"Novira udah selesai tuh!" Ciara menunjuk teman kampus Kevan yang sedang memungut uang saweran di sela-sela belahan dadanya. Tidak hanya itu, Novira juga dengan tidak tahu malu memungut lembaran uang yang terjatuh di bawah kakinya. Kevan dan semua orang melihat Novira membungkuk. Bukan hanya belahan dadanya yang terekspos. Namun, pakaian dalamnya juga. Karena Novira memakai rok yang sangat pendek. "Astaga!" seru Kevan. Dia memalingkan wajahnya ke arah Ciara. Lalu, memeluk pacarnya. "Pantes Kakak betah di sini. Ternyata banyak cewek-cewek seksi dan cantik," ujar Ciara ketus.Kevan menghela napas. "Ini pertama kalinya aku nonton dangdut, Ciul. Kamu kenapa nggak percaya, sih?"Ciara menatap Kevan sambil cemberut. "Aku cemburu. You know?!""Iya, Yang. Aku salah. Aku janji kalau mau dateng ke tempat kayak gini lagi ajak kamu.""Van, kamu jadi mau ketemu Novira?" tanya Gauche menyela percakapan Kevan dan Ciara.Kevan tidak langsung menjawab. Dia menatap Ciara lebih dulu. "Pergi aja!" C
"Kamu ngapain di sini?" tanya Novira. Novira merasa malu. Dia membalikkan badan. Tap! Tap! Tap!Novita berlari dari Kevan. Dia diam-diam mengusap air matanya."Eh, Novira! Tunggu!"Kevan memanggil Novira sambil berlari mengejar sang biduan. "Jangan lari!" teriak Kevan. Dia meraih tangan Novira sehingga langkah wanita itu terhenti. Novira tetap tidak ingin menatap wajah Kevan. Dia terlalu malu bertemu dengan kondisi hina seperti sekarang. "Kamu Novira, kan? Bintang kampus Universitas Golden Baubau. Kenapa kamu bisa jadi biduan gini?"Novira menghempas tangan Kevan. Dia mengatur deru napasnya yang tersengal."Kamu cuma mau ledek aku, kan?! Kamu seneng lihat aku jual diri kayak gini?! Nggak ada lagi Novira yang selalu dikagumi banyak orang sebagai Bintang Kampus!"Novira emosi. Namun sebenarnya, dia hanya berusaha menutupi malunya di depan Kevan. "Aku tahu ... kamu bakal bilang ke semua orang di kampus, kalo kerjaan aku sekarang jadi biduan kampung yang keliling dari panggung ke pa
'Sial! Aku makin pingin cium Cia lebih dalam dan ... lama. Tapi, nggak bisa! Aku harus berhenti sekarang. Aku nggak mau ninggalin kesan jelek ke Cia. Karena ini first kiss kita.'Kevan bergelut dengan pikirannya sendiri. Hatinya menginginkan lebih, tetapi otaknya berkata jangan! Dia mencium Ciara dengan sangat lembut.Kevan melepaskan bibirnya dari bibir mungil Ciara. Dia melihat Ciara sudah membuka matanya. Namun, gadis itu masih terdiam."Cia, I love you," kata Kevan, dia berhasil membuat jantung Ciara semakin berdebar. "Yang, jawab dong!""Oh, hmm ... iya ...." Ciara salah tingkah. Dia ingin menjauhkan dirinya dari Kevan. Namun, Kevan justru menariknya semakin dekat. "Apaan tuh cuma jawab iya?" Kevan yang jahil selalu berhasil membuat Ciara salah tingkah. "Yang, I love you."Kevan mengulangi kalimat cintanya lagi. Dia melihat wajah Ciara merona merah dalam gelapnya suasana di dalam mobil. "Oh, hmm ... I love you too, Yang."Kalimat cinta balasan ke luar juga dari mulut Ciara. Ke
