Gadis itu tampak tak mau membuang waktu dengan percuma. Susah payah ia bisa memberanikan diri berhadapan dengan Kimberly. Ia segera mengutarakan maksud kedatangannya.
Disertai senyuman penuh misteri, ia menatap wajah cantik Kimberly. "Tolong lepaskan kak Nick padaku! Keluargaku dan keluarganya sudah dekat, sebentar lagi kami akan menjadi satu keluarga utuh."
"Apa maksudmu? Kalau kau datang kemari hanya ingin mengganggu hubunganku dengan Nick, lebih baik kau pergi dari sini! Asal kau ingat, dia adalah kekasihku dan kau hanyalah orang asing di antara kami berdua," tanggap Kimberly dengan tatapan tajam bak belati yang siap menyayat siapa pun dan apa pun di hadapannya.
"Semua ini demi Nenek Emma! Tolong lepaskan Kak Nick! Hanya dialah yang bisa tetap membantu Nenek Emma untuk tetap hidup. Aku berjanji akan membahagiakan Kak Nick," ucapnya meyakinkan tanpa tahu bagaimana kecewanya hati Kimberly. Gadis itu mengatupkan kedua telapak tangannya bermaksu
Nick terus mengejar sang kekasih, namun, sosok Kimberly sudah tak ada lagi dalam jangkauannya."Di mana dia? Ya Tuhan, kenapa semua ini harus terjadi di antara kami berdua? Kenapa Kau tak ijinkan kami tetap bersama?" keluh Nick sambil mendongakkan kepalanya menatap awan yang tampak berkejaran di atas sana.Tanpa sepengetahuan Nick, Kimberly yang bersembunyi tak jauh darinya dapat mendengar apa yang pria itu ucapkan. Tak hanya Nick yang seolah mengeluh akan takdir hidup mereka, gadis itu pun tak jauh berbeda."Aku harus kuat!" ucap Kimberly menyemangati dirinya sendiri.Sepeninggal Nick, Kimberly keluar dari tempat persembunyiannya. Ia memeluk tubuhnya sendiri. Mendekap hangat agar ia tetap kuat dalam menjalani ini semua.~~~~Perusahaan Malik adalah perusahaan terkenal di dalam dunia finansial. Pewarisnya adalah Bryan Malik, anak tunggal dari konglomerat di seluruh Edensor, Gerald Malik.Pria tampan
Bryan meletakkan tangan besarnya di kedua sisi pundak Kimberly. Usaha memaksa gadis itu agar menatapnya membuahkan hasil.Kimberly hendak menyeka cairan bening yang bersiap mengalir dari muaranya. Bersiap tumpah. Pandangannya tampak blur karena tertutup genangan bening yang sedari tadi memaksa turun."Pergilah, Tuan Bryan! Aku tidak ingin berbicara dengan siapa pun," jelas Kimberly, namun bukan Bryan namanya jika mematuhi perintah gadis tersebut. "Termasuk kau!" tegas Kimberly yang berusaha menepis telapak tangan Bryan dari kedua bahunya lalu menunjuk ke wajah pria tampan itu dengan sorot mata tajam.Bryan tak bisa menerima begitu saja diacuhkan oleh Kimberly. Gadis itu berjalan meninggalkannya. Ia merasa hati dan pikirannya tengah berperang hebat.Peduli atau hanya sekedar kasihan?Ia tak tahu. Itu adalah sebuah keputusan sulit untuk dijelaskan dengan kata-kata. Bryan juga bukan lelaki yang suka mengobral kata demi menghibu
Butuh satu jam untuk Kimberly merehatkan tenaga dan pikirannya dengan berendam di dalam bath up. Wewangian aroma floral menyeruak ke dalam indera penciumannya. Terasa begitu menenangkan bak di rumah sendiri.Kimberly merasa tenang tanpa gangguan dari pihak mana pun. Secercah harapan kini ia dapatkan. Ia berusaha keluar dari timbunan air hangat yang menenggelamkan dirinya selama beberapa saat.Tubuh polosnya kini terbungkus bathrobe berwarna putih yang telah disediakan di dalam setiap kamar resort tersebut. Kimberly membuka pintu kamar mandi lalu terkejut mendengar ketukan pintu dari luar.Kimberly mengintip lewat peephole yang ada di pintu lalu bertanya maksud kedatangan seseorang di sana."Siapa?" tanya Kimberly santai."Layanan kamar, Nona! Pesanan untuk Nona Kimberly sudah tiba!" jawabnya cepat.Hah?Kimberly mengernyit. Ia tak merasa memesan sesuatu sebelumnya, kenapa tiba-tiba ada seseora
