"Nick! Ayo kita pulang!" pinta Kimberly yang tampak ketakutan. Tangannya gemetar secara refleks.
Dapat dirasakan Nick, ujung bajunya diremas kuat oleh Kimberly. Wajah cantik itu memucat disertai keringat yang menetes dari pelipis. Pencahayaan yang tak begitu terang membuat Nick segera menarik pergelangan tangan Kimberly dan mengajaknya keluar dari tempat itu.
"Ada apa denganmu, Honey? Kenapa kau gugup begitu?" desak Nick sesampainya di area parkir luas klub malam tersebut.
"Ada seorang pria yang hendak melecehkan aku, aku takut, Nick!" pekik Kimberly dengan napas tersengal-sengal usai berlari ke arah dance floor dilanjutkan dengan berjalan lebih cepat menuju ke tempat parkir.
Hatinya belum tenang. Gadis itu berulang kali mengedarkan pandangan ke segala arah. Ia takut pria gila dan genit itu berhasil mengejarnya. Masih teringat jelas dalam memori, ia menampar pria asing yang mengajaknya berkencan bersama kawan-kawannya.
It's so crazy!
Bagaimana tidak gila jika ia saja masih berpegang teguh pada keyakinannya untuk menjaga kesuciannya? Sedangkan orang asing itu bisa berpikir bahwa ia adalah wanita murahan yang bisa digilir dengan seenaknya! Apa salahnya dirinya berada di sini?
Gadis itu menggigit bibir bagian bawahnya hingga menimbulkan jejak gemeretak barisan gigi.
"Antar aku pulang secepat mungkin, Nick! Aku juga tak mau membuat ayahku khawatir padaku!" pinta Kimberly memaksa.
"Baiklah, kau tenang saja, ya! Aku akan menjagamu selalu. Maaf, karena aku lalai dan tidak bisa menjagamu dengan baik. Gara-gara aku mengikuti Bradley melantai, kau diperlakukan buruk oleh seorang pria. Apakah kau baik-baik saja?"
Kimberly mengangguk pelan lalu memeluk sang kekasih. Berharap setelah pelukan ini, ia bisa mendapatkan kekuatan dan keberanian yang sempat timbul tenggelam karena pertemuannya dengan pria tadi.
Nick melepaskan pelukannya. Tak lupa ia mengecup pucuk kepala sang gadis pujaan hati yang nyaris mendapat hal buruk di tempat hiburan sekelas Sparkling Light. Ia tak menyangka gadis dengan gaun yang masih bisa dikategorikan sopan dan anggun ini disamakan dengan wanita penjaja cinta.
Shit!
Rahang Nick mengetat. Tangannya terkepal hingga tampaklah buku-buku jari yang tertekuk kencang.
Amarah Nick seketika mereda ketika sang gadis menyentuh pipi hingga dagu runcingnya, menyadarkan dirinya dari lamunan. Manik mata teduh itu sanggup menghipnotis Nick dari amarah yang begitu menggebu. Rasanya menyejukkan melihat tatapan dari iris berwarna perak tersebut.
Beautiful eyes!
"Masuklah! Aku akan mengantarmu pulang secepatnya," ucap Nick sembari membuka pintu mobil meminta sang gadis masuk ke kursi samping kemudi.
Setelah memastikan gadis itu duduk nyaman dengan seatbelt yang telah melingkar erat, pria itu menutup pintu mobil dan berjalan setengah memutar memasuki kursi kemudi. Kini yang ada di hadapannya adalah stang bundar yang siap dikendarai olehnya.
Tatapan pria itu begitu mendamba pada kekasih hatinya yang telah ia cintai selama kurang lebih tiga tahun. Penuh perjuangan dan usaha yang tidak main-main bisa mendapatkan hati seorang Kimberly, ia berjanji akan menjaga cintanya pada sang gadis.
Deru napas Nick menerpa kulit wajah Kimberly. Mereka berdua tanpa sadar semakin intens saling mendekat. Niat hati hanya ingin mengecup kening sang kekasih, tapi melihat bibir ranum Kimberly membuat pria itu hilang arah. Ia menempelkan ibu jarinya di benda kenyal tersebut. Lembut.
