Rumah besar keluarga Hanindra.Kevan sudah sampai di kota Paloma. Semua orang sudah menantinya di ruang tamu, termasuk Ciara dan ibunya. Begitu Kevan datang, dia bisa menemukan sosok Ciara yang berdiri diantara semua orang. Kevan lega. Sesuai dengan harapannya, Ciara dan Felicia selamat. Wajah Ciara yang sedih merusak suasana hati Kevan. Dia berjalan menghampiri Ciara dengan langkah tertatih.Sekarang, Kevan sudah berdiri di hadapan Ciara. Cinta dan Jasmine menangis. Jasmine sangat ingin memeluk putranya. Namun, dia membiarkan Kevan mendekati Ciara terlebih dahulu. Jasmine tahu, Kevan tidak bisa kehilangan Cintanya.Suasana di ruang tamu sangat hening. Mulut semua orang seperti terkunci. Ciara mendongakkan kepala. Dia menatap Kevan yang berwajah sendu. Ciara tidak terluka sama sekali. Keduanya tidak berbicara apa-apa. Mereka hanya saling pandang sambil mengkhawatirkan satu sama lain.'Aku senang kamu masih hidup, Cia. Makasih udah bertahan hidup.'Kevan mengutarakan isi pikirannya.
Dua jam lamanya Ciara menemani Kevan. Dia tertidur dalam posisi duduk. Suasana kamar Kevan yang redup membuat keduanya merasa nyaman dan tenang. Kevan mendengus pelan. Dia teringat akan sesuatu. Dia lantas membuka mata perlahan. "Cia!" Kevan menyebutkan nama Ciara dengan setengah sadar.Sosok pertama yang Kevan lihat adalah Ciara. Dia tersenyum melihat wajah tidur Ciara yang lucu."Aku kangen banget liat ekspresi kamu kalo lagi tidur."Kevan bangun perlahan. Tidak lama, wajahnya memerah."Aaaarghh! Punggung aku masih sakit, aja" keluh Kevan. Dia sedikit membungkuk.Kevan sudah terduduk di atas ranjang. Dia menoleh ke kanan dan kirinya mencari-cari Ziyad, Angga atau mungkin Omar."Ke mana mereka?" tanya Kevan sedikit kesal. Akhirnya, Kevan turun perlahan dari ranjang. Dia mengangkat tubuh Ciara dengan sangat pelan dan lembut, lalu membaringkannya di atas ranjang.Kevan mengusap lembut pipi Ciara yang Kemerahan. "Love you, Cia," ucapnya pelan. Aromaterapi lavender yang lembut terciu
Suasana di ruang kerja Christian yang semula menghangat berubah menegangkan. Sejak kedatangannya, Kevan tidak menyadari kehadiran seorang pria dari keluarga Warlord. Perhatian Kevan pecah. Dia melihat seorang pria berkumis tipis dengan tatapan penyesalan berjalan cepat ke arahnya. Bruk!Pria itu bersimpuh di bawah kaki Kevanーmemohon pengampunan. Dia tidak berani lancang menatap Kevan yang dipenuhi aura dewa kematian yang menyeramkan. Bagaimana pun juga, Kevan terlihat lebih menakutkan daripada cerita-cerita yang beredar!"Tuan Muda, sayaーMartinus Warlord. Saya menjabat sebagai Kapolda Paloma yang berpangkat Inspektur Jenderal. Dengan menjunjung tinggi norma yang berlaku di keluarga Warlord, mohon pengampunan dari Anda."Tatapan Kevan penuh dominasi hasrat membunuh sehingga mampu memberikan kesan ekspresi yang suram. Siapapun yang melihatnya pasti merasa tertekan.Martinus membeku sejenak sebelum mengejek dirinya sendiri. 'Sial! Bisa-bisanya Robert Ombu berkhianat pada Ayah dan berbe
