Pagi-pagi sekali, mobil sudah datang menjemputnya. Tiara memasukkan tas kainnya ke dalam mobil. Ia kemudian, duduk di kursi penumpang. Dilihatnya ke luar jendela, ketika mobil melaju meninggalkan ibu kota. "Sebenarnya, mbak Tiara, tidak perlu repot lagi bawa barang-barang." Pria yang mengemudikan mobil itu, akhirnya mulai obrolan."Kenapa begitu pak?" Tanya Tiara."Ibu, sudah menyiapkan semua kebutuhan mbak Tiara, selama di tempat pelatihan. Kata ibu, untuk berangkat ini, sangat dadakan. Di sana, mbak Taira akan langsung di Karenina. Jadi sudah pasti tidak bisa membeli semua keperluan yang dibutuhkan. Jadi karena itu, ibu meminta saya menemani berbelanja untuk semua kebutuhan mbak Tiara selama di sana.Mulut Tiara membulat ketika mendengar ucapan si supir. "Nama bapak siap?" "Andi, mbak," jawabnya."Apa sudah lama kerja sama ibu Elizabeth, Pak?" Tiba-tiba saja, Tiara ingin tahu. Jujur saja, hanya duduk diam, membuatnya bosan. "Sudah 10 tahun mbak.""Kalau bapak yang tertembak kemar
"Di sini ada 2 orang yang cewek, jadi kalian akan 1 kamar bertiga. Saya harap kamu bisa mendekatkan diri dengan kedua teman satu kamar kamu nanti." Dani berkata ketika menaiki anak tangga. Ia membawa Tiara ke lantai 2, dimana kabar yang akan ditempati calon siswanya berada.Tiara hanya mengangguk-anggukkan kepalanya, ketika mendengarkan apa yang disampaikan calon pendidiknya."Di sini, adek Tiara tidak hanya dilatih secara fisik saja, namun juga kita memiliki kelas menembak, kelas mengemudi, baik mengemudi mobil dan juga mengendarai motor. Adek Tiara juga akan diajari bagaimana caranya berenang dan menyelam di dalam air. Bukan hanya menyelam dan berenang, adek Tiara juga akan di latih memanjat." Dani menjelaskan secara komplit, bagaimana beratnya berlatih di sekolah bodyguard ini. Ia tidak ingin, bila gadis itu terkejut bila sudah memulai berlatih. Tiara kembali mengangguk-anggukan kepalanya.Dani berdiri di depan sebuah kamar yang tertutup rapat. Berhubung kamar dalam keadaan kosong
“Makasih ya kak, kak Aira dan kak Miranda juga sangat cantik." Tiara tersenyum dan balik memuji. Jujur saja, ia masih canggung ketika berbicara dengan dua orang teman barunya. Selama beberapa bulan di "Di sini latihannya berat, kamu sanggup?" Tanya Miranda."Sanggup kak," jawab Tiara dengan yakin. Ia sudah bertekad untuk memanfaatkan kesempatan ini sebaik mungkin, demi adik dan juga bundanya. "Umur kamu berapa?" Aira bertanya. Melihat wajah gadis yang berdiri di depannya, ia tahu gadis itu masih remaja.""18 tahun kak, baru lulus SMA. Ini juga baru coba-coba untuk merantau." Tiara tersenyum."Aku nggak yakin dia bisa dan sanggup." Miranda memandang Tiara dengan mengangkat bahunya. Melihat gadis remaja tersebut memang benar-benar membuat dirinya tidak yakin."Kamu masuk ke sini, apa niat sendiri?" tanya Aira.Tiara tersenyum dan menggelengkan kepalanya. Sungguh tidak diduganya, akan mendapatkan pertanyaan sebanyak ini. "Jadi kok bisa masuk ke sini, siapa yang masukkan?" Miranda pen
