“Jadi saya meminta dengan hormat kepada, Pak Jevan untuk tidak lagi menggoda kekasih saya.”
Rion, mengatakan hal tersebut dengan tegas kepada Jevan. Sedangkan Jevan, yang mendengar penuturan dari Rion barusan. Lantas, memandang Rion dengan raut wajah yang sulit dijelaskan. Tatapannya tajam, menandakan bahwa Jevan tak suka dengan apa yang Rion katakan barusan. Sedangkan Maura, gadis itu tak tahu harus bagaimana. Perkataan Rion barusan, benar-benar diluar dugaan Maura. Yang gadis itu bisa lakukan saat ini hanya diam dan menyimak apa yang akan terjadi selanjutnya.
“Rion, jangan coba-coba kamu untuk membodohi saya ya. Saya jelas-jelas tahu bahwa Maura ini tidak memiliki kekasih. Jadi kamu jangan terlalu percaya diri!”
Jevan mengatakan hal tersebut dengan nada kesal.
“Saya tidak mencoba untuk menipu Bapak, apa yang saya katakan itu benar adanya Pak Jevan. Maura ini memang kekasih saya, mulai detik ini, “ Ujar Rion penuh penekanan.
“Saya tidak percaya, sebelum saya mendengar langsung pengakuan dari Maura, “ balas Jevan sambil menoleh ke arah Maura yang nampak kebingungan.
Baik Jevan dan juga Rion sama-sama menoleh ke arah gadis itu, Maura nampak kebingungan. Terlihat jelas dari raut wajah gadis itu yang terlihat cemas. Maura bingung harus menjawab apa, disatu sisi dia masih memiliki perasaan terhadap Jevan. Namun, disisi lain Rion yang memegang kendali hidupnya saat ini.
Maura harus apa?
“E-ehm, i-itu, “ gadis itu nampak gugup. Bahkan berbicarapun rasanya susah. Dia benar-benar belum menyiapkan jawaban apa yang tepat untuk situasi seperti ini.
“Saya masih ada pekerjaan, iya saya masih ada pekerjaan. Dan harus saya selesaikan sekarang. Jadi, permisi saya duluan.”
Maura benar-benar tidak bisa berpikir saat ini, masa bodoh dengan apa yang akan terjadi selanjutnya, Untuk saat ini, Maura terlalu lelah jika harus disuruh untuk berpikir. Jadi, jalan keluar yang paling tepat untuk masaah ini. Kabur dan lari. Keduanya memandangi kepergian Maura dengan raut wajah datar. Jevan yakin 100% bahwa Rio bukanlah kekasih Maura, Jevan mengira bahwa Rion hanyalah terlalu berharap kepada Maura. Sedangkan Rion, acuh saja. Dia tahu bahwa Maura masih mengharapkan Jevan, dia tak terlalu ambil pusing perihal jawaban Maura barusan. Rion tetap fokus dengan tujuannya untuk menjaga Maura.
Pandangan Maura saat ini tengah fokus menuju ke layar laptopnya, jari-jemarinya tak henti-hentinya menari diatas keyboard laptop tersebut. Namun, tak bisa dipungkiri Maura masih memikirkan semua kejadian yang barusan ia alami. Gadis itu tiba-tiba saja berhenti sejenak, kini dia menghembuskan nafas yang sangat panjang. Pandangannya beralih tak menghadap ke arah layar laptopnya lagi. Maura menatap kosong ke depan.
“Aku benar-benar bingung, “ gumam Maura pelan.
“Mas Jevan, benar-benar mempermainkan aku. Sebenarnya dia memiliki rasa yang sama terhadapku atau tidak? Aku sangat bingung akan hal itu. Disatu sisi, dia sangat meremehkan perasaanku. Namun, disisi lain dia bersikap seolah memiliki perasaan yang sama terhadapku. Kenapa kamu benar-benar abu-abu, Mas?”
Gadis itu kemudian, melipat kedua tangannya diatad meja. Maura lantas menenggelamkan wajahnya diatas lipatan tangannya tersebut. Ingin seklai rasanya ia berteriak.
“Apa aku terlalu bodoh, mengharapkan cinta dari Mas Jevan ya? Tuhan bantu aku, aku mohon.”
“Bangun, pemalas!”