"Kakek!"Suara teriakan Kevan membuyarkan lamunan Christian. Pria tua penyakitan itu kembali ke kenyataan bahwa Kevan sedang meluapkan amarah padanya. Bukan hanya amarah, Kevan bahkan sangat kecewa dengan Christian yang sejak tadi hanya sibuk menikmati rokok.Walaupun Christian tahu tentang kondisi kesehatannya yang memburuk, dia tetap tidak bisa menghentikan kebiasaan merokok. Karena prinsipnya, hidup mati hanyalah persoalan waktu. Semua orang di ruang kerja Christian menatap sang tuan besar yang katanya memiliki kekuasaan mutlak di mansion keluarga Hanindra. Kevan mencari-cari keberadaan kedua pamannyaーLeon dan Julian, tetapi keduanya tidak ada di sana. Itu artinya, kedudukan mereka berdua tidaklah penting di keluarga Hanindra."Jadi, Kakek nggak masalah punya relasi keluarga pengkhianat?! Apa Kakek nggak masalah kalo di masa depan Cucu keluarga Hanindra mati di tangan para pengkhianat?! Atau bahkan Istri Anda?!"Christian membelalakkan mata. Dia menatap Kevan yang berdiri jauh da
"Udah lakuin aja perintah Kevan!" seru Angga setuju.Jika dicermati, Angga selalu mendukung apapun yang Kevan lakukan. Sikapnya itu terkadang membuat Ziyad dan Omar kesal. Angga memang telah menjadi teman baik Kevan sejak bertahun-tahun lamanya. Namun, bukan berarti dia dengan bebas mendukung semua keputusan Kevan, kan?Memikirkan hal ini, tentu saja Ziyad dan Omar merasa tidak senang. Bagaimana pun juga, Ciara memiliki hak privasi dan tidak seorang pun bisa mengganggunya, termasuk Kevan!"Angga, kamu nggak waras, ya? Kamu tau nggak yang namanya hak privasi seseorang?"Ziyad yang kesal menegur Angga. Sedangkan Omar hanya memasang wajah masam."Kalian kayak baru kenal Kevan aja," jawab Angga acuh tak acuh. "Dia pasti punya alasan.""Sekarang, Ziyad!" perintah Kevan lagi.Ziyad hanya bisa patuh. Kevan memang memiliki alasan, tetapi bukan berarti itu menjadi pembenaran atas tindakannya, kan?"Baik, Tuan. Tapi, saya nggak akan menormalisasi tindakan Anda ini."Usai mengatakannya, Ziyad p
Rumah Sakit Internasional Zilong. Pukul 09:00 pagi di kota Paloma. Seorang perempuan berwajah pucat sedang duduk menunggu antrian di poliklinik spesialis kandungan. Wanita dengan cardigan rajut berwarna coklat tua itu tampak kelelahan dan lemah. Dia duduk seorang diri di sana. Tidak jauh dari tempat duduknya, seorang laki-laki berhidung pesek memperhatikan gerak-gerik wanita itu. Dia duduk empat baris di belakang si wanita. Pintu ruang pemeriksaan terbuka. Seorang suster berteriak memanggil nama pasien yang datang untuk memeriksakan kehamilan."Ibu Nulla Hanifah!"Nulla berdiri. Dia tersenyum saat suster mempersilakan masuk."Dokter Elen!" Nulla memanggil nama dokter wanita yang akan memeriksanya. "Bu Nulla, kamu pucat banget. Kamu nggak nafsu makan, ya?"Elena Zilong, Nona Muda ke-3 keluarga Zilong yang merupakan kenalan Nulla. Keduanya bertemu di sebuah pesta keluarga kelas atas. Sebagai seorang sekretaris, Nulla selalu mendampingi Miguel menghadiri acara apapun. Nulla mengelus
Jalan Emerald Green Bay kota Paloma. Mobil yang membawa Nulla sudah sampai di depan apartemennya. Emerald Green Bay adalah apartemen kelas dua di kota Paloma. Pemiliknya berasal dari keluarga Santoso. Semua orang di kota ini tahu bahwa keluarga Santoso merupakan keluarga kelas dua yang bersaing dengan keluarga Warlord, di mana kedua keluarga ini sama-sama mengembangkan bisnis apartemen. Meskipun sudah sampai di apartemennya, tetapi Nulla tidak berniat membuka pintu mobil. "Aku belum kasih izin kamu pergi," kata Levy. Dia tidak mengizinkan Nulla keluar dari mobil. "Aku juga nggak niat pergi," sahut Nulla ketus. "Sebelum dapat kepastian uang kompensasi, aku nggak akan pergi." Levy tersenyum licik. Dia sudah paham jalan pikiran wanita di sebelahnya. "Ternyata, masih ada aja perempuan nggak tau malu kayak kamu, Nulla! Pantes aja Tuan Miguel nggak pernah cinta sama kamu meskipun kalian udah menjalin hubungan bertahun-tahun." Penghinaan! Ini benar-benar penghinaan! Wajah Nulla
