Srak!Diantara pepohonan kayu jati, ada sepasang mata tajam menatap ke segala arah. Dia adalah seorang pria berpakaian serba hitam. Tubuhnya tegap dengan pendengaran yang sangat baik. Ketika dia yakin keadaan aman, maka dia keluar dari tempat persembunyiannya."Ini HP Kevan, kan?"Pria itu mengulurkan tangan meraih handphone Kevan yang terjatuh. Kemudian, memeriksanya sebentar. Dia mengantongi handphone Kevan, lalu kembali ke tempat persembunyiannya dengan secepat kilat. "Di sini aman, Komandan."Seorang petugas kepolisian datang memeriksa keadaan. Dia berteriak guna memberitahu kondisi di TKP."Nggak ada jejak sepatu, darah atau apapun. Saya yakin, target nggak di sini," katanya lagi dengan sangat yakin."Oke, clear."Dia adalah komandan yang ditugaskan Robert Ombu untuk mencari jejak Kevan dan ketiga anak buah Raymond. Jika sang komandan sudah berkata clear, maka seharusnya tidak ada masalah.Petugas kepolisian tadi bertanya, "Tapi, Komandan, kalo mereka nggak lewat sini, berarti
Rumah besar keluarga Hanindra.Kevan sudah sampai di kota Paloma. Semua orang sudah menantinya di ruang tamu, termasuk Ciara dan ibunya. Begitu Kevan datang, dia bisa menemukan sosok Ciara yang berdiri diantara semua orang. Kevan lega. Sesuai dengan harapannya, Ciara dan Felicia selamat. Wajah Ciara yang sedih merusak suasana hati Kevan. Dia berjalan menghampiri Ciara dengan langkah tertatih.Sekarang, Kevan sudah berdiri di hadapan Ciara. Cinta dan Jasmine menangis. Jasmine sangat ingin memeluk putranya. Namun, dia membiarkan Kevan mendekati Ciara terlebih dahulu. Jasmine tahu, Kevan tidak bisa kehilangan Cintanya.Suasana di ruang tamu sangat hening. Mulut semua orang seperti terkunci. Ciara mendongakkan kepala. Dia menatap Kevan yang berwajah sendu. Ciara tidak terluka sama sekali. Keduanya tidak berbicara apa-apa. Mereka hanya saling pandang sambil mengkhawatirkan satu sama lain.'Aku senang kamu masih hidup, Cia. Makasih udah bertahan hidup.'Kevan mengutarakan isi pikirannya.
Dua jam lamanya Ciara menemani Kevan. Dia tertidur dalam posisi duduk. Suasana kamar Kevan yang redup membuat keduanya merasa nyaman dan tenang. Kevan mendengus pelan. Dia teringat akan sesuatu. Dia lantas membuka mata perlahan. "Cia!" Kevan menyebutkan nama Ciara dengan setengah sadar.Sosok pertama yang Kevan lihat adalah Ciara. Dia tersenyum melihat wajah tidur Ciara yang lucu."Aku kangen banget liat ekspresi kamu kalo lagi tidur."Kevan bangun perlahan. Tidak lama, wajahnya memerah."Aaaarghh! Punggung aku masih sakit, aja" keluh Kevan. Dia sedikit membungkuk.Kevan sudah terduduk di atas ranjang. Dia menoleh ke kanan dan kirinya mencari-cari Ziyad, Angga atau mungkin Omar."Ke mana mereka?" tanya Kevan sedikit kesal. Akhirnya, Kevan turun perlahan dari ranjang. Dia mengangkat tubuh Ciara dengan sangat pelan dan lembut, lalu membaringkannya di atas ranjang.Kevan mengusap lembut pipi Ciara yang Kemerahan. "Love you, Cia," ucapnya pelan. Aromaterapi lavender yang lembut terciu
Suasana di ruang kerja Christian yang semula menghangat berubah menegangkan. Sejak kedatangannya, Kevan tidak menyadari kehadiran seorang pria dari keluarga Warlord. Perhatian Kevan pecah. Dia melihat seorang pria berkumis tipis dengan tatapan penyesalan berjalan cepat ke arahnya. Bruk!Pria itu bersimpuh di bawah kaki Kevanーmemohon pengampunan. Dia tidak berani lancang menatap Kevan yang dipenuhi aura dewa kematian yang menyeramkan. Bagaimana pun juga, Kevan terlihat lebih menakutkan daripada cerita-cerita yang beredar!"Tuan Muda, sayaーMartinus Warlord. Saya menjabat sebagai Kapolda Paloma yang berpangkat Inspektur Jenderal. Dengan menjunjung tinggi norma yang berlaku di keluarga Warlord, mohon pengampunan dari Anda."Tatapan Kevan penuh dominasi hasrat membunuh sehingga mampu memberikan kesan ekspresi yang suram. Siapapun yang melihatnya pasti merasa tertekan.Martinus membeku sejenak sebelum mengejek dirinya sendiri. 'Sial! Bisa-bisanya Robert Ombu berkhianat pada Ayah dan berbe
