Deyan telah membeberkan semua isi percakapan Ciara dan Jhonny. Deyan juga memberikan semua bukti di handphone Ciara kepada Kevan. Kevan marah. Kevan kecewa karena nyatanya Ciara tidak jujur padanya tentang Jhonny dan keluarga Wijaya. Dia berencana akan menanyakannya langsung pada Ciara."Tuan Muda, kalo boleh saya kasih saran ... apa Anda mau dengerin?" tanya Omar saat melajukan mobil ke pangkalan militer udara di mana helikopter keluarga Hanindra parkir. "Apaan? Ngomong aja!" seru Kevan tidak senang. Kevan menurunkan kaca mobil. Dia menghisap rokok dengan gusar. Omar dan Ziyad tahu bahwa Kevan sedang kesal. Namun, Omar tetap akan bicara mengutarakan isi pikirannya."Anda jangan tegur Nona Ciara dan jangan tekan Nona untuk ngaku! Biarin aja kayak gini, Tuan!"Mendengar ucapan Omar, Kevan bertambah tidak senang. Kedua matanya menyipit seolah ingin menghajar Omar."Keparat! Apa maksudnya kamu ngomong gini, Omar?!" Jakun Kevan bergerak naik dan turun dengan emosi yang masih tidak sta
Malam hari di mansion keluarga Hanindra, kota Paloma.Mobil yang membawa Kevan sudah sampai di mansion keluarga Hanindra. Penjaga sudah membuka pintu mobil, tetapi Kevan masih berada di dalamnya."Tuan, jaga emosi Anda supaya tetep stabil!" Omar mengingatkan.Kevan menatap Omar tanpa berkata apapun. Kemudian, dia keluar dengan tatapan mata yang dingin. Ziyad sudah berada di sisi Kevan disusul Omar. Mereka berjalan menuju pintu utama."Van, kamu denger aku nggak?" Suara Deyan di ujung telepon menyadarkan Kevan dari bayang-bayang Ciara."Aku tau, Dey," sahut Kevan. Dia berjalan memasuki ruang tamu. "Aku tutup dulu teleponnya."Kevan melihat Rafiq berdiri menyambutnya. "Selamat datang kembali, Tuan Muda!" serunya sambil membungkukkan badan. "Nyonya Cinta menunggu Anda di kamarnya."Mendengar perkataan Rafiq, Kevan menoleh ke arah Ziyad dan Omar."Kalian pergi istirahat aja! Kalo ada apa-apa, aku akan segera telepon kalian."Ziyad dan Omar membungkuk berbarengan. "Baik, Tuan," kata ked
"Cia udah tidur, Van," kata Felicia. Dia membukakan pintu kamar saat Kevan datang. Kevan mengabaikan semua pesan Ziyad. Dia tidak memeriksa semua bukti yang dikirimkan Ziyad, tetapi dia justru pergi ke paviliun di mana Ciara tinggal bersama Felicia.Sejak kedatangannya di rumah besar keluarga Hanindra, Felicia dan Ciara tinggal di sebuah paviliun tepat di samping bangunan utama. Cinta sengaja menyiapkan paviliun untuk keluarga Darwin. Bukan tanpa alasan, tapi Cinta hanya ingin menjaga privasi keluarga Darwin. Angga dan beberapa penjaga mengawasi paviliun dengan sangat baik sehingga membuat Kevan sedikit lega. "Aku cuma mau lihat Cia aja, Nyonya. Seharian ini, aku capek banget banyak kerjaan."Kevan dan Felicia berjalan menuju ranjang di mana Ciara tertidur. "Van!" Felicia memanggil Kevan lembut. Mereka berhenti melangkah. "Lagi-lagi kamu selalu panggil saya Nyonya. Sampai kapan kamu panggil saya kayak begitu terus? Kamu itu udah banyak banget bantuin keluarga saya. Apalagi sekara