Nulla terduduk di bawah jendela dengan handphone di tangannya. Setelah kelelahan mencari tahu harga sewa Regal Earl Apartment, Nulla lemas karena harga sewa yang terlalu tinggi. Pikirannya kosong. Dia sedang melamun."Regal Earl Apartment emang mewah banget. Sesuai omongan Elena, sistem keamanan apartemen punya keluarga Warlord ini canggih dan ketat. Jadi, nggak bisa dimasuki sembarangan orang."Nulla berbicara dengan dirinya sendiri. Sekali lagi, dia mengamati beberapa gambar dan membaca belasan ulasan positif di internet tentang Regal Earl Apartment."Di sini ada ribuan ulasan tentang Regal Earl Apartment. Mata aku pegal kalo baca semuanya."Nulla menyerah. Dia menatap coklat panas yang sejak tadi belum diminumnya. "Lokasi apartemennya di kawasan elit dan strategis. Karena berada di tengah-tengah kantor pemerintahan daerah dan berada di seberang Universitas Zen punya keluarga Warlord."Untuk saat ini, Nulla tidak menginginkan apapun dari Miguel. Dia hanya menginginkan keadilan untu
Donita menyadari ada yang tidak beres dengan suaminya. "Leon, kamu kenapa?" tanyanya, cemas. Donita bergegas lari ke arah Leon. Tangan Leon bergetar hebat. Setelah melototi dokumen kesehatan Christian di tangannya, sekarang Leon sedang menatap wajah ayahnya yang semakin memucat. Kemudian, dia segera membaca laporan keuangan keluarga.Melihat pemandangan itu, tidak ada seorang pun yang berbicara. Mereka menunggu reaksi Leon. Donita menarik paksa dokumen dari tangan Leon. Beberapa detik kemudian, mulutnya menganga lebar. "Ini nggak mungkin!" teriak Donita. "Ini pasti ada yang salah." Donita melirik Cinta yang duduk tenang memandanginya. "Iya kan, Mama mertua? Ini cuma halusinasi aku aja karena terlalu stres." Donita berkata dengan frustasi.Cinta menggeleng. Sedangkan Leon mematung di tempat. "Paman Leon sama Bibi Donita kaget, ya?" Suara Kevan memecahkan keheningan. "Di rumah ini, cuma keluarga kalian dan anak-anak Paman Ken aja yang belum tau."Hati Leon dan Donita semakin terir
Setelah kesalahpahaman dengan Ciara selesai, Kevan meminta tunangannya pergi ke Pink Beach Island lebih dulu bersama Felicia dan Quden untuk mempersiapkan pernikahan. Sedangkan Kevan kembali ke kota Paloma. Dia ingin menjemput keluarganya sebelum menyusul Ciara. Sehari sebelumnya, Ciara sudah mengetahui rencana pernikahan mereka. Karena keduanya melakukan fitting baju pengantin bersama. "Huhhh!" Kevan menghela napas panjang. Dia baru tiba di rumah besar keluarga Hanindra. Dia berjalan menuju ruang tengah di mana semua orang telah menunggunya."Tuan, Anda harus sabar!" Omar senantiasa mengingatkan Kevan. Kevan tidak menjawab. Dia terus berjalan tanpa menoleh.Setibanya di ruang tengah, semua orang sudah duduk bersama Christian dan Cinta. "Silakan duduk, Tuan!" Rofiq mempersilakan Kevan untuk duduk di sisi kanan Christian. "Malam, Kakek, Nenek," sapa Kevan. Lalu, dia menatap kedua Theo dan Jasmine yang duduk di sebelahnya. Rencana Kevan untuk menyusul Ciara tidak berjalan dengan