Maura sontak terkejut, saat dengan tiba-tiba saja ada seseorang yang membentanya. Gadis itu lantas kembali duduk dengan tegap. Dilihatnya, di depan Maura berdiri Sarah yang memandang Maura dengan tatapan nyalangnya sambil melipat kedua tangannya di depan dada. Maura yang mengetahui bahwa Sarah lah yang ternyata mengejutkannya barusan. Lantas, memutar bola matanya malas. Maura benar-benar muak akan wanita di depannya ini. Mau apalagi dia?
“Jam kerja malah asyik tidur ya kamu, dasar pemalas!”
“Mau apa kamu, Sarah?”
“Tidak sopan, aku ini atasan kamu, Maura!”
“Mau apa?”
Maura sedang malas untuk berdebat dengan nenek lampir di depannya ini. Membuang-buang tenaganya saja.
“Pergi ke ruangan Pak Jevan, sekarang!”
“Ada apa memangnya?”
“Lampu di ruangan Pak Jevan mati, jadi kamu ganti ya.”
“Kenapa harus aku? Panggil saja OB, itu kan bukan tugasku.”
“Kamu membantah? Ini perintah Pak Jevan!”
“Tidak masuk akal, suruh saja OB. Aku sedang sibuk.”
Brakkk
Sarah memukul meja di depannya dengan keras. Giginya menggertak. Maura ini benar-benar menguras kesabarannya. Sangat tidak sopan sekali anak ini, diperintah oleh atasan bukannya nurut malah membantah.Wajah Sarah merah padam, matanya menatap tajam kea rah Maura. Sedangkan yang ditatap hanya memandang datar ke arah Sarah. Tak sedikitpun ada rasa takut pada gadis itu.
“Kamu itu, kalau diberitahu jangan membantah!”
Sarah mengatakan hal tersebut sambil menunjuk tepat di depan wajah Maura. Maura hanya memutar bola matanya malas. Tak ingin berdebat dengan Sarah, Maura memilih untuk menuruti apa kata gadis itu. Maura lantas berdiri dari duduknya, pergi beranjak begitu saja meninggalkan Sarah yang semakin dibuat kesal oleh sikapnya.
“Hey! Mau kemana kamu?”
Sarah berteriak, saat melihat Maura yang malah pergi begitu saja.
“Benerin lampu,” balas Maura tanpa menoleh kea rah Sarah dan tetap berjalan lurus ke depan.
“Dasar gadis kurang ajar!”
Saat sudah berada di depan ruangan Pak Jevan, Maura lantas membuka secara perlahan pintu tersebut dan masuk ke dalam. Di dalam ruangan ini sepi, taka da siapapun dan yang membuat Maura terkejut, di dalam ruangan tersebut sudah ada tangga tepat di bawah lampu yang katanya harus diganti.
Aneh sekali.
“Kenapa sudah ada tangga disini? Tapi lampunya belum diganti. Apa mungkin sudah disiapkan tangganya ya, agar lebih mudah. Mungkin saja begitu”
Tak mau ambil pusing, Maura kemudian berjalan menuju ke arah meja tempat kerja Jevan. Gadis itu kemudian mengambil bola lampu baru yang akan dipasang. Maura berdir di depan tangga yang akan dia naiki. Sebelunya gadis itu berdoa terebih dahulu agar tidak terjadi apa-apa pada dirinya. Setelah yakin perlahan Maura mulai menaiki anak tangga itu satu persatu. Kedua tanganya berpegangan pada samping kiri dan kanan tangga. Tangan kanannya memegang bola lmapu yang baru itu, matanya fokus menghadap ke atas. Awalnya lancar saja, sampai Maura tiba pada anak tangga ke 6 entah mengapa tiba-tiba saja, anak tangga tersebut seperti hendak terlepas. Maura panik kala dia merasa anak tangga yang dia naiki bergoyah.
“Loh, ada apa ini”
“Kenapa tangganya goyang-goyang begini? Astaga, bagaimana ini?”
Maura diam sejenak, gadis itu panic bukan main. Dia tidak tahu harus berbuat apa sekarang.
Dan tanpa Maura duga, anak tangga itu lepas, kemudian kaki Maura tergelincir. Keseimbangan tubuh gadis itu rubuh.