Kevan tahu, Ciara memang seorang pacar yang pengertian. Ciara juga tidak pernah banyak bertanya dan menuntut. Ciara selalu mendukung apapun yang Kevan lakukan selama semau itu adalah hal baik. Namun, bukan itu yang membuat Kevan cemas. Kevan hanya tidak ingin membuat Ciara bersedih karena menunda pernikahan. Terlebih lagi, Kevan tahu ... keluarga Wijaya tidak pernah menyerah untuk merebut Ciara darinya. Dari semua permasalahan yang ada, pikiran Kevan hanya terfokus pada Ciara dan pernikahan mereka. Maka yang bisa dia lakukan sekarang adalah memberikan keluarga Darwin pengertian sebaik mungkin."Ma, aku punya rencana pernikahan untuk Cia."Awalnya, Felicia ingin menyesap tehnya. Namun, dia meletakkan cangkirnya lagi saat mendengar kata-kata Kevan barusan."Rencana pernikahan?" Felicia mengulang kalimat Kevan. Kevan mengangguk. Dia mengeluarkan handphone, lalu mengutak-atiknya sebentar."Beberapa waktu lalu, aku beli pulau Pink Beach Island di negara King's Island. Di sana ada vila k
Malam ini, perbincangan antara Kevan dan Felicia menjadi sangat serius. Kevan bukan lulusan sarjana ataupun magister hukum. Tapi, dia sudah konsultasi beberapa kali dengan ahli hukum yang menangani kasus Miguel. Sedangkan Felicia ingin tahu lebih banyak tentang kasus Miguel. Jika saja bisa memutar kembali waktu, Felicia ingin belajar ilmu hukum agar bisa mendapatkan keadilan untuk suaminya. "Jadi, kasus Miguel ini masuk ke tindak hukum pidana, Ma." Kevan menjelaskan dengan sabar. "Karena dia melakukan tindak korupsi di Darwin Group."Felicia masih mencerna penjelasan Kevan. Dia berusaha mengingat semua yang Kevan katakan."Jadi, Darwin Group mengalami kerugian atas kasus korupsi Miguel." Kevan terus menjelaskan agar Felicia tidak salah paham. "Karena Papa Rudi udah nggak ada, jadi nanti kalimatnya diganti kurang lebih kayak gini, Ciara Darwin selaku ahli waris mengalami kerugian atas tindak korupsi yang dilakukan oleh Miguel Wijaya."Felicia hampir menangis. Dia tahu, Kevan sedang b
"Jadi, Bibi Donita udah siap miskin?"Semua orang tersentak mendengar suara bariton itu. Suaranya berasal dari belakang punggung Donita. Donita melihat sepasang mata Ciara dan Angga berbinar. Dia curiga. Donita ragu-ragu. 'Iーitu ... Itu suara Kevan, kan? Astaga! Ini bencana!' Dia segera membalikkan badan.Donita gugup melihat Kevan berdiri di belakangnya dengan gagah. Sikapnya yang semula arogan, kini berubah takut dan cemas. "Van, kaーkamu ... kamu kenapa ngomong gitu?"Donita kalang kabut saat tatapan mata tajam Kevan berhasil menembus jantungnya. Dia merasakan keringat mulai membasahi kening dan area bawah mata."Saーsaya nggak serius kok sama Cia."Meskipun sudah tertangkap basah sedang membully Ciara, Donita tetap mengelak. Dia tidak mau disalahkan atas tindakan bodohnya."Jelas-jelas tadi aku denger sendiri, kamu panggil CiaーSi Pembuat Onar. Jadi, di mananya yang nggak serius?!"Kevan masih menatap Donita dengan pandangan tidak suka. Lalu, dia berjalan mendekati Ciara."Kamu ta
Ciara pernah memiliki rasa kehilangan yang besar saat ayahnya wafat dalam tragedi kebakaran. Seulas senyuman penuh arti terlukis di wajah Ciara saat dia menatap Kevan. Perawakan Kevan yang lebih tinggi darinya membuat Ciara mendongakkan kepala saat kedua tangannya meraba-raba wajah Kevan. Ciara dapat melihat raut kekhawatiran Kevan dengan sangat jelas. "Aku percaya sama kamu, Kak. Cuma kamu yang bisa mentolerir rasa sakitku."Kevan meraih tangan Ciara di kedua pipinya. Dia tidak tersenyum juga tidak berkata apapun dalam satu waktu. Dia membawa kedua tangan Ciara dan menempelkan ke bibirnya."Ada beberapa hal di dunia ini yang nggak bisa kita kontrol, Cia. Pikiran dan ucapan orang lain. Kita nggak akan mampu mengontrol tindakan orang lain. Tapi, kita bisa mencegah dan menghindarinya."***Selepas meluruskan kesalahpahaman dengan Ciara, Kevan membawa gadis itu masuk ke aula besar di sisi Timur mansion keluarga Hanindra. Sekarang, sudah pukul 11:00 malam. Di dalam aula sudah ramai. Pa
