Kimberly tersenyum ramah di wajahnya yang penuh keteduhan. Ia terlihat tenang di usianya yang masih belia dibandingkan usia suaminya. Sikap dewasa dalam dirinya kini mulai mendominasi.
Jemari lentiknya merayap lembut ke pipi Bryan, sekali lagi demi menenangkan hati dan pikiran Bryan yang tengah berkecamuk.
"Aku takut kehilanganmu sama seperti ketakutanku akan kehilangan Shannon dalam hidupku dulu! Aku sangat mencintaimu, Kimmy! Jangan pernah pergi meninggalkan aku!" pinta Bryan dengan begitu gelisah. Deru napasnya memburu.
"Aku tidak akan ke mana-mana. Aku selalu ada di sampingmu. Istrimu ini juga sangat mencintaimu, Bryan!" tegas Kimberly tulus.
Lelaki itu semakin mengeratkan pelukannya. Merasa ketenangan benar-benar ia dapatkan ketika memeluk tubuh Kimberly. Bryan pun mendorong pelan tubuh yang begitu meneduhkan jiwanya, ia meletakkan kedua tangannya di atas pundak Kimberly.
Tatapan mereka saling bersua. Kegelisahan
Hai kakak semuanya Baca juga yuk ceritaku yang lain Semoga suka dan terhibur 😀
Stephanie penasaran akan suatu hal. Ia pun segera bertanya pada Deborah demi mendapatkan jawaban yang sempat mengusik pikirannya. "Apa jangan-jangan kau sudah menyukainya lebih dari yang kubayangkan?" tanya Stephanie dengan mata menyipit mencari tahu. "Lelaki seperti Bryan itu sangatlah langka dan juga menawan, Tante. Ketampanan serta kewibawaannya sanggup meruntuhkan iman hampir sebagian besar kaum hawa di Edensor kita yang tercinta ini. Termasuk aku!" ungkap Deborah dengan wajah berbinar-binar membayangkan Bryan menjadi miliknya. Stephanie tersenyum sinis. "Kau pasti akan mendapatkannya sebentar lagi! Kimberly tidak pantas mendapatkan anakku! Hanya kaulah yang pantas bersanding dengannya!" yakin Stephanie. Deborah tersenyum senang. Lengkungan bibirnya membentuk curva cantik. Ia bahagia dan bangga karena mendapatkan restu dari Stephanie. Tinggal beberapa langkah lagi Bryan pasti akan menjadi miliknya. Ya, sebenta
Lampu terang di ruang operasi masih menyala. Kimberly berada di depan pintu sambil menunggu dokter selesai melakukan tindakan pada Jenica. Luke dan George sudah datang dan menemani perempuan cantik tersebut. Beberapa saat kemudian, seorang pria tampan dengan balutan jas menawan berlari-lari menuju ruangan yang dimaksud. Ia mencari keberadaan sang istri dan ingin segera memeluknya. "Kimmy!" teriak Bryan yang seketika memeluk tubuh mungil istrinya dengan ekspresi cemas luar biasa. "Bagaimana keadaanmu? Papa baru saja mengabariku. Maaf aku baru bisa datang!" ungkap Bryan seraya berulang kali mengecup pucuk kepala sang istri. Kegelisahan di wajahnya tak dapat dibantah. Semua terlihat begitu kentara. Bryan sangat mencemaskan kondisi istri tercintanya. " Aku tidak apa-apa, Bryan. Untung saja ada Kak Jenica yang menyelamatkanku. Saat ini kami masih menunggu dokter keluar dari ruang operasi. Bryan, aku takut terjadi hal b
Bukan Stephanie yang semakin mendekat. Kimberly yang maju dan menghambur ke dalam pelukan ibu kandung Bryan. "Aku merindukan pelukan seorang ibu sejak beberapa tahun terakhir. Aku selalu memimpikan memiliki ibu mertua yang menyayangiku. Maafkan aku, Ma, jika aku belum bisa menjadi menantu yang baik di matamu. Aku hanyalah manusia biasa yang masih terus belajar menjadi lebih baik. Apa pun yang terjadi antara Mama dan Bryan, kuharap kalian akan segera berdamai dan saling mengerti satu sama lain!" ungkap Kimberly. Mendengar ucapan menantunya, Stephanie mengeratkan pelukannya. Lalu beberapa saat kemudian pelukan itu terlepas dan mereka berdua saling bersitatap. "Terima kasih, Kimberly! Mama pergi, ya! Jaga kesehatan kalian dan titip anak Mama! Semoga Tuhan selalu melindungi kalian di mana pun berada dan menjauhkan segala keburukan dari hidup kalian. Sampai jumpa lagi, Kimberly!" pamit Stephanie dengan wajah begitu sendu dan mata yang begitu sayu
