Zeira dipindah ke ruangan khusus, seluruh tubuhnya terpasang selang, bahkan ia bernapas dari alat bantu. Anjas yang melihatnya dari balik kaca, tak kuasa menahan air mata. Wanita yang bersikap tegas beberapa hari terakhir ini, kini terbaring lemah di atas tempat tidur. Anjas hanya bisa berdoa kepada tuhan, semoga Zeira bisa melewati masa kritisnya."Maaf tuan" ucap Indri dengan hormat. "Ini ada telepon dari tuan muda Azka" lanjutnya sambil menyodorkan ponselnya kepada Anjas.Anjas meraih ponsel dari tangan Indri, "iya sayang" ucapnya."Papah di mana? Mama juga gak ada di rumah" suara khas bangun tidur dari seberang sana.Tentu Anjas bingung untuk menjawab putranya, "oh, sebentar lagi papa pulang sayang. Ini papah udah di jalan mau pulang" "Mama di mana pah?" "Mama masih kerja sayang, nanti kita temui mama, ya?" Anjas memutuskan sambungan teleponnya dengan Azka.Anjas meminta Indri dan dua pengawal untuk berjaga di rumah sakit. Sedangkan ia kembali ke kediaman Wijaya untuk menemui p
Anjas menagis meraung-raung seperti anak kecil. Ini pertama kalinya ia merasakan cinta, tapi justru wanita yang dicintainya pergi untuk selamanya."Nyonya" teriak Indri dari pintu sambil menggendong Azka.Indri bergegas menghampiri tempat tidur, tubuhnya gentar dan kedua matanya mengeluarkan cairan bening. Bahkan ia tidak sanggup untuk membuka mulut.Sementara Azka langsung memeluk tubuh ibunya, "mama, bangun mama" Butiran bening dari kedua mata Azka, menetes membasahi wajah cantik Zeira.Suasana di ruangan itu semakin sedih, Anjas mengusap air matanya. Ia berusaha kuat demi putranya. "Sayang papah" ucap Anjas, dipeluknya Azka dengan erat."Mama kenapa tidur terus papah?" Tanya Azka sambil menagis tersedu-sedu.Anjas hanya menggelengkan kepala untuk menjawab pertanyaan Azka, ia benar-benar tidak berdaya saat ini.Anjas meminta Indri untuk membawa Azka kembali ke kediaman Wijaya, sementara ia masih tetap di sana untuk mengurus Zeira.Semuanya mengurus urusannya masing-masing, kini han
Dengan bodohnya Zeira bertanya, "berapa ronde apa mas?""Ronde buat adik untuk Azka." Jawab Anjas tanpa malu."Mas..." Geram Zeira, ia merasa malu karena Asep dan Indri ada di depan.Bahkan pria paruh baya itu sudah tersenyum mendengar ucapan tuannya. Baru kali ini, Asep melihat Anjas bahagia dan tersenyum manis. "Kenapa sayang? kan enggak ada salahnya kita buat adik untuk Azka." Anjas mengulang ucapannya.Zeira memasang wajah cemberut, tapi menggemaskan. Sehingga Anjas mengecup bibirnya sekilas."Jangan bahas itu lagi dong mas, malu ada paman Asep sama bi Indri." Bisik Zeira di telinga Anjas.Anjas tersenyum, "iya sayang, tapi sampai rumah! Langsung masuk kamar ya?" Ucapnya."Hm.." sahut singkat Zeira.Setibanya di kediaman Wijaya, dari gerbang Anjas sudah melihat mobil mewah tersusun rapi di halaman rumahnya. Itu artinya, para kerabat dan rekan bisnisnya sudah menunggu kedatangan mereka.Selama Zeira di rumah sakit, Anjas tidak mengizinkan siapapun untuk datang menjenguk istrinya.