Ciara memiliki tujuan saat mengatakan ucapan selamat atas pencapaian Yohanes. Dia juga berpikir bahwa menjadi anak angkat dari keluarga Jaksa Agung sangatlah beruntung.Ke depannya, sudah pasti Ciara akan dilindungi oleh keluarga Notora. Itu akan membuat hidup Ciara menjadi jauh lebih aman. Kevan berdiri agak menjauh. Dia menerima panggilan telepon masuk yang sebenarnya berasal dari nomor telepon yang tidak dikenalnya."Ya? Siapa kamu?""Malem, Tuan Kevan. AkuーQuden Yundri."Kevan tidak langsung menjawabnya. Dia memijit pelipisnya, mencoba mengingat nama itu."Aku anak buah Bos Raymondーsi api neraka. Anda inget kan, Tuan?"Kedua mata Kevan tampak membara. Jantungnya berpacu lebih cepat saat mendengar julukan api neraka."Ya, aku inget. Tapi, kenapa kamu telepon aku? Di mana Ray?"Quden Yundri adalah kaki tangan yang paling diandalkan Raymond. Selain cerdas, kuat dan brutal, Quden mahir berkelahi, menggunakan berbagai senjata. Dia juga pandai mengatur strategi."Bos Ray ngutus aku unt
Donita menyadari ada yang tidak beres dengan suaminya. "Leon, kamu kenapa?" tanyanya, cemas. Donita bergegas lari ke arah Leon. Tangan Leon bergetar hebat. Setelah melototi dokumen kesehatan Christian di tangannya, sekarang Leon sedang menatap wajah ayahnya yang semakin memucat. Kemudian, dia segera membaca laporan keuangan keluarga.Melihat pemandangan itu, tidak ada seorang pun yang berbicara. Mereka menunggu reaksi Leon. Donita menarik paksa dokumen dari tangan Leon. Beberapa detik kemudian, mulutnya menganga lebar. "Ini nggak mungkin!" teriak Donita. "Ini pasti ada yang salah." Donita melirik Cinta yang duduk tenang memandanginya. "Iya kan, Mama mertua? Ini cuma halusinasi aku aja karena terlalu stres." Donita berkata dengan frustasi.Cinta menggeleng. Sedangkan Leon mematung di tempat. "Paman Leon sama Bibi Donita kaget, ya?" Suara Kevan memecahkan keheningan. "Di rumah ini, cuma keluarga kalian dan anak-anak Paman Ken aja yang belum tau."Hati Leon dan Donita semakin terir
Setelah kesalahpahaman dengan Ciara selesai, Kevan meminta tunangannya pergi ke Pink Beach Island lebih dulu bersama Felicia dan Quden untuk mempersiapkan pernikahan. Sedangkan Kevan kembali ke kota Paloma. Dia ingin menjemput keluarganya sebelum menyusul Ciara. Sehari sebelumnya, Ciara sudah mengetahui rencana pernikahan mereka. Karena keduanya melakukan fitting baju pengantin bersama. "Huhhh!" Kevan menghela napas panjang. Dia baru tiba di rumah besar keluarga Hanindra. Dia berjalan menuju ruang tengah di mana semua orang telah menunggunya."Tuan, Anda harus sabar!" Omar senantiasa mengingatkan Kevan. Kevan tidak menjawab. Dia terus berjalan tanpa menoleh.Setibanya di ruang tengah, semua orang sudah duduk bersama Christian dan Cinta. "Silakan duduk, Tuan!" Rofiq mempersilakan Kevan untuk duduk di sisi kanan Christian. "Malam, Kakek, Nenek," sapa Kevan. Lalu, dia menatap kedua Theo dan Jasmine yang duduk di sebelahnya. Rencana Kevan untuk menyusul Ciara tidak berjalan dengan