Pria itu memangkas jarak antara dirinya dan Kimberly. Ia meraup benda kenyal tersebut. Memainkan lidahnya di rongga mulut sang kekasih dengan penuh kelembutan. Semua terasa manis. Tanpa bisa dicegah sesuatu di bawah sana tampak menegang. Meminta kepastian akan kelanjutan dari tingkah keduanya.
Jemari Nick merayap ke aset berharga milik sang gadis. Menekan benda empuk tersebut dengan penuh hasrat.
Kesadaran Kimberly mulai di pertanyaan kala ia mendapati seseorang tengah memainkan lidahnya dengan permainan yang cukup… manis dan menggiurkan. Teringat ucapan sang ibu sebelum tiada, bahwa ciuman itu akan berakhir dalam buaian tindakan yang lebih dari itu. Akan ada kejadian lebih menuntut dari yang bisa manusia bayangkan.
Kimberly tersadar. Ia mendorong kedua bahu bidang Nick. Menyadarkan pria itu untuk menghentikan apa yang telah mereka mulai. Benar saja, sesuatu di bawah sana, tepatnya retsleting milik Nick agak menyembul. Terasa keras dan tak menyenangkan bagi pria itu.
"Maafkan aku! Aku tidak bermaksud--..." gugup Nick, ia merasa tak enak hati telah berbuat seperti ini pada Kimberly. Sesaat ia terbuai nafsu.
"Tidak apa-apa, Nick. Ayo kita pulang! Barusan juga salahku karena terbuai dengan tingkah kita berdua. Jangan menyalahkan dirimu sendiri seperti itu! Bukankah hal itu wajar dilakukan pasangan kekasih? Asalkan tidak lebih dari itu aku masih bisa menerima, kau bisa mengertikan aku, bukan?"
Nick tersenyum dan mengangguk dengan tempo cepat.
"Aku bisa mengerti. Aku akan melakukan itu saat kita berdua menikah nanti!"
Kimberly mengangguk mengiyakan.
Mobil pun melaju dengan kecepatan sedang. Sesekali Nick melirik ke arah sang gadis yang amat ia cintai. Senyum merekah menghiasi wajah keduanya dengan aksi saling tatap.
***
Berbeda dengan sepasang kekasih yang tengah berbahagia. Di satu sisi, Bryan menahan amarah di dalam sebuah room di mana di sana berisi dirinya dan kedua temannya. Leon dan Gilbert masih diam-diam menertawakan Bryan yang dipermalukan gadis untuk pertama kalinya.
"Sudah puas kalian menertawakan aku? Hah!" bentak Bryan pada kedua temannya tersebut. Tatapan mata yang sorot akan kemarahan dan malu itu tampak bercampur menjadi satu.
"Maaf, Bryan! Kami hanya tidak menyangka saja, seorang playboy sepertimu bisa-bisanya ditolak oleh gadis seperti itu! Hahaha," jawab Leon yang kini sudah tak bisa menahan tawa. Akhirnya ia tertawa lepas.
Iris hazel itu menatap tajam ke arah Leon dan Gilbert, memaksa mereka untuk diam daripada terjadi hal yang tak diinginkan.
"Aku akan mencari gadis itu dan membuatnya bertekuk lutut padaku! Aku tidak terima dia mempermalukanku seperti ini sampai aku merasa tak punya muka di depan kalian berdua! Siapa dia sebenarnya, beraninya bermain-main dengan Bryan Malik?" kesal Bryan disertai sumpah serapah yang terlontar dari bibir seksinya.
***
Seminggu berlalu setelah kejadian memalukan antara dirinya dan pria genit yang menggodanya di sebuah klub malam.
Kini, Kimberly telah selesai memakai riasan yang membuatnya tampak anggun dan mengesankan mata siapapun yang nanti akan berpapasan dengannya.
"It's perfect! I like it!" pekik Kimberly mantap. Senyum yang melengkung indah dari kedua sudut bibirnya yang terpoles lipstick berwarna merah tampak membuatnya lebih dewasa dari umur yang sebenarnya.
Ceklek
"Kimmy, anakku, apakah kau sudah selesai merias diri?" tanya George Michael, sang ayah. Ayah tunggal yang membesarkan putrinya seorang diri tanpa mau menikah lagi.
Kimberly menoleh ke belakang. Tatapannya tertuju pada sang ayah yang berdiri di ambang pintu.