Bryan terkekeh dengan senyum meledek yang terlihat menyebalkan di mata Kimberly."Seharusnya kau bersyukur karena aku melindungimu dari semua rentetan pertanyaan yang akan dilayangkan ayahmu saat melihat wajah putrinya saat ini! Apakah kau akan mengatakan hal sejujurnya pada beliau bahwa kau….." Bryan sengaja menghentikan ucapannya untuk melihat bagaimana respon gadis polos tersebut."Aku kenapa? Katakan padaku! Jangan setengah-setengah! Memangnya apa yang kau ketahui tentangku? Apakah begitu terlihat bahwa aku saat ini sedang patah hati?" desak Kimberly.Bryan mengangkat sebelah sudut bibirnya. "Aku tadi hanya menerka-nerka, tapi kau malah mengakuinya! Jangan pernah bersikap seperti ini di depan pria lain atau mereka akan memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan padamu!""Sama sepertimu, bukan?" balas Kimberly dengan tatapan dingin sembari bersedekap. Kedua tangannya bergerak naik turun menciptakan rasa hangat di lengan kec
Kepalan tangan Nick tampak terlihat di kedua sisi. Rahangnya mengetat dengan tatapan aura membunuh yang begitu kuat."Pergi atau kau kuseret dari tempat ini secara tidak hormat!" ancam Nick pada Violet.Violet terkesiap setengah mati. Pemuda tampan yang ramah dan baik hati itu telah berubah menjadi pria angkuh sekeras batu."Sejak kau memutuskan untuk menemui Kimberly dan mengatakan masalah perjodohan laknat ini, maka saat itu pula kau sudah menabuhkan genderang perang denganku!" tegas Nick dengan mata menyorot tajam."Kak, sudah kukatakan padamu bukan, bahwa cepat atau lambat Kak Kimberly harus tahu kenyataan ini. Kita tetap akan menikah, Kak!" sanggah Violet.Nick tak lagi menjawab dengan kata-kata. Kini lelaki itu menatap Violet seperti seorang mangsa yang harus ia cabik-cabik hingga berbentuk saat ini juga. Merasa situasi tak mendukung, ia melangkah mundur hampir mendekati pintu."Kak, jangan lupa bahw
"Sorry! Bukan maksudku…" ucap Bryan tergagap. Ia merasa tak enak hati.'Shit! Kenapa aku mulai tak sabaran untuk memakan gadis ini? Astaga! Rasanya bibir itu manis sekali, gila, aku kenapa jadi aneh begini?' gerutu Bryan dalam hati. Tangannya refleks menggaruk kepalanya yang tak gatal. Kikuk.Lelaki itu sibuk mengumpat kesalahannya. Ia benar-benar tak bisa menahan godaan atau hasrat yang menggebu dalam dirinya saat melihat benda kenyal terpoles lipstick berwarna cerah tersebut di depannya.Sumpah demi apa pun ia sungguh merasa bersalah."Maafkan aku! Aku tidak sengaja!" tegas Bryan sambil membuat tanda perdamaian dengan dua jari membentuk huruf V."Jangan samakan aku dengan wanita murahan yang mungkin bisa kau ajak tidur, Tuan! Aku tahu nasib percintaanku sedang tidak mujur dan bertemu denganmu siang ini.Aku ikut denganmu kemari karena aku berharap dapat membuang sedikit sakit hatiku. Tidak pernah
Malik ResortDi dalam salah satu ruangan VIP di resort tersebut, sang pemilik bersama George duduk berhadapan di ruang tamu.Dua pria berbeda generasi itu membiarkan Kimberly berada di kamar lain tepatnya di sebuah kamar tidur berbeda lantai karena gadis itu kelelahan dan mengantuk.Gadis kecil berusia dua puluh satu tahun itu benar-benar tertidur. Terdengar dengkuran halus keluar dari bibir Kimberly jika ia benar-benar kelelahan yang teramat sangat. Sang ayah memastikan bahwa Kimberly benar-benar tertidur di dalam mimpi hingga merasa aman untuk melanjutkan obrolan dengan Bryan."Aku akan meminta pelayan menyiapkan wine terbaik untuk kita malam ini, Tuan!" ucap Bryan yang hendak menekan tombol di telepon guna menghubungi seseorang."Tidak perlu, Tuan! Aku tidak sedang ingin meminum alkohol selama beberapa waktu ini, namun terima kasih atas tawaranmu," tolaknya halus. "Mungkin akan lebih santai jika kau menggantinya den