"Aduh!" Ciara histeris. Dia terjatuh dari anak tangga nomor dua dari bawah. Hari-hari telah berlalu sejak Kevan dan Ciara pergi ke acara pernikahan Glen dan Inura. Pagi ini, Ciara mencari Kevan dan tidak menemukan keberadaan pria itu."Non Cia!" teriak Bima. "Kakinya sakit? Apa lagi yang sakit?"Bima segera berlari menolong Ciara. Dia melihat Ciara meringis kesakitan.Wajah Ciara terlihat pucat. Dia terlalu lemah berjalan tanpa bantuan siapapun."Kak Kevan mana?" tanya Ciara lemah. Tepat saat itu juga, Kevan datang bersama kedua orang tua Ciara. Dia melihat Ciara sedang menahan sakit."Cia!"Kevan refleks memanggil nama pacarnya tanpa sebutan Nona. Di belakang Kevan, Rudi dan Felicia berdiri kaku memandangi putrinya. Kevan berlari menghampiri Ciara yang terduduk di lantai bersama Bima."Cia kenapa, Bim?" tanya Kevan cemas.Bima menatap Kevan dengan bingung. Dia terkejut dengan cara Kevan memanggil Ciara. "Bim, Cia kenapa? Jawab dong!" Kevan mengulangi lagi pertanyaannya. Dia memeri
"K.C Tobacco."Kevan baru saja memberi tahu nama baru untuk perseroan tembakau miliknya. Entahlah! Siapa yang tahu arti nama tersebut!"Kevan Ciara Tobacco? Itulah kepanjangannya?" tanya Ziyad menebak-nebak. Kevan tidak membalas. Dia hanya tersenyum dengan sangat lebar. "Astaga! Jadi bener itu kepanjangannya? Kevan Ciara Tobacco? Anda bener-bener udah cinta mati sama Nona Cia!""Kamu pasti akan lakukan apapun demi Istri, kan? Ya, aku juga sama. Dia itu calon Istriku. Ibu dari anak-anakku kelak. Aku akan kasih semua yang aku punya buat dia."Kevan melihat Ziyad hanya diam. Namun, detik berikutnya Ziyad membuka mulut, "Kalo gitu, Anda harus buru-buru mengungkapkan identitas asli di depan Nona supaya nggak ada salah paham."Sekarang, Kevan yang diam. Dia memikirkan cara untuk mengungkapkan jati dirinya di hadapan keluarga Darwin. 'Apa keluarga Darwin akan terima aku? Apa mereka akan memperlakukan aku seperti sekarang?' Kevan mulai banyak memikirkan hal di masa depan. Dia cemas. Dia t
"Ha! Ha! Ha!"Tawa Kevan pecah. Karena baginya, Ciara terlalu lucu dan menggemaskan saat mengatakan hal barusan. Ciara menganggap Kevan tidak mendengar perkataannya dengan serius. Dia cemberut. Wajahnya kembali memancarkan aura tidak suka."Kak! Aku tuh serius!"Ciara memang galak, seperti kata kebanyakan orang. Namun, sikapnya bisa berubah ketika bersama Kevan. Felicia tidak benar-benar pergi dari halaman belakang. Dia berdiri melihat kebersamaan Kevan dan Ciara sambil menangis."Nyonya, Anda kenapa?" tanya Bima begitu memergoki Felicia menangis. "Anda sakit?"Felicia buru-buru mengusap air matanya. Dia menjawab, "Oh, nggak, Bim. Saya baik-baik aja."Bima tahu, Felicia berbohong. Namun, dia mencoba mengerti. "Nyonya, apa saya boleh ngasih tahu Anda sesuatu?" tanya Bima lagi."Tentang apa, Bim? Ngomong aja!"Felicia menatap Bima dengan pandangan serius."Nona Cia itu nggak suka ngomong sama saya. Dia selalu ketus," kata Bima. Felicia terdiam. Kemudian, membalas, "Jangankan sama ka
"Silakan, Tuan Kevan!"Seorang penjaga lift VVIP menunduk begitu Kevan melangkah ke luar dari lift. Ciara dan kedua orang tuanya mengikuti langkah Kevan. Kevan memang tidak pernah membalas sapaan siapapun. Bukan sombong atau hal buruk lainnya. Namun, dia selalu menahan mual setiap kali berada di dalam lift. Ciara mempercepat langkahnya agar bisa berjalan berdampingan bersama Kevan. Rudi dan Felicia hanya bisa tersenyum setiap kali melihat tingkah anak mereka."Kak, kamu kok punya akses lift VVIP? Aku jadi tambah kagum sama kamu. Meskipun kamu itu jahil dan terkesan santai, tapi nyatanya ... selain dipercaya sama Mami dan Papi, kamu juga dipercaya sama majikan yang lain."Kevan dengan bangga berkata, "Ya iyalah. Aku kan Kevan Hanindra. Kamu baru sadar ya kalo aku sekeren itu?"Kevan menahan tawa begitu melihat raut wajah Ciara berubah masam. "Ah, lupain aja kalo aku ngomong gitu. Nyesel aku!"Kevan senyum-senyum. 'Pingin banget aku genggam tangan kamu, Cia. Apalah daya aku cuma seor