"Papa!" pekik Kimberly kegirangan. Ia beranjak dari kursi yang ada di depan meja rias. Langkahnya semakin dekat menuju di mana sang ayah berada.
Menggelayut manja, gadis itu mengangguk mantap, "Ayo, Pa! Semoga kita tidak terlambat di pesta pembukaan resort baru Papa. Jangan biarkan para tamu menunggu lama tamu pentingnya!"
"As your wish, My Princess!"
***
Suasana peresmian resort baru George Michael tampak ramai dipadati tamu undangan.
Nick yang kebetulan diminta sebagai tamu undangan tak bisa hadir karena harus mengurus neneknya yang sedang sakit. Pria baik itu meminta maaf pada sang kekasih lewat panggilan telepon. Kimberly dapat mengertikan. Setelah bertukar pesan via suara, ia mengembalikan benda pipih pintarnya ke dalam dompet kecil miliknya.
Kimberly menghela napas kasar. Sesekali gadis itu menatap sang ayah yang begitu kelelahan menyambut kedatangan tamu-tamunya.
Ia memilih mengambil juice di area minuman yang dikhususkan bagi tamu yang tidak meminum minuman beralkohol.
Usai meneguk beberapa kali, sang ayah memanggilnya. Mau tak mau ia meletakkan gelas yang ia pegang ke atas meja. Langkahnya santai menuju keberadaan George.
"Iya, Papa."
Seseorang tengah bercengkerama dengan sang ayah. Tunggu dulu, kenapa suaranya terdengar tidak asing memasuki indera pendengarannya?
Kimberly mengangkat kepalanya melihat siapa pria yang menjadi lawan bicara ayahnya.
Glek
Kimberly kesulitan menelan salivanya. Ia gugup. Seketika ia ketakutan. Wajah pria asing itu tampak menakutkan baginya.
"Ka-Kau!!"
****
Sang pria tampak menyeringai. Hal itu membuat bulu kuduk Kimberly sontak meremang.'Mimpi apa aku semalam?' gerutunya dalam hati.Hal berbeda ditampilkan di raut wajah Bryan. Ia tampak senang bisa bertemu dengan gadis yang menolaknya waktu itu. Penolakan yang berpengaruh pada jati dirinya sebagai seorang Don Juan masa kini dan ditertawakan oleh kedua sahabatnya membuat citra dirinya meredup. Tentu itu hanya pikirannya saja, lain hal dengan Leon dan Gilbert.Mungkin saat ini adalah waktu yang tepat supaya gadis ini mengetahui siapa dan alasan kenapa ia berada di sini, pikir Bryan. Ia mengajak Tuan George Michael untuk berbicara empat mata.Beberapa saat kemudian, Bryan kembali mendekati gadis cantik yang tengah menikmati orange juice di tangan dan satu tangan lagi berada di atas perutnya. Sesekali gadis itu mengetukkan kaki di lantai hingga menimbulkan bunyi. Kimberly terlihat bosan dan ingin segera pulang ke rumah sekedar untuk mem
Tak mau memperpanjang pembahasan yang tak bermutu mengenai pria asing tersebut, Kimberly pura-pura menguap. Ia memperlihatkan pada Jenica bahwa ia sudah sangat lelah dan mengantuk.Semua itu Kimberly lakukan karena gadis yang berusia satu tahun di atasnya itu sering sekali bertanya apa pun tentangnya. Seolah ingin tahu apa yang ia lakukan, rasakan dan dapatkan.Ia merasa tak nyaman jika Jenica mengejarnya dengan beberapa pertanyaan tak penting. Hidup sudah rumit, tak perlu lagi membahas suatu hal yang juntrungannya membuat diri sesak napas karena banyak pikiran."Sudahlah Kak, ayo kita mengobrol hal lain saja!" ajak Kimberly pada sang kakak. "Oh iya, bagaimana kabar hubunganmu dengan Kak Jeff? Kapan kalian akan bertunangan?" tanyanya santai dan tak lupa mengulas senyum manis di wajahnya yang cantik."Kami sudah berpisah," jawab Jenica cepat.Kimberly terkesiap. Tak menduga akan mendengar jawaban ini keluar dari mulut J