"Apa?! Anak kandung Kak Kevan?!"Ciara mengulangi kata-kata Nulla. Dia merasa hal itu sangat mustahil. Tapi jika dipikir-pikir, tidak ada hal mustahil di dunia ini kan? Bagaimana bisa, Kevan yang begitu bucin kepada Ciara menghamili wanita lain? Apalagi wanita itu adalah Nulla yang notabenenya mantan pacar sekaligus cinta pertama Kevan. Namun, jika sudah berurusan dengan nafsu, apapun bisa saja terjadi, kan?Kevan menghela napas kasar. Dia menatap Nulla yang sedang tersenyum lebar. Kevan beranjak pergi menghampiri Ciara. "Yang, jangan dengerin Nulla!"Ciara menghempas tangan Kevan. Dia memandangi Kevan dan Nulla bergantian. "Kamu belum bisa move on dari Cinta pertama kamu ya, Kak?" Wajah Ciara masam. "Kalo kamu belum selesai sama masa lalu, jangan berani-beraninya mulai sama orang baru."Usai mengatakan hal itu, Ciara pergi. Dia mengambil langkah cepat seolah tidak peduli dengan jantungnya yang terasa sakit. "Eh, Van! Kamu mau ke mana?" Nulla berteriak. Dia mencoba menghalangi Ke
"Masuk, Van!"Nulla membuka pintu kamar apartemen nomor 303. Namun, Kevan tidak langsung masuk. Merasa tidak ada pergerakan dari Kevan, Nulla menoleh ke belakang. "Kenapa? Ayo masuk!" ajaknya lagi. Nulla baru selesai mandi. Rambutnya basah dan dia masih memakai jubah mandi. Kevan tidak bodoh. Nulla pasti sedang merencanakan sesuatu. Bisa jadi firasat Omar tadi benar. Untuk sesaat, Nulla sibuk dengan ponselnya. Dia sedang mengetik pesan singkat untuk seseorang.Nulla: Nona Ciara, cepetan dateng ke Grand Hyeth Apartment nomor 303. Kamu pasti penasaran aku dan tunangan kamu ngapain aja, kan?Nulla tidak berniat menunggu pesan balasan Ciara. Dia kembali menatap Kevan. "Ada perlu apa?" tanya Kevan dengan tatapan sinis. "Di sini aja ngomongnya!"Kevan enggan masuk. Dia tidak ingin menimbulkan kecurigaan."Aku mau ngomongin tentang Miguel. Kamu yakin mau ngomong di depan pintu? Kamu nggak takut kalo ada yang nguping?"Nulla berdiri di ambang pintu, lalu celingukan. Sepi. Suasana di kori
Sesampainya di rumah, Kevan melihat Ciara murung. Ciara berbaring lesu di kamarnya. Dia bahkan tidak menyadari kehadiran Kevan dan Felicia. Felicia menghampiri anak satu-satunya. "Cia!" Ciara terkejut. Dia segera bangun. "Mama kapan pulang?" Sore hari yang redup ini sepertinya kota Baubau akan diguyur hujan. Suasana hati Kevan sedang tidak baik, sama seperti Ciara. Kevan mendekati Quden yang berdiri di dekat pintu. "Apa seharian ini Cia cuma tiduran aja?" tanyanya, penasaran. "Dia nggak bales chat aku sama sekali. Gimana nafsu makannya hari ini?"Quden adalah seorang yang jujur. Dia pun menjawab apa adanya. "Nona sama sekali nggak mau makan. Dia cuma minum susu aja, Bos." Kevan menatap Ciara yang sedang berbicara dengan Felicia. Wajah keduanya sedih. "Seharian ini, Nona Ciara habisin waktu di depan laptop baca-baca berita keluarga Darwin. Jadi, apa rencana Bos selanjutnya? Ngomong-ngomong, Pak Omar ke mana?""Omar masih di pengadilan. Aku balik sama Angga." Kevan terlihat benar-
"Huh!" Kevan melirik Felicia sedang menghela napas berat. Sejak tadi, Kevan berusaha menguatkan hati calon ibu mertuanya. Kevan memberikan botol air mineral kepada Felicia. "Ma, minum dulu!" Kevan lega. Karena setidaknya, Felicia masih mau minum di tengah ketegangan suasana ruang sidang. Dua hari lalu, Ciara sudah membereskan para pemegang saham yang ingin mundur dari Darwin Group. Ciara mentransfer uang sebanyak Rp 10 triliun sebagai ganti saham mereka. Tidak hanya itu, sehari sebelum sidang perdata digelar, keluarga Darwin sudah mengumumkan kebangkrutan mereka. Kini, Darwin Group telah diakuisisi oleh K.C Tobacco milik Kevan. Dengan cara itu, sudah sangat jelas bahwa K.C Tobacco ingin mengambil alih penuh tanpa melibatkan pemegang saham lama dalam struktur kepemilikan baru. Akuisisi ini memang menyakitkan bagi Ciara dan Felicia. Namun, mereka tidak memiliki cara lain. Selain itu, mereka berdua masih memiliki saham di K.C Tobacco. Tentu saja, Miguel tidak tahu hal itu. Denga
