Roma terbangun ketika mendengar suara ketukan di pintu kamarnya. Ia baru menyadari bahwa di apartemennya ada seorang gadis yang sedang menumpang menginap.
Roma memandang jam yang ternyata sudah jam 9 pagi. "Ya ampun kesiangan," ucapnya. Roma kembali tertidur setelah melakukan shalat subuh. Roma beringsut duduk dan beranjak dari kasur yang ditidurinya.
"Ada apa dek?" Roma berkata ketika yang membuka pintu kamarnya.
"Maaf bang, Tiar ganggu tidurnya." Tiara begitu sangat tidak enak ketika memberitahu hal ini.
"Iya tidak apa, ada apa?" tanya Roma.
"Abang Tiar sudah siapin sarapan." Tiara sedikit tersenyum.
Roma tersenyum ketika mendengar ucapan Tiara. Pria itu kemudian menganggukkan kepalanya. "Abang mandi sebentar ya, apa mau pulang ke kosan pagi ini?" tanya Roma.
"Iya Bang," jawab Tiara.
"Alhamdulillah, akhirnya kerja juga." Tiara tersenyum memandang wajahnya dari pantulan cermin. Ia tidak menduga bahwa tes interviewnya lulus, hari ini dan akan mulai bekerja."Bismillahirrahmanirrahim," Kalimat awal yang diucapkan gadis yang berwajah cantik tersebut. Dengan memakai bedak tabur dan sedikit mengoleskan lipstik di bibirnya. Wajah gadis itu sudah terlihat sangat cantik secara alami. Ia memakai baju berwarna putih dan celana kain berwarna hitam. Seluruh rambutnya diikat penuh ke atas. Setelah yakin dengan penampilannya yang sudah cantik. Tiara keluar dari dalam kamar. Sudah tiga Minggu Tiara tinggal di kos-kosan ini, namun belum ada satupun penghuni kos yang ramah kepadanya. Bahkan saat ia menyapa, tidak ada yang mau menyahutnya."Mbak," sapa Tiara dengan tersenyum ramah ketika salah seorang penghuni kos melintas di sampingnya. Tiara tidak tahu siapa nama wanita yang bertubuh kurus dan tinggi terse
Tidak ada kepanikan di wajah cantiknya ketika melihat ke lima pria bertubuh tinggi itu mendekatinya. Ia mundur beberapa langkah guna mencari tempat yang lebih luas. Tiara terus mundur hingga ia berada di tepi jalan. Lima pria itu dengan sengaja mengepungnya."Apa kita selesaikan gadis ini dulu Bos" tanya salah seorang anak buah pria berambut plontos."Awasi mereka, jangan sampai kabur," perintah pria berambut plontos. Para itu menunjuk ke arah pasangan suami istri yang menjadi sasaran mereka"Baik bos." Jawab pria berkulit hitam dengan tubuh yang tinggi dan juga besar."Jangan dekat, bila berani berani mendekat, aku akan menembakmu," ancam pria yang sudah memegang senjata api tersebut.Nyalinya seakan langsung menciut memandang senjata api yang dipegang oleh pria tua yang menjadi targetnya, Sehingga pria bertubuh gelap itu memilih untuk tidak lebih mende
"Abang, tolong doakan Tiar, agar Jangan di pecat sebelum bekerja." Tiara memandang Roma dengan wajah yang pucat."Lawan 6 laki-laki sekaligus dengan badan yang besar dan tinggi gak takut, tapi dipecat takut," ejek Roma."Ya beda bang, ini berkaitan dengan mata Tiar." Tiara berkata dengan raut wajah yang serius."Mata apa?" Tanya Roma."Mata pencaharian bang, bang Tiar langsung turun ya. Ingat doakan Tiar," Ucapnya dengan sedikit tersenyum."Ini rambutnya dirapikan dulu." Roma Merapi rambut Tiara yang berserak setelah selesai bertarungTiara diam ketika Roma merapi rambutnya yang berantakan. Dirinya sungguh sangat lupa akan penampilannya, bersyukur pria itu mengingatkannya."Sudah cantik, sudah rapi." Roma tersenyum memandang wajah cantik Tiara."Makasih ya bang," Tiara membuka pin