"Dewa bisnis tampan?" ulang Kimberly pada Jenica sambil melirik ke arah Bryan yang tampak mengulum senyum seraya mengelus dagu runcingnya.Dengan senyum merekah di wajahnya, Jenica mengangguk mantap."Ya, benar sekali, Kim! Apa kau tak pernah membaca surat kabar atau portal berita online? Di situ tertulis banyak sekali artikel yang menjelaskan siapa dan bagaimana sepak terjang seorang Tuan Bryan di dunia bisnis. Ke mana saja kau selama ini? Oops, kau ini hidup di belahan dunia mana? Hem?" tanya Jenica yang lebih terdengar menyindir Kimberly.Kimberly mengedikkan bahu sambil mengangkat kedua tangannya menanggapi ucapan Jenica. Ia lebih memilih mengacuhkan dua manusia di dekatnya yang memandanginya dengan pikiran berbeda di otak masing-masing."Sorry, sepertinya aku sudah mengantuk. Jika kalian ingin melanjutkan obrolan berdua, maka dengan senang hati aku meninggalkan kalian. Permisi," pamit Kimberly sambil menatap ke arah Jenica dan
Tanpa pikir panjang dan demi mengingat keselamatan putrinya, George mengangguk yakin akan tawaran yang diucapkan seorang Bryan Malik pada Kimberly. Pria tua itu begitu yakin Bryan dapat menjaga putrinya."Pulanglah bersama Tuan Bryan! Papa yakin Tuan Bryan bisa mengantarmu sampai rumah dengan selamat. Sambil menunggu mobil selesai diperbaiki malam ini, alangkah lebih baik kau lekas pulang, Kim! Papa tidak ingin waktu istirahatmu terganggu. Besok kau harus kuliah, kau mengerti, kan?"Bryan tersenyum ramah menanggapi ucapan George. Secara tidak langsung apa yang terlontar dari mulut George adalah bukti suatu kepercayaan pria tua itu pada seseorang yang tak lain adalah Bryan Malik.Hal itu membuat hati Bryan senang bukan main. Ia menantikan bagaimana bantahan atau alasan apa yang akan keluar dari bibir mungil Kimberly.Tak sesuai prediksi, Kimberly mengangguk pasrah. Ia mengecup pipi sang ayah lalu berpamitan pada Luke. Harry yang berada di
"Apa yang kau katakan?" tanya Kimberly pada sosok di dalam mimpinya.Pesona pria itu berhasil membuat semburat merah di kedua sisi pipinya. Pria itu bernama Bryan Malik, seorang Cassanova cinta yang namanya telah terkenal di seantero Edensor."Tinggalkan kekasihmu dan pergilah bersamaku! Aku akan membuatmu bahagia. Percayalah!" bisiknya sambil mengecup tulang selangka Kimberly hingga membuat darah gadis itu berdesir hebat."Tidak! Aku sangat mencintai Nick. Jangan coba-coba memisahkan aku dengan pria yang kucintai!" sahut Kimberly padanya."Tidak apa pria lain yang sanggup membahagiakanmu selain aku. Percayalah! Cepat atau lambat kau akan datang mencariku! Hahahaha," tukas Bryan yang sosoknya semakin hilang dalam arus mimpi meninggalkan gadis itu seorang diri."Tidak!!" jerit Kimberly yang terbangun saat seseorang menepuk pipinya perlahan.Kimberly tersadar dari mimpinya yang.. Buruk atau ah sudahlah, Kimb
Kedua mata Kimberly membola sempurna dengan ekspresi terkejut yang luar biasa. Bagaimana bisa pria itu ada di sini? Bersamanya? Apakah dia tidak bosan mengganggu pikirannya dan sekarang tanpa dosa berada di ruangan yang sama untuk berebut udara dengannya?Gadis itu mulai kebingungan tapi tak punya cara lain untuk kabur. Kekuatan pria ini begitu menakutkan dan tentu saja lebih besar dari dirinya. Salah-salah dirinya akan dilecehkan atau lebih parahnya akan dinodai.Jangan sampai itu terjadi!Lebih baik ia diam untuk sementara waktu sambil menunggu kesempatan saat pria ini lengah."Good job, pretty girl! Jadilah anak baik!" bisiknya di telinga Kimberly. Kata-kata itu berhasil membuat bulu kuduk gadis cantik itu meremang sempurna. Deru napas pria itu menerpa kulit wajahnya hingga mencapai titik sensitif sang gadis.'Brengsek sekali dia! Ya Tuhan, kenapa aku bisa terjebak dengan pria menyebalkan ini? Semalam sudah mimpi bu