Tiara memandang dingin tinggi yang menjadi tempat untuk mereka berlatih panjat tebing. "Gak usah takut." Gazi yang berdiri di samping Tiara tersenyum."Tapi Tiara, belum pernah coba bang. Kalau hanya di suruh manjat pohon rambutan dan pohon kelapa, Tiara mah jago." Tiara tersenyum.Gazi diam memandang Tiara. Bagaimana caranya, Tiara bisa memanjat pohon kelapa, pikirnya.Tiara memandang siswa yang dipanggil namanya. Siswa itu mulai menanjak dan menempel di dinding."Ini ya, Abang kasih tahu cara manjat tebing, yang pertama." Gazi mengangkat 1 jarinya. Tiara mendengar dengan fokus. "Gerak kaki. Gerak kaki dengan benar, merupakan kunci paling utama. Yang dapat mengoptimalkan cara kamu, menggunakan tubuh bagian bawah dan menghilangkan tekanan dari tangan dan lengan." Gazi berbicara sambil menunjukkan gerak yang dimaksudnya.Mulut Tiara membulat dan kepala mengangguk-angguk ketika mendengar keterangan dari Gazi. "Yang kedua, merayap.Ini adalah teknik di mana kamu menggunakan gesekan a
Di jam sepagi ini, para siswa sudah berlari mengelilingi lapangan. Lari pagi seperti ini, sudah menjadi rutinitas wajib, sebelum melakukan aktivitas lainnya. Udara yang sangat dingin, hingga menusuk ke tulang sumsum. Kini sudah tidak terasa. Efek berlari mengelilingi lapangan. Setelah selesai lari pagi, barulah mereka sarapan bersama diruang makan.Waktu kita untuk sarapan, hanya 30 menit, jadi makannya cepat." Aira mengingatkan Tiara. Di sini, tidak ada istilah lambat. Jam 7 pagi, mereka harus sudah masuk kedalam kelas. "Iya kak." Tiara mempercepat menyuap nasi goreng ke mulutnya. "Sudah ayo, terlambat di hukum." Miranda menghabiskan satu gelas susu rasa vanila. Diambilnya tas yang ada di atas meja dan menyandang ke bahunya. "Iya, aku sudah selesai." Aira beranjak dari duduknya dan menghabiskan susu coklat miliknya."Cepat Tiara!" seru Miranda."Iya kak." Tiara memasukkan suapan terakhir ke dalam mulutnya. Ia kemudian menghabiskan susu coklat yang ada di dalam gelasnya. "Ayo lar
“Hai para gadis-gadisb cantik." Seorang pria menyapa dengan sangat ramah.“Hai juga,” sahut Aira dan Miranda.Tiara hanya sedikit tersenyum, memandang pria yang menyapanya. Seperti apapun tampan-tampannya pria yang ada di sini, tetap ia tidak boleh memiliki hubungan dengan siapapun. "kita ke kantin ya, biar lebih enak cerita nya,” ajak pria yang bernama Rizky.“Asal kamu terakhir kami." Aira tersenyum.“Khusus cewek-cewek cantik aku bayarin. Kalau kamu mau ikut, bayar sendiri,” Rizky memandang Gazi.“Oke, aku bayar sendiri. Gak apa-apa kok. Yang penting bisa dekat dengan bidadari ku.” Gazi mengedipkan sebelah matanya kearah Tiara.Tiar tersenyum mendengar apa yang di dikatakan pria berwajah tampan tersebut."Miranda, apa sudah istirahat?" Tanya seorang pria yang memakai baju hitam dan celana training berwarna hitam. "Sudah kak Dani." Miranda tersenyum."Kita makan ke kantin?" Dani tersenyum d
Aira dan Miranda, diam memandang sabuk merah yang dikenakan Tiara. Mereka memang memiliki kemampuan bela diri taekwondo , namun masih memakai sabuk biru. "Kamu bela diri silat?" Aira bertanya dengan mata yang fokus ke sabuk yang dipakai Tiara. Melihat lambang dari perguruan, seharusnya tidak bertanya lagi."Iya kak," jawab Tiara dengan tersenyum."Sabuk kamu, merah?" "Iya kak, Tiara sudah sabuk merah setrip emas." Tiara tersenyum dengan bangga. Melihat sabuk biru yang dipakai Miranda dan Aira, ia tahu, bahwa kemampuan kedua temannya, masih jauh dibawahnya, namun Tiara tidak berkata apa-apa dan tidak menyingung masalah kemampuan.Miranda diam memandang Tiara. Sungguh tidak diduganya, bahwa Tiara memiliki ilmu bela diri yang sudah sangat tinggi. Nama perguruan juga, sangat terkenal. "Ayo kak, kita ke kelas" Tiara tersenyum."Iya, jawab Miranda dan Aira Mereka keluar dari kamar dan langsung menuju ke kelas. Saat Tiara masuk ke dalam kelas, semua siswa sudah berkumpul. Mereka menatap