"Apa?! Anak kandung Kak Kevan?!"Ciara mengulangi kata-kata Nulla. Dia merasa hal itu sangat mustahil. Tapi jika dipikir-pikir, tidak ada hal mustahil di dunia ini kan? Bagaimana bisa, Kevan yang begitu bucin kepada Ciara menghamili wanita lain? Apalagi wanita itu adalah Nulla yang notabenenya mantan pacar sekaligus cinta pertama Kevan. Namun, jika sudah berurusan dengan nafsu, apapun bisa saja terjadi, kan?Kevan menghela napas kasar. Dia menatap Nulla yang sedang tersenyum lebar. Kevan beranjak pergi menghampiri Ciara. "Yang, jangan dengerin Nulla!"Ciara menghempas tangan Kevan. Dia memandangi Kevan dan Nulla bergantian. "Kamu belum bisa move on dari Cinta pertama kamu ya, Kak?" Wajah Ciara masam. "Kalo kamu belum selesai sama masa lalu, jangan berani-beraninya mulai sama orang baru."Usai mengatakan hal itu, Ciara pergi. Dia mengambil langkah cepat seolah tidak peduli dengan jantungnya yang terasa sakit. "Eh, Van! Kamu mau ke mana?" Nulla berteriak. Dia mencoba menghalangi Ke
"Masuk, Van!"Nulla membuka pintu kamar apartemen nomor 303. Namun, Kevan tidak langsung masuk. Merasa tidak ada pergerakan dari Kevan, Nulla menoleh ke belakang. "Kenapa? Ayo masuk!" ajaknya lagi. Nulla baru selesai mandi. Rambutnya basah dan dia masih memakai jubah mandi. Kevan tidak bodoh. Nulla pasti sedang merencanakan sesuatu. Bisa jadi firasat Omar tadi benar. Untuk sesaat, Nulla sibuk dengan ponselnya. Dia sedang mengetik pesan singkat untuk seseorang.Nulla: Nona Ciara, cepetan dateng ke Grand Hyeth Apartment nomor 303. Kamu pasti penasaran aku dan tunangan kamu ngapain aja, kan?Nulla tidak berniat menunggu pesan balasan Ciara. Dia kembali menatap Kevan. "Ada perlu apa?" tanya Kevan dengan tatapan sinis. "Di sini aja ngomongnya!"Kevan enggan masuk. Dia tidak ingin menimbulkan kecurigaan."Aku mau ngomongin tentang Miguel. Kamu yakin mau ngomong di depan pintu? Kamu nggak takut kalo ada yang nguping?"Nulla berdiri di ambang pintu, lalu celingukan. Sepi. Suasana di kori
Sesampainya di rumah, Kevan melihat Ciara murung. Ciara berbaring lesu di kamarnya. Dia bahkan tidak menyadari kehadiran Kevan dan Felicia. Felicia menghampiri anak satu-satunya. "Cia!" Ciara terkejut. Dia segera bangun. "Mama kapan pulang?" Sore hari yang redup ini sepertinya kota Baubau akan diguyur hujan. Suasana hati Kevan sedang tidak baik, sama seperti Ciara. Kevan mendekati Quden yang berdiri di dekat pintu. "Apa seharian ini Cia cuma tiduran aja?" tanyanya, penasaran. "Dia nggak bales chat aku sama sekali. Gimana nafsu makannya hari ini?"Quden adalah seorang yang jujur. Dia pun menjawab apa adanya. "Nona sama sekali nggak mau makan. Dia cuma minum susu aja, Bos." Kevan menatap Ciara yang sedang berbicara dengan Felicia. Wajah keduanya sedih. "Seharian ini, Nona Ciara habisin waktu di depan laptop baca-baca berita keluarga Darwin. Jadi, apa rencana Bos selanjutnya? Ngomong-ngomong, Pak Omar ke mana?""Omar masih di pengadilan. Aku balik sama Angga." Kevan terlihat benar-
"Huh!" Kevan melirik Felicia sedang menghela napas berat. Sejak tadi, Kevan berusaha menguatkan hati calon ibu mertuanya. Kevan memberikan botol air mineral kepada Felicia. "Ma, minum dulu!" Kevan lega. Karena setidaknya, Felicia masih mau minum di tengah ketegangan suasana ruang sidang. Dua hari lalu, Ciara sudah membereskan para pemegang saham yang ingin mundur dari Darwin Group. Ciara mentransfer uang sebanyak Rp 10 triliun sebagai ganti saham mereka. Tidak hanya itu, sehari sebelum sidang perdata digelar, keluarga Darwin sudah mengumumkan kebangkrutan mereka. Kini, Darwin Group telah diakuisisi oleh K.C Tobacco milik Kevan. Dengan cara itu, sudah sangat jelas bahwa K.C Tobacco ingin mengambil alih penuh tanpa melibatkan pemegang saham lama dalam struktur kepemilikan baru. Akuisisi ini memang menyakitkan bagi Ciara dan Felicia. Namun, mereka tidak memiliki cara lain. Selain itu, mereka berdua masih memiliki saham di K.C Tobacco. Tentu saja, Miguel tidak tahu hal itu. Denga