Nick menggenggam sepuluh jari lentik di pertautan jemarinya lebih erat. Sepasang matanya menangkap jelas keraguan dan ketakutan pada diri sang kekasih hati."Aku sangat mencintaimu, Honey. Kau adalah perempuan kedua yang sangat berarti dalam hidupku." Nick menjelaskan dengan penuh kasih. Ia mengecup punggung tangan Kimberly dengan lembut.Sorot mata itu membuat iris perak Kimberly luluh. Ia tahu bagaimana perjuangan Nick demi mendapatkan hatinya selama ini.Sesaat Kimberly mengernyitkan kening mulusnya."Perempuan kedua? Maksudnya?" berondong Kimberly dengan sorot mata penuh tanda tanya."Kau adalah perempuan kedua yang begitu berharga di hidupku selain Nenek Emma. Kau tahu 'kan, selama ini hidupku bergantung pada nenek dan kakekku.Semenjak kakek tiada, aku hanya hidup bersama nenek dan beliaulah yang memberiku arti cinta sesungguhnya. Rasa cinta yang begitu besar melebihi kasih sayang kedua orang tuaku.&
Bryan sengaja membuat semua orang di aula menantikan jawabannya. Ia tersenyum penuh arti lalu berdehem cepat."Sepertinya itu adalah privasi yang tidak bisa saya umbar begitu saja pada semua orang. Mungkin kalau kami berjodoh, kalian akan tahu mengenai berita baiknya melalui sosial media yang kalian punya. Begitu saja, ya! Maaf saya harus segera mengurus pekerjaan di luar kota. Terima kasih semuanya. Sampai jumpa!" jawab Bryan diakhiri ucapan pamit.Jane yang berhadapan dengan Bryan hampir merosot tubuhnya mendengar penjelasan pria tampan itu.Hampir sebagian besar kaum hawa di sana kecewa dan menerka-nerka siapakah gadis misterius yang beruntung itu. Apakah seorang artis, pengusaha atau konglomerat seperti Bryan?Tak hanya mereka, Mona yang duduk di sebelah Kimberly tampak penasaran. Pandangannya tak terlepas dari objek yang memantik antusiasme besar dalam dirinya. Kimberly hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat tingkah laku s
Bukan Stephanie yang semakin mendekat. Kimberly yang maju dan menghambur ke dalam pelukan ibu kandung Bryan. "Aku merindukan pelukan seorang ibu sejak beberapa tahun terakhir. Aku selalu memimpikan memiliki ibu mertua yang menyayangiku. Maafkan aku, Ma, jika aku belum bisa menjadi menantu yang baik di matamu. Aku hanyalah manusia biasa yang masih terus belajar menjadi lebih baik. Apa pun yang terjadi antara Mama dan Bryan, kuharap kalian akan segera berdamai dan saling mengerti satu sama lain!" ungkap Kimberly. Mendengar ucapan menantunya, Stephanie mengeratkan pelukannya. Lalu beberapa saat kemudian pelukan itu terlepas dan mereka berdua saling bersitatap. "Terima kasih, Kimberly! Mama pergi, ya! Jaga kesehatan kalian dan titip anak Mama! Semoga Tuhan selalu melindungi kalian di mana pun berada dan menjauhkan segala keburukan dari hidup kalian. Sampai jumpa lagi, Kimberly!" pamit Stephanie dengan wajah begitu sendu dan mata yang begitu sayu
Lampu terang di ruang operasi masih menyala. Kimberly berada di depan pintu sambil menunggu dokter selesai melakukan tindakan pada Jenica. Luke dan George sudah datang dan menemani perempuan cantik tersebut. Beberapa saat kemudian, seorang pria tampan dengan balutan jas menawan berlari-lari menuju ruangan yang dimaksud. Ia mencari keberadaan sang istri dan ingin segera memeluknya. "Kimmy!" teriak Bryan yang seketika memeluk tubuh mungil istrinya dengan ekspresi cemas luar biasa. "Bagaimana keadaanmu? Papa baru saja mengabariku. Maaf aku baru bisa datang!" ungkap Bryan seraya berulang kali mengecup pucuk kepala sang istri. Kegelisahan di wajahnya tak dapat dibantah. Semua terlihat begitu kentara. Bryan sangat mencemaskan kondisi istri tercintanya. " Aku tidak apa-apa, Bryan. Untung saja ada Kak Jenica yang menyelamatkanku. Saat ini kami masih menunggu dokter keluar dari ruang operasi. Bryan, aku takut terjadi hal b