~Happy Reading All~****PenolakanSparkling Light di malam itu.Suara dentuman musik DJ bertalu-talu mencabik indera pendengaran puluhan bahkan ratusan manusia di bawah sinar kerlap-kerlip warna-warni lampu disko.Segerombolan mahasiswa kaya dan tentunya berkantong tebal tengah asyik membuat perayaan ulang tahun dengan saling bersulang menikmati cairan memabukkan di area bar.Tak lupa sepasang kekasih yang saling berpelukan di sana. Kimberly yang baru sebulan menerima pernyataan cinta dari pemuda pengagumnya selama ini tengah membalas pelukan sang kekasih."Apakah kau senang, Honey?" tanya Nick pada pujaan hatinya yang mengangkat gelas tinggi dengan sedikit cairan berwarna coklat bening di sana. Rupanya gadis cantik tersebut usai meneguk cairan itu guna membasahi tenggorokannya."Aku senang, Nick. Sangat susah sekali aku meminta ijin pada Papaku untuk bisa keluar dari rumah. Karena dirimu, akhirny
"Nick! Ayo kita pulang!" pinta Kimberly yang tampak ketakutan. Tangannya gemetar secara refleks.Dapat dirasakan Nick, ujung bajunya diremas kuat oleh Kimberly. Wajah cantik itu memucat disertai keringat yang menetes dari pelipis. Pencahayaan yang tak begitu terang membuat Nick segera menarik pergelangan tangan Kimberly dan mengajaknya keluar dari tempat itu."Ada apa denganmu, Honey? Kenapa kau gugup begitu?" desak Nick sesampainya di area parkir luas klub malam tersebut."Ada seorang pria yang hendak melecehkan aku, aku takut, Nick!" pekik Kimberly dengan napas tersengal-sengal usai berlari ke arah dance floor dilanjutkan dengan berjalan lebih cepat menuju ke tempat parkir.Hatinya belum tenang. Gadis itu berulang kali mengedarkan pandangan ke segala arah. Ia takut pria gila dan genit itu berhasil mengejarnya. Masih teringat jelas dalam memori, ia menampar pria asing yang mengajaknya berkencan bersama kawan-kawannya.It's
Sang pria tampak menyeringai. Hal itu membuat bulu kuduk Kimberly sontak meremang.'Mimpi apa aku semalam?' gerutunya dalam hati.Hal berbeda ditampilkan di raut wajah Bryan. Ia tampak senang bisa bertemu dengan gadis yang menolaknya waktu itu. Penolakan yang berpengaruh pada jati dirinya sebagai seorang Don Juan masa kini dan ditertawakan oleh kedua sahabatnya membuat citra dirinya meredup. Tentu itu hanya pikirannya saja, lain hal dengan Leon dan Gilbert.Mungkin saat ini adalah waktu yang tepat supaya gadis ini mengetahui siapa dan alasan kenapa ia berada di sini, pikir Bryan. Ia mengajak Tuan George Michael untuk berbicara empat mata.Beberapa saat kemudian, Bryan kembali mendekati gadis cantik yang tengah menikmati orange juice di tangan dan satu tangan lagi berada di atas perutnya. Sesekali gadis itu mengetukkan kaki di lantai hingga menimbulkan bunyi. Kimberly terlihat bosan dan ingin segera pulang ke rumah sekedar untuk mem
