Tanpa pikir panjang dan demi mengingat keselamatan putrinya, George mengangguk yakin akan tawaran yang diucapkan seorang Bryan Malik pada Kimberly. Pria tua itu begitu yakin Bryan dapat menjaga putrinya.
"Pulanglah bersama Tuan Bryan! Papa yakin Tuan Bryan bisa mengantarmu sampai rumah dengan selamat. Sambil menunggu mobil selesai diperbaiki malam ini, alangkah lebih baik kau lekas pulang, Kim! Papa tidak ingin waktu istirahatmu terganggu. Besok kau harus kuliah, kau mengerti, kan?"
Bryan tersenyum ramah menanggapi ucapan George. Secara tidak langsung apa yang terlontar dari mulut George adalah bukti suatu kepercayaan pria tua itu pada seseorang yang tak lain adalah Bryan Malik.
Hal itu membuat hati Bryan senang bukan main. Ia menantikan bagaimana bantahan atau alasan apa yang akan keluar dari bibir mungil Kimberly.
Tak sesuai prediksi, Kimberly mengangguk pasrah. Ia mengecup pipi sang ayah lalu berpamitan pada Luke. Harry yang berada di sana hanya bisa membungkuk hormat merasa tak enak hati pada nona mudanya yang harus pulang bersama Bryan.
"Aku pulang, Papa. Sampai jumpa lagi, Paman Luke!" pamit Kimberly.
Sambil lalu Kimberly menatap ke arah Harry. "Harry, usahakan pihak bengkel bisa mengatasi mobil Papa secepatnya! Semoga hari ini lekas dapat diselesaikan. Kalau begitu aku pulang dulu. Tunggu dulu, aku melupakan sesuatu…" ucapnya menghentikan langkah Bryan yang hendak mengekor di belakangnya.
Kimberly menatap dalam pada sang ayah lalu bertanya," Kalau semisal, mobil itu tidak bisa selesai dikerjakan malam ini, bagaimana cara Papa pulang? Kenapa aku jadi dilema begini?"
Luke menepuk pundak George. "Bukankah Paman ada di sini! Kau tidak perlu mengkhawatirkan hal itu, Kim!" ucapnya menenangkan rasa cemas yang membuncah di diri Kimberly.
Kimberly memandangi wajah George lalu beralih pada Luke, tak punya pilihan lain selain mengiyakan, ia pun mengangguk pasrah. "Baiklah, aku pulang dulu!"
"Bukan kau saja, Kim, melainkan kalian!" sanggah George menyadarkan Kimberly bahwa gadis itu akan pulang bersama Bryan.
Bryan tak mempermasalahkannya. Ia tahu gadis ini seperti ikan belut, enak dan lembut dagingnya tapi sulit digenggam.
Mengacuhkan seorang pria bernama Bryan hanya akan dilakukan oleh Kimberly, tak ada seorang pun yang pernah melakukan itu padanya. Itu membuat Bryan tertantang untuk menaklukkan hati gadis angkuh ini.
Di mulai sejak malam ini..
~~~~
"Kau bisa tidur dulu sambil menunggu kita sampai di kediaman keluarga Michael!" titah Bryan sembari menoleh sekilas ke arah Kimberly yang duduk tepat di sampingnya.
Kimberly mengernyit.
"Dari mana kau tahu rumahku, Tuan Bryan? Tak mungkin kau menguntit aku, bukan?" tanya Kimberly ingin tahu.
Bryan terkekeh geli.
"Untuk apa aku menguntitmu? Di saat banyak wanita yang rela antre untuk dekat denganku, aku justru mendengar pertanyaan aneh ini, beri aku alasan kenapa aku harus melakukan hal konyol dan rendahan semacam itu padamu?" tanya balik Bryan yang seketika membungkam rasa penasaran Kimberly.
Kimberly memilih memalingkan muka menghadap ke jendela mobil. Ia tak sanggup menyanggah ucapan yang terlontar dari bibir Bryan.
Gadis cantik itu mengarahkan pandangannya pada setiap kendaraan yang berpapasan dengan mobil mewah yang ditumpanginya membelah jalanan kota Edensor malam ini.