Stephanie penasaran akan suatu hal. Ia pun segera bertanya pada Deborah demi mendapatkan jawaban yang sempat mengusik pikirannya. "Apa jangan-jangan kau sudah menyukainya lebih dari yang kubayangkan?" tanya Stephanie dengan mata menyipit mencari tahu. "Lelaki seperti Bryan itu sangatlah langka dan juga menawan, Tante. Ketampanan serta kewibawaannya sanggup meruntuhkan iman hampir sebagian besar kaum hawa di Edensor kita yang tercinta ini. Termasuk aku!" ungkap Deborah dengan wajah berbinar-binar membayangkan Bryan menjadi miliknya. Stephanie tersenyum sinis. "Kau pasti akan mendapatkannya sebentar lagi! Kimberly tidak pantas mendapatkan anakku! Hanya kaulah yang pantas bersanding dengannya!" yakin Stephanie. Deborah tersenyum senang. Lengkungan bibirnya membentuk curva cantik. Ia bahagia dan bangga karena mendapatkan restu dari Stephanie. Tinggal beberapa langkah lagi Bryan pasti akan menjadi miliknya. Ya, sebenta
Kimberly tersenyum ramah di wajahnya yang penuh keteduhan. Ia terlihat tenang di usianya yang masih belia dibandingkan usia suaminya. Sikap dewasa dalam dirinya kini mulai mendominasi.Jemari lentiknya merayap lembut ke pipi Bryan, sekali lagi demi menenangkan hati dan pikiran Bryan yang tengah berkecamuk."Aku takut kehilanganmu sama seperti ketakutanku akan kehilangan Shannon dalam hidupku dulu! Aku sangat mencintaimu, Kimmy! Jangan pernah pergi meninggalkan aku!" pinta Bryan dengan begitu gelisah. Deru napasnya memburu."Aku tidak akan ke mana-mana. Aku selalu ada di sampingmu. Istrimu ini juga sangat mencintaimu, Bryan!" tegas Kimberly tulus.Lelaki itu semakin mengeratkan pelukannya. Merasa ketenangan benar-benar ia dapatkan ketika memeluk tubuh Kimberly. Bryan pun mendorong pelan tubuh yang begitu meneduhkan jiwanya, ia meletakkan kedua tangannya di atas pundak Kimberly.Tatapan mereka saling bersua. Kegelisahan
Kita tinggalkan sejenak Kimberly dan Bibi Jules di dapur. Saat ini Bryan sudah berada di kamar. Ia baru saja keluar dari kamar mandi.Selembar handuk berwarna putih menutupi tubuh bagian bawahnya dari pinggang hingga mencapai tempurung lututnya.Ia merasa malas dan kesal usai membenamkan diri di dalam bath tub selama beberapa saat, tapi ia tidak tahu apa penyebabnya.Segera, ia mengambil satu setel piyama tidur guna memberinya rasa nyaman saat sebentar lagi ia memejamkan mata barang sejenak. Kantuk mulai menyapa kedua kelopak matanya, yang tanpa sadar membuatnya berat untuk tetap terjaga."Badanku lelah sekali! Aduh!" keluh Bryan sembari memijat lengannya sendiri.Ia melangkah maju ke atas pembaringan. Perlahan, ia melepas sandal yang membalut telapak kakinya.Bryan sudah merasakan nyaman saat ia meletakkan kepalanya yang berat di atas bantal. Matanya secepat kilat terpejam.Sepuluh menit kemu
Kimberly tersenyum senang saat mendapati sepasang mata peraknya menangkap jelas sebuah kotak pizza favorit ada di kursi belakang. Wajahnya berubah begitu sumringah. Ekspresi yang bertolak belakang dengan beberapa detik lalu.Tanpa sadar ia mengguncang pelan lengan sang suami yang tengah mengemudikan mobil. Bryan yang mengetahui hal itu spontan kembali terkekeh. Ia senang jika bisa membuat Kimberly bahagia seperti ini. Saat ini ia meyakini ucapan Kimberly beberapa saat lalu…'Kebahagiaan seseorang itu berbeda-beda, bisa datang dari makanan, seseorang yang kita suka, kesehatan dan masih banyak lagi. Tapi, kalau buat aku, makanan adalah mood booster terhebat yang tidak pernah bisa kutolak. Makanan kesukaan bisa membuatku bahagia. Bahagia itu bisa didapatkan dengan cara sederhana, asal diberikan dengan penuh keikhlasan dan ketulusan.'Kata-kata itulah yang menjadi dasar Bryan memberikan makanan yang berasal dari Italia itu pada Kimberly.