"Gimana tadi kerjanya?" Roma memandang Tiara yang baru saja datang ke coffee shop tempat dirinya bekerja.Tiara tersenyum dan menggelengkan kepalanya."Dipecat?" Tebak Roma cepat."Nggak bang, justru Tiar jadi bingung waktu bekerja." Tiara kemudian diam dengan seribu pertanyaan di dalam benak kepalanya, yang hingga saat ini belum terjawab olehnya."Bingung kenapa?" tanya Roma."Tiar nggak dipecat, bahkan Tiar malah di sana kayak orang yang nggak punya kerjaan bang.""Maksudnya bagaimana?" tanya Roma yang masih belum mengerti."Tiar juga nggak ngerti bang, gimana cara menjelaskannya. Soalnya Tiar itu nggak kerja apa-apa. Bisa dibilang kerja Tiar santai-santai saja karena gak tau mau kerjain apa. Pada akhirnya Tiara ambil sapu, terus nyapu, lap, meja, kursi. Kerjaan ringan gitu.""Apa tidak ada yang mau memberitah
Untuk 3 bulan pertama 10 juta. Penawaran yang di berikan Elizabeth.Mata Tiara terbuka lebar ketika mendengar nominal gaji yang akan diperolehnya. "Bila lewat dari 3 bulan masa training, Gaji anak naik 15 juta di luar dari bonus." Elisabeth menjelaskan."Apakah ini beneran tante, gaji 15 juta dan masih ada bonusnya?" tanya Tiara."Iya tentu saja benar," jawab Faisal yang ikut meyakinkan Tiara."Tante, om, kapan saya mulai bekerja?" Tiara Bertanya dengan penuh semangat. "Bila Tiara bersedia, besok akan langsung Om kirim ke sekolah bodyguard. Di sana Tiara akan melewati pendidikan selama 3 bulan," jelas Faisal."Jadi 3 bulan pertama itu gajinya 10 juta, setelah saya menyelesaikan masa pendidikan Om?" tanya Tiara dengan sangat malu malu."Tidak, tanggal terhitung sejak di dalam masa pendidikan," jawab Elizabeth.Tiara diam dengan mulut terbuka. Dirinya begitu sangat tidak percaya, akan mendapatkan pekerjaan dengan tawaran gaji yang sangat tinggi."Kalau begitu bagaimana, diterima?" tan
"Ini uang dari Abang. Nanti selama Tiara di sana, Tiara pasti butuh uang untuk kebutuhan sehari-hari." Rhoma berkata, ketika ia sudah duduk di kursi kerjanya."Abang, terima kasih." Tiara tersenyum. Rhoma menganggukkan kepalanya. "Mana no rekening bunda, abang akan langsung transfer sekarang.""Tiara mengeluarkan ponsel dari dalam saku celananya dan mencari no rekening milik bundanya, yang di simpan di kontak telepon. "ini bang." Tiara memberikan ponselnya kepada Rhoma. Rhoma menyalin no rekeningnya dan mengirimkan uang ke no rekening tersebut. "Sudah terkirim. Tiara kasih tahu bunda ya." Rhoma sengaja mengirimkan bunda Tiara uang, karena ia tahu, bila nanti Tiara sudah berada di sekolah bodyguard, gadis itu tidak sempat mengirimkan uang untuk bundanya. "Abang Terima kasih ya, terima kasih juga, karena abang sudah sangat baik sama Tiara. Tiara sangat senang bekerja di sini." Tiara menangis. Rhoma tersenyum dan mengusap kepala Tiara. "Pendekar bisa nangis juga ya." Rhoma menatap
Tiar masuk kedalam rumah kosnya, dengan sangat santainya.Ia sudah sangat terbiasa mendapatkan sikap tidak menyenangkan yang diberikan oleh penghuni kos-kosan, hingga tidak menghiraukan lagi. Bahkan ditegurnya juga tidak. Dengan gaya cuek, ia berjalan menuju ke kamarnya."Sombong banget sih, mentang-mentang sudah kenal sama orang kaya." Sindir salah seorang penghuni kos."Sebenarnya yang sombong siapa ya kak?Selama ini saya selalu menegur tapi tiap saya tegur, tidak ada yang mau menjawab sapaan dari saya." Tiara berkata dengan tersenyum."Oh jadi kamu bilang kami yang sombong?" Salah seorang dari mereka, tidak terima mendengar Tiar yang begitu sangat berarti, bahkan menentangnya.Tiara memandang wanita yang bertubuh tinggi tersebut. "Bukankah seperti itu kak, faktanya." Tanpa ada rasa takut, dijawabnya ucapan wanita tersebut."Mentang-mentang sudah punya kenalan orang kaya sok dia." Ucap wanita bertubuh gemuk.Tiara hanya diam sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. "Maaf ya kak, aku