Seperti mimpi aneh yang menjadi nyata kala dirinya pulang diantar oleh Bryan.
'Cukup sekali, jangan ada hari lain seperti sekarang di kemudian hari!' ultimatum yang terus terngiang di dalam pikiran Kimberly.
Kimberly memberikan peringatan pada dirinya sendiri. Kalau bukan karena ia merasa mengantuk dan tubuhnya merasa tak nyaman, tidak mungkin ia mengiyakan ajakan Bryan dan mau diantar olehnya.
"Kenapa melamun? Apa kau terlalu senang karena diantar pulang olehku?" goda Bryan mengeluarkan jurus rayuan yang biasanya dapat membuat para gadis merona malu.
Anehnya, hal itu tidak tampak di wajah Kimberly. Gadis itu benar-benar mengacuhkan dirinya seolah jengah dengan segala bujuk rayu atau godaannya.
"Kenapa kau terlalu percaya diri, Tuan? Biasa saja, diantar pulang olehmu atau Harry tidak ada bedanya!" sahut Kimberly.
Bryan menatap penuh selidik.
Harry?
Siapa dia?
Bryan mulai penasaran. Apakah pesonanya telah luntur hingga begitu mudahnya ia disamakan dengan pria lain?
"Siapa Harry?" tanya Bryan penuh keheranan.
"Sopir Papa!" tandas Kimberly cepat.
'Damn it!' umpat Bryan dalam hati. Hampir saja ia memukul stang bundarnya, namun ia urungkan begitu mengingat ada gadis cantik yang menjadi calon mangsanya.
~~~~
"Terima kasih sudah mengantarku pulang ke rumah dengan selamat, Tuan Bryan! Karena sudah malam, aku tidak bisa menerima tamu. Maafkan aku. Kalau begitu aku masuk dulu, Tuan. Sekali lagi terima kasih," ucapnya santai tak menyadari ada perasaan kesal di dalam diri seorang Bryan.
Bryan mengamati pergerakan gadis itu yang memasuki pelataran rumah besarnya usai seseorang membukakan pintu gerbang untuknya.
Rumah itu tak asing baginya dan pernah ia kunjungi empat tahun silam.
Netra birunya menatap tubuh mungil terbalut gaun seksi nan menawan itu dengan tatapan tak terbaca, hal itu berhasil membuat Bryan tampak sedikit kalang kabut. Biasanya jika ia melihat sesuatu yang menyegarkan mata seperti ini, ranjang adalah tempat berpulang yang nyaman untuk menyalurkan hasratnya.
"Gadis itu semakin didekati justru semakin menjauh. Kau bukan lagi seperti belut, melainkan seperti kancil yang hendak diburu. Lari sekencang-kencangnya sampai ke ujung dunia pun tapi suatu saat nanti kau pasti akan tertangkap! Menarik sekali! Akan kupastikan kau menjadi milikku cepat atau lambat!" yakin Bryan pada dirinya sambil memiringkan senyumnya, kedua matanya terus menjangkau tubuh gadis itu yang perlahan menghilang dari jangkauannya.
~~~~
"Ah, akhirnya!" ucap Kimberly merasa lega yang teramat sangat.
Ia menjatuhkan tasnya di sembarang tempat dan lekas menghempaskan tubuh lelahnya di atas pembaringan nyaman yang ia rindukan sejak beberapa jam lalu.
Kimberly mengingat sesuatu. Ia bangun dari ranjang berukuran king size tersebut dengan malas-malasan. Ia membuka tas tangannya dan mengambil benda pipih pintar miliknya guna menghubungi seseorang.
Nick!
'I miss you so bad!'
Panggilan telah tersambung. Tak kunjung diangkat oleh pihak lawan bicaranya. Sejenak kedua manik indahnya menatap pada benda yang menggantung di dinding, di sana telah menunjukkan jarum angka sebelas.
"Apakah Nick sudah tertidur? Nick, aku merindukanmu…" gumamnya bermonolog.