Dan akhirya,
Pyarrrr
Brukkk
Bola lampu yang tadi Maura pegang jatuh ke lantai dan pecah. Bersamaan dengan tubuh Maura juga yang terjatuh dari atas anak tangga tadi.
Pyarr.Brukk.Bola lampu yang tadi Maura pegang jatuh ke lantai dan pecah. Bersamaan dengan tubuh Maura juga yang terjatuh dari atas anak tangga tadi. Maura memejamkan matanya, setelah menunggu lama sekitar 2 menitan. Gadis itu tak merasakan apa-apa. Namun, dia merasakan bahwa ada seseorang yang menopang tubuhnya. Perlahan, Maura mencoba untuk membuka matanya. Dan betapa terkejutnya dia, mendapati Jevan tengah menopang tubuh gadis itu agar tidak terjatuh ke lantai. Cukup lama mereka saling beradu tatap. Maura dengan raut wajah keheranan memandang Jevan yang malah memberikan tatapan datar pada gadis itu.“Eh,” ujar Maura canggung, perlahan Maura bangkit dibantu oleh Jevan.“Terima kasih, Pak.”Maura tak berani memandang ke arah Jevan, gadis itu mengalihkan pandangannya ke bawah.“Kamu kenapa sih, Maura? Dasar ceroboh! Untuk apa kamu ke ruangan saya? Masuk seenaknya?”Mendengar omelan dari Jevan, Maura menatap laki-laki itu dengan bingung.“Maaf Pak sebelumnya, bukannya saya bermaksud u
Rion sudah tiba tepat di depan meja kerja Sarah. Gadis itu saat ini tengah sibuk dengan layar laptop di depannya sampai tak sadar abhwa Rion sudah berdiri di depannya sambil menatap nyalang gadis itu.“Sarah,” panggil Rion dengan nada dinginnya.Sarah yang mendengar namanya di panggil lantas mendongakkan kepalanya ke depan. Dia sedikit terkejut saat tahu Rion berdiri di depannya dengan tatapan yang seperti itu.“Ada apa?”“Kamu berniat mencelakai Maura ya?”“Apa maksud kamu, Rion?”“Jangan pura-pura tidak tahu, kamu sengaja kan menyuruh Maura untuk mengganti lampu di ruangan Pak Jevan? Iya kan?”“Jangan menuduh kamu!”“Jawab dengan jujur, Sarah!”“Kamu jangan menuduhku sembarangan, Rion!”“Aku peringatkan lagi padamu, Sarah. Jangan pernah kamu mengganggu hidup Maura! Atau, kamu akan tanggung sendiri akibatnya.”Setelah mengatakan hal tersebut, Rion langsung saja pergi tanpa menunggu respon dari Sarah perihal ancamannya barusan. Sedangkan Sarah, masa bodoh akan hal itu. Dia sama sekali
Jevan berjalan dengan tergesa-gesa. Sesekali dia juga menabrak para karyawan yang tengah lewat juga. Masa bodoh dengan hal itu, ada hal yang lebih penting lagi yang perlu Jevan urus saat ini. Saat sudah sampai di depan meja kerja Maura, Jevan semakin dibuat emosi kala melihat pemandangan di depannya. Dia melihat Maura tengah bercanda gurau dengan salah satu karyawan laki-laki nya. Namun, saat melihat bos merek itu ada dihadapan mereka saat ini. Karyawan laki-laki tadi itu pun akhirnya pamit pergi. Dia begitu takut, kala melihat wajah garang Jevan. Kini hanya tinggal Maura yang ada, gadis itu bingung, apa yang harus ia lakukan. Dia juga berpikir, apakah dirinya membuat kesalahan?“Ada ap..”“Ikut ke ruangan saya, sekarang!”Belum sempat Maura bertanya, Jevan sudah lebih dulu memotong ucapannya, bahkan Jevan langsung pergi begitu saja setelah memeritahkan Maura untuk ikut ke ruangannya barusan. Maura semalin dibuat bingung. Karena takut bos nya itu semakin marah padanya, Maura menurut s