George menatap sang putri dengan tatapan dalam penuh makna. Ia merasa sesaat lidahnya mendadak kelu saat dirinya hendak buka suara.Tangannya merayap menuju mahkota indah Kimberly yang saat ini tergerai bebas, meski tampak sedikit berantakan namun tak mengurangi kecantikan alami yang gadis itu miliki sedikit pun."Kau cantik sekali, Kimmy! Persis seperti ibumu!" puji George tanpa mengalihkan pandangannya dari wajah cantik putrinya.Kimberly menatap sang ayah dengan pikiran bekecamuk. Pria yang terbaring lemah di sampingnya inilah harta tak ternilai harganya dan tak akan pernah tergantikan.Kimberly terduduk lemas tepat di tepi ranjang. Ia menautkan jari-jari lentiknya pada jemari besar sang ayah.Gadis cantik itu mengecup perlahan punggung tangan pria yang telah mengabdikan seluruh kasih sayangnya pada Kimberly tanpa bantuan wanita lain selain bibi Anne. Pria paruh baya itu memilih menjadi single parent dan tak menikah
Bukan Stephanie yang semakin mendekat. Kimberly yang maju dan menghambur ke dalam pelukan ibu kandung Bryan. "Aku merindukan pelukan seorang ibu sejak beberapa tahun terakhir. Aku selalu memimpikan memiliki ibu mertua yang menyayangiku. Maafkan aku, Ma, jika aku belum bisa menjadi menantu yang baik di matamu. Aku hanyalah manusia biasa yang masih terus belajar menjadi lebih baik. Apa pun yang terjadi antara Mama dan Bryan, kuharap kalian akan segera berdamai dan saling mengerti satu sama lain!" ungkap Kimberly. Mendengar ucapan menantunya, Stephanie mengeratkan pelukannya. Lalu beberapa saat kemudian pelukan itu terlepas dan mereka berdua saling bersitatap. "Terima kasih, Kimberly! Mama pergi, ya! Jaga kesehatan kalian dan titip anak Mama! Semoga Tuhan selalu melindungi kalian di mana pun berada dan menjauhkan segala keburukan dari hidup kalian. Sampai jumpa lagi, Kimberly!" pamit Stephanie dengan wajah begitu sendu dan mata yang begitu sayu
Lampu terang di ruang operasi masih menyala. Kimberly berada di depan pintu sambil menunggu dokter selesai melakukan tindakan pada Jenica. Luke dan George sudah datang dan menemani perempuan cantik tersebut. Beberapa saat kemudian, seorang pria tampan dengan balutan jas menawan berlari-lari menuju ruangan yang dimaksud. Ia mencari keberadaan sang istri dan ingin segera memeluknya. "Kimmy!" teriak Bryan yang seketika memeluk tubuh mungil istrinya dengan ekspresi cemas luar biasa. "Bagaimana keadaanmu? Papa baru saja mengabariku. Maaf aku baru bisa datang!" ungkap Bryan seraya berulang kali mengecup pucuk kepala sang istri. Kegelisahan di wajahnya tak dapat dibantah. Semua terlihat begitu kentara. Bryan sangat mencemaskan kondisi istri tercintanya. " Aku tidak apa-apa, Bryan. Untung saja ada Kak Jenica yang menyelamatkanku. Saat ini kami masih menunggu dokter keluar dari ruang operasi. Bryan, aku takut terjadi hal b