Ia menghempaskan tubuhnya di bibir ranjang. Sesekali ia melirik ponsel pintarnya berharap sang pujaan hati berganti menghubunginya.
Tik Tok Tik Tok
Waktu terus berjalan. Angka jarum jam telah berada di titik tertinggi.
Angka dua belas.
Tak sadar Kimberly tertidur di bibir ranjang dengan ponsel yang terus tergenggam. Gadis itu tak menyadari seseorang tengah menghubunginya sesekali. Ia sudah terbuai dalam alam mimpi. Di sana, ia bertemu dengan seseorang yang…
Aw, membayangkannya saja tak mau, kenapa harus dia yang bertandang ke mimpi indahnya?
Shit!
Bahkan dalam mimpi pun gadis itu mengumpat kesal, namun berubah kala sosok tersebut mendekat dan tiba-tiba memeluk dirinya dengan erat hingga ia nyaris tak bisa bernapas.
"Aku akan selalu ada untukmu…" bisiknya di telinga Kimberly.
"Ka-Kau!!"
~~~~
"Apa yang kau katakan?" tanya Kimberly pada sosok di dalam mimpinya.Pesona pria itu berhasil membuat semburat merah di kedua sisi pipinya. Pria itu bernama Bryan Malik, seorang Cassanova cinta yang namanya telah terkenal di seantero Edensor."Tinggalkan kekasihmu dan pergilah bersamaku! Aku akan membuatmu bahagia. Percayalah!" bisiknya sambil mengecup tulang selangka Kimberly hingga membuat darah gadis itu berdesir hebat."Tidak! Aku sangat mencintai Nick. Jangan coba-coba memisahkan aku dengan pria yang kucintai!" sahut Kimberly padanya."Tidak apa pria lain yang sanggup membahagiakanmu selain aku. Percayalah! Cepat atau lambat kau akan datang mencariku! Hahahaha," tukas Bryan yang sosoknya semakin hilang dalam arus mimpi meninggalkan gadis itu seorang diri."Tidak!!" jerit Kimberly yang terbangun saat seseorang menepuk pipinya perlahan.Kimberly tersadar dari mimpinya yang.. Buruk atau ah sudahlah, Kimb
Kedua mata Kimberly membola sempurna dengan ekspresi terkejut yang luar biasa. Bagaimana bisa pria itu ada di sini? Bersamanya? Apakah dia tidak bosan mengganggu pikirannya dan sekarang tanpa dosa berada di ruangan yang sama untuk berebut udara dengannya?Gadis itu mulai kebingungan tapi tak punya cara lain untuk kabur. Kekuatan pria ini begitu menakutkan dan tentu saja lebih besar dari dirinya. Salah-salah dirinya akan dilecehkan atau lebih parahnya akan dinodai.Jangan sampai itu terjadi!Lebih baik ia diam untuk sementara waktu sambil menunggu kesempatan saat pria ini lengah."Good job, pretty girl! Jadilah anak baik!" bisiknya di telinga Kimberly. Kata-kata itu berhasil membuat bulu kuduk gadis cantik itu meremang sempurna. Deru napas pria itu menerpa kulit wajahnya hingga mencapai titik sensitif sang gadis.'Brengsek sekali dia! Ya Tuhan, kenapa aku bisa terjebak dengan pria menyebalkan ini? Semalam sudah mimpi bu
Nick menggenggam sepuluh jari lentik di pertautan jemarinya lebih erat. Sepasang matanya menangkap jelas keraguan dan ketakutan pada diri sang kekasih hati."Aku sangat mencintaimu, Honey. Kau adalah perempuan kedua yang sangat berarti dalam hidupku." Nick menjelaskan dengan penuh kasih. Ia mengecup punggung tangan Kimberly dengan lembut.Sorot mata itu membuat iris perak Kimberly luluh. Ia tahu bagaimana perjuangan Nick demi mendapatkan hatinya selama ini.Sesaat Kimberly mengernyitkan kening mulusnya."Perempuan kedua? Maksudnya?" berondong Kimberly dengan sorot mata penuh tanda tanya."Kau adalah perempuan kedua yang begitu berharga di hidupku selain Nenek Emma. Kau tahu 'kan, selama ini hidupku bergantung pada nenek dan kakekku.Semenjak kakek tiada, aku hanya hidup bersama nenek dan beliaulah yang memberiku arti cinta sesungguhnya. Rasa cinta yang begitu besar melebihi kasih sayang kedua orang tuaku.&