"Adek, tidak apa-apa?" Secara spontan, Gazi memang tangan Tiara. Namun gadis itu dengan cepat menepis tangannya. Melihat pertarungan Aryo dan Tiara, membuatnya sangat cemas. Dipandanginya Tiara dari atas hingga ke bawa, guna untuk memastikan bahwa gadis itu tidak apa-apa. "Gak apa-apa kok." Tiara tersenyum dan berjalan lebih dulu. Disini, misi utamanya berlatih. Ia juga tidak boleh terikat perasaan apa lagi cinta, terhadap siswa yang lain.Gazi mengikuti Tiara dan duduk di luar Arena. "Gimana perut adek?" tanyanya dengan penuh rasa cemas. Tidak bisa di pungkiri, bahwa ia sangat cemas. Dilihatnya pipi Tiara yang merah."Gak apa bang, nanti kompres pakai air hangat." Tiara tersenyum."Nanti, Abang akan antar obat ke kamar adek ya, kebetulan Abang ada membawa obat-obatan untuk disini." "Iya boleh." Tiara tidak menolak niat baik Gazi. Ia berharap bisa menjaga amanat dan tugas pertama dari majikannya. "Tiara, apa mau ikut ke kamar?" tanya Miranda, ketika jam berlatih sudah selesai.
"Apa dia sudah jalan ke sini?" Faisal memandang Rafael."Iya dad, kita tunggu sebentar." Rafael sedikit tersenyum. Meskipun menu sudah terhindar, namun ia ingin makan siang bersama-sama dengan sahabatnya. Sekalian akan mengenalkan Daddy, dan menceritakan tentang hubungannya dengan sang bodyguard.Tiara memandang ke arah pintu masuk. Jantungnya berdegup cepat saat melihat sosok yang dikenalnya. "Rhoma," panggil Faisal. Rhoma tersenyum dan berjalan ke arah Faisal."Enggak nyangka bisa jumpa di sini. Bagaimana kabar kamu, nak?" Faisal bertanya dengan tersenyum. Rhoma adalah orang yang sangat berjasa dalam hidupnya, karena sudah menyelamatkan nyawa istri dan dirinya sendiri. Faisal pernah berniat untuk menjalin kerjasama membuka coffee shop dengan Rhoma, namun pada akhirnya pemuda itu menolak dengan alasan begitu sibuk takut tidak terhandle lagi."Alhamdulillah baik pak Faisal." Rhoma tersenyum. Rafael kenalin ini Rhoma yang dulu pernah menyelamat Daddy dan mommy saat di serang oleh o
Rafael memandang Tiara dengan tersenyum. pagi ini, gadis itu terlihat sangat cantik dan segar dengan memakai stelan blazer berwarna pink muda dan baju kaos putih di dalamnya. Baru melihat senyum manis Tiara saja, hatinya sudah sangat senang dan berbunga-bunga. Degup jantungnya semakin cepat, ketika tatapan matanya bertemu dengan Rafael. Dengan cepat Tiara mengalihkan pandanganya ke arah yang lain. Ia tidak ingin Elizabeth atau Faizal merasa curiga melihat sikapnya."Ayo Tiara, duduk." Elizabeth menarik tangan gadis Cantik tersebut."Iya Bu," jawab Tiara. Sikap baik Elizabeth yang seperti ini, membuat Tiara semakin merasa bersalah. Bahkan sang majikannya itu meletakkan daging bakar ke dalam piringnya. "Bagaimana kuliahnya semala" tanya Rafael. Meskipun obrolan tentang kegiatan perkuliahan dan seperti apa saat di kampus, sudah dibahas, namun tetap saja Rafael bertanya untuk mencari topik obrolan di meja makan. "Baru permulaan pak jadi masih tahap beradaptasi," jawab Tiara dengan sedi