“Kenapa kamu malah membela wanita murahan ini?”“Jaga ucapan kamu, Sarah!”“Apa? Memang benar seperti itu.”Jevan menggertakkkan giginya, rahangnya mengeras menahan untuk tidak bertindak kasar pada Sarah. Sarah benar-benar marah dan kecewa pada Jevan. Rencana yang Sarah kira awalnya akan berakhir sesuai yang ia harapkan. Kini malah hancur dan berbanding terbalik. Tak memperdulikan amarah Sarah, Jevan lantas beralih untuk memeriksa Maura. Gadis itu sedari tadi masih terdiam sambil menundukkan kepalanya.“Apa kamu baik-baik saja, Maura?” Tanya Jevan dengan lembut, sambil memeriksa pipi kiri Maura.Sarah yang melihat hal tersebut, justru malah semakin dibuat emosi. Apa-apan ini, kenapa Jevan sangat perhatian terhadap Maura?“Jevan, bisa-bisanya kamu peduli terhadap Maura? Kamu ini bodoh atau apa?”Jevan menoleh ke arah Sarah dengan mimic wajah datarnya.“Iya, aku bodoh. Bodoh karena sudah percaya kepadamu!”“Apa maksud kamu? JElas-jelas Maura ini perempuan murahan! Dia pasti sudah menggo
Rion berdecak kesal. Sedari tadi dia sudah berulang kali mencoba untuk menghubungi Maura. Namun, tak kunjung ada jawaban dari gadis itu. Ini sudah lewat dari jam pulang, Maura juga tidak ada di tempat kerjanya. Kemana gadis itu pergi. Membuat Rion khawatir saja.“Kemana perginya Maura?” Tanya Rion pada dirinya sendiri.“Apa dia sudah pulang lebih dulu?”“Mungkin Maura masih ada di sekitaran kantor, coba aku cari dulu.”Saat Rion hendak membalikkan badannya, Laki-laki itu terkejut kala, tiba-tiba saja Salwa muncul dihadapannya. Darimana asalnya gadis ini? Membuat Rion hampir saja kena serangan jantung mendadak akibat kehadiran Salwa secara tiba-tiba.“Ah, aku minta maaf karena telah mengejutkanmu,” ujar Salwa tak enak hati, saat mengetahui raut wajah Rion yang nampak sekali bahwa lkai-laki itu terkejut karenanya.“Iya, tidak apa-apa. Tunggu, kamu temannya Maura, Kan?”Rion baru ingat, bahwa dia pernah bertemu dengan Salwa saat di taman itu. Mungkin saja dia tahu keberadaan Maura.“Iya
Mobil Jevan berhenti tepat di depan mobil yang tadi hampir ia tabrak. Jevan langsung memeriksan keadaan Maura yang masih memejamkan matanya. Jevan memegang pundak Maura.“Mau, kamu tidak apa-apa? Ada yang terluka?” Tanya Jevan dengan nada khawatir.Perlahan Maura mulai membuka matanya, pemandangan yang pertama kali ia lihat adalah. Jevan dengan raut wajah khawatirnya.“Tidak apa-apa, Mas. Lebih baik kamu keluar. Sepertinya bapak itu marah.”Maura mengisyaratkan Jevan untuk melihat ke depan sana. Disana seorang bapak-bapak berusia sekiatr 40 tahunan keluar dari dalam mobil dengan ekspersi kesalnya. Sudah bisa Maura tebak, pasti bapak-bapak itu akan marah pada mereka.“Kamu tunggu disini ya, Maura. Aku keluar dulu.”Setelah mengatakan itu Jevan langsung keluar menghampiri Sang Bapak. Jevan meminta maaf dan menjelaskan kepada bapak itu bahwa tadi ia sedikit mengantuk. Untungnya bapak itu bisa diajak untuk berkomunikasi dengan kepala dingin. Jadi, masalah ini tak jadi rumit. Setelah seles
Rion berjalan hendak menuju ke kantin, dengan langkah santainya. Sesekali ia juga menyapa beberapa karyawan yang lewat, yang juga menyapanya terlebih dulu. Perutnya keroncongan, Untungnya jam makan siang belum habis. Jadi dia masih bisa makan siang dulu. Diperjalanan itu, Rion tak sengaja berpapasan dengan Maura. Rion tahu bahwa sebenarnya Maura sadar bahwa dirinya tadi bersampingan dengan Rion. Namun, Maura pura-pura tidak melihat Rion dan melengos begitu saja. Rion berdecak kesal, rupanya gadis itu masih marah padanya. Rion berbalik badan, laki-laki itu menghampiri Maura dan menarik tangan gadis itu. “Apa?” Tanya Maura dengan nada galaknya. “Kamu masih marah padaku?” “Gak!” “Tapi kenapa nadamu terlihat kesal begitu?” “Biasa saja!” “Benarkah?” “Ck, entahlah!” Maura kesal pada Rion, rupanya laki-laki ini tidak peka. Daripada Maura bertambah kesal akibat sikap Rion ini, lebih baik dirinya pergi saja tetapi, Rion dengan cepat menahan tangan Maura agar gadis itu tidak kemana-man
