"Ada apa, Tuan?"Kevan dan Rudi berada di halaman belakang rumah keluarga Darwin. Mereka berdua berdiri di pinggir kolam renang. Malam sudah sangat larut bahkan hari telah berganti. Kevan menatap jarum jam di pergelangan tangannya yang menunjukkan pukul 1:00 dini hari."Akhir-akhir ini, perusahaan saya lagi nggak baik-baik aja, Van," ujar Rudi mengawali pembicaraan. "Saya baru menjalin kerja sama untuk pertama kalinya dengan HHC."Kevan diam membatu. Jantungnya seolah berhenti untuk beberapa detik saat mendengar Rudi menyebutkan nama perusahaan keluarganya.Rudi membakar rokok. Dia menatap ke arah kolam renang. Sedangkan Kevan berdiri di belakangnya. "Kamu tahu HHC, kan?" tanya Rudi sambil menoleh ke belakang. "Sini berdiri di samping saya, Van!"Kevan lantas berdiri di sisi kiri Rudi. Dia menjawab, "Ya, saya tahu, Tuan. Saya praktek bekerja di cabang Hanindra Orion Hotel kota ini.""Saya menandatangani kontrak kerja dengan HHC siang tadi, Van," ujar Rudi memberitahu."Apa ada yang
"Brengsek!"Kevan tanpa sadar mengecam sikap Miguel di depan Ciara. Dia mengepalkan kedua tangan dan wajahnya merah padam karena menahan emosi. "Kak!" teriak Ciara memanggil Kevan. "Kamu kok kasar gitu ngomongnya?" Bagi Ciara, ini adalah kali pertama gadis lugu itu mendengar Kevan melontarkan kata-kata makian. Tentunya dia terkejut."Ah, maaf, Non," kata Kevan. Dia bangun dari kursinya, lalu duduk di pinggir ranjang agar lebih dekat dengan Ciara. "Non, dia nggak pantas ngomong kayak gitu." "Tapi, dia Tunangan aku, Kak," ujar Ciara membela Miguel yang bahkan telah menduakannya. "Usia 20 nanti, aku akan nikah sama dia."Kevan menghela napas. Dia berpikir, 'Harus gimana lagi aku kasih Cia pengertian? Miguel itu cowok yang nggak bener, Cia! Dia nggak pantas dapetin kamu yang lugu, dan baik hati!'Akhirnya, Kevan tetap berusaha bicara baik-baik dengan Ciara. "Ya, benar. Tuan Miguel memang Tunangan Non Cia." Kevan membenarkan ucapan Ciara. "Tapi, dia nggak pantas ngomong kayak gitu, mes
"Aku bukannya nggak punya cita-cita, Kak," kata Ciara. "Aku juga mau kuliah. Tapi, kakak tahu sendiri aku gampang lelah dan mimisan ...."Kevan mengusap pipi Ciara yang basah karena air mata. Dia berkata di dalam hati, 'Aku ngerti perasaan kamu, Cia. Apa yang bisa aku lakukan buat kamu? Aku akan cari cara, Cia!'"Dan aku ... mau nggak mau harus belajar cinta Miguel, Kak. Karena dia pilihan kedua orang tuaku."'Astaga! Gimana perasaan Tuan dan Nyonya saat mendengar semua isi hati Nona?'Kevan memutar otaknya untuk menghentikan Ciara menangis dan berkeluh kesah. Dia menghela napas sejenak. "Non, hidup dan mati kamu itu kuasa Tuhan. Aku punya cara agar kamu bisa kuliah. Mau tahu, nggak?" Ciara menatap wajah Kevan. "Apa?""Nanti aku kasih tahu. Sekarang cuci muka, lalu ikut aku sarapan di ruang makan!"Bukannya beranjak dari ranjang, Ciara justru kembali merebahkan tubuhnya. Dia menutup wajahnya dengan selimut."Ogah! Aku malas."Kevan terkekeh. "Sayang banget. Padahal aku mau ajak jaja
"Sialan!" pekik Kevan pelan.Kevan tahu, semua mata sedang memandang dirinya. Dia melihat ekspresi wajah Nulla yang menatapnya dengan penuh kebencian. Dia juga melihat ekspresi wajah Miguel yang sama bencinya seperti Nulla. Danny menghampiri Kevan. Dia merangkul pundak Kevan. "Gimana kabarmu, Bro? Kamu kok duduk sendirian aja di pojok?" tanya Danny sekedar basa-basi. "Kamu dateng sendirian?""Eh, ketua OSIS! Kamu nggak nyapa mantan kamu?" tanya Angel sambil menunjuk Nulla dengan dagunya. "Lihat, nih! Mantan kamu ditikung Bosnya sendiri! Ha! Ha! Ha!" 'Hinaan macam apa itu? Kenapa mereka menyerang ranah pribadiku?' tanya Kevan sambil menggeleng. Kevan tersenyum masam. Tiba-tiba Miguel datang dan mengambil paksa ponsel Kevan. "Eh, balikin HP-ku!" teriak Kevan.Kevan berdiri hendak mengambil kembali ponselnya. Namun, Miguel dengan cepat mengotak-atik ponsel Kevan. "Apa ini?!"Miguel mengarahkan ponsel kepada Kevan dan menunjuk video dirinya dengan Nulla. "Maksudnya apa?! Kamu diam-