"Paradise Land dan Green Lake."Kevan telah selesai melihat-lihat dua rumah yang disodorkan Ziyad. Dia menatap asistennya."Oke, aku pilih Green Lake," ujar Kevan. Dia telah membuat keputusan."Oh, Green Lake? Saya pikir, Anda suka Paradise Land, Tuan?"Kevan mengambil ponsel canggihnya dari dalam saku celana. Lalu, memotret pemandangan malam dari lantai 11 kamar presidential suite."Paradise Land akses ke jalan raya cukup jauh. Jalanannya berliku." Kevan membeberkan alasan. "Aku takut kalau sewaktu-waktu Cia kambuh dan dia kenapa-kenapa! Aku nggak mau ambil resiko."Ziyad tertegun. Dia menelan ludah sambil menatap punggung tuannya. "Maafin saya, Tuan! Saya nggak kepikiran sama sekali ke arah sana." Meskipun Kevan tidak melihat, Ziyad tetap menundukkan kepala. "Apa Anda bener-bener beli rumah itu untuk Nona Ciara?" tanya Ziyad kemudian.Kevan membalikkan badan. Dia memeriksa hasil jepretannya."Udah jangan banyak tanya! Lakuin aja, Ziyad!""Ya, Tuan.""Mobil gimana?"Kevan teringat
Donita menyadari ada yang tidak beres dengan suaminya. "Leon, kamu kenapa?" tanyanya, cemas. Donita bergegas lari ke arah Leon. Tangan Leon bergetar hebat. Setelah melototi dokumen kesehatan Christian di tangannya, sekarang Leon sedang menatap wajah ayahnya yang semakin memucat. Kemudian, dia segera membaca laporan keuangan keluarga.Melihat pemandangan itu, tidak ada seorang pun yang berbicara. Mereka menunggu reaksi Leon. Donita menarik paksa dokumen dari tangan Leon. Beberapa detik kemudian, mulutnya menganga lebar. "Ini nggak mungkin!" teriak Donita. "Ini pasti ada yang salah." Donita melirik Cinta yang duduk tenang memandanginya. "Iya kan, Mama mertua? Ini cuma halusinasi aku aja karena terlalu stres." Donita berkata dengan frustasi.Cinta menggeleng. Sedangkan Leon mematung di tempat. "Paman Leon sama Bibi Donita kaget, ya?" Suara Kevan memecahkan keheningan. "Di rumah ini, cuma keluarga kalian dan anak-anak Paman Ken aja yang belum tau."Hati Leon dan Donita semakin terir
Setelah kesalahpahaman dengan Ciara selesai, Kevan meminta tunangannya pergi ke Pink Beach Island lebih dulu bersama Felicia dan Quden untuk mempersiapkan pernikahan. Sedangkan Kevan kembali ke kota Paloma. Dia ingin menjemput keluarganya sebelum menyusul Ciara. Sehari sebelumnya, Ciara sudah mengetahui rencana pernikahan mereka. Karena keduanya melakukan fitting baju pengantin bersama. "Huhhh!" Kevan menghela napas panjang. Dia baru tiba di rumah besar keluarga Hanindra. Dia berjalan menuju ruang tengah di mana semua orang telah menunggunya."Tuan, Anda harus sabar!" Omar senantiasa mengingatkan Kevan. Kevan tidak menjawab. Dia terus berjalan tanpa menoleh.Setibanya di ruang tengah, semua orang sudah duduk bersama Christian dan Cinta. "Silakan duduk, Tuan!" Rofiq mempersilakan Kevan untuk duduk di sisi kanan Christian. "Malam, Kakek, Nenek," sapa Kevan. Lalu, dia menatap kedua Theo dan Jasmine yang duduk di sebelahnya. Rencana Kevan untuk menyusul Ciara tidak berjalan dengan
