." Balas Zeira.Keduanya saling berpelukan dan menumpahkan air mata."Jangan sedih dong, aunty jadi ikut sedih," ucap Susan."Kakek juga ikut sedih." Timpal Barata. Pria paruh baya itu sudah kembali dari Singapura, setelah mendengar kabar kematian menantunya. Lagipula kondisi Barata sudah sembuh 80 persen. Jadi ia memutuskan untuk kembali ke Indonesia dan menghentikan pengobatannya. Ia ingin menjaga dan menemani kedua putrinya.Azka melepaskan