"Saya juga ingin jalan-jalan di Indonesia, jadi anggap saja saat ini sedang jalan-jalan." Yunaindra kembali membujuk kedua gadis tersebut. Ke dua gadis itu pastinya tidak percaya dan canggung dengan orang yang baru di kenal seperti dirinya."Mengapa kalian sepertinya takut denganku, yakinlah aku ini orang baik dan tidak pemakan manusia." Pria berwajah tampan itu terkekeh. Menghadapi anak kecil, diperlukan kesabaran yang ekstra tinggi dan itulah yang saat ini dilakukannya. Dengan sabar meyakini kedua gadis yang masih berdiri dengan sorot mata penuh keraguan. Yunaindra hanya diam dan memandang kedua gadis yang saling berbisik. "Baiklah tapi saya minta saya diantar pulang duluan ya Om," pinta Zia. Berdua saja di dalam mobil dengan lawan jenis yang baru saja di kenal, tentu membuat Zia tidak nyaman. "Tidak masalah." Pria tampan itu tersenyum lega. Tidak masalah siapa yang diantar lebih dulu, yang penting kedua gadis itu mau diantarkan pulang, sehingga ia tidak merasa bersalah terhada
"Maaf Mr, saya ada pekerjaan untuk besok pagi. Jadi saya harus segera pulang untuk menyelesaikan pekerjaan saya. Apa saya bisa minta tolong untuk mengantarkan teman-teman saya pulang? Namun jika Mr sibuk, tidak apa, saya akan menghubungi taksi." Tiara berkata dengan sedikit berbisik di dekat daun telinga Yunaindra agar perkataannya tidak di dengar oleh kedua temannya."Oh tidak, aku tidak sibuk. Pulanglah, selesaikan perjalanan mu." Pria bermata sedikit sipit itu tersenyum. "Terimakasih Mr." Tiara beranjak dari duduknya. "Tiara mau ke mana?" Tanya Zia."Maaf, aku ada pekerjaan untuk besok pagi. Jadi aku pamit dulu ya. Kalian akan di antar Mr Yuna pulang." Tiara berkata dengan tersenyum. Sebelum kedua temannya berbicara, Tiara sudah pergi lebih dulu. Tiara langsung pergi dan masuk ke dalam mobil. Senyum mengembang di bibir tipisnya saat melihat 40 pesan dari Rafael. [Gimana di kampus?][Ingat ya, jangan pandang-pandang cowok.][Selesai kuliah langsung pulang.][Telpon Abang kalau s
"Tiara ini mobil kamu?" Cila bertanya dengan heboh. Dilihatnya mobil mewah berwarna hitam itu dengan mulut terbuka. Tanpa ada rasa malu, gadis itu mengeluarkan ponsel dari dalam tasnya dan meminta Zia untuk mengambil gambarnya. Zia hanya patuh mengikuti perintah teman barunya. Ia mengambil gambar Cila dengan berbagai pose. "Cila, ini sudah banyak." Zia mulai lelah. "Satu kali lagi, buat video reels." Pintanya dengan tersenyum.Dengan sangat sabar Zia mengikuti permintaan temannya. "Sudah," ucapnya sambil memberikan ponsel Cila."Tunggu, satu lagi, video tiktok." Cila kembali merayu temannya. Zia menuruti kehendak temannya. Dengan sabar mengambil rekaman video tiktok. Entah sudah berapa kali gadis itu mengambil video tiktok dan menunggu Cila mengupdate dan kemudian mengambil lagi. Yunaindra tersenyum geli melihat Cila yang bertingkah udik. Melihat tingkah gadis-gadis itu, membuatnya hanya tertawa kecil. Namun secara diam-diam Yunaindra ikut serta mengambil video Zia dan Cila. Lumay
Tiara seakan tidak percaya ketika melihat rombongan dosen yang masuk kedalam ruangan dan kemudian duduk di kursi bagian depan yang disediakan khusus untuk dosen yang akan memberikan kata sambutan untuk mereka. "Abang Rhoma," gumamnya" Tiara memandang sosok yang begitu sangat dikenalnya dengan mulut yang sedikit terbuka. Diantara dosen-dosen yang sekarang duduk di depan, pria itu tampak paling muda dan juga paling tampan."Tiara, dosennya ganteng banget ya." Zia mencolok tangan Tiara. "Iya, ganteng banget dan masih muda. Sudah nikah belum ya," jawab teman Tiara bernama Cila. Tiara hanya diam saat mendengar teman-temannya berbicara. Sampai saat ini, ia masih tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Meskipun terpesona dengan dosen muda yang menjadi pusat perhatian para mahasiswi, namun tetap saja para mahasiswi itu diam dan fokus mendengarkan arahan dari Dekan fakultas mereka."Dosen-dosen yang duduk di depan ini, merupakan ketua jurusan dan koordinator prodi." Pria berkacamata ter