Pukul 9:00 malam waktu kota Baubau. Kevan dan Ciara sudah kembali ke rumah 1 jam yang lalu. Ciara tampak kelelahan. Mereka duduk di ruang tamu.Kevan duduk di sofa single menghadap ke pintu utama. Sedangkan Ciara dan Felicia duduk di sofa panjang bersama Arkan. Omar dan Angga berdiri di belakang Kevan. "Cia, kamu hebat. Kamu kuat menghadapi orang-orang. Aku salut sama keberanian kamu." Arkan tidak berhenti membanggakan Ciara. Namun, Kevan berwajah masam saat mendengarnya. Pintu pun terbuka. Quden berdiri di ambang pintu. Dia menatap Kevan. "Tuan, ada jajaran eksekutif di luar mau ketemu Anda dan Nona Ciara." Quden memberitahu. Sorot matanya tajam penuh dengan ancaman."Suruh masuk aja!" perintah Kevan. Kevan menatap Ciara dan Felicia. Lalu, mengangguk kepada Quden."Baik," sahut Quden. Tidak lama, dia menghilang di balik pintu. "Mama sama Cia inget kan rencana kita? Sekarang udah waktunya eksekusi."Kevan melihat Felicia tersenyum dengan paksa. Dia juga melihat sorot mata Felic
Rapat mendadak dengan jajaran eksekutif sudah selesai. Sekarang, Ciara sedang rapat bersama tim public relation dan tim kuasa hukum perusahaan di ruangan yang sama. Kevan tidak beranjak dari kursinya. Dia dengan setia menunggu Ciara menyelesaikan rapat. Di samping Kevan, Arkan duduk dengan tenang. Dia ingin melihat kepiawaian Ciara memimpin rapat.Di ruang rapat, Ciara berbicara. “Kita harus mengambil langkah-langkah yang sudah aku rencanakan untuk memulihkan kepercayaan dan memastikan Darwin Group tetap menjadi perusahaan yang dihormati,” katanya, antusias. Semua orang mengangguk setuju. Mereka tahu bahwa ini adalah tantangan besar, tapi dengan strategi yang tepat, mereka bisa mengatasi dampak negatif dan membangun kembali reputasi perusahaan."Siapa ketua tim public relation di sini?" tanya Ciara. Seorang wanita berambut pirang sebahu mengangkat tangan. "Saya, Nona. Nama saya Susan Arardjo.""Oke, Susan. Pertama-tama, aku mau hari ini kamu buat agenda transparansi dan komunikasi
Hari berikutnya, Ciara dan Kevan kembali ke pulau Pearl. Pagi ini, Ciara akan mengadakan rapat darurat dengan para eksekutif perusahaan Darwin Group. Kevan dan Ciara kembali bersama Arkan yang sekarang sedang rapat bersama pengacara yang dia bawa dan tim pengacara perusahaan di ruangan berbeda. Di ruang rapat Darwin Group, Ciara berbicara kepada tim manajemen. “Kita harus bekerja keras untuk memulihkan reputasi perusahaan. Aku tau, ini nggak akan mudah. Tapi dengan kerja sama dan dedikasi, aku yakin kita bisa mengatasi tantangan ini,” katanya dengan penuh semangat.Tim manajemen mengangguk setuju. Mereka tahu bahwa ini adalah saat yang sulit. Tapi, mereka bertekad untuk membawa Darwin Group kembali ke jalur yang benar. Mereka akan memastikan perusahaan ini tetap menjadi simbol integritas dan kepercayaan.Ciara menatap sekretarisnya. "Sarah, bagiin sekarang!""Baik, Nona." Sarah berdiri. Dia membagikan satu lembar kertas kepada tim manajemen. Kevan dan para jajaran direksi hanya te