Pukul 9:00 malam waktu kota Baubau. Kevan dan Ciara sudah kembali ke rumah 1 jam yang lalu. Ciara tampak kelelahan. Mereka duduk di ruang tamu.Kevan duduk di sofa single menghadap ke pintu utama. Sedangkan Ciara dan Felicia duduk di sofa panjang bersama Arkan. Omar dan Angga berdiri di belakang Kevan. "Cia, kamu hebat. Kamu kuat menghadapi orang-orang. Aku salut sama keberanian kamu." Arkan tidak berhenti membanggakan Ciara. Namun, Kevan berwajah masam saat mendengarnya. Pintu pun terbuka. Quden berdiri di ambang pintu. Dia menatap Kevan. "Tuan, ada jajaran eksekutif di luar mau ketemu Anda dan Nona Ciara." Quden memberitahu. Sorot matanya tajam penuh dengan ancaman."Suruh masuk aja!" perintah Kevan. Kevan menatap Ciara dan Felicia. Lalu, mengangguk kepada Quden."Baik," sahut Quden. Tidak lama, dia menghilang di balik pintu. "Mama sama Cia inget kan rencana kita? Sekarang udah waktunya eksekusi."Kevan melihat Felicia tersenyum dengan paksa. Dia juga melihat sorot mata Felic
Rapat mendadak dengan jajaran eksekutif sudah selesai. Sekarang, Ciara sedang rapat bersama tim public relation dan tim kuasa hukum perusahaan di ruangan yang sama. Kevan tidak beranjak dari kursinya. Dia dengan setia menunggu Ciara menyelesaikan rapat. Di samping Kevan, Arkan duduk dengan tenang. Dia ingin melihat kepiawaian Ciara memimpin rapat.Di ruang rapat, Ciara berbicara. “Kita harus mengambil langkah-langkah yang sudah aku rencanakan untuk memulihkan kepercayaan dan memastikan Darwin Group tetap menjadi perusahaan yang dihormati,” katanya, antusias. Semua orang mengangguk setuju. Mereka tahu bahwa ini adalah tantangan besar, tapi dengan strategi yang tepat, mereka bisa mengatasi dampak negatif dan membangun kembali reputasi perusahaan."Siapa ketua tim public relation di sini?" tanya Ciara. Seorang wanita berambut pirang sebahu mengangkat tangan. "Saya, Nona. Nama saya Susan Arardjo.""Oke, Susan. Pertama-tama, aku mau hari ini kamu buat agenda transparansi dan komunikasi
Hari berikutnya, Ciara dan Kevan kembali ke pulau Pearl. Pagi ini, Ciara akan mengadakan rapat darurat dengan para eksekutif perusahaan Darwin Group. Kevan dan Ciara kembali bersama Arkan yang sekarang sedang rapat bersama pengacara yang dia bawa dan tim pengacara perusahaan di ruangan berbeda. Di ruang rapat Darwin Group, Ciara berbicara kepada tim manajemen. “Kita harus bekerja keras untuk memulihkan reputasi perusahaan. Aku tau, ini nggak akan mudah. Tapi dengan kerja sama dan dedikasi, aku yakin kita bisa mengatasi tantangan ini,” katanya dengan penuh semangat.Tim manajemen mengangguk setuju. Mereka tahu bahwa ini adalah saat yang sulit. Tapi, mereka bertekad untuk membawa Darwin Group kembali ke jalur yang benar. Mereka akan memastikan perusahaan ini tetap menjadi simbol integritas dan kepercayaan.Ciara menatap sekretarisnya. "Sarah, bagiin sekarang!""Baik, Nona." Sarah berdiri. Dia membagikan satu lembar kertas kepada tim manajemen. Kevan dan para jajaran direksi hanya te