Bryan sengaja membuat semua orang di aula menantikan jawabannya. Ia tersenyum penuh arti lalu berdehem cepat."Sepertinya itu adalah privasi yang tidak bisa saya umbar begitu saja pada semua orang. Mungkin kalau kami berjodoh, kalian akan tahu mengenai berita baiknya melalui sosial media yang kalian punya. Begitu saja, ya! Maaf saya harus segera mengurus pekerjaan di luar kota. Terima kasih semuanya. Sampai jumpa!" jawab Bryan diakhiri ucapan pamit.Jane yang berhadapan dengan Bryan hampir merosot tubuhnya mendengar penjelasan pria tampan itu.Hampir sebagian besar kaum hawa di sana kecewa dan menerka-nerka siapakah gadis misterius yang beruntung itu. Apakah seorang artis, pengusaha atau konglomerat seperti Bryan?Tak hanya mereka, Mona yang duduk di sebelah Kimberly tampak penasaran. Pandangannya tak terlepas dari objek yang memantik antusiasme besar dalam dirinya. Kimberly hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat tingkah laku s
Bryan menggeleng. Ia mengedarkan pandangan mencari seseorang. Spontan Bryan berdiri dan melambaikan tangan pada seorang wanita yang bekerja sebagai waitress di klub malam tersebut."Berikan aku Tequila sunrise! Cepatlah!" titahnya pada sang waitress."Baik, Tuan. Ada lagi?" tanya waitress tersebut dengan senyum secerah sinar bulan di langit malam ini. Ia merasa senang bisa melayani seorang Bryan yang begitu tampan."Aku mau dua Tom Collins dan kudapan ringan!" sambung Leon."Dua? Kau memesan untukmu sendiri?" timpal Gilbert menatap tak suka."Hei bodoh, aku juga memesankan untukmu!" jawab Leon."Oh, kukira kau melupakan aku!" ucap Gilbert yang membuat Leon serasa ingin muntah."Watch your mouth! Tutup mulutmu! Nanti orang-orang akan berpikir aku tidak normal sepertimu!" tegas Leon.Gilbert terkekeh. Bryan melengos mengarahkan pandangannya pada benda pipih yang terus bergetar di da
Gadis itu tampak tak mau membuang waktu dengan percuma. Susah payah ia bisa memberanikan diri berhadapan dengan Kimberly. Ia segera mengutarakan maksud kedatangannya.Disertai senyuman penuh misteri, ia menatap wajah cantik Kimberly. "Tolong lepaskan kak Nick padaku! Keluargaku dan keluarganya sudah dekat, sebentar lagi kami akan menjadi satu keluarga utuh.""Apa maksudmu? Kalau kau datang kemari hanya ingin mengganggu hubunganku dengan Nick, lebih baik kau pergi dari sini! Asal kau ingat, dia adalah kekasihku dan kau hanyalah orang asing di antara kami berdua," tanggap Kimberly dengan tatapan tajam bak belati yang siap menyayat siapa pun dan apa pun di hadapannya."Semua ini demi Nenek Emma! Tolong lepaskan Kak Nick! Hanya dialah yang bisa tetap membantu Nenek Emma untuk tetap hidup. Aku berjanji akan membahagiakan Kak Nick," ucapnya meyakinkan tanpa tahu bagaimana kecewanya hati Kimberly. Gadis itu mengatupkan kedua telapak tangannya bermaksu
Nick terus mengejar sang kekasih, namun, sosok Kimberly sudah tak ada lagi dalam jangkauannya."Di mana dia? Ya Tuhan, kenapa semua ini harus terjadi di antara kami berdua? Kenapa Kau tak ijinkan kami tetap bersama?" keluh Nick sambil mendongakkan kepalanya menatap awan yang tampak berkejaran di atas sana.Tanpa sepengetahuan Nick, Kimberly yang bersembunyi tak jauh darinya dapat mendengar apa yang pria itu ucapkan. Tak hanya Nick yang seolah mengeluh akan takdir hidup mereka, gadis itu pun tak jauh berbeda."Aku harus kuat!" ucap Kimberly menyemangati dirinya sendiri.Sepeninggal Nick, Kimberly keluar dari tempat persembunyiannya. Ia memeluk tubuhnya sendiri. Mendekap hangat agar ia tetap kuat dalam menjalani ini semua.~~~~Perusahaan Malik adalah perusahaan terkenal di dalam dunia finansial. Pewarisnya adalah Bryan Malik, anak tunggal dari konglomerat di seluruh Edensor, Gerald Malik.Pria tampan