"Bagaimana rasanya sayang? Nikmat kan?" Tanya Anjas ketika Zeira ke luar dari kamar mandi.Zeira memasang wajah cemberut dan sorot mata kesal, "nikmat apaan? Kata mas, rasanya manis seperti madu! Tapi ternyata rasanya asin-asin gimana, gitu!" Hahahaha, Anjas tertawa puas. Bahkan ia sulit untuk bicara, ditambah lagi wajah Zeira yang begitu lucu dan menggemaskan. Ditariknya tangan Zeira, lalu dibawanya ke dalam dekapannya."Rasanya memang seperti itu sayang! Hanya cintamu yang semanis madu." Dikecupnya kening Zeira.Tangan Zeira menepuk manja dada bidang suaminya, "mas menipuku," ucapnya.Hahahaha, Anjas kembali tertawa. Dipeluknya Zeira dengan erat hingga keduanya tertidur pulas dan bangun saat waktu menunjukkan pukul 11 malam."Nyonya kenapa datang kemari?" Tanya pelayan Indri saat melihat Zeira melangkah menuju dapur."Bibi sendiri, kenapa belum tidur?" Bukannya menjawab, Zeira justru balik bertanya. Peraturan di kediaman Wijaya, jam 10 malam pelayan sudah istirahat. Jika ada yang
Dua bulan telah berlalu, Anjas dan Zeira menjalani hari-harinya dengan penuh kebahagiaan. Bahkan Anjas selalu membawa anak dan istrinya ke kantor. Semua karyawan selalu iri melihat keromantisan mereka. Berbeda dengan Saddam, pria tampan itu bukannya iri, tetapi cemburu dan sakit hati melihat Anjas dekat dengan Zeira. Tok...tok...tok... "Permisi pak." Saddam menjulurkan kepada dari balik pintu. "Apa laporannya sudah selesai?" Tanya Anjas. "Sudah pak." Saddam menaruh map yang ia bawa di atas meja kerja Anjas. "Oke, jangan lupa siapkan berkas untuk meeting besok.""Baik pak, kalau begitu saya permisi." Sebelum Saddam ke luar, ia melirik Zeira yang sedang menemani Azka bermain di sofa.Dan hal itu tertangkap oleh mata Anjas, namun ia berusaha berpikir positif. Anjas tahu, kalau Saddam waktu dulu berusaha mendekati Zeira. Tetapi setelah mengetahui Zeira adalah istri bosnya, Saddam tidak mungkin lagi mencintai Zeira. Itulah yang ada dalam pikiran Anjas saat ini."Mas lihat apa?" Tanya
"Cukup Bella, kamu tidak perlu banyak bicara." Protes Susan.Bella tersenyum kecut, ia melangkah mendekati Susan. "Adikku sayang, kamu tidak boleh bicara seperti itu kepada kakakmu," ucapnya."Biarkan aku mengatakan sesuatu yang penting kepada Zeira." Lanjut Bella."Tidak ada hal penting, semua ucapanmu adalah bohong." Protes Susan.Bella tersenyum, "kali ini aku tidak berbohong Susan, kepergian nyonya Maria untuk selamanya karena seseorang."Zeira terkejut mendengar nama ibunya terucap dari mulut Bella, "maksud kamu?" Desak Zeira."Apa kamu, benar-benar ingin tahu penyebab kematian ibumu?" Tanya Bella."Jangan dengan dia Zeira." Susan menarik tangan Zeira agar menjauh dari Bella.Hahahaha, Bella tertawa. "Aku tahu, kalau kamu takut Susan." Zeira melepaskan tangannya dari genggaman Susan. Ia melangkah menghampiri Bella, "bicaralah dengan jelas Bella, jangan membuat teka teki seperti ini." "Oke, aku akan mengatakannya. Ibumu tiada! Itu karena dia." Bella menunjuk ke arah Barata yang
Dua hari telah berlalu, Zeira sama sekali tidak ke luar dari kamar. Bahkan sarapan, makan siang dan makan malam selalu diantar pelayan ke sana.Wanita cantik satu anak itu, hanya duduk di atas kursi. Matanya menatap kosong ke arah kolam renang, melalui kaca jendela. Ia benar-benar kecewa setelah mengetahui siapa ayah kandungnya."Selamat sore sayang," ucap Anjas yang baru muncul dari pintu.Zeira memutar kepala ke arah datangnya suara, "Sore mas." Anjas melangkah menghampiri Zeira, dikecupnya kening istrinya itu dengan lembut, "Kamu cantik banget sayang." Puji Anjas untuk menghibur.Zeira tersenyum, "Terima kasih mas." "Sayang." Anjas menuntun Zeira bangkit dari kursi, lalu membawanya duduk ke sofa. Digenggamnya kedua tangan Zeira dengan penuh perasaan.Zeira mengerutkan kening melihat tingkah Anjas, "Mas mau ngapain?" ucapnya."Sayang, temui Susan ya?" ucap Anjas dengan wajah memohon."Mas, untuk saat ini aku tidak ingin bertemu dengan siapapun. Sudah cukup mereka menipuku dan memp
Satu Minggu telah berlalu, di mana saat ini Zeira dan Anjas sedang dalam perjalanan menuju rumah sakit.Usah Anjas membujuk Zeira selama ini, kini membuahkan hasil. Hati wanita cantik itu akhirnya luluh dan mau menemui ayah dan adiknya.Tok....tok....tok...."Masuk." Suara dari dalam ruangan."Selamat pagi." Sapa Anjas sambil membuka pintu.Susan yang sedang membantu ayahnya untuk duduk, refleks melihat ke arah pintu. Bibirnya menyunggingkan senyum terindah saat melihat Anjas dan Zeira. Kaki jenjangnya melangkah menghampiri Zeira."Kakak." Susan langsung memeluk Zeira. Ia menumpahkan air mata di pundak wanita cantik itu. "Maafkan aku dan ayah kakak." Lanjutnya.Zeira mengangkat tangan untuk membalas pelukan Susan, "Hm....aku sudah memaafkan kamu dan ayah." Zeira juga menumpahkan air mata di pundak Susan. Begitu juga dengan Barata, pria tua itu duduk bersandar di tempat tidur sambil meneteskan air mata melih kedua putrinya berpelukan.Jika Barata tahu, kalau Zeira adalah anak dari man