Stephanie penasaran akan suatu hal. Ia pun segera bertanya pada Deborah demi mendapatkan jawaban yang sempat mengusik pikirannya. "Apa jangan-jangan kau sudah menyukainya lebih dari yang kubayangkan?" tanya Stephanie dengan mata menyipit mencari tahu. "Lelaki seperti Bryan itu sangatlah langka dan juga menawan, Tante. Ketampanan serta kewibawaannya sanggup meruntuhkan iman hampir sebagian besar kaum hawa di Edensor kita yang tercinta ini. Termasuk aku!" ungkap Deborah dengan wajah berbinar-binar membayangkan Bryan menjadi miliknya. Stephanie tersenyum sinis. "Kau pasti akan mendapatkannya sebentar lagi! Kimberly tidak pantas mendapatkan anakku! Hanya kaulah yang pantas bersanding dengannya!" yakin Stephanie. Deborah tersenyum senang. Lengkungan bibirnya membentuk curva cantik. Ia bahagia dan bangga karena mendapatkan restu dari Stephanie. Tinggal beberapa langkah lagi Bryan pasti akan menjadi miliknya. Ya, sebenta
Kimberly tersenyum ramah di wajahnya yang penuh keteduhan. Ia terlihat tenang di usianya yang masih belia dibandingkan usia suaminya. Sikap dewasa dalam dirinya kini mulai mendominasi.Jemari lentiknya merayap lembut ke pipi Bryan, sekali lagi demi menenangkan hati dan pikiran Bryan yang tengah berkecamuk."Aku takut kehilanganmu sama seperti ketakutanku akan kehilangan Shannon dalam hidupku dulu! Aku sangat mencintaimu, Kimmy! Jangan pernah pergi meninggalkan aku!" pinta Bryan dengan begitu gelisah. Deru napasnya memburu."Aku tidak akan ke mana-mana. Aku selalu ada di sampingmu. Istrimu ini juga sangat mencintaimu, Bryan!" tegas Kimberly tulus.Lelaki itu semakin mengeratkan pelukannya. Merasa ketenangan benar-benar ia dapatkan ketika memeluk tubuh Kimberly. Bryan pun mendorong pelan tubuh yang begitu meneduhkan jiwanya, ia meletakkan kedua tangannya di atas pundak Kimberly.Tatapan mereka saling bersua. Kegelisahan
Kita tinggalkan sejenak Kimberly dan Bibi Jules di dapur. Saat ini Bryan sudah berada di kamar. Ia baru saja keluar dari kamar mandi.Selembar handuk berwarna putih menutupi tubuh bagian bawahnya dari pinggang hingga mencapai tempurung lututnya.Ia merasa malas dan kesal usai membenamkan diri di dalam bath tub selama beberapa saat, tapi ia tidak tahu apa penyebabnya.Segera, ia mengambil satu setel piyama tidur guna memberinya rasa nyaman saat sebentar lagi ia memejamkan mata barang sejenak. Kantuk mulai menyapa kedua kelopak matanya, yang tanpa sadar membuatnya berat untuk tetap terjaga."Badanku lelah sekali! Aduh!" keluh Bryan sembari memijat lengannya sendiri.Ia melangkah maju ke atas pembaringan. Perlahan, ia melepas sandal yang membalut telapak kakinya.Bryan sudah merasakan nyaman saat ia meletakkan kepalanya yang berat di atas bantal. Matanya secepat kilat terpejam.Sepuluh menit kemu
Kimberly tersenyum senang saat mendapati sepasang mata peraknya menangkap jelas sebuah kotak pizza favorit ada di kursi belakang. Wajahnya berubah begitu sumringah. Ekspresi yang bertolak belakang dengan beberapa detik lalu.Tanpa sadar ia mengguncang pelan lengan sang suami yang tengah mengemudikan mobil. Bryan yang mengetahui hal itu spontan kembali terkekeh. Ia senang jika bisa membuat Kimberly bahagia seperti ini. Saat ini ia meyakini ucapan Kimberly beberapa saat lalu…'Kebahagiaan seseorang itu berbeda-beda, bisa datang dari makanan, seseorang yang kita suka, kesehatan dan masih banyak lagi. Tapi, kalau buat aku, makanan adalah mood booster terhebat yang tidak pernah bisa kutolak. Makanan kesukaan bisa membuatku bahagia. Bahagia itu bisa didapatkan dengan cara sederhana, asal diberikan dengan penuh keikhlasan dan ketulusan.'Kata-kata itulah yang menjadi dasar Bryan memberikan makanan yang berasal dari Italia itu pada Kimberly.