Bryan meletakkan tangan besarnya di kedua sisi pundak Kimberly. Usaha memaksa gadis itu agar menatapnya membuahkan hasil.Kimberly hendak menyeka cairan bening yang bersiap mengalir dari muaranya. Bersiap tumpah. Pandangannya tampak blur karena tertutup genangan bening yang sedari tadi memaksa turun."Pergilah, Tuan Bryan! Aku tidak ingin berbicara dengan siapa pun," jelas Kimberly, namun bukan Bryan namanya jika mematuhi perintah gadis tersebut. "Termasuk kau!" tegas Kimberly yang berusaha menepis telapak tangan Bryan dari kedua bahunya lalu menunjuk ke wajah pria tampan itu dengan sorot mata tajam.Bryan tak bisa menerima begitu saja diacuhkan oleh Kimberly. Gadis itu berjalan meninggalkannya. Ia merasa hati dan pikirannya tengah berperang hebat.Peduli atau hanya sekedar kasihan?Ia tak tahu. Itu adalah sebuah keputusan sulit untuk dijelaskan dengan kata-kata. Bryan juga bukan lelaki yang suka mengobral kata demi menghibu
Bukan Stephanie yang semakin mendekat. Kimberly yang maju dan menghambur ke dalam pelukan ibu kandung Bryan. "Aku merindukan pelukan seorang ibu sejak beberapa tahun terakhir. Aku selalu memimpikan memiliki ibu mertua yang menyayangiku. Maafkan aku, Ma, jika aku belum bisa menjadi menantu yang baik di matamu. Aku hanyalah manusia biasa yang masih terus belajar menjadi lebih baik. Apa pun yang terjadi antara Mama dan Bryan, kuharap kalian akan segera berdamai dan saling mengerti satu sama lain!" ungkap Kimberly. Mendengar ucapan menantunya, Stephanie mengeratkan pelukannya. Lalu beberapa saat kemudian pelukan itu terlepas dan mereka berdua saling bersitatap. "Terima kasih, Kimberly! Mama pergi, ya! Jaga kesehatan kalian dan titip anak Mama! Semoga Tuhan selalu melindungi kalian di mana pun berada dan menjauhkan segala keburukan dari hidup kalian. Sampai jumpa lagi, Kimberly!" pamit Stephanie dengan wajah begitu sendu dan mata yang begitu sayu
Lampu terang di ruang operasi masih menyala. Kimberly berada di depan pintu sambil menunggu dokter selesai melakukan tindakan pada Jenica. Luke dan George sudah datang dan menemani perempuan cantik tersebut. Beberapa saat kemudian, seorang pria tampan dengan balutan jas menawan berlari-lari menuju ruangan yang dimaksud. Ia mencari keberadaan sang istri dan ingin segera memeluknya. "Kimmy!" teriak Bryan yang seketika memeluk tubuh mungil istrinya dengan ekspresi cemas luar biasa. "Bagaimana keadaanmu? Papa baru saja mengabariku. Maaf aku baru bisa datang!" ungkap Bryan seraya berulang kali mengecup pucuk kepala sang istri. Kegelisahan di wajahnya tak dapat dibantah. Semua terlihat begitu kentara. Bryan sangat mencemaskan kondisi istri tercintanya. " Aku tidak apa-apa, Bryan. Untung saja ada Kak Jenica yang menyelamatkanku. Saat ini kami masih menunggu dokter keluar dari ruang operasi. Bryan, aku takut terjadi hal b