Nick terkesiap. Sumpah demi apa pun ia tak pernah membayangkan bahwa dirinya akan kembali berurusan dengan suami mantan kekasihnya.Langkah kaki orang itu berhenti tepat di hadapannya. Dengan senyum yang melengkung jelas dari kedua sudut bibirnya, pria itu tampak begitu menawan. Pantaslah ia bersanding dengan Kimberly. Mereka adalah pasangan yang cocok satu sama lain. Tampak solid dan membuat iri jutaan pasang mata yang melihat keduanya bersisian.Nick mengenyahkan pikiran itu. Ini bukan saatnya memuji mereka.Tanda tanya besar berkumpul di pikirannya. Apa yang membuat pebisnis terkenal se-Edensor ini mendatanginya?"Ke-kenapa kau ada di sini?" tanya Nick terbata-bata. Pria itu gugup hanya karena disambangi Bryan.Bukannya menjawab, Bryan malah tersenyum penuh misteri.Nick mengambil napas dalam-dalam, berusaha menjernihkan suasana hatinya yang memendam banyak pertanyaan di sana.Kedua pria de
Luke tersenyum penuh arti."Semua orang punya kekurangan dan kelebihan masing-masing. Papa mendengar kau mau meminta maaf atas segala kesalahan yang pernah kau perbuat saja, Papa sudah merasa bangga. Kau sudah dewasa, Jenica. Belajar dan berpikir lebih baik ke depan. Perbaiki segala kesalahan yang dulu pernah terjadi.Papa yakin Kimberly akan memaafkanmu asal kau berjanji untuk tidak mengulang perbuatan yang sama. Kimmy adalah gadis yang baik dan sopan. Dia selalu menyayangimu. Papa pun bisa merasakannya. Hanya karena iri semata, kau bisa melakukan segala perbuatan itu. Papa yakin kau pun bisa menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Percayalah!" yakin Luke menyemangati dan menyadarkan sang putri.Jenica mengangguk mantap."Aku akan menemui Kimmy dan meminta maaf padanya!" tegas Jenica penuh semangat."Ya! Papa akan selalu mendukungmu menjadi pribadi yang lebih baik! Semoga Kimmy memberikanmu kesempatan untuk berproses ke
"Ya, aku berjanji!" jawab Kimberly lantang tanpa meragu sedikit pun.Bryan membuka memori lama yang masih tersimpan jelas di dalam otaknya. Semua itu tak bisa menghilang begitu saja meski waktu terus berjalan.Waktu pun bergulir mengikuti ritme kisah yang terjadi di masa lalu.Kimberly menyeka cairan yang masih merembes dari pemilik iris biru di sampingnya. Cairan itu telah berhasil membasahi kedua pipi suaminya."Kau memiliki aku! Aku tak bisa berjanji akan selalu bersamamu hingga kita tua nanti. Aku hanya bisa menjalani setiap detik waktu yang berjalan bersamamu. Usia manusia tidak ada yang tahu. Benar, kan?Aku akan meminta pada Tuhan agar memberi kita usia yang panjang dan berguna bagi semua makhluk di sekitar kita. Bukan aku yang menentukan lama atau singkatnya hidup kita, semua tergantung sang Pencipta. Kita jalani saja semua proses hidup bersama-sama.Setelah aku dan kau menjadi satu dalam ikatan pe