Tak mau memperpanjang pembahasan yang tak bermutu mengenai pria asing tersebut, Kimberly pura-pura menguap. Ia memperlihatkan pada Jenica bahwa ia sudah sangat lelah dan mengantuk.Semua itu Kimberly lakukan karena gadis yang berusia satu tahun di atasnya itu sering sekali bertanya apa pun tentangnya. Seolah ingin tahu apa yang ia lakukan, rasakan dan dapatkan.Ia merasa tak nyaman jika Jenica mengejarnya dengan beberapa pertanyaan tak penting. Hidup sudah rumit, tak perlu lagi membahas suatu hal yang juntrungannya membuat diri sesak napas karena banyak pikiran."Sudahlah Kak, ayo kita mengobrol hal lain saja!" ajak Kimberly pada sang kakak. "Oh iya, bagaimana kabar hubunganmu dengan Kak Jeff? Kapan kalian akan bertunangan?" tanyanya santai dan tak lupa mengulas senyum manis di wajahnya yang cantik."Kami sudah berpisah," jawab Jenica cepat.Kimberly terkesiap. Tak menduga akan mendengar jawaban ini keluar dari mulut J
"Dewa bisnis tampan?" ulang Kimberly pada Jenica sambil melirik ke arah Bryan yang tampak mengulum senyum seraya mengelus dagu runcingnya.Dengan senyum merekah di wajahnya, Jenica mengangguk mantap."Ya, benar sekali, Kim! Apa kau tak pernah membaca surat kabar atau portal berita online? Di situ tertulis banyak sekali artikel yang menjelaskan siapa dan bagaimana sepak terjang seorang Tuan Bryan di dunia bisnis. Ke mana saja kau selama ini? Oops, kau ini hidup di belahan dunia mana? Hem?" tanya Jenica yang lebih terdengar menyindir Kimberly.Kimberly mengedikkan bahu sambil mengangkat kedua tangannya menanggapi ucapan Jenica. Ia lebih memilih mengacuhkan dua manusia di dekatnya yang memandanginya dengan pikiran berbeda di otak masing-masing."Sorry, sepertinya aku sudah mengantuk. Jika kalian ingin melanjutkan obrolan berdua, maka dengan senang hati aku meninggalkan kalian. Permisi," pamit Kimberly sambil menatap ke arah Jenica dan
Bukan Stephanie yang semakin mendekat. Kimberly yang maju dan menghambur ke dalam pelukan ibu kandung Bryan. "Aku merindukan pelukan seorang ibu sejak beberapa tahun terakhir. Aku selalu memimpikan memiliki ibu mertua yang menyayangiku. Maafkan aku, Ma, jika aku belum bisa menjadi menantu yang baik di matamu. Aku hanyalah manusia biasa yang masih terus belajar menjadi lebih baik. Apa pun yang terjadi antara Mama dan Bryan, kuharap kalian akan segera berdamai dan saling mengerti satu sama lain!" ungkap Kimberly. Mendengar ucapan menantunya, Stephanie mengeratkan pelukannya. Lalu beberapa saat kemudian pelukan itu terlepas dan mereka berdua saling bersitatap. "Terima kasih, Kimberly! Mama pergi, ya! Jaga kesehatan kalian dan titip anak Mama! Semoga Tuhan selalu melindungi kalian di mana pun berada dan menjauhkan segala keburukan dari hidup kalian. Sampai jumpa lagi, Kimberly!" pamit Stephanie dengan wajah begitu sendu dan mata yang begitu sayu
Lampu terang di ruang operasi masih menyala. Kimberly berada di depan pintu sambil menunggu dokter selesai melakukan tindakan pada Jenica. Luke dan George sudah datang dan menemani perempuan cantik tersebut. Beberapa saat kemudian, seorang pria tampan dengan balutan jas menawan berlari-lari menuju ruangan yang dimaksud. Ia mencari keberadaan sang istri dan ingin segera memeluknya. "Kimmy!" teriak Bryan yang seketika memeluk tubuh mungil istrinya dengan ekspresi cemas luar biasa. "Bagaimana keadaanmu? Papa baru saja mengabariku. Maaf aku baru bisa datang!" ungkap Bryan seraya berulang kali mengecup pucuk kepala sang istri. Kegelisahan di wajahnya tak dapat dibantah. Semua terlihat begitu kentara. Bryan sangat mencemaskan kondisi istri tercintanya. " Aku tidak apa-apa, Bryan. Untung saja ada Kak Jenica yang menyelamatkanku. Saat ini kami masih menunggu dokter keluar dari ruang operasi. Bryan, aku takut terjadi hal b