Pagi-pagi sekali, mobil sudah datang menjemputnya. Tiara memasukkan tas kainnya ke dalam mobil. Ia kemudian, duduk di kursi penumpang. Dilihatnya ke luar jendela, ketika mobil melaju meninggalkan ibu kota. "Sebenarnya, mbak Tiara, tidak perlu repot lagi bawa barang-barang." Pria yang mengemudikan mobil itu, akhirnya mulai obrolan."Kenapa begitu pak?" Tanya Tiara."Ibu, sudah menyiapkan semua kebutuhan mbak Tiara, selama di tempat pelatihan. Kata ibu, untuk berangkat ini, sangat dadakan. Di sana, mbak Taira akan langsung di Karenina. Jadi sudah pasti tidak bisa membeli semua keperluan yang dibutuhkan. Jadi karena itu, ibu meminta saya menemani berbelanja untuk semua kebutuhan mbak Tiara selama di sana.Mulut Tiara membulat ketika mendengar ucapan si supir. "Nama bapak siap?" "Andi, mbak," jawabnya."Apa sudah lama kerja sama ibu Elizabeth, Pak?" Tiba-tiba saja, Tiara ingin tahu. Jujur saja, hanya duduk diam, membuatnya bosan. "Sudah 10 tahun mbak.""Kalau bapak yang tertembak kemar
"Apa dia sudah jalan ke sini?" Faisal memandang Rafael."Iya dad, kita tunggu sebentar." Rafael sedikit tersenyum. Meskipun menu sudah terhindar, namun ia ingin makan siang bersama-sama dengan sahabatnya. Sekalian akan mengenalkan Daddy, dan menceritakan tentang hubungannya dengan sang bodyguard.Tiara memandang ke arah pintu masuk. Jantungnya berdegup cepat saat melihat sosok yang dikenalnya. "Rhoma," panggil Faisal. Rhoma tersenyum dan berjalan ke arah Faisal."Enggak nyangka bisa jumpa di sini. Bagaimana kabar kamu, nak?" Faisal bertanya dengan tersenyum. Rhoma adalah orang yang sangat berjasa dalam hidupnya, karena sudah menyelamatkan nyawa istri dan dirinya sendiri. Faisal pernah berniat untuk menjalin kerjasama membuka coffee shop dengan Rhoma, namun pada akhirnya pemuda itu menolak dengan alasan begitu sibuk takut tidak terhandle lagi."Alhamdulillah baik pak Faisal." Rhoma tersenyum. Rafael kenalin ini Rhoma yang dulu pernah menyelamat Daddy dan mommy saat di serang oleh o
Rafael memandang Tiara dengan tersenyum. pagi ini, gadis itu terlihat sangat cantik dan segar dengan memakai stelan blazer berwarna pink muda dan baju kaos putih di dalamnya. Baru melihat senyum manis Tiara saja, hatinya sudah sangat senang dan berbunga-bunga. Degup jantungnya semakin cepat, ketika tatapan matanya bertemu dengan Rafael. Dengan cepat Tiara mengalihkan pandanganya ke arah yang lain. Ia tidak ingin Elizabeth atau Faizal merasa curiga melihat sikapnya."Ayo Tiara, duduk." Elizabeth menarik tangan gadis Cantik tersebut."Iya Bu," jawab Tiara. Sikap baik Elizabeth yang seperti ini, membuat Tiara semakin merasa bersalah. Bahkan sang majikannya itu meletakkan daging bakar ke dalam piringnya. "Bagaimana kuliahnya semala" tanya Rafael. Meskipun obrolan tentang kegiatan perkuliahan dan seperti apa saat di kampus, sudah dibahas, namun tetap saja Rafael bertanya untuk mencari topik obrolan di meja makan. "Baru permulaan pak jadi masih tahap beradaptasi," jawab Tiara dengan sedi