Tepat sekali, Jevan benar-benar mengikuti mobil Rion. Sebisa mungkin dirinya mencoba untuk tidak membuat Rion dan Maura curiga padanya. Jevan benar-benar tidak bisa menebak kemana mereka berdua akan pergi. Sampai dimana mobil yang ditumpangi Rion dan Maura belok ke halam rumah yang sangat megah. Jevan berhenti agak jauh, setelah mobil mereka berdua benar-benar masuk ke pekarangan rumah itu. Jevan seperti tak asing dengan rumah ini, bukannya ini rumah keluarga Antonio. Salah satu keluarga konglomerat itu. Iya, Jevan tak salah. Ini memang rumah kediaman Antonio. “Untuk apa mereka kesini?” Saat sudah sampai di rumah. Maura buru-buru keluar dari mobil. Gadis itu lantas berlari dengan rasa khawatir. Langsung saja dia berlari menuju ke kamar mamanya. Saat sampai di depan pintu kamar mamanya, disana Maura melihat mamanya itu terbaring di ranjang dan kemudian tersenyum kala mendapati putrinya kemari. “Mama!” Teriak Maura yang langsung berlari ke arah Sang mama. Maura kemudian memeluk mama
Maura berjalan di koridor kantornya dengan perasaan lesu. Entah kenapa akhir-akhir ini banyak sekali kejadian yang menguras energinya. Dia bahkan beberapa kali tak selera makan. Namun, dia masih harus tetap bekerja. Sebenarnya dia malas sekali untuk berangkat ke kantor pagi ini. Dia malas jika nanti akan bertatap muka dengan Rion."Tuhan, aku mohon. Keberuntungan berpihak padaku hari ini. Hari ini saja, jangan pertemukan aku dengan Rion dn juga Pak Jevan."Setelah berdoa dan menyemangati dirinya. Maura melanjutkan langkah kakinya untuk menuju ke ruang kerjanya.Apa Maura sejahat itu, sampai-sampai Maura berdoa pun tak dikabulkan oleh Tuhan. Baru saja Maura berdoa tadi, belum sempat lima menit. Maura sudah dipertemukan oleh Rion. Laki-laki itu terlihat di depan sana hendak berjalan menuju ke arahnya. Mau menghindari pertemuannya itu pun tak bisa.Akhirnya Maura memasang wajah datarnya dan berjalan menghadap lurus ke depan tak memperdulikan Rion yang melewatinya. Tentu saja Rion gelisah
Maura sedang duduk di kursi riasnya. Gadis itu sedari tadi tak bisa berhenti untuk tidak tersenyum saat mengingat kejadian semalam. Maura melirik ke arah boneka beruang yang ada di atas ranjangnya. Saat ingat boneka itu adalah pemberian dari Jevan, lagi dan lagi Maura tersenyum malu. "Bisa gila aku, jika terus-terusan seperti ini." Jevan benar-benar berhasil, membuat Maura jatuh sangat dalam menaruh perasaan padanya. Maura merasa Jevan sudah benar-benar berubah kali ini. Bahkan, Maura juga merasa Jevan sudah lebih menjaga jarak dengan Sarah. Entahlah sebenarnya Maura tak begitu yakin tapi, itu yang Maura lihat sejauh ini. Namun, anehnya Sarah juga sekarang tidak pernah mengganggu Maura lagi. Ya seharusnya Maura senang tapi, Maura malah merasa aneh dengan sikap Sarah yang seperti itu. "Apa dia juga sudah berubah? Ah tidak mungkin tapi, ah sudahlah biarkan saja." Tak mau ambil pusing, Maura lebih memilih untuk tidak memikirkannya lagi. Kini gadis itu sudah siap untuk berangkat ke k