Stephanie penasaran akan suatu hal. Ia pun segera bertanya pada Deborah demi mendapatkan jawaban yang sempat mengusik pikirannya. "Apa jangan-jangan kau sudah menyukainya lebih dari yang kubayangkan?" tanya Stephanie dengan mata menyipit mencari tahu. "Lelaki seperti Bryan itu sangatlah langka dan juga menawan, Tante. Ketampanan serta kewibawaannya sanggup meruntuhkan iman hampir sebagian besar kaum hawa di Edensor kita yang tercinta ini. Termasuk aku!" ungkap Deborah dengan wajah berbinar-binar membayangkan Bryan menjadi miliknya. Stephanie tersenyum sinis. "Kau pasti akan mendapatkannya sebentar lagi! Kimberly tidak pantas mendapatkan anakku! Hanya kaulah yang pantas bersanding dengannya!" yakin Stephanie. Deborah tersenyum senang. Lengkungan bibirnya membentuk curva cantik. Ia bahagia dan bangga karena mendapatkan restu dari Stephanie. Tinggal beberapa langkah lagi Bryan pasti akan menjadi miliknya. Ya, sebenta
Kimberly tersenyum ramah di wajahnya yang penuh keteduhan. Ia terlihat tenang di usianya yang masih belia dibandingkan usia suaminya. Sikap dewasa dalam dirinya kini mulai mendominasi.Jemari lentiknya merayap lembut ke pipi Bryan, sekali lagi demi menenangkan hati dan pikiran Bryan yang tengah berkecamuk."Aku takut kehilanganmu sama seperti ketakutanku akan kehilangan Shannon dalam hidupku dulu! Aku sangat mencintaimu, Kimmy! Jangan pernah pergi meninggalkan aku!" pinta Bryan dengan begitu gelisah. Deru napasnya memburu."Aku tidak akan ke mana-mana. Aku selalu ada di sampingmu. Istrimu ini juga sangat mencintaimu, Bryan!" tegas Kimberly tulus.Lelaki itu semakin mengeratkan pelukannya. Merasa ketenangan benar-benar ia dapatkan ketika memeluk tubuh Kimberly. Bryan pun mendorong pelan tubuh yang begitu meneduhkan jiwanya, ia meletakkan kedua tangannya di atas pundak Kimberly.Tatapan mereka saling bersua. Kegelisahan
Kita tinggalkan sejenak Kimberly dan Bibi Jules di dapur. Saat ini Bryan sudah berada di kamar. Ia baru saja keluar dari kamar mandi.Selembar handuk berwarna putih menutupi tubuh bagian bawahnya dari pinggang hingga mencapai tempurung lututnya.Ia merasa malas dan kesal usai membenamkan diri di dalam bath tub selama beberapa saat, tapi ia tidak tahu apa penyebabnya.Segera, ia mengambil satu setel piyama tidur guna memberinya rasa nyaman saat sebentar lagi ia memejamkan mata barang sejenak. Kantuk mulai menyapa kedua kelopak matanya, yang tanpa sadar membuatnya berat untuk tetap terjaga."Badanku lelah sekali! Aduh!" keluh Bryan sembari memijat lengannya sendiri.Ia melangkah maju ke atas pembaringan. Perlahan, ia melepas sandal yang membalut telapak kakinya.Bryan sudah merasakan nyaman saat ia meletakkan kepalanya yang berat di atas bantal. Matanya secepat kilat terpejam.Sepuluh menit kemu
Kimberly tersenyum senang saat mendapati sepasang mata peraknya menangkap jelas sebuah kotak pizza favorit ada di kursi belakang. Wajahnya berubah begitu sumringah. Ekspresi yang bertolak belakang dengan beberapa detik lalu.Tanpa sadar ia mengguncang pelan lengan sang suami yang tengah mengemudikan mobil. Bryan yang mengetahui hal itu spontan kembali terkekeh. Ia senang jika bisa membuat Kimberly bahagia seperti ini. Saat ini ia meyakini ucapan Kimberly beberapa saat lalu…'Kebahagiaan seseorang itu berbeda-beda, bisa datang dari makanan, seseorang yang kita suka, kesehatan dan masih banyak lagi. Tapi, kalau buat aku, makanan adalah mood booster terhebat yang tidak pernah bisa kutolak. Makanan kesukaan bisa membuatku bahagia. Bahagia itu bisa didapatkan dengan cara sederhana, asal diberikan dengan penuh keikhlasan dan ketulusan.'Kata-kata itulah yang menjadi dasar Bryan memberikan makanan yang berasal dari Italia itu pada Kimberly.