"Apa?! Anak kandung Kak Kevan?!"Ciara mengulangi kata-kata Nulla. Dia merasa hal itu sangat mustahil. Tapi jika dipikir-pikir, tidak ada hal mustahil di dunia ini kan? Bagaimana bisa, Kevan yang begitu bucin kepada Ciara menghamili wanita lain? Apalagi wanita itu adalah Nulla yang notabenenya mantan pacar sekaligus cinta pertama Kevan. Namun, jika sudah berurusan dengan nafsu, apapun bisa saja terjadi, kan?Kevan menghela napas kasar. Dia menatap Nulla yang sedang tersenyum lebar. Kevan beranjak pergi menghampiri Ciara. "Yang, jangan dengerin Nulla!"Ciara menghempas tangan Kevan. Dia memandangi Kevan dan Nulla bergantian. "Kamu belum bisa move on dari Cinta pertama kamu ya, Kak?" Wajah Ciara masam. "Kalo kamu belum selesai sama masa lalu, jangan berani-beraninya mulai sama orang baru."Usai mengatakan hal itu, Ciara pergi. Dia mengambil langkah cepat seolah tidak peduli dengan jantungnya yang terasa sakit. "Eh, Van! Kamu mau ke mana?" Nulla berteriak. Dia mencoba menghalangi Ke
"Masuk, Van!"Nulla membuka pintu kamar apartemen nomor 303. Namun, Kevan tidak langsung masuk. Merasa tidak ada pergerakan dari Kevan, Nulla menoleh ke belakang. "Kenapa? Ayo masuk!" ajaknya lagi. Nulla baru selesai mandi. Rambutnya basah dan dia masih memakai jubah mandi. Kevan tidak bodoh. Nulla pasti sedang merencanakan sesuatu. Bisa jadi firasat Omar tadi benar. Untuk sesaat, Nulla sibuk dengan ponselnya. Dia sedang mengetik pesan singkat untuk seseorang.Nulla: Nona Ciara, cepetan dateng ke Grand Hyeth Apartment nomor 303. Kamu pasti penasaran aku dan tunangan kamu ngapain aja, kan?Nulla tidak berniat menunggu pesan balasan Ciara. Dia kembali menatap Kevan. "Ada perlu apa?" tanya Kevan dengan tatapan sinis. "Di sini aja ngomongnya!"Kevan enggan masuk. Dia tidak ingin menimbulkan kecurigaan."Aku mau ngomongin tentang Miguel. Kamu yakin mau ngomong di depan pintu? Kamu nggak takut kalo ada yang nguping?"Nulla berdiri di ambang pintu, lalu celingukan. Sepi. Suasana di kori
Sesampainya di rumah, Kevan melihat Ciara murung. Ciara berbaring lesu di kamarnya. Dia bahkan tidak menyadari kehadiran Kevan dan Felicia. Felicia menghampiri anak satu-satunya. "Cia!" Ciara terkejut. Dia segera bangun. "Mama kapan pulang?" Sore hari yang redup ini sepertinya kota Baubau akan diguyur hujan. Suasana hati Kevan sedang tidak baik, sama seperti Ciara. Kevan mendekati Quden yang berdiri di dekat pintu. "Apa seharian ini Cia cuma tiduran aja?" tanyanya, penasaran. "Dia nggak bales chat aku sama sekali. Gimana nafsu makannya hari ini?"Quden adalah seorang yang jujur. Dia pun menjawab apa adanya. "Nona sama sekali nggak mau makan. Dia cuma minum susu aja, Bos." Kevan menatap Ciara yang sedang berbicara dengan Felicia. Wajah keduanya sedih. "Seharian ini, Nona Ciara habisin waktu di depan laptop baca-baca berita keluarga Darwin. Jadi, apa rencana Bos selanjutnya? Ngomong-ngomong, Pak Omar ke mana?""Omar masih di pengadilan. Aku balik sama Angga." Kevan terlihat benar-
"Huh!" Kevan melirik Felicia sedang menghela napas berat. Sejak tadi, Kevan berusaha menguatkan hati calon ibu mertuanya. Kevan memberikan botol air mineral kepada Felicia. "Ma, minum dulu!" Kevan lega. Karena setidaknya, Felicia masih mau minum di tengah ketegangan suasana ruang sidang. Dua hari lalu, Ciara sudah membereskan para pemegang saham yang ingin mundur dari Darwin Group. Ciara mentransfer uang sebanyak Rp 10 triliun sebagai ganti saham mereka. Tidak hanya itu, sehari sebelum sidang perdata digelar, keluarga Darwin sudah mengumumkan kebangkrutan mereka. Kini, Darwin Group telah diakuisisi oleh K.C Tobacco milik Kevan. Dengan cara itu, sudah sangat jelas bahwa K.C Tobacco ingin mengambil alih penuh tanpa melibatkan pemegang saham lama dalam struktur kepemilikan baru. Akuisisi ini memang menyakitkan bagi Ciara dan Felicia. Namun, mereka tidak memiliki cara lain. Selain itu, mereka berdua masih memiliki saham di K.C Tobacco. Tentu saja, Miguel tidak tahu hal itu. Denga