"Saya juga ingin jalan-jalan di Indonesia, jadi anggap saja saat ini sedang jalan-jalan." Yunaindra kembali membujuk kedua gadis tersebut. Ke dua gadis itu pastinya tidak percaya dan canggung dengan orang yang baru di kenal seperti dirinya."Mengapa kalian sepertinya takut denganku, yakinlah aku ini orang baik dan tidak pemakan manusia." Pria berwajah tampan itu terkekeh. Menghadapi anak kecil, diperlukan kesabaran yang ekstra tinggi dan itulah yang saat ini dilakukannya. Dengan sabar meyakini kedua gadis yang masih berdiri dengan sorot mata penuh keraguan. Yunaindra hanya diam dan memandang kedua gadis yang saling berbisik. "Baiklah tapi saya minta saya diantar pulang duluan ya Om," pinta Zia. Berdua saja di dalam mobil dengan lawan jenis yang baru saja di kenal, tentu membuat Zia tidak nyaman. "Tidak masalah." Pria tampan itu tersenyum lega. Tidak masalah siapa yang diantar lebih dulu, yang penting kedua gadis itu mau diantarkan pulang, sehingga ia tidak merasa bersalah terhada
"Maaf Mr, saya ada pekerjaan untuk besok pagi. Jadi saya harus segera pulang untuk menyelesaikan pekerjaan saya. Apa saya bisa minta tolong untuk mengantarkan teman-teman saya pulang? Namun jika Mr sibuk, tidak apa, saya akan menghubungi taksi." Tiara berkata dengan sedikit berbisik di dekat daun telinga Yunaindra agar perkataannya tidak di dengar oleh kedua temannya."Oh tidak, aku tidak sibuk. Pulanglah, selesaikan perjalanan mu." Pria bermata sedikit sipit itu tersenyum. "Terimakasih Mr." Tiara beranjak dari duduknya. "Tiara mau ke mana?" Tanya Zia."Maaf, aku ada pekerjaan untuk besok pagi. Jadi aku pamit dulu ya. Kalian akan di antar Mr Yuna pulang." Tiara berkata dengan tersenyum. Sebelum kedua temannya berbicara, Tiara sudah pergi lebih dulu. Tiara langsung pergi dan masuk ke dalam mobil. Senyum mengembang di bibir tipisnya saat melihat 40 pesan dari Rafael. [Gimana di kampus?][Ingat ya, jangan pandang-pandang cowok.][Selesai kuliah langsung pulang.][Telpon Abang kalau s
"Tiara ini mobil kamu?" Cila bertanya dengan heboh. Dilihatnya mobil mewah berwarna hitam itu dengan mulut terbuka. Tanpa ada rasa malu, gadis itu mengeluarkan ponsel dari dalam tasnya dan meminta Zia untuk mengambil gambarnya. Zia hanya patuh mengikuti perintah teman barunya. Ia mengambil gambar Cila dengan berbagai pose. "Cila, ini sudah banyak." Zia mulai lelah. "Satu kali lagi, buat video reels." Pintanya dengan tersenyum.Dengan sangat sabar Zia mengikuti permintaan temannya. "Sudah," ucapnya sambil memberikan ponsel Cila."Tunggu, satu lagi, video tiktok." Cila kembali merayu temannya. Zia menuruti kehendak temannya. Dengan sabar mengambil rekaman video tiktok. Entah sudah berapa kali gadis itu mengambil video tiktok dan menunggu Cila mengupdate dan kemudian mengambil lagi. Yunaindra tersenyum geli melihat Cila yang bertingkah udik. Melihat tingkah gadis-gadis itu, membuatnya hanya tertawa kecil. Namun secara diam-diam Yunaindra ikut serta mengambil video Zia dan Cila. Lumay
Tiara seakan tidak percaya ketika melihat rombongan dosen yang masuk kedalam ruangan dan kemudian duduk di kursi bagian depan yang disediakan khusus untuk dosen yang akan memberikan kata sambutan untuk mereka. "Abang Rhoma," gumamnya" Tiara memandang sosok yang begitu sangat dikenalnya dengan mulut yang sedikit terbuka. Diantara dosen-dosen yang sekarang duduk di depan, pria itu tampak paling muda dan juga paling tampan."Tiara, dosennya ganteng banget ya." Zia mencolok tangan Tiara. "Iya, ganteng banget dan masih muda. Sudah nikah belum ya," jawab teman Tiara bernama Cila. Tiara hanya diam saat mendengar teman-temannya berbicara. Sampai saat ini, ia masih tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Meskipun terpesona dengan dosen muda yang menjadi pusat perhatian para mahasiswi, namun tetap saja para mahasiswi itu diam dan fokus mendengarkan arahan dari Dekan fakultas mereka."Dosen-dosen yang duduk di depan ini, merupakan ketua jurusan dan koordinator prodi." Pria berkacamata ter