Nick terkesiap. Sumpah demi apa pun ia tak pernah membayangkan bahwa dirinya akan kembali berurusan dengan suami mantan kekasihnya.Langkah kaki orang itu berhenti tepat di hadapannya. Dengan senyum yang melengkung jelas dari kedua sudut bibirnya, pria itu tampak begitu menawan. Pantaslah ia bersanding dengan Kimberly. Mereka adalah pasangan yang cocok satu sama lain. Tampak solid dan membuat iri jutaan pasang mata yang melihat keduanya bersisian.Nick mengenyahkan pikiran itu. Ini bukan saatnya memuji mereka.Tanda tanya besar berkumpul di pikirannya. Apa yang membuat pebisnis terkenal se-Edensor ini mendatanginya?"Ke-kenapa kau ada di sini?" tanya Nick terbata-bata. Pria itu gugup hanya karena disambangi Bryan.Bukannya menjawab, Bryan malah tersenyum penuh misteri.Nick mengambil napas dalam-dalam, berusaha menjernihkan suasana hatinya yang memendam banyak pertanyaan di sana.Kedua pria de
Luke tersenyum penuh arti."Semua orang punya kekurangan dan kelebihan masing-masing. Papa mendengar kau mau meminta maaf atas segala kesalahan yang pernah kau perbuat saja, Papa sudah merasa bangga. Kau sudah dewasa, Jenica. Belajar dan berpikir lebih baik ke depan. Perbaiki segala kesalahan yang dulu pernah terjadi.Papa yakin Kimberly akan memaafkanmu asal kau berjanji untuk tidak mengulang perbuatan yang sama. Kimmy adalah gadis yang baik dan sopan. Dia selalu menyayangimu. Papa pun bisa merasakannya. Hanya karena iri semata, kau bisa melakukan segala perbuatan itu. Papa yakin kau pun bisa menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Percayalah!" yakin Luke menyemangati dan menyadarkan sang putri.Jenica mengangguk mantap."Aku akan menemui Kimmy dan meminta maaf padanya!" tegas Jenica penuh semangat."Ya! Papa akan selalu mendukungmu menjadi pribadi yang lebih baik! Semoga Kimmy memberikanmu kesempatan untuk berproses ke
"Ya, aku berjanji!" jawab Kimberly lantang tanpa meragu sedikit pun.Bryan membuka memori lama yang masih tersimpan jelas di dalam otaknya. Semua itu tak bisa menghilang begitu saja meski waktu terus berjalan.Waktu pun bergulir mengikuti ritme kisah yang terjadi di masa lalu.Kimberly menyeka cairan yang masih merembes dari pemilik iris biru di sampingnya. Cairan itu telah berhasil membasahi kedua pipi suaminya."Kau memiliki aku! Aku tak bisa berjanji akan selalu bersamamu hingga kita tua nanti. Aku hanya bisa menjalani setiap detik waktu yang berjalan bersamamu. Usia manusia tidak ada yang tahu. Benar, kan?Aku akan meminta pada Tuhan agar memberi kita usia yang panjang dan berguna bagi semua makhluk di sekitar kita. Bukan aku yang menentukan lama atau singkatnya hidup kita, semua tergantung sang Pencipta. Kita jalani saja semua proses hidup bersama-sama.Setelah aku dan kau menjadi satu dalam ikatan pe