Pukul 9:00 malam waktu kota Baubau. Kevan dan Ciara sudah kembali ke rumah 1 jam yang lalu. Ciara tampak kelelahan. Mereka duduk di ruang tamu.Kevan duduk di sofa single menghadap ke pintu utama. Sedangkan Ciara dan Felicia duduk di sofa panjang bersama Arkan. Omar dan Angga berdiri di belakang Kevan. "Cia, kamu hebat. Kamu kuat menghadapi orang-orang. Aku salut sama keberanian kamu." Arkan tidak berhenti membanggakan Ciara. Namun, Kevan berwajah masam saat mendengarnya. Pintu pun terbuka. Quden berdiri di ambang pintu. Dia menatap Kevan. "Tuan, ada jajaran eksekutif di luar mau ketemu Anda dan Nona Ciara." Quden memberitahu. Sorot matanya tajam penuh dengan ancaman."Suruh masuk aja!" perintah Kevan. Kevan menatap Ciara dan Felicia. Lalu, mengangguk kepada Quden."Baik," sahut Quden. Tidak lama, dia menghilang di balik pintu. "Mama sama Cia inget kan rencana kita? Sekarang udah waktunya eksekusi."Kevan melihat Felicia tersenyum dengan paksa. Dia juga melihat sorot mata Felic
Rapat mendadak dengan jajaran eksekutif sudah selesai. Sekarang, Ciara sedang rapat bersama tim public relation dan tim kuasa hukum perusahaan di ruangan yang sama. Kevan tidak beranjak dari kursinya. Dia dengan setia menunggu Ciara menyelesaikan rapat. Di samping Kevan, Arkan duduk dengan tenang. Dia ingin melihat kepiawaian Ciara memimpin rapat.Di ruang rapat, Ciara berbicara. “Kita harus mengambil langkah-langkah yang sudah aku rencanakan untuk memulihkan kepercayaan dan memastikan Darwin Group tetap menjadi perusahaan yang dihormati,” katanya, antusias. Semua orang mengangguk setuju. Mereka tahu bahwa ini adalah tantangan besar, tapi dengan strategi yang tepat, mereka bisa mengatasi dampak negatif dan membangun kembali reputasi perusahaan."Siapa ketua tim public relation di sini?" tanya Ciara. Seorang wanita berambut pirang sebahu mengangkat tangan. "Saya, Nona. Nama saya Susan Arardjo.""Oke, Susan. Pertama-tama, aku mau hari ini kamu buat agenda transparansi dan komunikasi
Hari berikutnya, Ciara dan Kevan kembali ke pulau Pearl. Pagi ini, Ciara akan mengadakan rapat darurat dengan para eksekutif perusahaan Darwin Group. Kevan dan Ciara kembali bersama Arkan yang sekarang sedang rapat bersama pengacara yang dia bawa dan tim pengacara perusahaan di ruangan berbeda. Di ruang rapat Darwin Group, Ciara berbicara kepada tim manajemen. “Kita harus bekerja keras untuk memulihkan reputasi perusahaan. Aku tau, ini nggak akan mudah. Tapi dengan kerja sama dan dedikasi, aku yakin kita bisa mengatasi tantangan ini,” katanya dengan penuh semangat.Tim manajemen mengangguk setuju. Mereka tahu bahwa ini adalah saat yang sulit. Tapi, mereka bertekad untuk membawa Darwin Group kembali ke jalur yang benar. Mereka akan memastikan perusahaan ini tetap menjadi simbol integritas dan kepercayaan.Ciara menatap sekretarisnya. "Sarah, bagiin sekarang!""Baik, Nona." Sarah berdiri. Dia membagikan satu lembar kertas kepada tim manajemen. Kevan dan para jajaran direksi hanya te