Stephanie penasaran akan suatu hal. Ia pun segera bertanya pada Deborah demi mendapatkan jawaban yang sempat mengusik pikirannya. "Apa jangan-jangan kau sudah menyukainya lebih dari yang kubayangkan?" tanya Stephanie dengan mata menyipit mencari tahu. "Lelaki seperti Bryan itu sangatlah langka dan juga menawan, Tante. Ketampanan serta kewibawaannya sanggup meruntuhkan iman hampir sebagian besar kaum hawa di Edensor kita yang tercinta ini. Termasuk aku!" ungkap Deborah dengan wajah berbinar-binar membayangkan Bryan menjadi miliknya. Stephanie tersenyum sinis. "Kau pasti akan mendapatkannya sebentar lagi! Kimberly tidak pantas mendapatkan anakku! Hanya kaulah yang pantas bersanding dengannya!" yakin Stephanie. Deborah tersenyum senang. Lengkungan bibirnya membentuk curva cantik. Ia bahagia dan bangga karena mendapatkan restu dari Stephanie. Tinggal beberapa langkah lagi Bryan pasti akan menjadi miliknya. Ya, sebenta
Kimberly tersenyum ramah di wajahnya yang penuh keteduhan. Ia terlihat tenang di usianya yang masih belia dibandingkan usia suaminya. Sikap dewasa dalam dirinya kini mulai mendominasi.Jemari lentiknya merayap lembut ke pipi Bryan, sekali lagi demi menenangkan hati dan pikiran Bryan yang tengah berkecamuk."Aku takut kehilanganmu sama seperti ketakutanku akan kehilangan Shannon dalam hidupku dulu! Aku sangat mencintaimu, Kimmy! Jangan pernah pergi meninggalkan aku!" pinta Bryan dengan begitu gelisah. Deru napasnya memburu."Aku tidak akan ke mana-mana. Aku selalu ada di sampingmu. Istrimu ini juga sangat mencintaimu, Bryan!" tegas Kimberly tulus.Lelaki itu semakin mengeratkan pelukannya. Merasa ketenangan benar-benar ia dapatkan ketika memeluk tubuh Kimberly. Bryan pun mendorong pelan tubuh yang begitu meneduhkan jiwanya, ia meletakkan kedua tangannya di atas pundak Kimberly.Tatapan mereka saling bersua. Kegelisahan
Kita tinggalkan sejenak Kimberly dan Bibi Jules di dapur. Saat ini Bryan sudah berada di kamar. Ia baru saja keluar dari kamar mandi.Selembar handuk berwarna putih menutupi tubuh bagian bawahnya dari pinggang hingga mencapai tempurung lututnya.Ia merasa malas dan kesal usai membenamkan diri di dalam bath tub selama beberapa saat, tapi ia tidak tahu apa penyebabnya.Segera, ia mengambil satu setel piyama tidur guna memberinya rasa nyaman saat sebentar lagi ia memejamkan mata barang sejenak. Kantuk mulai menyapa kedua kelopak matanya, yang tanpa sadar membuatnya berat untuk tetap terjaga."Badanku lelah sekali! Aduh!" keluh Bryan sembari memijat lengannya sendiri.Ia melangkah maju ke atas pembaringan. Perlahan, ia melepas sandal yang membalut telapak kakinya.Bryan sudah merasakan nyaman saat ia meletakkan kepalanya yang berat di atas bantal. Matanya secepat kilat terpejam.Sepuluh menit kemu
Kimberly tersenyum senang saat mendapati sepasang mata peraknya menangkap jelas sebuah kotak pizza favorit ada di kursi belakang. Wajahnya berubah begitu sumringah. Ekspresi yang bertolak belakang dengan beberapa detik lalu.Tanpa sadar ia mengguncang pelan lengan sang suami yang tengah mengemudikan mobil. Bryan yang mengetahui hal itu spontan kembali terkekeh. Ia senang jika bisa membuat Kimberly bahagia seperti ini. Saat ini ia meyakini ucapan Kimberly beberapa saat lalu…'Kebahagiaan seseorang itu berbeda-beda, bisa datang dari makanan, seseorang yang kita suka, kesehatan dan masih banyak lagi. Tapi, kalau buat aku, makanan adalah mood booster terhebat yang tidak pernah bisa kutolak. Makanan kesukaan bisa membuatku bahagia. Bahagia itu bisa didapatkan dengan cara sederhana, asal diberikan dengan penuh keikhlasan dan ketulusan.'Kata-kata itulah yang menjadi dasar Bryan memberikan makanan yang berasal dari Italia itu pada Kimberly.