"Ah segarnya, habis mandi." Kini Maura sudah terbaring di atas ranjangnya. Pulang dari jogging tadi Maura langsung saja mandi. Tubuh gadis itu terasa sangat lengket. Mandi sehabis olahraga sangatlah menyegarkan tubuh. Badannya terasa segar dan fresh. Sesuai dugaan Maura juga, punggung gadis itu yang tadi pagi terkena bola basket kini sudah tidak sakit lagi. "Untung saja, tidak keras tadi lemparannya. Kalau keras, bida patah tulang aku tadi." Sambil bermalas-malasan sehabis mandi, Maura juga sembari memainkan ponselnya. Ting! "Ada apa ya, dia menghubungiku hari ini?" Tiba-tiba saja sebuah notifikasi pesan masuk di ponselnya. Maura sudah sempat membaca siapa orang yang mengiriminya pesan barusan. Orang itu adalah Jevan. Jevan:: Sore nanti bisa antarkan aku membeli kado untuk adikku? Maura tak langsung menjawab pesan yang barusan Jevan kirimkan. Gadis itu masih menimang-nimang jawaban apa yang akan Maura berikan pada Jevan. Gadis itu bingung, Maura sebenarnya tak ada niat untuk m
Drtt. Drttt. Drrttt. Maura buru-buru keluar dari kamar mandinya saat mendengar ponselnya terus-menerus berdering. Di malam-malam begini siapa yang menghubungnya. Saat ponselnya sudah berada di genggamannya. Rupanya, Rion yang menghubunginya malam-malam begini. Langsung saja Maura menerima panggilan telepon itu. "Halo, Rion. Ada apa?" "Kamu diaman? Aku di depan." "Apa? Sebentar aku keluar." Maura terkejut saat mengetahui rupanya Rion berada di depan sana. Untuk apa laki-laki itu datang kesini malam-malam. Tadi Rion berkata jika dia ada urusan. Buru-buru Maura lari keluar dan menghampiri Rion. "Ada apa malam-malam begini, kamu kemari?" Pasalnya ini jam sudah menunjukkan pukul 12 malam. Dan Rion berada di hadapannya sekarang. "Kamu dari mana saja?" Tanya Rion pada Mauta. "Aku? Aku emm.." Maura diam, gadis itu masih memikirkann jawaban apa yang akan dia berikan pada Rion tentang pertanyaan barusam. Tidak mungkin sekali, Maura menjawab dengan jujur kalau dia tadi pergi makan ma
"Aku harus memakai baju apa?"Kini Maura terbaring di atas ranjangnya, bersama dengan tumpukan baju-bajunya yang tersebar di seluruh sudut ranjangnya. Sedari pulang dari kantor tadi Maura langsung membuka lemari bajunya dan hendak memilih baju mana yang akan ia gunakan untuk datang ke acara makan malam nanti.Sudah ada sekitar sepuluh baju yang Maura coba. Nun, dia belum merasakan ada yang cocok untuk dia pakai nanti. Jika dalam situasi ini dia lebih memilih untuk kembali ke kehidupan sebelumnya, dulu dia tidak pernah bingung memilih baju tapi, sekarang dia kebingungan sekali paslnya Maura hanya membawa sedikit baju ke kost nya."Apa aku pulang saja, untuk mengambil baju? Ah tapi jika begitu nanti Rion jadi tau ding. Parahnya lagi bisa saja aku diadukan ke Papa.""Lalu sekarang aku harus bagaimana?"Maura kemudian bangkit dari posisinya, gadis itu kembali menatap baju-bajunya yang terhambur di atas ranjang. Sebenarnya ada tiga baju yang menarik perhatian Mauta. Namun, tetap saja ia bi
"Eh eh eh, kamu mau membawaku kemana?" Maura terus memberontak, ia berusaha untuk bisa lepas dari Rion. Entah kenapa, secara tiba-tiba Rion datang ke ruangannya dan menyeret Maura begitu saja. Bahkan sedari tadi Maura berteriak, menanyakan apa yang akan Rion lakukan. Tapi laki-laki itu tak menjawabnya, Rion terus saja menyeret Maura sampai di depan dapur. "Rion, kamu ini ada apa sih? Tiba-tiba saja menarikku begitu saja?" "Kamu itu bawel ya, Maura." "Kamu saja yang tidak sopan!" "Aku ada sesuatu untukmu." "Apa?" Rion kemudian merogoh kantong celananya, laki -laki itu nampak mengeluarkan sebuah kotak berwarna pink yang tak begitu besar. Mungkin seukuran dengan kotak cincin. Rion kemudian menyodorkan kotak itu kepada Maura. "Untukmu." Gadis itu kemudian menerima kotak yang diberikan oleh Rion. Kemudian memandang Rion aneh. Maura rasa hari ini bukanlah hari ulang tahunnya. Lantas mengapa Rion memberikannya kado. "Dalam rangka apa kamu memberiku ini?" Rion tampak menggaruk bela