Setelah sampai di rumah Rafael dan mengantarkan pria itu dengan selamat, Tiara pamit untuk pulang ke kosnya. Ia akan mandi terlebih dahulu dan kemudian langsung ke kampus tempat kuliahnya. Semua ini seperti mimpi untuknya. Jika dulu Tiara hanya bisa bermimpi untuk menjadi seorang mahasiswa, namun hari ini mimpinya menjadi kenyataan. "Apa gak capek?" Rafael memandang kekasihnya. Dengan cepat Tiara menggelengkan kepalanya. "Hari ini belum kuliah, masih perkenalan akademik kampus," jelasnya. Rafael tersenyum dan berniat untuk mengusap kepala gadis tersebut. Namun dengan cepat Tiara mundur beberapa langkah. "Nanti ibu lihat," ucapnya yang menjaga jarak dengan pria tersebut.Rafael yang memahami kondisi hubungan mereka, hanya bisa menganggukkan kepalanya. "Ini kunci mobil." Rafael memberikan kunci mobil di tangannya.Dengan cepat Tiara menggelengkan kepalanya. "Pakai taksi aja.”"Bawa mobil aja, besok pagi jemput Abang." Rafael sedikit memaksa. Mana mungkin ia bisa tenang jika Tiara p
Tiara berdiri di luar ruangan. Ruangan yang saat ini menjadi tempat Rafael bertemu dengan klien, berjarak sekitar 3 ruangan dari tempat sebelumnya. Tiara dapat melihat dengan jelas. Tiga orang pria berpakaian pelayan masuk ke dalam ruangan sambil membawa makanan. Tidak lama ketiga pria itu keluar dengan wajah kesal. "Setelah ini, aku harus meminta kepada ibu dan pak Faizal, nama-nama orang yang harus diwaspadai." Batin Tiara. Apa yang tadi dicemaskan ternyata benar. Filing nya tidak meleset. Setelah 1 jam berjaga di luar ruangan, Tiara kembali masuk. Dilihatnya Rafael dan yang lainnya sedang makan. "Kenapa lama sekali?" Rafael memandang Tiara. Ketika Tiara keluar dari ruangan, ia tidak tenang namun saat Tiara berada di dalam ruangan, dadanya terasa panas. Apa lagi melihat cara Mr Yuna memandang Tiara. "Iya, kamar mandi antri." Tiara tersenyum dan menyantap makanannya.Rafael hanya membulatkan mulutnya saat mendengar jawaban Tiara. Meskipun merasa tidak nyaman, namun Tiara tetap b
Tiara duduk di kursi penumpang bersama dengan Sari. Sedang Adnan, dan Rafael, duduk di kursi depan. Kedua pria itu tidak berhenti berbicara mengenai pekerjaan. Tiara lebih banyak diam saat berada di dalam mobil. Matanya fokus memandang ke arah depan dan melirik ke kiri, ke kanan serta bagian belakang. Setelah mengambil sensor pelacak mobil yang selalu dipakai Rafael, setidaknya membuat hatinya sedikit lega, namun tetap selalu waspada. Jika alat sensor pelacak GPS itu di letak didalam mobil, itu artinya orang yang melakukan masih orang dekat. Karena terlihat cara kerjanya yang begitu sangat rapi dan bisa masuk ke dalam mobil yang sudah memiliki pengaman canggih seperti mobil Rafael.Adnan menghentikan mobilnya di sebuah restoran yang menjadi tempat mereka bertemu dengan rekan bisnisnya. "Sudah sampai," ucapnya sambil membuka sabuk pengaman. Rafael menganggukkan kepalanya dan memandang ke arah belakang. Pria itu menggeleng-gelengkan kepalanya saat melihat Tiara yang sudah turun dari d