Nick terkesiap. Sumpah demi apa pun ia tak pernah membayangkan bahwa dirinya akan kembali berurusan dengan suami mantan kekasihnya.Langkah kaki orang itu berhenti tepat di hadapannya. Dengan senyum yang melengkung jelas dari kedua sudut bibirnya, pria itu tampak begitu menawan. Pantaslah ia bersanding dengan Kimberly. Mereka adalah pasangan yang cocok satu sama lain. Tampak solid dan membuat iri jutaan pasang mata yang melihat keduanya bersisian.Nick mengenyahkan pikiran itu. Ini bukan saatnya memuji mereka.Tanda tanya besar berkumpul di pikirannya. Apa yang membuat pebisnis terkenal se-Edensor ini mendatanginya?"Ke-kenapa kau ada di sini?" tanya Nick terbata-bata. Pria itu gugup hanya karena disambangi Bryan.Bukannya menjawab, Bryan malah tersenyum penuh misteri.Nick mengambil napas dalam-dalam, berusaha menjernihkan suasana hatinya yang memendam banyak pertanyaan di sana.Kedua pria de
Luke tersenyum penuh arti."Semua orang punya kekurangan dan kelebihan masing-masing. Papa mendengar kau mau meminta maaf atas segala kesalahan yang pernah kau perbuat saja, Papa sudah merasa bangga. Kau sudah dewasa, Jenica. Belajar dan berpikir lebih baik ke depan. Perbaiki segala kesalahan yang dulu pernah terjadi.Papa yakin Kimberly akan memaafkanmu asal kau berjanji untuk tidak mengulang perbuatan yang sama. Kimmy adalah gadis yang baik dan sopan. Dia selalu menyayangimu. Papa pun bisa merasakannya. Hanya karena iri semata, kau bisa melakukan segala perbuatan itu. Papa yakin kau pun bisa menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Percayalah!" yakin Luke menyemangati dan menyadarkan sang putri.Jenica mengangguk mantap."Aku akan menemui Kimmy dan meminta maaf padanya!" tegas Jenica penuh semangat."Ya! Papa akan selalu mendukungmu menjadi pribadi yang lebih baik! Semoga Kimmy memberikanmu kesempatan untuk berproses ke
"Ya, aku berjanji!" jawab Kimberly lantang tanpa meragu sedikit pun.Bryan membuka memori lama yang masih tersimpan jelas di dalam otaknya. Semua itu tak bisa menghilang begitu saja meski waktu terus berjalan.Waktu pun bergulir mengikuti ritme kisah yang terjadi di masa lalu.Kimberly menyeka cairan yang masih merembes dari pemilik iris biru di sampingnya. Cairan itu telah berhasil membasahi kedua pipi suaminya."Kau memiliki aku! Aku tak bisa berjanji akan selalu bersamamu hingga kita tua nanti. Aku hanya bisa menjalani setiap detik waktu yang berjalan bersamamu. Usia manusia tidak ada yang tahu. Benar, kan?Aku akan meminta pada Tuhan agar memberi kita usia yang panjang dan berguna bagi semua makhluk di sekitar kita. Bukan aku yang menentukan lama atau singkatnya hidup kita, semua tergantung sang Pencipta. Kita jalani saja semua proses hidup bersama-sama.Setelah aku dan kau menjadi satu dalam ikatan pe