"HP model baru kayak Pak Miguel?!" Angel mengulangi kalimat Kevan. "Yang bener aja, Van! Kalau nge-halu itu jangan ketinggian!""Angel, kamuー""Udahlah, Bro!" Danny berseru memotong kalimat Kevan. Danny kembali menghampiri Kevan yang masih membenarkan ponselnya. Dia melihat ponsel Kevan menyala kembali."Lebih baik kamu cepet wisuda, nanti aku kasih kamu kerjaan," ujar Danny. "Aku serius. Aku pasti bantu kamu, Van. Office boy juga nggak jelek-jelek amat kok buat kamu!"Kevan risih. Dia sedikit menjauhkan diri dari Danny. "Kamu nggak malu ya, Van?" tanya Helena. "Kamu itu miskin. Mana mungkin bisa beli HP kayak Pak Miguel?""Kamu bener, Helen," ucap Nulla membenarkan opini temannya. "Bahkan kredit pun kamu nggak akan mampu, Van!""Helen, memang kenapa kalau aku miskin? Walaupun aku miskin, aku masih punya harga diri!"Kevan mencoba membela dirinya sendiri. Sepertinya acara reuni malam ini menjadi ajang saling menghina dan memamerkan kekayaan!"Aku nggak sangka, Helen yang dulu aku ke
"Pak, kamu pasti bisa kalahin Kevan." Nulla berkata dengan yakin. Dia memberikan semangat untuk Miguel.Kevan duduk bersebelahan dengan Miguel di meja bartender. Orang-orang berdiri di belakang mereka. Sorak sorai teman-teman sesama SMA Cendrawasih justru mendukung Miguel, dan bukan Kevan. "Ayo, Pak Miguel! Kalahin Kevan!""Kalahin si miskin itu, Pak!"Beberapa orang berseru. Namun, Kevan terlihat santai dan tidak ambil pusing.'Nggak masalah mereka dukung Miguel! Aku senang melihat dia akan kalah!' seru Kevan sambil menoleh ke belakang. 'Sial! Kenapa aku harus lihat kemesraan Nulla dan Miguel?'Seorang bartender menuangkan Brandy, calvados, dan anggur putih manis ke dalam sebuah wadah gelas ukur bening. Kemudian, campuran tersebut diaduk dengan es."Perfect!" seru si bartender sambil senyum. Setelah menuangkan campuran tadi ke sebuah gelas koktail, bartender itu memberikannya kepada Kevan dan Miguel."Dua gelas Corpse Reviver sudah siap!"Miguel menatap gelas miliknya dengan senyum
"Ini kartu apaan? Aku baru lihat ada kartu macam ini!"Kevan mengambil sebuah kartu hitam dengan logo naga merah pada bagian atas kanan. Background pada kartu tersebut pun bergambar seekor naga yang sedang mengeluarkan api. "Ini kartu hitam Naga Merah tanpa batas limited, Tuan Muda." Penjelasan singkat Ziyad membuat Kevan memiliki banyak pertanyaan. "Kartu hitam itu apaan? Semacam kartu debit? Kartu kredit? Atau kartu keanggotaan Hotel Grand Picasso?"Pertanyaan Kevan direspon Ziyad dengan cepat. Ziyad geleng-geleng. "Bukan, Tuan," balasnya. "Kartu hitam itu semacam kartu debit yang bisa dipakai sesuka hati."Kevan membalikkan kartu tersebut. Dia membaca keterangan nama bank yang tertulis di sana. "Bank Golden Orion," kata Kevan mengeja nama bank pembuat kartu hitam Naga Merah."Di negara Nexterra, hanya terdapat 5 buah kartu hitam Naga Merah. Kartu debit ini dimiliki oleh keluarga kaya raya."Kevan melongo mendengar penjelasan Ziyad. Dia meletakkan kartu itu sambil menatap asisten
"Apa itu, Tuan? Anda buat saya penasaran aja."Kevan terkekeh. Dia teringat video syur Nulla dan Miguel yang masih tersimpan rapi di flashdisk."Aku belum pernah coba rasanya perawan," jawab Kevan, lalu dia meneguk minumannya.Ziyad kembali menepuk jidat. "Anda serius belum pernah ML, Tuan? ML itu Making Love. Jangan bilang, Anda nggak tahu artinya!" Ziyad memelankan suaranya saat bertanya. Dia menunggu Kevan selesai menghabiskan minumannya. "Hemm! Asisten brengsek!" Kevan berdeham dan memaki Zoyad. "Selama ini, nggak ada orang yang percaya kalau aku jawab belum pernah!""Jadi, Anda udah pernah atau belum?"Kevan meletakkan gelasnya yang sudah kosong. "Menurut kamu?!""Anda yang bebas dan liar gini, mana mungkin belum pernah ML sama cewek! Rasanya nggak masuk akal!""Dan ternyata, anak buahku sendiri kurang ajar!"Ziyad tertawa. "Ha! Ha! Ha! Maaf, Tuan. Saya cuma takjub. Ternyata di zaman sekarang masih ada pria kayak Anda yang belum pernah merasakan surga dunia!""Aku cuma akan ML