Diperjalanan baik Maura dan juga Rion belum ada yang membuka pembicaraan. Maura masih terbayang-bayang tentang kejadian barusan. Sedangkan Rion masih sibuk bergelut dengan pikirannya sendiri."Mau."Panggilan dari Rion itu akhirnya mengalihkan pandangan Maura. Gadis kemudian menoleh ke arah Rion yang berada disampingnya."Iya?""Kemana saja kamu tadi? Apa yang terjadi sebenarnya?"Sejujurnya Maura bingung harus menjawab apa pertanyaan Rion ini. Maura tidak mungkin mengatakan apa yang telah Jevan lakukan tadi. Dan Maura juga tidak mungkin bercerita tentang apa yang dia alami barusan. Jika Rion yahu tentang apa yang terjadi sebenarnya, Maura bisa pastikan bahwa Rion tidak akan benar-benar membiarkan Maura sendiri lagi mulai saat ini. Dan Rion pasti akan menentang keras Jevan dengannya, dan lebih parahnya lagi Maura bisa saja disuruh untuk resign dari kantor."Maaf karena tidak mengabarimu sama sekali, tadi aku hanya sedang pusing dengab kerjan kantor jadi aku memutuskan untuk berjalan-
Maura memandang ngeri pria di depannya yang memandangi Maura dari atas sampai bawah sambil tersenyum menggoda sungguh Maura benar-benar ingin segera menghilang saja dari sini. Gadis itu kemudian mencoba untuk melangkah mundur menajuh dari pria di depannya. Namun, pria tersebut malah semakin mendekati Maura."Jangan coba-coba mendekati aku!" Tegas Maura kepada laki-laki itu. Bukannya takut, pria itu malah tertawa melihat Maura yang ketakutan."Kenapa, takut ya?" Maura masih terus melangkah mundur untuk menjauh dari pria itu sampai akhirnya, gadis itu terjtuh akibat tersandung batu di bawah.brukk."Aw!"Maura lantas mengusap-usap kakinya yang terluka akibat dia terjaruh barusan. Karena hal itu, pria di hadapa Maura lantas berjongkok."Hati-hati dong, kan lecet jadinya," ujar pria itu sambil mencoba untuk menyentuh kaki Maura yang terluka itu.Maura menepis dengan kasar tangan pria itu, dia benar-benar tidak sudi bagian tubuhnya disentuh olehmya. Walaupun sebenarnya Maura saat ini keta
Maura menyalakan kran wastafel kamar mandi. Gadis itu lantas membasuh wajahnya. Tepat sekali, setelah Maura melihat adegan menyakitan antara Jevan dan Sarah tadi. Maura memilih berlari ke kamar mandi dan menumpahkan seluruh air matanya disini. Sudah sekitar sepuluh menit Maura menangis sedari tadi, bahkan matanya kini sudah sembab. Gadis itu jadi tidak berani untuk keluar, apalagi kalau sampai dirinya bertemu Rion. Bisa tamat riwayatnya.“Sial, mataku sangat sembab. Bagaimana ini?”Maura masih terus membasuh wajahnya, berharap sembab dimatanya sedikit berkurang. Namun, nihil hasilnya tetap saja. Dirinya tidak mungkin keluar dengan keadaan seperti ini.“Bagaimana ini? Sangat mustahil, jika aku tidak bertemu Rion sama sekali.”Maura berpikir keras sekali saat ini. Dia harus memikirkan cara agar dirinya tak sampai bertatap muka dengan Rion. Namun, bagaimana?“Apa aku ijin saja, ya?”Awalanya Maura terfikirkan sebuah ide. Mungkin dia bisa saja ijin untuk pulang lebih awal. Namun, setelah