"Kakek!"Suara teriakan Kevan membuyarkan lamunan Christian. Pria tua penyakitan itu kembali ke kenyataan bahwa Kevan sedang meluapkan amarah padanya. Bukan hanya amarah, Kevan bahkan sangat kecewa dengan Christian yang sejak tadi hanya sibuk menikmati rokok.Walaupun Christian tahu tentang kondisi kesehatannya yang memburuk, dia tetap tidak bisa menghentikan kebiasaan merokok. Karena prinsipnya, hidup mati hanyalah persoalan waktu. Semua orang di ruang kerja Christian menatap sang tuan besar yang katanya memiliki kekuasaan mutlak di mansion keluarga Hanindra. Kevan mencari-cari keberadaan kedua pamannyaーLeon dan Julian, tetapi keduanya tidak ada di sana. Itu artinya, kedudukan mereka berdua tidaklah penting di keluarga Hanindra."Jadi, Kakek nggak masalah punya relasi keluarga pengkhianat?! Apa Kakek nggak masalah kalo di masa depan Cucu keluarga Hanindra mati di tangan para pengkhianat?! Atau bahkan Istri Anda?!"Christian membelalakkan mata. Dia menatap Kevan yang berdiri jauh da
"Udah lakuin aja perintah Kevan!" seru Angga setuju.Jika dicermati, Angga selalu mendukung apapun yang Kevan lakukan. Sikapnya itu terkadang membuat Ziyad dan Omar kesal. Angga memang telah menjadi teman baik Kevan sejak bertahun-tahun lamanya. Namun, bukan berarti dia dengan bebas mendukung semua keputusan Kevan, kan?Memikirkan hal ini, tentu saja Ziyad dan Omar merasa tidak senang. Bagaimana pun juga, Ciara memiliki hak privasi dan tidak seorang pun bisa mengganggunya, termasuk Kevan!"Angga, kamu nggak waras, ya? Kamu tau nggak yang namanya hak privasi seseorang?"Ziyad yang kesal menegur Angga. Sedangkan Omar hanya memasang wajah masam."Kalian kayak baru kenal Kevan aja," jawab Angga acuh tak acuh. "Dia pasti punya alasan.""Sekarang, Ziyad!" perintah Kevan lagi.Ziyad hanya bisa patuh. Kevan memang memiliki alasan, tetapi bukan berarti itu menjadi pembenaran atas tindakannya, kan?"Baik, Tuan. Tapi, saya nggak akan menormalisasi tindakan Anda ini."Usai mengatakannya, Ziyad p
Rumah Sakit Internasional Zilong. Pukul 09:00 pagi di kota Paloma. Seorang perempuan berwajah pucat sedang duduk menunggu antrian di poliklinik spesialis kandungan. Wanita dengan cardigan rajut berwarna coklat tua itu tampak kelelahan dan lemah. Dia duduk seorang diri di sana. Tidak jauh dari tempat duduknya, seorang laki-laki berhidung pesek memperhatikan gerak-gerik wanita itu. Dia duduk empat baris di belakang si wanita. Pintu ruang pemeriksaan terbuka. Seorang suster berteriak memanggil nama pasien yang datang untuk memeriksakan kehamilan."Ibu Nulla Hanifah!"Nulla berdiri. Dia tersenyum saat suster mempersilakan masuk."Dokter Elen!" Nulla memanggil nama dokter wanita yang akan memeriksanya. "Bu Nulla, kamu pucat banget. Kamu nggak nafsu makan, ya?"Elena Zilong, Nona Muda ke-3 keluarga Zilong yang merupakan kenalan Nulla. Keduanya bertemu di sebuah pesta keluarga kelas atas. Sebagai seorang sekretaris, Nulla selalu mendampingi Miguel menghadiri acara apapun. Nulla mengelus
Jalan Emerald Green Bay kota Paloma. Mobil yang membawa Nulla sudah sampai di depan apartemennya. Emerald Green Bay adalah apartemen kelas dua di kota Paloma. Pemiliknya berasal dari keluarga Santoso. Semua orang di kota ini tahu bahwa keluarga Santoso merupakan keluarga kelas dua yang bersaing dengan keluarga Warlord, di mana kedua keluarga ini sama-sama mengembangkan bisnis apartemen. Meskipun sudah sampai di apartemennya, tetapi Nulla tidak berniat membuka pintu mobil. "Aku belum kasih izin kamu pergi," kata Levy. Dia tidak mengizinkan Nulla keluar dari mobil. "Aku juga nggak niat pergi," sahut Nulla ketus. "Sebelum dapat kepastian uang kompensasi, aku nggak akan pergi." Levy tersenyum licik. Dia sudah paham jalan pikiran wanita di sebelahnya. "Ternyata, masih ada aja perempuan nggak tau malu kayak kamu, Nulla! Pantes aja Tuan Miguel nggak pernah cinta sama kamu meskipun kalian udah menjalin hubungan bertahun-tahun." Penghinaan! Ini benar-benar penghinaan! Wajah Nulla