Nick terkesiap. Sumpah demi apa pun ia tak pernah membayangkan bahwa dirinya akan kembali berurusan dengan suami mantan kekasihnya.Langkah kaki orang itu berhenti tepat di hadapannya. Dengan senyum yang melengkung jelas dari kedua sudut bibirnya, pria itu tampak begitu menawan. Pantaslah ia bersanding dengan Kimberly. Mereka adalah pasangan yang cocok satu sama lain. Tampak solid dan membuat iri jutaan pasang mata yang melihat keduanya bersisian.Nick mengenyahkan pikiran itu. Ini bukan saatnya memuji mereka.Tanda tanya besar berkumpul di pikirannya. Apa yang membuat pebisnis terkenal se-Edensor ini mendatanginya?"Ke-kenapa kau ada di sini?" tanya Nick terbata-bata. Pria itu gugup hanya karena disambangi Bryan.Bukannya menjawab, Bryan malah tersenyum penuh misteri.Nick mengambil napas dalam-dalam, berusaha menjernihkan suasana hatinya yang memendam banyak pertanyaan di sana.Kedua pria de
Luke tersenyum penuh arti."Semua orang punya kekurangan dan kelebihan masing-masing. Papa mendengar kau mau meminta maaf atas segala kesalahan yang pernah kau perbuat saja, Papa sudah merasa bangga. Kau sudah dewasa, Jenica. Belajar dan berpikir lebih baik ke depan. Perbaiki segala kesalahan yang dulu pernah terjadi.Papa yakin Kimberly akan memaafkanmu asal kau berjanji untuk tidak mengulang perbuatan yang sama. Kimmy adalah gadis yang baik dan sopan. Dia selalu menyayangimu. Papa pun bisa merasakannya. Hanya karena iri semata, kau bisa melakukan segala perbuatan itu. Papa yakin kau pun bisa menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Percayalah!" yakin Luke menyemangati dan menyadarkan sang putri.Jenica mengangguk mantap."Aku akan menemui Kimmy dan meminta maaf padanya!" tegas Jenica penuh semangat."Ya! Papa akan selalu mendukungmu menjadi pribadi yang lebih baik! Semoga Kimmy memberikanmu kesempatan untuk berproses ke
"Ya, aku berjanji!" jawab Kimberly lantang tanpa meragu sedikit pun.Bryan membuka memori lama yang masih tersimpan jelas di dalam otaknya. Semua itu tak bisa menghilang begitu saja meski waktu terus berjalan.Waktu pun bergulir mengikuti ritme kisah yang terjadi di masa lalu.Kimberly menyeka cairan yang masih merembes dari pemilik iris biru di sampingnya. Cairan itu telah berhasil membasahi kedua pipi suaminya."Kau memiliki aku! Aku tak bisa berjanji akan selalu bersamamu hingga kita tua nanti. Aku hanya bisa menjalani setiap detik waktu yang berjalan bersamamu. Usia manusia tidak ada yang tahu. Benar, kan?Aku akan meminta pada Tuhan agar memberi kita usia yang panjang dan berguna bagi semua makhluk di sekitar kita. Bukan aku yang menentukan lama atau singkatnya hidup kita, semua tergantung sang Pencipta. Kita jalani saja semua proses hidup bersama-sama.Setelah aku dan kau menjadi satu dalam ikatan pe