Setelah sampai di rumah Rafael dan mengantarkan pria itu dengan selamat, Tiara pamit untuk pulang ke kosnya. Ia akan mandi terlebih dahulu dan kemudian langsung ke kampus tempat kuliahnya. Semua ini seperti mimpi untuknya. Jika dulu Tiara hanya bisa bermimpi untuk menjadi seorang mahasiswa, namun hari ini mimpinya menjadi kenyataan. "Apa gak capek?" Rafael memandang kekasihnya. Dengan cepat Tiara menggelengkan kepalanya. "Hari ini belum kuliah, masih perkenalan akademik kampus," jelasnya. Rafael tersenyum dan berniat untuk mengusap kepala gadis tersebut. Namun dengan cepat Tiara mundur beberapa langkah. "Nanti ibu lihat," ucapnya yang menjaga jarak dengan pria tersebut.Rafael yang memahami kondisi hubungan mereka, hanya bisa menganggukkan kepalanya. "Ini kunci mobil." Rafael memberikan kunci mobil di tangannya.Dengan cepat Tiara menggelengkan kepalanya. "Pakai taksi aja.”"Bawa mobil aja, besok pagi jemput Abang." Rafael sedikit memaksa. Mana mungkin ia bisa tenang jika Tiara p
Tiara berdiri di luar ruangan. Ruangan yang saat ini menjadi tempat Rafael bertemu dengan klien, berjarak sekitar 3 ruangan dari tempat sebelumnya. Tiara dapat melihat dengan jelas. Tiga orang pria berpakaian pelayan masuk ke dalam ruangan sambil membawa makanan. Tidak lama ketiga pria itu keluar dengan wajah kesal. "Setelah ini, aku harus meminta kepada ibu dan pak Faizal, nama-nama orang yang harus diwaspadai." Batin Tiara. Apa yang tadi dicemaskan ternyata benar. Filing nya tidak meleset. Setelah 1 jam berjaga di luar ruangan, Tiara kembali masuk. Dilihatnya Rafael dan yang lainnya sedang makan. "Kenapa lama sekali?" Rafael memandang Tiara. Ketika Tiara keluar dari ruangan, ia tidak tenang namun saat Tiara berada di dalam ruangan, dadanya terasa panas. Apa lagi melihat cara Mr Yuna memandang Tiara. "Iya, kamar mandi antri." Tiara tersenyum dan menyantap makanannya.Rafael hanya membulatkan mulutnya saat mendengar jawaban Tiara. Meskipun merasa tidak nyaman, namun Tiara tetap b
Tiara duduk di kursi penumpang bersama dengan Sari. Sedang Adnan, dan Rafael, duduk di kursi depan. Kedua pria itu tidak berhenti berbicara mengenai pekerjaan. Tiara lebih banyak diam saat berada di dalam mobil. Matanya fokus memandang ke arah depan dan melirik ke kiri, ke kanan serta bagian belakang. Setelah mengambil sensor pelacak mobil yang selalu dipakai Rafael, setidaknya membuat hatinya sedikit lega, namun tetap selalu waspada. Jika alat sensor pelacak GPS itu di letak didalam mobil, itu artinya orang yang melakukan masih orang dekat. Karena terlihat cara kerjanya yang begitu sangat rapi dan bisa masuk ke dalam mobil yang sudah memiliki pengaman canggih seperti mobil Rafael.Adnan menghentikan mobilnya di sebuah restoran yang menjadi tempat mereka bertemu dengan rekan bisnisnya. "Sudah sampai," ucapnya sambil membuka sabuk pengaman. Rafael menganggukkan kepalanya dan memandang ke arah belakang. Pria itu menggeleng-gelengkan kepalanya saat melihat Tiara yang sudah turun dari d